• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Post Operasi 1. Definisi Post Operasi - FIA OKTANINGSIH BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Post Operasi 1. Definisi Post Operasi - FIA OKTANINGSIH BAB II"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Post Operasi

1. Definisi Post Operasi

Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh

(Smeltzer dan Bare, 2002). Post Operasi adalah masa setelah dilakukan

pembedahan yang dimulai saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihsn

dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah dan Hidayat, 2008).

Tahap pasca-operasi dimulai dari memindahkan pasien dari ruangan

bedah ke unit pasca-operasi dan berakhir saat pasien pulang.

2. Jenis-jenis Operasi

a. Menurut fungsinya (tujuannya), Potter dan Perry (2006) membagi

menjadi:

1) Diagnostic : biopsy, laparotomy eksplorasi.

2) Kuratif (ablatif) : tumor, appendiktomi.

3) Reparative : memperbaiki luka multiple.

4) Rekonstruktif : mamoplasti, perbaikan wajah.

5) Paliatif : menghilangkan nyeri.

6) Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan

organ atau struktur tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal,

(2)

b. Menurut luas atau tingkat resiko

1) Mayor

Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan

mempunyai tingkat resiko yang tinggi terhadap kelangsungan

hidup klien.

2) Minor

Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko

komplikasi lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor.

3. Komplikasi Post Operasi

Menurut Majid (2011) mengatakan komplikasi post operasi adalah

perdarahan dengan manifestasi klinis yaitu gelisah, gundah, terus

bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu

turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan

pasien melemah.

B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operasi

1. Pengkajian

a. Anamnesa

Identitas pasien seperti nama pasien, tanggal lahir, jenis kelamin,

alamat rumah, No. RM. Sedangkan penanggung jawab (orang tua,

keluarga terdekat) seperti namanya, pendidikan terakhir, jenis

(3)

b. Riwayat Kesehatan

Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu, Riwayat

Penyakit Keluarga. Bisa menggunakan PQRST yaitu :

1) P (Provokes) : Penyebab timbulnya nyeri.

2) Q (Quality) : Rasanya nyeri seperti ditekan, ditusuk atau

diremas-remas.

3) R (Region) : Lokasi nyeri berada di bagian tubuh mana.

4) S (Saverity) : Skala nyeri.

5) T (Time) : Nyeri dirasakan sering atau tidak.

c. Pemeriksaan Fisik

Dalam pemeriksaan fisik ini menggunakan pengkajian 6 B yaitu :

1) B 1 : Breating (Pernafasan)

Untuk mengukur Pola napas, bunyi napas, bentuk dada simetris

atau tidak, ada atau tidak gerakan cuping hidung, ada atau tidak

Cyanosis.

2) B 2 : Bleeding (Kardiovaskuler/Sirkulasi)

Untuk mengetahui Bunyi Jantung, Irama Jantung, Nadi, Tekanan

Darah.

3) B 3 : Brain (Persyarafan/Neurologik)

Untuk mengukur nilai GCS, Kesadaran.

4) B 4 : Bladder (Perkemihan)

Terpasang kateter urine atau tidak, urine (jumlah, warna), ada

(4)

5) B 5 : Bowel (Pencernaan)

Rongga mulut ada lesi atau tidak, adanya dehidrasi atau tidak.

Bising usus.

6) B 6 : Bone (Muskuloskeletal)

Warna kulit, suhu, integritas kulit, adanya lesi atau decubitus atau

tidak.

d. Pemeriksaan diagnostik

1) Pemeriksaan radiografi

2) Urinalisa

3) Lab seperti kimia darah, darah lengkap, urine.

4) Terapi Bedah

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri fisik.

b. Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

c. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini.

d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

(NANDA, 2015)

3. Intervensi Keperawatan

a. Nyeri Akut berhubungan dengan angen injury fisik.

Kriteria Hasil :

1) Mampu mengontrol nyeri

2) Rasa nyeri berkurang

(5)

Intervensi :

1) Kaji Skala Nyeri

2) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.

3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengkaji

pengalaman nyeri.

4) Ajarkan pasien pengobatan non farmakologi.

5) Kolaborasikan pemberian analgetik.

b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

Kriteria Hasil :

1) Bebas dari tanda-tanda infeksi.

2) Mampu mencegah timbulnya infeksi.

3) Jumlah leukosit dalam jumlah normal.

4) Menunjukkan perilaku hidup sehat.

Intervensi :

1) Monitor kerentanan terhadap infeksi.

2) Inspeksi kondisi luka atau insisi bedah.

3) Berikan perawatan luka.

4) Jika ada tanda-tanda infeksi kolaborasikan dengan dokter.

c. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini.

Kriteria Hasil :

1) Mampu mengontrol cemas

(6)

Intervensi :

1) Identifikasi tingkat kecemasan

2) Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya

3) Motivasi keluarga untuk meneani

4) Gunakan pendekatan yang menenangkan

d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

Kriteria Hasil :

1) Mengetahui makan-makanan yang boleh dikonsumsi.

2) Mengetahui tujuan dari diet yang dianjurkan.

Intervensi :

1) Kaji pengetahuan diet yang dianjurkan.

2) Berikan penyuluhan diet pada pasien post operasi.

(NIC, 2015)

C. Nyeri

1. Definisi Nyeri

Nyeri merupakan perasaan tubuh atau bagian tubuh seseorang yang

menimbulkan respon tidak menyenangkan dan nyeri dapat

memberikan suatu pengalaman alam rasa (Judha, 2012). Nyeri bersifat

subjektif dan tidak ada individu yang mengalami nyeri yang sama.

Perawat perlu mencari pendekatan yang paling efektif dalam upaya

(7)

2. Klasifikasi Nyeri

Menurut Mubarak dan Chayatin (2008) ada beberapa klasifikasi

nyeri yaitu:

a. Nyeri Perifer

Nyeri ini ada tiga macam yaitu:

1) Nyeri Superfisial

Nyeri superfisial adalah nyeri yang muncul akibat

rangsangan pada kulit dan mukosa. Nyeri berlangsung sebentar

dan terlokalisasi. Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang

tajam. Contoh penyebab nyeri superfisial adalah jarum suntik

dan luka potong kecil/ laserasi (Potter & Perry, 2006).

2) Nyeri Viseral

Nyeri viseral adalah nyeri yang muncul akibat stimulus dari

reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium dan toraks. Nyeri

bersifat difus dan dapat menyebar ke beberapa arah. Durasi

bervariasi tetapi biasanya berlangsung lebih lama daripada

nyeri superfisial. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul atau unik

tergantung organ yang terlibat (Potter & Perry, 2006).

3) Nyeri Alih (Referred)

Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan pada daerah lain

yang jauh dari penyebab nyeri. Contoh dari penyebab nyeri alih

adalah infark miokard yang menyebabkan nyeri alih ke rahang,

(8)

b. Nyeri Sentral

Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang

otak dan thalamus.

c. Nyeri Psikogenik

1) Nyeri Akut

Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang

tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan

yang actual atau potensial atau digambarkan dalam hal

kerusakan sedemikian rupa. Gejala yang terjadi tiba – tiba atau

lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang

dapat diantisipasi atau diprediksi (NANDA, 2015).

2) Nyeri Kronis

Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik dan emosional

yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan

jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal

kerusakan sedemikian rupa. Gejala yang terjadi yaitu timbul

secara tiba – tiba atau lambat dengan intensitas dari ringan

hingga berat, terjadi secara konstan atau berulang tanpa akhir

yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung lebih

(9)

Tabel 2.1 Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis

Pengalaman Satu kejadian Satu situasi, status eksitensi

Sumber Sebab eksternal atau penyakit dari dalam

Tidak diketahui atau pengobatan yang terlalu lama

Serangan Mendadak Bisa mendadak,

berkembang dan terselubung

Waktu Sampai 6 bulan Lebih dari 6 bulan sampai bertahun-tahun Pernyataan

Nyeri

Daerah nyeri tidak diketahui pasti

Daerah nyeri sulit dibedakan intensitasnya, sehingga sulit dievaluasi (perubahan perasaan).

Gejala-gejala klinis

Pola respons yang khas dengan gejala yang lebih khas

Pola respons yang bervariasi dengan sedikit gejala (adaptasi)

Pola Terbatas Berlangsung terus, dapat bervariasi

Perjalanan Biasanya berkurang setelah beberapa saat

Penderitaan meningkat setelah beberapa saat Sumber : Hidayat (2006)

3. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal,

diantaranya adalah (Potter dan Perry, 2006) :

a. Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat

harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang

melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan

fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami,

(10)

dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau

meninggal jika nyeri diperiksakan.

b. Jenis Kelamin

Laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam

merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya.

c. Kultur

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya

mereka berespon terhadap nyeri (misal, suatu daerah menganut

kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena

mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada

nyeri).

d. Makna Nyeri

Berhubungan dengan bagaimana pengalaman/persepsi

seseorang terhadap nyeri dan bagaimana mengatasinya.

e. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada

nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri.

f. Kecemasan

Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa

menyebabkan seseorang cemas.

g. Pengalaman masa lalu

Bila individu mengalami nyeri dengan jenis yang sama

(11)

melakukan tindakan-tindakan untuk menghilangkan nyeri (Potter

dan Perry, 2006).

h. Pola koping

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang

mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan

menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.

i. Support keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung

kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh

dukungan, bantuan dan perlindungan.

j. Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan

keefektifan medikasi atau intervensi lainnya

Seringkali makin banyak petunjuk yang diterima pasien

tentang keefektifan intervensi, makin efektif intervensi tersebut

nantinya. Individu yang diberitahu bahwa suatu medikasi

diperkirakan dapat meredakan nyeri hampir pasti akan mengalami

peredaan nyeri dibanding dengan pasien yang diberitahu bahwa

medikasi yang didapatnya tidak mempunyai efek apapun.

Hubungan pasien –perawat yang positif dapat juga menjadi peran

yang amat penting dalam meningkatkan efek plasebo (Smeltzer

(12)

4. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri

dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif

dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama

dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang

yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang

paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap

nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak

dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri,

2007).

Alat bantu lain yang digunakan untuk menilai intensitas atau

keparahan nyeri klien sebagai berikut:

a. Skala Deskriptif Verbal

Skala deskriptif verbal atau Verbal Descriptor Scale (VDS)

merupakan salah satu alat ukur tingkat keperahan yang lebih

bersifat objektif. Skala deskriptif verbal ini merupakan sebuah

garis yang terdiri dari kalimat pendeskripsian ini dirangking dari

tidak ada nyeri sampai nyeri paling hebat (Prasetyo, 2010).

(13)

b. Skala Intensitas Nyeri Numerik

Skala numerik atau Numerical Rating Scale (NRS)

digunakan sebagai pengganti alat deskripsi kata. Dalam hal ini

pasien menilai nyeri dengan skala 0 sampai dengan 10. Skala 0

mendeskripsikan sebagai tidak nyeri, skala 1 sampai dengan 3

mendeskripsikan sebagai nyeri ringan yaitu ada rasa nyeri (mulai

terasa tapi masih dapat ditahan), skala 4 sampai dengan 6

mendeskripsikan sebagai nyeri sedang yaitu ada rasa nyeri terasa

mengganggu dengan usaha yang cukup kuat untuk menahan, dan

skala 7 sampai dengan 10 mendeskripsikan sebagai nyeri berat

yaitu ada nyeri, terasa sangat mengganggu / tidak tertahankan

sehingga harus menangis, menjerit atau berteriak. Skala ini efektif

digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah

terapeutik (Prasetyo, 2010 ; McCeffery dan Beebe 1993 dalam

Novita, 2012).

Penggunaan NRS direkomendasikan untuk menilai skala

nyeri pasca operasi pada pasien berusia di atas 9 tahun. NRS sangat

mudah digunakan dan merupakan skala yang sudah valid (Brunelli,

et al., 2010 dan McCaffery Bebbe, 1993 dalam Novita, 2012).

(14)

c. Skala Analog Visual

Skala analog visual atau Visual Analog Scale (VAS)

merupakan suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang

terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap

ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh pada pasien

untuk mengidentifikasi tingkat keparahan nyeri yang ia rasakan

(Prasetyo, 2010).

Gambar 2.3 Skala analog visual (Tamsuri, 2007)

d. Skala Wajah Wong-Baker

Skala wajah biasanya digunakan oleh anak-anak yang

berusia kurang dari 7 tahun. Pasien diminta untuk memilih gambar

wajah yang sesuai dengan nyerinya. Pilihan ini kemudian diberi

skor angka. Skala wajah Wong-Baker menggunakan 6 kartun

wajah yang menggambarkan wajah senyum, wajah sedih, sampai

menangis. Dan pada tiap wajah ditandai dengan skor 0 sampai

dengan 5 (Wong, 1998 dalam Novita, 2012).

(15)

5. Penatalaksanaan Nyeri

Penatalaksanaan nyeri atau tindakan keperawatan untuk

mengurangi nyeri yaitu terdiri dari penatalaksanaan non – farmakologi

dan farmakologi.

a. Penatalaksanaan Farmakologi

Penanganan nyeri yang di alami oleh individu dapat melalui

intervensi farmakologis, dilakukan oleh kolaborasi dengan dokter

atau pemberi perawat utama lainnya pada pasien. Obat-obat yang

biasanya digunakan adalah antiinflamsi nonsteroid. Obat-obatan ini

dapat menurunkan nyeri dan menghambat produksi prostatglandin

dari jaringan-jaringan yang mengalami trauma dan inflamasi yang

menghambat reseptor nyeri untuk menjadi sensitive terhadap

stimulus penyakit sebelumnya (Smeltzer dan Bare, 2002).

b. Penatalaksanaan non farmakologi

Penatalaksanaan non farmakologi terdiri dari intervensi

perilaku kognitif yang meliputi tindakan distraksi, tehnik relaksasi

(terapi musik, nafas dalam), imajinasi terbimbing, hypnosis dan

sentuhan terapeutik (massage) (Tamsuri, 2007).

Menurut Nursing Intervention and Classification/NIC

(2013) peran perawat dalam penatalaksanaan nyeri adalah:

1) Mengkaji nyeri seperti lokasi, karakteristik, durasi nyeri,

frekuensi nyeri, kualitas nyeri, intensitas nyeri dan faktor

(16)

2) Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

3) Menanyakan pengetahuan pasien tentang nyeri

4) Mengkaji pengaruh nyeri yang dialami pasien pada tidur,

selera makan, aktivitas, perasaan, hubungan, peran pada

pekerjaan dan pola tanggungjawab

5) Memberikan informasi tentang nyeri seperti penyebab

nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan dan antisipasi

ketidaknyamanan dari prosedur

6) Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri

seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

7) Melakukan penanganan non-farmakologi seperti relaksasi,

terapi musik, guided imagery, terapi akupresur, terapi

aktivitas dan massage

8) Mengajarkan prinsip dari manajemen nyeri

9) Menggunakan teknik pengontrolan nyeri/antisipasi sebelum

nyeri berubah menjadi berat

10) Melakukan penanganan farmakologi yaitu pemberian

analgesik.

D. Terapi Musik

1. Definisi Terapi Musik

Terapi musik merupakan intervensi alami non invasif yang dapat

diterapkan secara sederhana tidak selalu membutuhkan kehadiran ahli

(17)

(Samuel, 2007 dalam Pratiwi 2014). Terapi musik adalah usaha

meningkatkan kualitas fisik dan mental dengan rangsangan suara yang

terdiri dari melodi, ritme, harmoni, bentuk dan gaya yang diorganisir

sedemikian rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat untuk

kesehatan fisik dan mental (Eka, 2011).

Penggunaan musik untuk relaksasi, mempercepat penyembuhan,

meningkatkan fungsi mental dan menciptakan rasa sejahtera. Terapi

musik juga dapat mempengaruhi fungsi-fungsi fisiologis, seperti

respirasi, denyut jantung dan tekanan darah. Musik juga dapat

menurunkan kadar hormon kortisol yang meningkat pada saat stres.

Musik juga merangsang pelepasan hormon endorfin, hormon tubuh

yang memberikan perasaan senang yang berperan dalam penurunan

nyeri (Young dan Koopsen, 2007).

2. Jenis Terapi Musik

Jenis terapi musik antara lain musik instrumental dan musik klasik.

Musik Instrumen bermanfaat menjadikan badan, pikiran, dan mental

menjadi lebih sehat. Musik klasik bermanfaat untuk membuat

seseorang menjadi rileks, menimbulkan rasa aman dan sejahtera,

mepelaskan rasa gembira dan sedih menurunkan tingkat kecemasan

pasien pra operasi dan melepaskan rasa sakit dan menurunkan stress

(Aditia, 2012).

3. Tujuan Terapi Musik

(18)

a. Untuk meredakan rasa sakit yang berkaitan dengan anaesthesia

atau pengurangan rasa sakit.

b. Untuk menenangkan pasien.

c. Untuk mengurangi kegelisahan selama melahirkan.

d. Efek Mozart adalah salah satu istilah untuk efek yang bisa

dihasilkan sebuah musik yang dapat meningkatkan intelegensia

seseorang.

e. Refresing pada saat pikiran seseorang lagi kacau atau jenuh dengan

mendengarkan musik walaupun sejenak, terbukti dapat

menenangkan dan menyegarkan pikiran kembali.

f. Motivasi hal yang hanya bisa dilahirkan dengan “feeling” tertentu.

Apabila ada motivasi, semangatpun akan muncul.

g. Berbagai penelitian dan literature menerangkan tentang manfaat

musik untuk kesehatan, baik untuk kesehatan fisik maupun mental,

beberapa penyakit yang dapat ditangani dengan musik antara lain :

kanker, stroke, dimensi, nyeri, gangguan kemampuan belajar dan

bayi prematur (Laila, 2011).

4. Manfaat Terapi Musik

Manfaat terapi musik antara lain (Djohan, 2006) :

a. Mampu menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan.

b. Mempengaruhi pernafasan.

c. Mempengaruhi denyut jantung, nadi, dan tekanan darah manusia.

(19)

e. Bisa menimbulkan rasa aman dan sejahtera.

f. Bisa mempengaruhi rasa sakit.

Beberapa manfaat terapi musik menurut American Musik Therapy

Association (2009) adalah :

a. Menurunkan ansietas dan stress.

b. Mengurangi nyeri.

c. Menenangkan bayi dan anak-anak.

d. Menurunkan efek samping kemoterapi.

e. Membantu pasien stroke dan pasien parkison untuk dapat berjalan

normal.

f. Mengurangi lama perawatan di rumah sakit.

g. Menurunkan stress pada orang sehat.

5. Mekanisme Terapi Musik

Therapy Association (2008) mekanisme musik dalam proses

penurunan rasa nyeri dimana implus musik yang berkompetisi

mencapai korteks serebri bersamaan dengan implus nyeri akan berefek

pada distraksi kognitif dalam inhibisi persepsi nyeri. Ketika musik

yang mempunyai efek terapi diperdengarkan, midbrain meningkatkan

pengeluaran beta endorphin hormone dan Gamma Amino Butyric Acid

(GABA) yang dapat mengeliminasi neurotransmitter rasa nyeri pada

pusat persepsi dan interpretasi sensorik somatic di otak sehingga

(20)

Jadi musik terapi yang digunakan mempunyai karakteristik musik

yang bersifat terapi adalah musik yang nondramatis, dinamiknya bisa

diprediksi memiliki nada yang lembut, harmonis dan tidak berlirik,

temponya 60-80 beat per minute dan musik yang dijadikan terapi

merupakan musik pilihan klien. Musik yang bersifat sebaliknya adalah

musik yang menimbulkan ketegangan, tempo yang cepat, irama yang

keras, ritme yang irregular, tidak harmonis atau dibunyikan dengan

volume keras tidak akan menimbulkan efek terapi. Efek yang timbul

adalah meningkatkan denyut nadi, tekanan darah, laju pernapasan dan

meningkatkan stress (Nilsson, 2009).

6. Tata Cara Pemberian Terapi Musik

Belum ada rekomendasi mengenai durasi yang optimal dalam

pemberian terapi musik. Seringkali durasi yang diberikan dalam

pemberian terapi musik adalah selama 15-20 menit, tetapi untuk

masalah kesehatan yang lebih spesifik terapi musik diberikan dengan

durasi 30-45 menit. Ketika mendengarkan terapi musik klien berbaring

dengan posisi yang nyaman, sedangkan tempo harus sedikit lebih

lambat, 50-70 ketukan/menit, menggunakan irama yang tenang

(Schou, 2007).

Menurut penelitian dari Alan Yanuar (2015) mengatakan bahwa

(21)

7. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan

Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat relaksasi adalah pasien

harus dalam keadaan nyaman, pikiran pasien harus tenang dan

lingkungan yang tenang. Suasana yang rileks dapat meningkatkan

hormon endorphin yang berfungsi menghambat transmisi implus nyeri

sepanjang saraf sensoris dan nosiseptor saraf perifer ke kornu dorsalis

kemudian ke thalamus, serebri, dan akhirnya berdampak pada

menurunnya persepsi nyeri (Brunner dan Suddart, 2009).

E. Terapi Musik Berhubungan Dengan Penurunan Nyeri

Mendengarkan musik akan mengalihkan perhatian terhadap nyeri

(distraksi) dan memberikan rasa nyaman dan rileks (relaksasi). Sesuai

dengan teori menurut Campbell (2001) musik dapat digunakan sebagai

terapi musik untuk meningkatkan kemampuan manusia terhadap berbagai

jenis penyakit dan dapat dimanfaatkan sebagai aktivitas distraksi. Teknik

distraksi dengan terapi musik akan membantu melepaskan endorfhin yang

ada dalam tubuh.

Seperti diketahui bahwa endorphin memiliki efek relaksasi dalam

tubuh (Potter & Perry, 2006). Endorphin tersebut dapat menimbulkan efek

analgesia yang mengeliminasi neurotransmitter (sinyal) rasa nyeri pada

pusat persepsi dan interpretasi sensori dalam otak sehingga efek yang bisa

Gambar

Tabel 2.1 Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis
Gambar 2.1 Skala deskriptif verbal (Tamsuri, 2007)
Gambar 2.2 Skala intensitas nyeri numerik (Potter dan Perry, 2006)
Gambar 2.4 Skala Wajah Wong-Baker (Tamsuri, 2007)

Referensi

Dokumen terkait

1) Tangibles (bukti langsung/wujud fisik), Yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.. 2) Reliability (kehandalan), Yaitu kemampuan

Taksonomi dapat diartikan sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Di mana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan

"Dalam meningkatkan loyalitas hal yang menjadi faktor yang sangat penting dalam peningkatannya itu karena adanya kesadaran diri dari setiap pegawai bahwa kami memiliki kewajiban

Sedangkan kekurangan teori basa dan asam Bronsted  – Lowry yaitu teori Bronsted-Lowry memiliki kelemahan yaitu tidak mampu menjelaskan alasan suatu reaksi asam dengan basa dapat

Komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain dengan harapan timbul kesamaan pengertian dan persepsi yang kemudian diarahkan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Diah Sri Sumarsi (2008) tentang “Upaya Peningkatan hasil Belajar Matematika Melalui Pendekatan Matematika Realistik Pada

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan menghasilkan perangkat pembelajaran yang baik dengan menggunakan model Snowball Throwing Berbasis Tugas Terstruktur pada mata kuliah Struktur

Dikarenakan keadaan yang ada saat ini dan telah diterangkan pada uraian di atas menunjukkan bahwa saat ini Kabupaten Sinjai berkepentingan untuk memiliki