perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HUBUNGAN ANTARA POLA TIDUR DENGAN KEJADIAN AKNE VULGARIS PADA MAHASISWA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Trisna Adhy Wijaya G0008177
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Hubungan antara Pola Tidur dengan Kejadian Akne Vulgaris pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret
Trisna Adhy Wijaya, NIM : G0008177, Tahun : 2011
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Pada Hari Rabu, Tanggal 2 Nopember 2011
Pembimbing Utama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 2 Nopember 2011
Nama Trisna Adhy Wijaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Trisna Adhy Wijaya, G0008177, 2011, Hubungan antara Pola Tidur dengan Kejadian Akne Vulgaris pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret.
Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola tidur dengan kejadian akne vulgaris pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret dengan mengontrol faktor perancu frekuensi cuci muka/hari.
Metode Penelitian : Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dipilih dengan teknik fixed exposure sampling. Ukuran sampel adalah 30 mahasiswa dengan pola tidur baik dan 30 mahasiswa dengan pola tidur buruk. Lokasi penelitian dilaksanakan di lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Waktu penelitian pada bulan Mei-Juli 2011. Masing-masing sampel mengisi kuisoner dan di foto wajahnya menggunakan kamera digital. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis bivariat chi square yang diolah dengan menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.00 for Windows.
Hasil Penelitian : Pada penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara pola tidur dengan kejadian akne vulgaris. Mahasiswa dengan pola tidur buruk berisiko untuk menderita akne vulgaris tiga kali lebih besar daripada mahasiswa dengan pola tidur baik (OR = 3.4; CI95% 1.2 s.d 10).
Simpulan Penelitian : Penelitian ini menyimpulkan pola tidur yang baik dapat mengurangi kejadian akne vulgaris. Disarankan untuk menjaga durasi tidur yang cukup dan tanpa cahaya lampu agar dapat mengurangi kejadian akne vulgaris.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
Trisna Adhy Wijaya, G0008177, 2011, The Relationship Between Sleep Pattern With Acne Vulgaris Incidences Among Student of Sebelas Maret University.
Objective : This research aimed to know the relationship between sleep pattern with acne vulgaris incidences at student of Sebelas Maret University with controlling for confounding factors frequency of facial washing/day.
Methods : This study was observational analytic by using cross-sectional design. The sample was selected by fixed exposure sampling. Samples size were 30 well sleep pattern student and 30 bad sleep pattern student. Research location was in Sebelas Maret University enviroment.This research held on Mei until July 2011. Each sample filled out the questionaire and face of each sample photographed with digital camera. The data was analyzed by using bivariat analyzed chi square run on Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.00 for Windows.
Result : The result of this study showed there is significance relationship between sleep pattern with acne vulgaris incidences. Student who with bad sleep pattern had three times higher risk of ance vulgaris incidences than those who well sleep pattern (OR = 3.4; CI95% 1.2 s.d 10). This conclusion waas made after controlling for the effect of frequency of facial washing/day.
Conclusion : This research concludes well sleep pattern can reduce acne vulgaris incidences. It is suggested to keep enough sleep duration and always sleep without light of lamp to reduce acne vulgaris incidences.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PRAKATA
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan antara Pola Tidur dengan Kejadian Akne Vulgaris pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret”.
Atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga dapat terselesaikan penulisan skripsi ini, penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Abidin, dr., SpPD-KR-FINASIM, sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas yang telah mengijinkan pelaksanaan penelitian ini dalam rangka penyusunan skripsi.
2. Muhammad Eko Irawanto, dr., Sp.KK sebagai Pembimbing Utama yang telah memberikan waktu, pengarahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis.
3. Sutarmiadji Djumarga P. Drs, M.Kes sebagai Pembimbing Pendamping yang telah memberikan waktu, pengarahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis.
4. Nugrohoaji Dharmawan, dr., Sp.KK., M.Kes sebagai Penguji Utama yang telah memberikan waktu, masukan, dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Arie Kusumawardani, dr., Sp.KK, sebagai Anggota Penguji yang telah memberikan waktu, masukan, dan saran dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Muthmainah, dr., M.Kes, sebagai Ketua Tim Skripsi yang telah
memberikan motivasi dan segala kemudahan dalam penulisan skripsi. 7. Seluruh Staf Bagian Skripsi. Ibu Eny dan Pak Nardi atas segala bantuan
yang telah diberikan.
8. Seluruh Staf Bagian Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Moewardi Surakarta atas segala bantuannya.
9. Seluruh anggota keluarga peneliti untuk doa dan bantuan yang luar biasa. 10.Semua teman yang mendukung dan membantu dalam penyelesaian skripsi
ini.
Surakarta, 2 Nopember 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 3
BAB II LANDASAN TEORI ... 4
A. Tinjauan Pustaka ... 4
B. Kerangka Berpikir ... 18
C. Hipotesis... 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 19
A. Jenis Penelitian ... 19
B. Lokasi Penelitian ... 19
C. Subjek Penelitian... 19
D. Teknik Sampling ... 20
E. Rancangan Penelitian ... 21
F. Identifikasi Variabel Penelitian ... 21
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 22
H. Alat dan Bahan Penelitian ... 23
I. Analisis Data ... 23
BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 24
BAB V. PEMBAHASAN ... 29
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN... 33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Saran... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur ... 24
Tabel 4.2. Analisis Bivariat Chi Square Pola Tidur dengan Kejadian
Akne Vulgaris ... 26
Tabel 4.3. Karakteristik Data Umur ... 27
Tabel 4.4. Analisis Bivariat Chi Square Hubungan Umur dengan Kejadian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Fisiologi Sekresi Melatonin ... 7
Gambar 2. Pembentukkan Komedo ... 12
Gambar 4.1. Diagram Persentase Sampel Menurut Kelompok Umur ... 25
Gambar 4.3. Diagram Persentase antara Pola Tidur dengan Kejadian
Akne Vulgaris ... 26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
Lampiran 2. Data subjek Penelitian
Lampiran 3. Foto Subjek Penelitian dengan Akne Vulgaris Negatif
Lampiran 4. Foto Subjek Penelitian dengan Akne Vulgaris Positif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akne vulgaris merupakan penyakit kulit karena inflamasi kronik pada
unit pilosebasea, terutama pada remaja dan dewasa muda (Lavers dan
Courtenay, 2011). Hampir setiap orang pasti pernah menderita akne vulgaris.
Umumnya kejadian akne vulgaris pada wanita sekitar umur 14 - 17 tahun dan
pada pria 16 - 19 tahun (Wasitaatmadja, 2007). Gambaran klinis akne
vulgaris sering polimorf; terdiri dari beberapa kelainan kulit berupa komedo,
papul, pustul, nodul, dan jaringan parut (Wasitaatmadja, 2007).
Akne vulgaris merupakan penyakit kulit yang multifaktorial dimana
penyebab dan patogenesisnya belum sepenuhnya jelas. Salah satu faktor yang
berperan terhadap terjadinya akne vulgaris pada remaja adalah meningkatnya
sekresi sebum akibat tingginya sekresi hormon androgen (Fabbrocini et al.,
2009). Peran androgen pada kejadian akne vulgaris memerlukan perantara
Reseptor Androgen (RA) yang terletak di membran basal dan akar luar
kelenjar sebasea (Liang et al., 1993 dan Choudry et al., 1992 cite of
Zouboulis et al., 2008).
Akne vulgaris adalah masalah yang dapat mempengaruhi kepercayaan
diri seseorang, terutama pada remaja. Berbagai macam pengobatan akne
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
keberhasilannya pun belum sepenuhnya memuaskan. Untuk itu pengobatan
saja tidak cukup, diperlukan beberapa tindakan pencegahan. Salah satu
bentuk pencegahan yang dapat mengurangi timbulnya akne vulgaris adalah
memperbaiki pola tidur.
Tidur adalah suatu keadaan di bawah sadar yang dapat dibangunkan
dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya. Hormon
yang paling berperan dalam mekanisme tidur adalah melatonin (Guyton et al.,
2007).
Produksi melatonin sangat sensitif terhadap pengaruh cahaya. Paparan
cahaya pada saat malam hari, walaupun dalam waktu yang singkat dengan
intensitas cahaya rendah, dapat menyebabkan produksi melatonin berkurang
bahkan sepenuhnya tertekan (Brainard et al.,1997). Bukti terbaru
menunjukkan melatonin dapat menghambat produksi androgen dengan cara
menurunkan ekspresi Steroidogenic Acute Regulatory (StAR), P450 side
chain cleavage (P450 scc), 3β-Hydroxysteroid Dehydrogenase (3β-HSD),
dan 17β-Hydroxisteroid Dehydrogenase (17β-HSD) yang merupakan protein
dan enzim steroidogenik yang penting dalam produksi cAMP dan androgen
yang merupakan hormon utama penyebab akne vulgaris (Monica, et al.,
2005).
Penelitian-penelitian di atas menunjukkan bahwa menjaga pola tidur
yang baik dimana sekresi melatonin yang cukup, dapat berpotensi menekan
produksi hormon androgen yang merupakan hormon penting timbulnya akne
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
pola tidur sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya akne
vulgaris.
B. Perumusan Masalah
Bagaimana hubungan antara pola tidur dengan kejadian akne vulgaris
pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan antara pola tidur dengan kejadian akne
vulgaris pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret.
D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai hubungan pola tidur sebagai salah satu faktor risiko
terjadinya akne vulgaris.
2. Aspek Aplikatif
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
masyarakat untuk lebih menjaga pola tidur yang sehat sehingga dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Fisiologi Tidur
a. Definisi Tidur
Tidur merupakan keadaan di bawah sadar yang bisa dibangunkan
dengan memberikan rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya.
Berbeda dengan tidur, koma adalah keadaan di bawah sadar tanpa dapat
dibangunkan (Guyton et al., 2007). Para ahli membagi tidur menjadi 2
tipe, yaitu tidur gelombang lambat (Non Rapid Eye Movement/NREM)
dan tidur dengan gerakan cepat mata (Rapid Eye Movement/REM)
(Colten et al., 2006). Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang
terdiri dari empat stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur
normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-7
kali siklus semalam (Iskandar, 2002). Pada waktu tidur malam, setiap
orang mengalami dua tipe ini secara bergantian. Walaupun fungsinya
belum diketahui, ketidakteraturan pergantian ini berhubungan dengan
gangguan tidur (Colten et al., 2006).
Bayi baru lahir total tidur 16-20 jam/hari, anak-anak 10 - 12
jam/hari, kemudian menurun 9 - 10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Kualitas tidur selama sebulan terakhir dapat dijadikan indikasi sebagai
kualitas tidur yang baik atau buruk. Beberapa hal yang tercakup dalam
kualitas tidur antara lain, masa laten tidur, durasi tidur, kebiasaan
efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat-obat tidur, dan
disfungsi di siang hari (Buysse, 1989).
b. Fungsi Tidur
Nilai utama dari tidur adalah untuk memulihkan keseimbangan
alami di antara pusat-pusat neuron. Walaupun demikian, keadaan siaga
maupun keadaan tidur tidak begitu perlu untuk fungsi somatik tubuh,
siklus penguatan dan penekanan eksitabilitas saraf yang menyertai
siklus siaga dan tidur mempunyai efek fisiologi yang sedang pada
bagian perifer tubuh (Guyton et al., 2007).
2. Tinjauan Hormonal Saat Tidur di Malam Hari
Hormon adalah zat perantara kimiawi jarak jauh yang secara spesifik
disekresikan ke dalam darah oleh kelenjar endokrin sebagai respons
terhadap sinyal yang sesuai. Hormon bekerja pada sel-sel sasaran untuk
mengatur konsentrasi molekul nutrien, air, garam, dan elektrolit. Seluruh
pengaturan tersebut ditujukan untuk mempertahankan homeostasis tubuh
yang penting bagi kelangsungan hidup sel (Sherwood, 2001).
Tidur merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan
homeostasis. Tidur berfungsi untuk mengembalikan keseimbangan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
dari pengaruh aktivitas dan regulasi hormon. Hormon yang paling penting
dalam mekanisme tidur adalah melatonin (Guyton et al., 2007).
1. Sekresi Hormon Melatonin
Melatonin adalah sebuah hormon lipofilik indolamin yang
diproduksi selama hari gelap di kelenjar pineal (Krenbek, 2008).
Tingkatan puncak melatonin pada darah bervariasi antarindividu dan
bergantung pada umur. Kadar melatonin dalam tubuh mencapai
maksimal antara pukul 01.00 - 02.00 am (Davis et al., 2001). Orang
dewasa muda pada plasmanya mengandung melatonin antara 54 - 75
pg/ml, namun pada orang tua kadar ini lebih rendah yaitu sekitar 18 -
40 pg/ml (Jung et al., 2006).
2. Mekanisme Kerja Hormon Melatonin
Konsentrasi melatonin rendah pada siang hari dan meningkat
pada malam hari (Jockers et al., 2008). Pada siang hari, sel
fotoreseptor retina mengalami hiperpolarisasi yang menghambat
pelepasan norepinefrin. Sistem pineal-retinohipotalamus diam dan
akibatnya melatonin sedikit dikeluarkan. Pada suasana gelap,
fotoreseptor melepaskan norepinefrin, dengan cara demikian
mengaktifkan sistem, dan sejumlah α1dan β1 reseptor adrenergik pada
glandula pineal meningkat (Brezezinski, 1997). Sekresi ini diatur oleh
irama sirkardian dan perubahan suhu. Irama sirkardian dari sintesis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
berada pada nuklesus superkiasmatik (NSK) dari hipotalamus melalui
jalur multi-sinaps (Reppert et al., 2002).
Gambar 1. Fisiologi Sekresi Melatonin (Brezezinski, 1997)
Melatonin berperan melalui reseptor spesifik. Berdasarkan
farmakologi dan perbedaan kinetiknya, reseptor melatonin dibagi
menjadi dua subtipe, yaitu ML1 dan ML2 (Dubocovich et al., 1997).
Hasil penelitian terbaru didapatkan tiga subtipe reseptor ML1, yaitu
melatonin subtype (mel)1a yang terekspresikan di nukleus
suprakiasmatik hipotalamus dan pars tuberali hipofisis (Reppen et al.,
1994; Kokkola dan Laitinel, 1998 cite of Monica et al., 2005), mel1b
yang terekspresikan di retina dan otak (Dubocovich et al., 1997;
Reppen et al., 1995 cite of Monica et al., 2005), dan mel1c tidak
didapatkan pada mamalia (Weichmann et al., 1999 cite of Monica et
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
3. Akne vulgaris
a. Definisi akne vulgaris
Akne vulgaris merupakan penyakit kulit karena inflamasi kronik
pada unit pilosebasea, terutama pada remaja dan dewasa muda
(Fabbrocini et al., 2009). Di Amerika Serikat kejadian akne vulgaris
sekitar 40 - 50 juta individu (White, 1998 cite of Cordaen et al., 2002).
Meskipun akne vulgaris terutama terjadi pada remaja, akne vulgaris
juga terjadi pada anak-anak dan dewasa tua. Akne vulgaris terjadi
pada usia 10 - 12 tahun sebesar 28 – 61 % dan sekitar 79 - 95 %
terjadi pada usia 16 - 18 tahun (Cordaen et al., 2002).
Telah dilakukan penelitian prevalensi akne vulgaris di kota
Palembang pada penduduk dengan umur 14 - 21 tahun dan didapatkan
prevalensi umum akne vulgaris 68,2 %. Prevalensi berdasarkan
kelompok jenis kelamin lelaki lebih tinggi dari wanita, kelompok
lelaki (37,3 %) lebih tinggi dari wanita (30,9 %). Prevalensi spesifik
berdasarkan tipe akne komedonal 30,1 %, papulopustular 35,8 %,
nodulokistik 2,2 %, dan untuk keseluruhan tipe prevalensi spesifik
lelaki lebih tinggi dari wanita (Tjekyan, 2008).
b. Etiologi Akne Vulgaris
Banyak faktor yang berperan dalam etiologi dan patogenesis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
1) Flora folikel sebasea
Peningkatan jumlah flora folikel sebasea (Propionibacterium
acnes) dapat meningkatkan jumlah pembentukkan akne vulgaris
(Wasitaatmadja, 2007). Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan
responden yang menderita akne vulgaris dengan frekuensi
membersihkan wajah berhubungan linier dimana makin sering
wajah dibersihkan makin rendah angka kejadian akne vulgaris,
yang membersihkan wajah lebih dari 3 kali per hari angka kejadian
akne hanya 2 % (Tjekyan, 2008).
2) Familial
Faktor familial atau keluarga berpengaruh pada aktivitas
folikel sebasea di kulit sehingga berpengaruh terhadap timbulnya
akne vulgaris (Widjaja, 2000). Orang yang mempunyai riwayat
keluarga dengan akne vulgaris ternyata terkena akne vulgaris
sebesar 80,035 % dan proporsi kelompok tanpa riwayat keluarga
akne vulgaris tetapi menderita akne vulgaris sebesar 64,82 % dan
secara statistik bermakna atau dengan kata lain riwayat keluarga
berpengaruh terhadap kejadian akne vulgaris. Anggota keluarga
kelompok yang terkena akne vulgaris adalah ibu dan ayah
(Tjekyan, 2008).
3) Stres psikis
Stres dapat menimbulkan peningkatan produksi sebum dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
menyediakan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan
Propionibacterium acnes (P. Acnes) yang dapat menimbulkan
inflamasi, folikel pilosebasea dan berperan dalam pembentukkan
komedo (Kery, 2007).
4) Makanan
Peran makanan terhadap timbulnya akne vulgaris masih
kontroverisal (Widjaja, 2000).
5) Kosmetik
Pemakaian kosmetik yang mengandung lanolin, petrolatum,
minyak tumbuh-tumbuhan dan bahan kimia murni, secara
terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan
suatu bentuk akne ringan yang terutama terdiri dari komedo
tertutup. Selain itu kosmetik yang mengandung minyak seperti
krim dan lotion dapat mengeksaserbasi lesi kulit. Kosmetik yang
mengandung air merupakan zat komedogenik terhadap kulit
(Lavers et al., 2011).
6) Obat-obatan kortikosteroid
Pada penggunaan dosis tinggi obat-obat kortikosteroid, seperti
prednisolon dan betamethason dapat memacu timbulnya akne
vulgaris (British National Formulary, 2010).
7) Iklim / Cuaca
Termasuk faktor sinar ultraviolet, kelembapan udara,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
(Wasitaatmadja, 2007). Sedangkan di daerah tropis pada saat
musim panas atau kemarau didapatkan 60 % perbaikan akne, 20 %
tidak ada perubahan, dan 20 % bertambah hebat kejadian akne
vulgaris yang disebabkan oleh keringat pada keadaan yang sangat
lembab dan panas (Widjaja, 2000)
c. Patogenesis Akne Vulgaris
Peran kelanjar sebasea pada patogenesis akne vulgaris sudah
lama teridentifikasi sehingga akne vulgaris dapat diklasifikasikan
sebagai penyakit karena kerusakan kelenjar sebasea (Pochi, 1990 cite
of Tahir, 2010). Sebocyte merupakan sel kelenjar sebasea yang
berfungsi dalam sintesis dan akumulasi lipid. Aktivitas biologi
sebocyte diregulasi oleh ekspresi beberapa receptor di sebocyte,
seperti androgen dan estrogen reseptor, peroxisome
proliferator-activated receptor (PPAR) dan liver-X receptor (LXR) (Hong et al.,
2008; Russel et al., 2007), neuropeptide receptors, retinoid dan
vitamin D (Schmud et al., 2007; Zouboulis, 2000; Zouboulis, 2004).
Meningkatnya produksi sebum merupakan salah satu faktor penting
terhadap perkembangan terjadinya akne vulgaris. Keadaan ini
bergantung pada ukuran dan kecepatan pertumbuhan kelenjar sebasea
yang dipengaruhi oleh kadar hormon androgen.
Produksi sebum yang meningkat juga dipercaya berkaitan
dengan komedogenesis. Komedo terbentuk karena terlokalisasinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
sehingga volume sebum meningkat dan membasahi duktus korneosit.
Kerusakan lumen folikel akibat abnormalitas deskuamasi sel folikel
menyebabkan sebum terjebak di belakang sumbatan yang
hiperkeratotik. Hasil akhir dari hiperkeratinisasi ini berkembang
menjadi komedo. Komedo yang terbuka disebut blackhead sedangkan
komedo yang tertutup disebut whitehead (Tahir, 2010). Komedo
terbuka atau disebut makrokomedo berukuran > 0,042 mm2 dan
tampak sebagai lesi kecil dengan inti yang gelap karena adanya lipid
dan keratin. Sebaliknya, komedo tertutup atau disebut mikrokomedo
sulit untuk diidentifikasi karena hanya berukuran 0.016 mm2
(Fabbrocini et al., 2009).
Gambar 2. Pembentukkan Komedo (Lavers dan Courtenay, 2011)
d. Gejala Klinik
Tempat predileksi akne vulgaris adalah di muka, dada bagian
atas, dan punggung bagian atas. Erupsi kulit polimorf dengan gejala
predominan salah satunya: komedo, papul yang tidak beradang dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
namun umumnya keluhan penderita adalah keluhan estetis
(Wasitaatmadja, 2007).
e. Diagnosis Akne vulgaris
Diagnosis akne vulgaris biasanya berdasarkan pada riwayat
pasien dan pemeriksaan fisik. Didapatkannya komedo pada pasien
merupakan petunjuk penting dalam diagnosis akne vulgaris. Wajah,
leher, dada dan punggung atas merupakan tempat yang sering
didapatkan akne vulgaris (Bershad, 2008). Beberapa diferensial
diagnosis akne vulgaris adalah folikulitis, peri-oral dermatitis, dan
dermatitis seborrhoeik dimana tidak tampak komedo padanya
(Roebuck, 2006). Menurut Clinical Knowledge Summarize 2010 akne
vulgaris digolongkan menjadi tiga berdasarkan tingkat keparahan lesi,
yaitu:
1) Akne ringan, dengan karakteristik komedo terbuka dan
tertutup, tidak ada lesi inflamasi dan tidak ada scarring.
2) Akne sedang, dengan karakteristik campuran antara komedo
inflamsi dan non-inflamasi dengan papul dan pustul.
3) Akne berat, dengan karakteristik meningkatnya papul, pustul,
dan nodul dan ditemukannya scarring. Scarring merupakan
indikasi bahwa sebelumnya telah terjadi akne vulgaris yang
berat.
Menurut Tutakne MA et al. (2003) akne vulgaris dibagi menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Derajat 1 : didapatkan komedo, dan kadang-kadang papul.
Derajat 2 : didapatkan papul dan sedikit pustul.
Derajat 3 : didapatkan pustul yang dominan, nodul dan
abses.
Derajat 4 : didapatkan kistik yang dominan, abses, dan
scarring.
f. Penatalaksanaan Akne Vulgaris
Penatalaksanaan akne vulgaris meliputi usaha untuk mencegah
terjadinya erupsi (preventif) dan usaha untuk menghilangkan akne
yang terjadi (kuratif). Kedua usaha tersebut harus dilakukan
bersamaan mengingat kelainan akne vulgaris terjadi akibat pengaruh
berbagai faktor, baik faktor interna dari dalam tubuh (familial, ras, dan
hormonal), maupun faktor eksternal (makanan, musim, stres) yang
kadang tidak dapat dihindari oleh penderita. Pengobatan akne dapat
dilakukan dengan cara memberikan obat-obat topikal, obat sistemik,
bedah kulit, atau kombinasi cara-cara tersebut (Wasitaatmadja, 2007).
4. Pola Tidur dengan Akne vulgaris
Pola tidur secara kuantitatif dan kualitataif dipengaruhi oleh variasi
budaya, sosial, psikologi, perilaku, patofisiologi, dan pengaruh
lingkungan. Kurang tidur dapat mengganggu beberapa sistem organ
tubuh, seperti sistem metabolik, endokrin, dan imunitas (Spiegel et al.,
2009; Knutson et al., 2007; Miller et al., 2007 cite of Fransisco et al.,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
terprogram akan terpengaruh sehingga tidur menjadi tidak seimbang dan
terjadi kehilangan energi yang cukup besar (Postawski, 2009). Kualitas
tidur dapat menentukan kualitas fisik, mental, dan emosional seseorang
(Bajry, 2008). Hormon yang paling berpengaruh pada mekanisme
terjadinya tidur adalah melatonin (Guyton et al., 2007).
Sekresi melatonin mempunyai efek terhadap kecenderungan
mengantuk, mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur, dan mempunyai
efek hipnotis (Lieberman et al., 1984). Dahlitz et al. (1994) menyebutkan
bahwa pada anak muda, 5 mg per oral melatonin menyebabkan
peningkatan yang signifikan pada kecenderungan untuk tidur dan durasi
tidur Rapid Eye Movement (REM). Melalui nukleus suprakiasmatik di
hipotalamus dan pars tuberalis, melatonin dapat mempengaruhi sintesis
dan pelepasan GnRH hipotalamus dan hormon adenohypophyseal
gonadotropin. Telah diketahui sebelumnya bahwa melatonin di sintesis di
kelenjar pineal, terutama pada malam hari. Kadar yang tinggi pada
malam hari dialirkan melalui darah untuk dibawa ke jaringan perifer
termasuk ke testis (Relter, 1991; Relter, 1993 cite of Monica et al., 2005).
Bukti terbaru menunjukkan melatonin juga dapat disintesis secara
lokal di testis pada mamalia yang diperlakukan tidak mendapatkan
cahaya (Tijmes et al., 1996; Kato et al., 1999; Fu et al., 2001; Stefulj et
al., 2001 cite of Monica et al., 2005). Hal ini penting hubungannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
produksi testoteron (Niedzlela et al., 1993; Valenti et al., 1995 cite of
Monica et al., 2005).
Percobaaan telah dilakukan dengan menggunakan hamster Syirian
(Mesocricetus auratus) yang diberi perlakuan khusus terhadap cahaya,
untuk mengetahui peran melatonin terhadap produksi cAMP dan
biosintesis androgen (Monica, et al., 2005). Hasil pecobaan tersebut
menunjukkan bahwa melatonin dapat menghambat ekspresi mRNA 5α
-R1 yang merupakan enzim krusial pada konversi testoteron menjadi
bentuk aktifnya, yaitu dihidrotestoteron (DHT) (Pratis et al., 2003).
Selain itu, melatonin melalui reseptor mel1a yang terdapat di sel Leydig
dapat menghambat produksi androgen dengan cara menurunkan ekspresi
StAR, P450 scc, 3β-HSD, dan 17β-HSD yang merupakan protein dan
enzim steroidogenik penting dalam produksi cAMP dan androgen
(Monica et al., 2005).
Hormon androgen merupakan hormon krusial pada patogenesis
terjadinya akne vulgaris, terutama pada remaja. Istilah androgen berarti
hormon steroid apapun yang memiliki efek maskulinisasi, termasuk
testoteron, dihidrotestoteron (DHT), dan androstenedion (Guyton et al.,
2007). Andogen terutama disintesis di sel leydig testis pada laki-laki.
Secara in vivo androgen mempengaruhi beberapa fungsi kelenjar sebasea
manusia, diantaranya proliferasi, diferensiasi, dan sintesis lipid
(Zouboulis et al., 2007). Pada kultur sel, androgen juga meningkatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
2001). Rosenfield et al. dan Makrantonaki et al. (2007) menunjukkan
efek androgen terhadap lipid sebasea dipengaruhi oleh ligand PPAR.
Chen et al. dan Alestas et al. menunjukkan bahwa semua subtipe PPAR
ditemukan di kelenjar sebasea dan duktus pilosebasea orang sehat,
termasuk pada orang yang menderita akne vulgaris. PPAR yang utama
terdapat di kelenjar sebasea manusia adalah PPARα dan γ.
PPARα berperan pada aktivasi β-oksidasi asam lemak, regulasi
inflamasi, dan berhubungan dengan diferensiasi sebocyte (Trivedi et al.,
2006). PPARγ diperkirakan berperan dalam aktivasi proliferasi sebocyte
dan lipogenesis (Trivedi et al., 2006). PPAR ligand dapat menginduksi
lipogenesis sebocyte (Alestas et al., 2006; Chen et al., 1998;
Makranionaki et al., 2007; Trivedi N et al., 2006; Wrobel et al., 2003)
dimana ekspresi PPAR akan menurun pada saat diferensiasi cepat
sebasea pada orang normal, tetapi hal ini tidak terjadi pada orang yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
B. Kerangka Berpikir
C. Hipotesis
Mahasiswa dengan pola tidur baik dapat mengurangi kejadian akne vulgaris.
Pola Tidur Baik
Durasi Cukup Gelap/Tidak Ada Cahaya
Hormon Melatonin Cukup
Sintesis Androgen
Ekspresi Androgen di Kelenjar Sebasea
Familial, Makanan, dan
cuaca/musim
Propionibacterium acnes
Stres Psikis Proliferasi dan
Lipogenesis
Akne vulgaris
Keterangan
= Variabel yang diteliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional, yaitu variabel bebas (faktor risiko) dan variabel
tergantung (efek) diobservasi hanya sekali pada saat yang sama.
(Taufiqurrahman, 2004).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Universitas Sebelas Maret.
C. Subjek Penelitian
Sebagai populasi penelitian adalah Mahasiswa Universitas Sebelas
Maret. Sebagai subjek penelitian adalah Mahasiswa Universitas Sebelas
Maret dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
1) Kriteria Inklusi
a. Laki-laki
b. Usia 18-22 tahun.
c. Kebiasaan tidur larut malam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
2) Kriteria Eksklusi
a. Riwayat keluarga akne vulgaris.
b. Dalam pengobatan akne vulgaris.
c. Menggunakan obat-obatan kortikosteroid.
d. Kebiasaan tidur siang.
D. Teknik Sampling
Pengambilan sampel dilakukan secara non probability sampling yakni
purposive sampling dimana setiap yang memenuhi kriteria di atas
dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu yang ditetapkan (Murti,
2006).
Jenis purposive sampling yang digunakan adalah fixed-exposure
sampling. Fixed exposure sampling merupakan skema pencuplikan yang
dimulai dengan memilih sampel berdasarkan status paparan subjek yang
sudah fixed (Murti, 2006).
Penelitian ini mengambil 60 sampel yang terdiri dari 30 sampel
kelompok kasus dan 30 sampel kelompok pembanding. Hal ini telah sesuai
dengan “Rule of Thumb” atau patokan dasar umum, setiap penelitian yang
datanya akan dianalisis secara statistik dengan analisis bivariat membutuhkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
E. Rancangan Penelitian
F. Identifikasi Variabel Penelitian
1) Variabel bebas
Pola tidur.
2) Variabel terikat
Akne vulgaris
Mahasiswa Universitas Sebelas Maret
Pola tidur tidak baik Pola tidur baik
Durasi tidur < 7-7.5 jam/hari
dan terang Durasi tidur
7-7.5 jam/hari dan gelap
Akne (+)/(-) Akne (+)/(-)
Uji Statistik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1) Variabel bebas
Pola tidur merupakan salah satu bentuk gaya hidup. Pola tidur
dikatakan baik jika memenuhi dua persyaratan yaitu, durasi tidur sekitar
7-7.5 jam/hari dan kebiasaan tidur tanpa paparan cahaya lampu (dalam
keadaan gelap). Jika subjek penelitian tidur dengan durasi 7-7.5 jam/hari
dan dalam keadaan gelap selama sebulan terakhir disimbolkan dengan
tanda (+), sebaliknya jika subjek penelitian tidur dengan durasi < 7-7.5
jam/hari dan dalam keadaan terang disimbolkan tanda (-). Variabel ini
menggunakan skala kategorikal nominal.
2) Variabel terikat
Akne vulgaris merupakan penyakit kulit karena inflamasi kronik
pada unit pilosebasea (Fabbrocini et al., 2009). Diagnosis akne vulgaris
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
wajah. Diagnosis akne dapat dilihat dan dihitung melalui foto wajah yang
dikonsultasikan kepada dokter spesialis kulit dan kelamin. Jika
didapatkan dan atau bertambahnya jumlah komedo pada daerah wajah
disimbolkan dengan tanda (+), sebaliknya jika tidak didapatkan
gambaran komedo disimbolkan dengan tanda (-). Variabel ini
menggunakan skala kategorikal nominal.
H. Alat dan Bahan Penelitian
1) Kuesioner untuk menyingkirkan variabel pengganggu.
2) Kamera digital dengan merk Sony 7.2 megapixel.
I. Analisis Data
Data penelitian dianalisis dengan program Statistical Package for Social
Sciences (SPSS) 17.0 for Windows. Analisis data statistik yang digunakan dalam
penelitian ini adalah diawali dengan analisis bivariat uji chi square selanjutnya
dianalisis lebih lanjut guna mencari Odds Ratio dan nilai p.
Variabel bebas dan perancu akan dianalisis masing-masing secara
bivariat terhadap variabel tergantung dengan menggunakan uji chi square
untuk mengetahui apakah hubungan yang teramati antara kedua variabel
secara statistik bermakna ataukah peran peluang terlalu besar hingga
keterkaitan yang teramati tidak bermakna. Data diolah dengan menggunakan
metode statistik uji Chi Square (X2) dengan taraf signifikansi (α) 0,05.
Hubungan antara kedua variabel bermakna bila faktor peluang atau nilai p
kurang dari 5 % (p < 0,05). Penghitungan Odds Ratio dilakukan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian mengenai hubungan antara pola tidur dengan kejadian akne
vulgaris pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) telah dilaksanakan
pada bulan Mei sampai Juli 2011 di beberapa Fakultas di UNS. Sampel penelitian
berjumlah 60 orang terdiri dari 30 sampel mahasiswa dengan pola tidur baik dan
30 sampel mahasiswa dengan pola tidur buruk. Berikut ini disampaikan hasil
penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.
A. Karakteristik Sampel Penelitian
Selama penelitian didapatkan data yang menunjukkan bahwa subjek
penelitian paling banyak adalah mahasiswa UNS yang berumur 21 tahun
(45%), sedangkan yang paling sedikit adalah mahasiswa UNS yang berumur
19 tahun (11 %). (Tabel 4.1 dan Gambar 4.1)
Tabel 4.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Ganbar 4.1. Diagram Persentase Sampel Menurut Kelompok Umur
B. Analisis Bivariat Uji Tabulasi silang atau Chi Square
Data dalam penelitian ini dianalisis dengan uji Chi Square, dengan
uji tersebut dapat diketahui apakah hubungan yang teramati antara kedua
variabel secara statistik bermakna. Penelitian ini mengamati hubungan
antara variabel bebas pola tidur dengan variabel terikat akne vulgaris.
Setelah hasil Chi Square didapat, maka dapat dilihat nilai signifikasinya.
Hubungan signifikan jika p < 0.05.
Setelah dilakukan analisis data menggunakan program SPSS 17,
hasil penelitian menunjukkan kelompok sampel pola tidur baik dengan
kejadian akne vulgaris negatif sebanyak 19 orang (63.3 %) dan kejadian
akne vulgaris positif sebanyak 11 orang (36.7%). Pada kelompok sampel
pola tidur buruk dengan kejadian akne vulgaris negatif sebanyak 10 orang
(33.3%) dan kejadian akne vulgaris positif sebanyak 20 orang (66.7 %).
Analisis bivariat chi square terhadap hubungan antara pola tidur dengan
kejadian akne vulgaris, menunjukkan hubungan yang signifikan (p =
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
menderita akne tiga kali lebih besar daripada kelompok sampel dengan
pola tidur baik (OR = 3.4; CI95% 1.2 s.d 10). (Tabel 4.3 dan Gambar 4.3).
Tabel 4.2. Analisis Bivariat Chi Square tentang Pola Tidur dengan Kejadian Akne Vulgaris
Variabel Kejadian akne vulgaris Total OR p
negatif n (%) positif n (%)
Gambar 4.2. Diagram Persentase antara Pola Tidur dengan Kejadian Akne Vulgaris
Pengolahan data selanjutnya adalah menentukan mean dan median dari
kategori umur subjek penelitian. Mean dari data umur subjek penelitian
sebesar 20.53 dan dapat dibulatkan menjadi 21. Median dari data umur subjek
penelitian juga sebesar 21, sehingga dalam pengkategorian umur selanjutnya
dikatagorikan menjadi dua, yaitu ≤ 21 tahun dan > 21 tahun. (Tabel 4.4)
63.3
Pola tidur baik Pola tidur buruk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Tabel 4.3. Karakteristik Data Umur
Variabel n Mean Median SD
Umur 60 20.53 21 0.87
Setelah dilakukan analisis bivariat Chi Square, menunjukkan bahwa
pada kelompok umur ≤ 21 tahun dengan kejadian akne vulgaris negatif
sebanyak 24 orang (45.3 %) dan kelompok umur ≤ 21 tahun dengan kejadian
akne vulgaris positif sebanyak 29 orang (54.7 %). Sedangkan kelompok umur
> 21 tahun dengan kejadian akne vulgaris negatif sebanyak 5 orang (71.4 %),
dan kelompok umur > 21 tahun dengan kejadian akne vulgaris positif
sebanyak 2 orang (28.6 %). Analisis bivariat Chi Square terhadap hubungan
antara umur dengan kejadian akne vulgaris menunjukkan hubungan yang tidak
signifikan (p = 0.19). (Tabel 4.5 dan Gambar 4.4)
Tabel 4.4. Analisis Bivariat Chi Square Hubungan Umur dengan Kejadian Akne Vulgaris
Variabel Kejadian akne vulgaris Total OR P
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Gambar 4.3. Diagram Persentase Kejadian Akne Vulgaris Menurut Umur
<= 21 tahun > 21 tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan sejak bulan Mei sampai dengan Juli 2011 di
lingkungan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan didapatkan subjek
penelitian sebanyak 60 mahasiswa laki-laki yang berasal dari beberapa fakultas di
UNS. Dipilihnya mahasiswa laki-laki karena kejadian akne vulgaris umumnya
lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita pada rentang usia 15 - 44
tahun, yaitu 34 % pada laki-laki dan 27 % pada wanita (Klaus W et al., 2005;
Odom Rb et al., 2000; Buxton PK, 2005).
Distribusi sampel penelitian berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa sampel
penelitian paling banyak berusia 21 tahun (45 %) diikuti usia 20 tahun (32 %), 22
tahun (12 %), dan 19 tahun (11 %). Hasil ini berbeda dengan penelitian
sebelumnya yang menyatakan bahwa puncak kejadian akne vulgaris pada seorang
laki-laki terutama pada usia 17 - 18 tahun (Klaus W et al., 2005).
Akne vulgaris merupakan penyakit yang penyebabnya bersifat
multifaktorial, diantaranya keturunan keluarga, gangguan hormonal, stress psikis,
bakteri, cuaca, dan kulit terpapar oleh bahan kimia tertentu (Abu bakar, 2000).
Kejadian akne vulgaris pada remaja umumnya disebabkan oleh gangguan
hormonal, dimana sekresi hormon androgen yang berlebihan. Androgen
merupakan salah satu hormon yang bertanggungjawab terhadap regulasi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
berlebih, akan terjadi pertumbuhan kelenjar sebasea yang tidak terkendali,
akibatnya akan timbul akne vulgaris (Tahir, 2010).
Sekresi androgen erat kaitannya dengan pola tidur seseorang. Pola tidur
secara kuantitatif dan kualitataif dipengaruhi oleh psikologi, variasi budaya,
patofisiologi, sosial, perilaku, dan pengaruh lingkungan. Kurang tidur dapat
mengganggu beberapa sistem organ tubuh, seperti endokrin, sistem metabolik,
dan imunitas (Spiegel et al., 2009; Knutson et al., 2007; Miller et al., 2007 cite of
Fransisco et al., 2010). Mekanisme tidur juga tidak lepas dari pengaruh aktivitas
dan regulasi hormon. Hormon yang paling penting dalam mekanisme tidur adalah
melatonin (Guyton et al., 2007). Telah diketahui sebelumnya bahwa melatonin di
sintesis di kelenjar pineal, terutama pada malam hari. Tetapi, bukti terbaru
menunjukkan melatonin juga dapat disintesis secara lokal di testis pada mamalia
yang diperlakukan tidak mendapatkan cahaya (Tijmes et al., 1996; Kato et al.,
1999; Fu et al., 2001; Stefulj et al., 2001 cite of Monica et al., 2005). Hal ini
penting hubungannya dengan peran melatonin pada pertumbuhan testis, produksi
cAMP, dan produksi testoteron (Niedzlela et al., 1993; Valenti et al., 1995 cite of
Monica et al., 2005).
Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola tidur
dengan kejadian akne vulgaris. Tabel 4.2 menggambarkan distribusi subjek
penelitian berdasarkan pola tidur. Pada kelompok pola tidur baik dengan akne
vulgaris negatif berjumlah 19 orang (63.3 %) dan akne vulgaris positif berjumlah
11 orang (36.7 %). Pada kelompok pola tidur buruk, sampel dengan akne vulgaris
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
(66.67 %). Analisis bivariat Chi Square terhadap hubungan antara pola tidur
dengan kejadian akne vulgaris, menunjukkan hubungan yang signifikan (p < 0.05)
dan memenuhi syarat untuk dilakukan uji regresi logistik ganda sehingga variabel
pola tidur dapat dianalisis regresi logistik ganda. Kelompok sampel dengan pola
tidur buruk memiliki risiko untuk menderita akne tiga kali lebih besar daripada
kelompok sampel dengan pola tidur baik (OR = 3.4; CI95 % 1.2 s.d 10).
Hasil ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa
melatonin hewan coba dapat menghambat ekspresi mRNA 5α-R1 yang
merupakan enzim penting pada konversi testoteron menjadi bentuk aktifnya, yaitu
dihidrotestoteron (DHT) (Pratis et al., 2003). Selain itu, melatonin melalui
reseptor mel1a yang terdapat di sel leydig dapat menghambat produksi androgen
dengan cara menurunkan ekspresi StAR, P450 scc, 3β - HSD, dan 17β - HSD
yang merupakan protein dan enzim steroidogenik penting dalam produksi cAMP
dan androgen (Monica et al., 2005). Oleh karena itu, dengan menjaga pola tidur
yang baik diharapkan sekresi melatonin dalam tubuh adequate. Sehingga dapat
menghambat produksi androgen, akibatnya kejadian akne vulgaris dapat ikut
dihambat.
Umur adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kejadian akne
vulgaris. Pada laki-laki umur 17 - 18 tahun merupakan umur yang paling sering
terjadi akne vulgaris (Klaus W et al., 2005). Pada tabel 4.5 menunjukkan
kelompok umur ≤ 21 tahun yang positif akne vulgaris sebanyak 29 orang (54.7 %)
dan kejadian akne vulgaris negatif sebanyak 24 orang (45.3 %). Kelompok umur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
dan kejadian akne vulgaris negatif sebanyak lima orang (71.4 %). Setelah di
analisis, variabel umur pada penelitian ini tidak signifikan (p = 0.19). Hal ini
disebabkan karena penelitian ini dilakukan di lingkungan UNS dimana subjek
penelitiannya terbatas pada mahasiswa laki-laki dengan rentang umur 18 - 22
tahun saja sehingga distribusi subjek penelitian kurang bervariasi dan tidak
mencakup semua umur.
Dalam penelitian ini, peneliti mengalami beberapa kendala, diantaranya
sulit untuk mengendalikan variabel perancu stres psikis, cuaca, dan faktor
makanan. Keterbatasan yang sifatnya self administrated diantaranya sulit untuk
menilai kejujuran dan subjektivitas para subjek penelitian dalam mengisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pola
tidur dengan kejadian akne vulgaris. Mahasiswa dengan pola tidur buruk
berisiko untuk menderita akne vulgaris tiga kali lebih besar daripada
mahasiswa dengan pola tidur baik.
B. Saran
1. Mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan pola tidur
dengan kejadian akne vulgaris dengan jumlah sampel yang
representatif, populasi yang lebih luas, dan menggunakan derajat akne
vulgaris.
2. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut dengan cara pengambilan
gambar subjek penelitian yang lebih baik serta ditunjang penegakkan
diagnosis akne vulgaris yang lebih akurat dengan menggunakan
eksfoliasi sebum.
3. Edukasi kepada mahasiswa yang memiliki risiko tinggi menderita akne
vulgaris untuk tidur dengan durasi yang cukup dan mematikan lampu