• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penerapan Fire Planning Management Terhadap Rasa Aman Pekerja Pada Pabrik Tekstil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Penerapan Fire Planning Management Terhadap Rasa Aman Pekerja Pada Pabrik Tekstil"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

v

ABSTRAK

BERNADETA VIDIA PRETY WIDOWATI, 2011 : Pengaruh Penerapan Fire Planning Management Terhadap Rasa Aman Pekerja Pada Pabrik Tekstil, Skripsi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Wilayah eks-karesidenan Surakarta menjadi tujuan relokasi puluhan industri tekstil dan garmen dari berbagai daerah di Indonesia. Ketersediaan infrastruktur, seperti lahan, sumber energi listrik, sumber air, serta transportasi menuju pelabuhan laut dan bandar udara menjadi salah satu faktor daya tarik. Dengan berkembangnya industri tekstil maka perhatian pada aspek keselamatan semakin diperlukan, terutama terhadap bahaya kebakaran. Pada industri tekstil, resiko terhadap terjadinya kebakaran cukup tinggi, karena prosesnya melibatkan bahan yang mudah terbakar dengan jumlah yang sangat banyak. Aspek keselamatan tersebut perlu ditindaklanjuti dengan penerapan pedoman teknis seperti Fire Planning Management yang bertujuan untuk mencegah dan meminimalisir kerugian akibat kebakaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan tindakan pencegahan dan persiapan dalam menghadapi bahaya kebakaran serta mengetahui pengaruh penerapan Fire Planning Management terhadap rasa aman pekerja pada pabrik tekstil.

Pemilihan responden untuk pengisian kuisioner dilakukan dengan menggunakan metode Simple Random Sampling. Pengujian validitas dan reliabilitas data kuisioner dilakukan menggunakan bantuan software SPSS 17.00. Pengolahan data dilakukan dengan korelasi Spearman untuk mengetahui pengaruh penerapan Fire Planning Management terhadap rasa aman pekerja, lalu dilakukan uji hipotesis untuk menguji signifikasi korelasi Spearman dengan menggunakan uji t. Pengamatan langsung di lapangan dan wawancara diolah menggunakan metode Analisis Deskriptif untuk mengetahui penerapan peraturan Fire Planning Management di lapangan.

Hasil dari penelitian ini adalah penerapan tindakan pencegahan pada Perusahaan X dan Y kurang memenuhi peraturan yang berlaku, hal ini ditunjukkan dengan nilai 2,65 dan 2,53 Skala Likert. Penerapan tindakan persiapan pada Perusahaan X cukup memenuhi peraturan yang berlaku, hal ini ditunjukkan dengan nilai 3 Skala Likert. Penerapan tindakan persiapan pada Perusahaan Y telah memenuhi peraturan yang berlaku hal ini ditunjukkan dengan nilai 4,5 Skala Likert. Terdapat pengaruh antara Fire Planning Management dengan rasa aman pekerja, hal ini ditunjukkan dengan hasil koefisien korelasi sebesar 0,515 yang berarti terdapat hubungan yang cukup kuat antara penerapan Fire Planning Management dengan rasa aman pekerja.

(2)

commit to user

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Wilayah Solo Raya menjadi tujuan relokasi puluhan industri tekstil dan garmen dari berbagai daerah di Indonesia, khususnya Jakarta dan sekitarnya. Ketersediaan infrastruktur, seperti lahan, sumber energi listrik, sumber air, serta transportasi menuju pelabuhan laut dan bandar udara menjadi salah satu faktor daya tarik. Demikian dikemukakan Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah, Djoko Sentosa. (www.solopos.com, 31 Agustus 2009).

Hal tersebut menjadi salah satu faktor tekstil sebagai salah satu komoditas utama di wilayah Surakarta. Berkembangnya industri tekstil saat ini semakin memerlukan perhatian pada aspek keselamatan, terutama terhadap bahaya kebakaran. Pada industri tekstil, resiko terhadap terjadinya kebakaran cukup tinggi, karena prosesnya melibatkan bahan mudah terbakar (combustible) dengan jumlah yang sangat banyak. Serat tekstil sebagai bahan baku sangat mudah terbakar dan mudah rusak karena air. Terlebih lagi proses produksi tekstil menghasilkan sisa kain atau bahan yang terakumulasi.

(3)

commit to user

Kebakaran pada pabrik tersebut menunjukkan pentingnya penerapan Fire Planning Management. Sesuai dengan Undang-Undang Bangunan Gedung (UUBG-2002) yang mensyaratkan aspek keselamatan bangunan perlu ditindaklanjuti dengan penerapan pedoman teknis seperti Fire Planning Management. Elemen dari Fire Planning Management yaitu prevention

(pencegahan), preparedness (perencanaan), response (penanggulangan) dan

recovery (pemulihan).

Prevention (pencegahan) berfungsi mengidentifikasi penyebab-penyebab maupun akibat-akibat yang ditimbulkan lebih dini sehingga beberapa tindakan dapat dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan kejadian yang mengakibatkan kebakaran untuk mengurangi dampak insiden pada gedung maupun sekitar gedung. Tindakan pencegahan dilakukan dengan menerapkan sistem proteksi pada gedung yaitu dengan penerapan sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif. Sistem proteksi aktif terdiri dari Alat Pemadam Api Ringan (APAR), sprinkler,

hidran, detektor dan alarm kebakaran. Sistem proteksi pasif terdiri dari desain bangunan, kompartemenisasi, tangga darurat, sarana jalan keluar yang ada di dalam gedung dan akses pemadam kebakaran.

Preparedness (persiapan) meliputi perencanaan aktivitas, program dan sistem yang disiapkan sebelum terjadi kebakaran. Pada preparedness inilah pihak manajemen merancang suatu perencanaan yang matang dalam hal penciptaan kesiapan tanggap darurat kebakaran. Seperti pembentukan tim penanggulangan kebakaran, pemberian pelatihan kepada tim penanggulangan kebakaran agar dapat menanggulangi kebakaran dini, pelaksanaan fire safety meeting atau simulasi kebakaran dengan penghuni atau pengguna gedung, pemeriksaan dan pemeliharaan sarana proteksi kebakaran dan kegiatan lain yang bersifat peningkatan kesiapsiagaan.

(4)

commit to user

Pemenuhan kebutuhan rasa aman para pekerja dapat meningkatkan produktivitasnya dalam bekerja, sehingga tercapai prestasi kerja.

Industri tekstil yang berkembang dengan pesat, didukung adanya kejadian-kejadian kebakaran dan kebutuhan pekerja akan rasa aman, selayaknya mendorong pihak manajemen perusahaan untuk menerapkan Fire Planning Management sesuai dengan peraturan yang berlaku. Untuk mengetahui penerapan peraturan mengenai Fire Planning Management pada industri tekstil maka perlu dilakukan penelitian penerapan Fire Planning Management pada industri tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penerapan tindakan pencegahan kebakaran pada bangunan pabrik tekstil?

2. Bagaimana penerapan tindakan persiapan sebelum terjadi kebakaran pada pabrik tekstil?

3. Apakah penerapan Fire Planning Management berpengaruh terhadap rasa aman pekerja pada pabrik tekstil?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui penerapan tindakan pencegahan kebakaran pada bangunan pabrik tekstil.

2. Mengetahui penerapan tindakan persiapan sebelum terjadi kebakaran pada pabrik tekstil.

(5)

commit to user

1.4. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah penerapan Fire Planning Management

berpengaruh terhadap rasa aman pekerja.

1.5. Batasan Masalah

1. Lokasi penelitian adalah PT Indatex dan PT Delta Dunia Textile (Unit C dan D) yang terletak di wilayah eks-karesidanan Surakarta.

2. Penelitian difokuskan pada tindakan pencegahan dan tindakan persiapan. 3. Tindakan pencegahan yang ditinjau meliputi sistem proteksi aktif dan sistem

proteksi pasif.

4. Sistem proteksi aktif yang ditinjau meliputi alat pemadam api ringan (APAR),

sprinkler, hidran, detektor kebakaran dan alarm kebakaran,

5. Sistem proteksi pasif yang ditinjau adalah sarana jalan keluar yang ada dalam gedung, indikator arah dan tanda eksit serta akses pemadam kebakaran. 6. Tindakan persiapan yang ditinjau meliputi pembentukan tim penanggulangan

kebakaran, pelaksanaan simulasi, pemeriksaan dan pemeliharaan sarana proteksi kebakaran.

7. Responden penelitian ini adalah pekerja pabrik.

1.6. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat mengingatkan mengenai pentingnya penerapan

(6)

commit to user

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1.

Tinjauan Pustaka

Lasino dan Fefen Suhaedi (2005) menjelaskan bahwa elemen sentral dalam strategi pencegahan dan penanggulangan kebakaran adalah penerapan dan kualitas

Fire Safety Management. Bisa jadi, sebuah bangunan gedung dilengkapi dengan proteksi aktif yang hebat dan memiliki rancangan proteksi pasif yang baik, akan tetapi semua itu tidak akan banyak berguna sepanjang waktu apabila prinsip-prinsip manajemen keselamatan kebakaran tidak diaplikasikan.

Menurut Ramachandran (1999) adanya risiko yang terkait dengan kebakaran membutuhkan aksi dalam penanggulangannya. Oleh karena itu manajemen risiko berperan dalam tindakan tersebut. Tindakan-tindakan tersebut adalah identifikasi risiko, pengurangan risiko dan pengalihan risiko.

Menurut Y. Djoko Setiyarto dalam Majalah Ilmiah Unikom vol.4, pertimbangan dan tindakan untuk meningkatkan keamanan gedung terhadap bahaya kebakaran perlu dilakukan, namun harus diketahui terlebih dahulu bagaimana fenomena yang ada pada kebakaran gedung sehingga tindakan yang dilakukan akan efektif dan efisien.

(7)

commit to user

Menurut penelitian yang dilakukan Eva Damayanti (2004), setelah dilakukan perbandingan hasil penelitian antara kelompok manajer dan karyawan, ternyata memang terdapat hubungan yang positif dan sangat kuat antara kualitas Active Fire Protection System dengan keamanan kerja. Sehingga semakin tinggi kualitas

Active Fire Protection System, maka semakin tinggi pula tingkat keamanan kerja yang dirasakan manajer dan karyawan.

2.2.

Landasan Teori

2.2.1. Pengertian Bangunan Industri/Pabrik

Bangunan industri/pabrik merupakan bangunan gedung kelas 8, yaitu bangunan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008).

2.2.2. Pengertian Kebakaran

Kebakaran adalah api yang tidak dikehendaki, dengan kata lain kondisi natural akibat persentuhan bahan bakar (fuel), oksigen dan panas atau kalor yang tidak dikehendaki (Suprapto, 2008).

Kebakaran adalah suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan mencapai temperatur kritis dan bereaksi secara kimia dengan oksigen yang menghasilkan panas, nyala api, cahaya, asap, uap air, karbon monoksida, karbon dioksida, atau produk dan efek lainnya (SNI 03-3985-2000).

2.2.3. Klasifikasi Bahaya Kebakaran

(8)

commit to user

harus digunakan sebagai alat pemadam pokok (Perda Prov. DKI No 3 Tahun 1992).

Kebakaran kelas C : kebakaran listrik (seperti kebocoran listrik, korsleting) termasuk kebakaran padaalat-alat listrik. Jenis alat pemadam : yang digunakan adalah jenis kimia dan gas sebagai alat pemadam pokok (Perda Prov. DKI No 3 Tahun 1992).

Bangunan gedung yang diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran berat antara lain: bangunan bawah tanah/ bismen, subway, hanggar pesawat terbang, pabrik korek api gas, pabrik pengelasan, pabrik foam plastik, pabrik foam karet, pabrik resin dan terpentin, kilang minyak, pabrik wool kayu, tempat yang menggunakan fluida hidrolik yang mudah terbakar, pabrik pengecoran logam, pabrik yang menggunakan bahan baku yang mempunyai titik nyala 37,9°C (100°F), pabrik tekstil, pabrik benang, pabrik yang menggunakan bahan pelapis dengan foam plastik (Perda Prov. DKI No 8 Tahun 2008).

2.2.4. Mitigasi Bencana

Mitigasi dilakukan untuk memperkecil, mengurangi, memperlunak dampak yang ditimbulkan bencana. Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik yang termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana sebagai akibat dari perbuatan manusia (man-made disaster)

(BAKORNAS PBP, 2002).

2.2.5. Fire Safety Management

(9)

commit to user

Unsur manajemen pengamanan kebakaran terutama yang menyangkut kegiatan pemeriksaan, perawatan dan pemeliharaan, audit keselamatan kebakaran dan latihan penanggulangan kebakaran harus dilaksanakan secara periodik sebagai bagian dari kegiatan pemeliharaan sarana proteksi aktif yang terpasang pada bangunan (Kepmenneg PU no. 10/KPTS/2000 Bab VI butir 5.4).

Manajemen penanggulangan kebakaran terdiri dari empat komponen yang saling berhubungan yaitu pencegahan, pemeliharaan, pelatihan, dan perencanaan penanggulangan kebakaran (M.J. Billington, dkk, 2002).

Manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan adalah segala upaya yang menyangkut sistem organisasi, personel, sarana dan prasarana, serta tata laksana untuk mencegah, mengeliminasi serta meminimalisasi dampak kebakaran di bangunan, lingkungan, dan kota (Kepmen PU No.11 th.2000 Pasal 1).

2.2.6. Sistem Proteksi Kebakaran

Sistem proteksi pada bangunan gedung dan lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008).

(10)

commit to user 2.2.6.1. Proteksi Aktif

Sistem proteksi kebakaran aktif adalah sistem proteksi kebakaran yang secara lengkap terdiri atas sistem pendeteksian kebakaran baik manual ataupun otomatis, sistem pemadam kebakaran berbasis air seperti springkler, pipa tegak dan slang kebakaran, serta sistem pemadam kebakaran berbasis bahan kimia, seperti APAR dan pemadam khusus (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

APAR harus selalu dipelihara dalam kondisi penuh dan siap dioperasikan dan harus dijaga setiap saat di tempat yang telah ditentukan jika alat tersebut sedang tidak digunakan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

APAR harus diletakkan menyolok mata yang mana alat tersebut mudah dijangkau dan siap dipakai dan selalu tersedia saat terjadi kebakaran. Lebih baik alat tersebut diletakkan sepanjang jalur lintasan normal, termasuk eksit dari suatu daerah (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

Pemeriksaan APAR minimal satu bulan sekali dan dicantumkan nama petugas (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

Setiap APAR harus mempunyai kartu atau label yang menunjukkan bulan dan tahun dilakukannya pemeliharaan serta identifikasi petugas yang melakukan pemeliharaan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

(11)

commit to user

Jarak tempuh maksimum menuju APAR untuk untuk bahaya kebakaran kelas A dan C dengan jenis hunian bahaya kebakaran berat adalah 23 m (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

Jumlah hidran pada sebuah bangunan dengan kompartemenisasi tanpa partisi yaitu satu buah per 800 m2 (Kepmen No.10 th.2000).

Pada bangunan yang dilengkapi hidran harus terdapat personil (penghuni) yang terlatih untuk mengatasi kebakaran di dalam bangunan (Kepmen No.10 th.2000).

Jarak antara kepala sprinkler maksimal 4 meter (SNI 03-3989-2000).

Pada umumnya kepala sprinkler harus ditempatkan bebas dari kolom. Apabila hal tersebut tidak dapat dihindari dan jarak kepala sprinkler terhadap kolom kurang dari 0,6 m, maka harus ditempatkan sebuah kepala springkler tambahan dalam jarak 2 m dari sisi kolom yang berlawanan (SNI Sprinkle 03-3989-2000).

Kepala sprinkler harus ditempatkan dengan jarak sekurang-kurangnya 1,2 m dari balok (SNI 03-3989-2000).

Sprinkler harus dipasang di bawah atap atau di bawah kanopi di atas tempat penyimpanan dan penggarapan bahan dapat terbakar (combustibles)

(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

Bangunan Gedung Laboratorium/Industri/Pabrik kelas 8 yang berfungsi untuk produksi, perakitan, pengepakan dan lain-lain dengan jumlah lantai 1 menggunakan sistem deteksi dan alarm manual. (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

(12)

commit to user 2.2.6.2. Proteksi Pasif

Sistem proteksi kebakaran pasif adalah sistem proteksi kebakaran yang terbentuk atau terbangun melalui pengaturan penggunaan bahan dan komponen struktur bangunan, kompartemenisasi atau pemisahan bangunan berdasarkan tingkat ketahanan terhadap api, serta perlindungan terhadap bukaan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

Eksit harus disusun sehingga mudah dicapai setiap saat (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

Apabila eksit tidak mudah dicapai dengan cepat dari daerah lantai terbuka, jalan terusan yang aman dan menerus, gang atau koridor yang menuju langsung ke setiap eksit harus dijaga dan menyediakan sedikitnya dua eksit dengan pemisahan jalan lintasan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

Koridor harus menyediakan akses eksit tanpa melalui ruangan yang menghalangi, selain koridor, lobi, dan tempat lain yang diijinkan membuka ke koridor (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

Akses eksit harus disusun sehingga tidak ada ujung buntu dalam koridor kecuali diizinkan oleh otoritas berwenang setempat (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

(13)

commit to user

Gantungan atau gorden harus tidak dipasang di atas pintu eksit atau dipasang sehingga eksit tersembunyi atau tidak jelas (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

Setiap aksesibilitas sarana jalan ke luar harus menerus dari setiap daerah yang dihuni yang mudah dicapai ke jalan umum atau daerah tempat perlindungan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

Iluminasi sarana jalan keluar harus menerus siap untuk digunakan setiap waktu dalam kondisi penghuni membutuhkan jalan ke luar (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

Akses ke eksit harus diberi tanda dengan tanda yang disetujui, mudah terlihat di semua keadaan di mana eksit atau jalan untuk mencapainya tidak tampak langsung oleh para penghuni (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

Setiap tanda yang diperlukan harus diletakkan dan dengan ukuran sedemikian, warna yang nyata dan dirancang untuk mudah dilihat dan harus kontras dengan dekorasi, penyelesaian interior atau tanda lainnya (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

Penempatan tanda eksit harus sedemikian rupa sehingga tidak ada titik di dalam akses eksit koridor melebihi jarak pandang atau 30m (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

(14)

commit to user

Indikator arah yang menunjukkan arah lintasan harus ditempatkan di setiap lokasi apabila arah lintasan mencapai eksit terdekat tidak jelas (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

Ukuran tinggi pada tulisan "EKSIT" sekurang-kurangnya 10 cm (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

Indikator arah harus diletakkan di luar simbol EKSIT sekurang-kurangnya 1 cm dari huruf yang mana saja (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

Indikator arah harus mudah diidentifikasi pada jarak 12 m (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

Pintu yang bukan merupakan jalan akses eksit harus diberi tanda arah "BUKAN EKSIT" dengan tinggi huruf 5 cm dan lebar jarak huruf 1 cm pada kata "BUKAN" serta tinggi huruf 2,5 cm pada huruf "EKSIT" yang terletak di bawah huruf "BUKAN" (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

Pada pembangunan bangunan gedung bukan hunian seperti pabrik dan gudang, harus disediakan jalur akses dan ruang lapis perkerasan yang berdekatan dengan bangunan gedung untuk peralatan pemadam kebakaran. Jalur akses tersebut harus mempunyai lebar minimal 6 m. (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

Tiap bagian dari jalur untuk akses mobil pemadam di lahan bangunan harus dalam jarak bebas hambatan 50 m dari hidran kota. Bila hidran kota tidak tersedia maka harus disediakan hidran halaman (Kepmen No.10 th.2000).

(15)

commit to user

JANGAN DIHALANGI” dengan ukuran tinggi minimal 50 mm (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008)

2.2.7. Tindakan Persiapan

Tim penanggulangan kebakaran dibentuk oleh pemilik/pengelola bangunan gedung serta diumumkan kepada seluruh penghuni atau penyewa bangunan (Kepmen PU No.11 th.2000).

Setiap 10 karyawan/pengguna bangunan diwajibkan menunjuk satu orang untuk menjadi anggota kelompok dalam tim penanggulangan kebakaran (Kepmen PU No.11 th.2000).

Tim penanggulangan kebakaran minimal sekali dalam enam bulan menyelenggarakan latihan penyelamatan kebakaran yang diikuti oleh seluruh penghuni bangunan (Kepmen PU No.11 th.2000).

Semua sistem proteksi kebakaran dan peralatannya harus dipelihara sehingga dalam kondisi siap operasi yang handal dan harus diganti atau diperbaiki bila cacat (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008).

2.2.8. Keamanan Kerja

Keamanan kerja diartikan sebagai suatu keadaan terkendali dari bahaya-bahaya dan kodisi-kondisi yang mengarah pada kerusakan fisik, psikologis dan materi untuk mempertahankan kesehatan dan kesejahteraan individu dan komunitas (Abdullah, 2002).

(16)

commit to user

Keamanan kerja sangat penting bagi sebagian besar orang. Kurangnya keamanan kerja sering kali membuat karyawan dan manajer tidak dapat melakukan produktivitas. Suatu organisasi yang produktif akan membuat kemampuan karyawan bermanfaat, asalkan sebisa mungkin keamanan terbentuk maksimal dan selalu berusaha melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan-keputusan penting (Mc Clain, 1992).

Kecelakaan kerja, cedera, sakit yang terjadi pada karyawan dapat menurunkan produktivitas para pekerja (Hafid, 2003).

Faktor keamanan dan kenyamanan kerja sangat perlu diperhatikan agar tercipta produktivitas pekerja. Sesuai dengan pendapat Abraham Maslow dalam teorinya

Hierarchy of Needs, safety needs atau kebutuhan rasa aman menjadi salah satu faktor pemotivasi seseorang melakukan pekerjaannya. Dengan rasa aman itu, diharapkan karyawan akhirnya dapat merasakan kenyamanan kerja (Prawirosentono, S., 2003).

Program-program keamanan dan kesehatan karyawan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti : Membuat kondisi kerja aman, pencegahan kecelakaan dengan mengendalikan praktek-praktek kerja manusia yang tidak aman, dan lain-lain (Handoko, 1997).

2.2.9. Analisis Statistik

Statistik merupakan ukuran deskriptif dari suatu sampel seperti rata-rata, varian sampel, koefisien korelasi, kurtosis, da sebagainya (Th. Ari Prabawati, 2010).

(17)

commit to user

Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang didistribusikan untuk diisi dan dikembalikan atau dapat juga dijawab dibawah pengawasan peneliti mengukur apa yang diinginkan, mampu mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud (Suharsimi Arikunto, 1998).

Uji validitas akan dilakukan dengan metode Pearson atau metode Product Momen, yaitu dengan mengkorelasikan skor butir pada kuesioner dengan skor totalnya. Uji validitas ini menggunakan bantuan program SPSS 17.0 for windows. Adapun rumus metode Pearson Product Moment yaitu:

(

)(

)

r : korelasi Product Moment

N : cacah objek uji coba

y : jumlah skor variabel kuadrat variabel y

(18)

commit to user Kriteria validitas suatu data adalah jika :

xy

r hitung > rxytabel, maka dinyatakan valid

xy

r hitung < rxytabel, maka dinyatakan tidak valid

2.2.9.2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena intrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang realibel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kalipun diambil tetap akan sama. Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. Reliabel artinya, dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan (Suharsimi Arikunto, 1998).

Teknik pengujian indeks reliabilitas menggunakan koefisien alpha cronbach dengan taraf nyata 5%. Jika koefisien korelasi > nilai kritis atau jika alpha cronbach > 0,6 maka item tersebut dinyatakan reliable. Koefisien alpha < 0,6 menunjukkan reliabilitas yang buruk, angka sekitar 0,7 menunjukkan reliabilitas dapat diterima dan angka di atas 0,8 menunjukkan reliabilitas yang baik (Sekaran,2003).

Adapun formulanya yang adalah :

졠ǴǴ켈 Ǵ 1 ∑ ...(2.2)

Dimana :

졠ǴǴ = reliabilitas kuesioner

k = banyaknya butir pertanyaan ∑ = jumlah variansi butir

(19)

commit to user

Uji reliabilitas ini menggunakan bantuan program SPSS 17.0 for windows.

2.2.9.3. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah mendiskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2007).

Pengamatan kondisi lapangan akan menggunakan check list seperti berikut : Tabel 2.1. Check List Pengamatan di Lapangan

No Variabel Kondisi Keterangan Skala

Likert Ya/Ada Tidak

2.2.9.4. Korelasi Spearman

Korelasi atau asosiasi (hubungan) antara variable-variabel yang diminati. Di sini akan disoroti 2 aspek untuk analisis korelasi, yaitu apakah data sampel yang ada menyediakan bukti cukup bahwa ada kaitan antara variabel-variabel dalam populasi asal sampel. Dan yang kedua, jika ada hubungan, seberapa kuat hubungan antar variabel tersebut. Keeratan hubungan itu dinyatakan dengan nama koefisien korelasi (Singgih Santoso, 2003).

Korelasi Spearman bisa digunakan untuk pengukuran korelasi pada statistik non parametrik (data bisa ordinal). Alat uji tersebut pada awalnya akan melakukan pemeringkatan (ranking) terhadap data yang ada kemudian baru melakukan uji korelasi (Singgih Santoso, 2003).

Korelasi rank-Spearman

(20)

commit to user Keterangan:

rs = koefisien korelasi

di = selisih ranking data variabel x dan y n = jumlah responden

Bila dalam penelitian ditemukan dua subjek/lebih yang mempunyai nilai sama, maka digunakan sebagai berikut :

졠, 켈

∑ ...(2.4)

∑ 켈 Ǵ ∑ ...(2.5)

∑ 켈 Ǵ ∑ ...(2.6)

Dengan ∑ dan ∑ adalah banyaknya nilai pengamatan x dan banyaknya nilai pengamatan y yang berangka sama untuk suatu peringkat.

T

x

Ǵ ...(2.7)

T

y

Ǵ ...(2.8)

Keterangan :

t = banyaknya observasi yang berangka sama pada suatu ranking tertentu.

Keeratan hubungan antara variabel dinyatakan dengan nilai -1<rs<+1, bila · rs = + 1, berarti korelasi sempurna antara variabel x dan y

· rs = - 1, berarti terdapat penilaian yang bertentangan antara variabel x dan y

(21)

commit to user Tabel 2.2. Derajat Hubungan Antar Variabel

Interval Korelasi Tingkat Hubungan

0,000 - 0,199 Sangat Rendah

0,200 - 0,399 Rendah

0,400 - 0,599 Cukup Kuat

0,600 - 0,799 Kuat

0,800 - 1,000 Sangat Kuat

(Riduwan, 2003)

Pengujian korelasi ini menggunakan bantuan program SPSS 17.0 for windows.

2.2.9.5. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis menggunakan data untuk memutuskan antara dua kemungkinan (hipotesis), sehingga dapat diketahui apakah hasil yang diamati adalah suatu kebetulan atau sangat mungkin nyata (Siegel, 2000).

Hipotesis nol (Ho) yaitu hipotesis tentang tidak adanya pengaruh, umumnya diformulasikan untuk ditolak. Sedangkan hipotesis alternatif (Ha) yaitu hipotesis tentang adanya pengaruh.

Uji statistik dengan dengan rumus statistik t, nilai rs yang telah diperoleh disubstitusikan ke dalam rumus t untuk menguji tingkat signifikasi perhitungannya (Duky Firmansyah, 2005).

켈 졠, Ǵ ...(2.9)

Keterangan:

(22)

commit to user Dengan kriteria sebagai berikut

t hitung t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima t hitung < t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak

2.2.9.6. Penggunaan SPSS

(23)

commit to user

22

BAB 3

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Adapun penelitian secara kuantitatif menggunakan metode KorelasiSpearman.

3.1. Pengujian Data

3.1.1. Uji Validitas

Uji validitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dapat digunakan atau tidak. Uji validitas ini menggunakan bantuan program SPSS 17.0.

Langkah-langkah pengujian validitas data adalah sebagai berikut:

1. Mengisi data yang akan dianalisis dan mendefinisikan variabel pada variable view

(24)

commit to user

2. Memilih Transform à Compute Variable untuk menampilkan jumlah nilai responden.

Gambar 3.2.Compute Variable

3. Mengisi kolom target variable dengan “JUMLAH” dan mengisi kolom

numeric expression dengan menjumlahkan semua label pertanyaan kemudian klik ok.

(25)

commit to user 4. Memilih AnalyzeàCorrelateàBivariate.

Gambar 3.4. Analisis Korelasi

5. Memasukkan semua variable pada kotak variables dan memilih Pearson pada pilihan Correlation Coefficients

Gambar 3.5. Kotak Dialog Bivariate Correlation

(26)

commit to user 3.1.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas data dilakukan untuk mengetahui indeks reliabilitas kuisioner. Uji reliabilitas ini menggunakan bantuan program SPSS 17.0.

Langkah-langkah pengujian reliabilitas data adalah sebagai berikut: 1. Memilih AnalyzeàScaleàReliability Analysis.

(27)

commit to user

2. Memasukkan semua pertanyaan ke dalam items kecuali variabel “JUMLAH”

Gambar 3.7. Kotak Dialog Reliability Analysis

3. Mengatur perhitungan statistik lainnya dengan memilih Statistic. Pada bagian

description for dipilih item dan scale kemudian continue.

Gambar 3.8. Kotak Dialog Reliability Analysis: Statistics

(28)

commit to user

3.2. Metode Pengolahan Data

3.2.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan metode atau alat analisis yang biasa digunakan untuk menyederhanakan data agar mudah dipahami. Penyajiannya bisa dalam bentuk tabel, baik tabel frekuensi maupun tabel silang atau dalam bentuk diagram dan grafik seperti diagram batang, kurva dan lain-lain. Hasil analisis merupakan perbandingan antara kondisi di lapangan dengan peraturan yang berlaku, lalu diberi nilai dengan skala Likert untuk mempermudah menarik kesimpulan.

Tabel 3.1. Skor Skala Likert Untuk Analisis Deskriptif

Pernyataan Nilai

sangat memenuhi 5

memenuhi 4

cukup memenuhi 3

kurang memenuhi 2 sangat tidak memenuhi 1

3.2.2. Analisis korelasi Spearman

Korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh antara penerapan proteksi aktif, pasif dan tindakan persiapandengan rasa aman penghuni gedung. Kuisioner yang digunakan menggunakan skala Likert. Analisis korelasi Spearman ini menggunakan bantuan program SPSS 17.0.

Tabel 3.2 Skor Skala Likert Untuk Kuisioner

Pernyataan Nilai

sangat setuju 5

setuju 4

tidak berpendapat/ragu-ragu 3

tidak setuju 2

(29)

commit to user

Langkah-langkah pengujian korelasi adalah sebagai berikut: 1. Mendefinisikan variabel pada variable view.

Gambar 3.9. Variable View

2. Memasukkan data ke dalam data editor pada data view.

(30)

commit to user

BAB 4

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengujian Data

4.1.1. Uji Validitas Data

Pengujian validitas data menggunakan bantuan software SPSS 17.00 dengan tampilan langkah dan hasil sebagai berikut :

a. Melakukan pendefinisian variabel pada variable view lalu memasukkan data responden ke dalam data view seperti terlihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Data View Responden

(31)

commit to user Tabel 4.1. Data Responden

Responden x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10 x11 x12 x13 y1 y2 y3 Keterangan

1 4 4 4 2 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 P.T. Indatex

2 4 3 4 3 4 5 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 P.T. Indatex

3 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 2 5 P.T. Indatex

4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 P.T. Indatex

5 5 4 4 3 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 P.T. Indatex

6 4 4 4 2 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 P.T. Indatex

7 5 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 5 5 5 P.T. Indatex

8 4 2 2 2 4 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 P.T. Indatex

9 5 4 4 3 4 4 5 4 3 2 4 4 2 4 4 4 P.T. Indatex

10 4 3 4 1 4 4 1 1 4 1 3 3 4 2 4 3 P.T. Indatex

11 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 P.T. Indatex

12 5 3 5 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 P.T. Indatex

13 4 3 3 3 3 4 4 4 4 3 4 5 5 5 3 5 P.T. Indatex

14 5 4 4 4 3 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 5 P.T. Indatex

15 5 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 P.T. Indatex

16 4 4 1 2 3 4 2 2 3 4 4 4 4 4 3 4 P.T. Delta Dunia Textile

17 4 4 1 1 4 4 2 3 3 2 3 3 3 3 4 4 P.T. Delta Dunia Textile

18 5 4 4 3 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 P.T. Delta Dunia Textile

19 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 P.T. Delta Dunia Textile

20 5 4 5 3 5 5 5 5 5 4 5 4 5 4 4 4 P.T. Delta Dunia Textile

21 4 4 5 5 5 5 4 5 4 4 4 5 4 4 5 5 P.T. Delta Dunia Textile

22 4 4 5 5 5 5 3 5 4 3 3 5 4 4 5 5 P.T. Delta Dunia Textile

23 5 4 5 3 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 P.T. Delta Dunia Textile

24 4 4 4 3 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 P.T. Delta Dunia Textile

25 5 4 3 3 5 5 5 3 4 5 5 4 5 5 5 5 P.T. Delta Dunia Textile

26 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 4 4 5 5 4 4 P.T. Delta Dunia Textile

27 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 5 P.T. Delta Dunia Textile

28 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 P.T. Delta Dunia Textile

29 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 4 P.T. Delta Dunia Textile

(32)

commit to user

b. Memilih Transform lalu Compute Variable untuk menampilkan jumlah nilai responden. Tampilan compute variable ditunjukkan dalam gambar 4.2.

Gambar 4.2. Compute Variable

c. Menuliskan “jumlah” pada kolom target variable dan mengisi kolom numeric expression dengan menjumlahkan semua label pertanyaan kemudian pilih ok.

Adapun tampilannya ditunjukkan dalam gambar 4.3.

(33)

commit to user

d. Memilih Analyze à Correlate à Bivariate. Cara pemilihan analisis korelasi ditunjukkan pada gambar 4.4.

Gambar 4.4. Analisis Korelasi

e. Melakukan pengaturan pada kotak dialog Bivariate Correlation. Semua variabel dipindahkan ke dalam kotak variables, kemudian memilih Pearson

pada pilihan Correlation Coefficients. Tampilannya ditunjukkan dalam gambar 4.5.

Gambar 4.5. Kotak dialog Bivariate Correlation

(34)

commit to user Hasil yang diperoleh ditampilkan dalam tabel berikut : Tabel 4.2. Hasil Uji Validitas Data

X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 X 9 X 10 X 11 X 12 X 13 Y 1 Y 2 Y 3

(35)

commit to user Hasil perhitungan uji validitas data:

Nilai koefisien pertanyaan 1 = 0,465 Nilai koefisien pertanyaan 2 = 0,551 Nilai koefisien pertanyaan 3 = 0,675 Nilai koefisien pertanyaan 4 = 0,778 Nilai koefisien pertanyaan 5 = 0,434 Nilai koefisien pertanyaan 6 = 0,641 Nilai koefisien pertanyaan 7 = 0,785 Nilai koefisien pertanyaan 8 = 0,778 Nilai koefisien pertanyaan 9 = 0,701 Nilai koefisien pertanyaan 10 = 0,588 Nilai koefisien pertanyaan 11 = 0,663 Nilai koefisien pertanyaan 12 = 0,737 Nilai koefisien pertanyaan 13 = 0,526 Nilai koefisien pertanyaan 14 = 0,606 Nilai koefisien pertanyaan 15 = 0,378 Nilai koefisien pertanyaan 16 = 0,472

Berdasarkan tabel 4.2 hasil uji validitas data, nilai total dari tiap-tiap pertanyaan (variabel) menunjukkan bahwa nilai total semua pertanyaan lebih besar dari nilai tabel product momen pearson untuk 30 sampel dengan taraf kesalahan 5% yaitu sebesar 0,361. Sehingga data tersebut dapat dikatakan valid.

4.1.2. Uji Reliabilitas Data

Pengujian reliabilitas data dilakukan untuk mengetahui konsistensi kuesioner. Besarnya reliabilitas menunjukkan tingkat keterpercayaan kuesioner.

(36)

commit to user

a. Memilih AnalyzeàScaleàReliability Analysis. Adapun tampilannya ditunjukkan dalam gambar 4.6.

Gambar 4.6. Analisis Reliabilitas

b. Memasukkan semua pertanyaan ke dalam items kecuali variabel “JUMLAH”. Tampilan kotak dialog Reliability Analysis ditunjukkan dalam gambar 4.7.

(37)

commit to user

c. Mengatur perhitungan statistik lainnya dengan memilih Statistic. Pada bagian

description for dipilih item dan scale kemudian continue. Adapun tampilannya ditunjukkan dalam gambar 4.8.

Gambar 4.8.Reliability Analysis Statistic

d. Menampilkan hasil.

Hasil yang diperoleh disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 4.3. Hasil Uji Reliabilitas Data

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

(38)

commit to user

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.883 16

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa koefisien alfa kuesioner sebesar 0,883. Hal ini menunjukkan bahwa kuesioner tersebut memiliki reliabilitas yang baik.

4.2. Profil Responden

4.2.1. Umur Responden

Responden terdiri dari berbagai umur, data tersebut dapat dilihat pada tabel dan gambar di bawah ini:

Tabel 4.4. Data Responden Berdasarkan Umur

Umur 21-25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 > 55

Jumlah 5 5 4 4 4 3 3 2

persentase (%) 16.67 16.67 13.33 13.33 13.33 10.00 10.00 6.67

Gambar 4.9. Pie Chart Umur Responden

16.67%

16.67%

13.33% 13.33%

13.33% 10.00%

10.00% 6.67%

Umur Responden

(39)

commit to user

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa persentase umur terbesar responden antara 21-25 tahun dan 26-30 tahun. Usia tersebut merupakan usia yang produktif, mereka dianggap mampu mengerti dan menjawab pertanyaan dengan baik. Responden pada usia produktif juga dianggap lebih memperhatikan keadaan lingkungan kerja termasuk mengenai keberadaan sistem proteksi kebakaran di tempat kerja mereka.

4.2.2. Pendidikan Terakhir

Responden memiliki latar belakang pendidikan terakhir yang berbeda-beda, mulai dari SMP, SMA/SMK/STM, D3 hingga S1. Data responden berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat dalam tabel dan gambar berikut:

Tabel 4.5. Data Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Pendidikan Terakhir SMP SMA/SMK/STM D3 S1

Jumlah 4 21 3 2

Gambar 4.10. Column Chart Pendidikan Terakhir Responden

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa responden terbanyak memiliki pendidikan terakhir SMA/SMK/STM dengan jumlah 21 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa karyawan pabrik di dominasi lulusan SMA/SMK/STM.

SMP SMA/SMK/STM D3 S1

3

21

4 2

Pendidikan Terakhir

(40)

commit to user 4.2.3. Masa Kerja

Responden yang terdiri dari karyawan pabrik yang memiliki masa kerja yang berbeda-beda. Data responden berdasarkan masa kerja dapat dilihat dalam tabel dan gambar berikut:

Tabel 4.6. Data Responden Berdasarkan Masa Kerja Masa Kerja (tahun) 1-10 11-20 21-30 >30

Jumlah 15 8 3 4

Gambar 4.11. Column Chart Masa Kerja Responden

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa responden terbanyak memiliki masa kerja 1-10 tahun, yaitu 15 orang. Dengan masa kerja tersebut, karyawan telah mengenal dan memahami lingkungan tempat mereka bekerja, terutama yang berhubungan dengan sistem proteksi kebakaran.

0 2 4 6 8 10 12 14 16

1-10 11-20 21-30 >30

Ju

m

lah

(

o

ran

g

)

Masa Kerja (tahun)

(41)

commit to user

4.3.

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan pihak perusahaan. Check list hasil pengamatan langsung di lapangan dapat dilihat pada lampiran. Untuk mengetahui nilai rata-rata penerapan peraturan tindakan pencegahan dan tindakan persiapan di lapangan, maka analisis deskriptif ini dinilai dengan menggunakan skala Likert. Penilaian dalam skala Likert disajikan dalam tabel 4.7.

Tabel 4.7. Penilaian Penerapan Peraturan Dalam Skala Likert Pernyataan Skala Likert

sangat memenuhi 5

memenuhi 4

cukup memenuhi 3

kurang memenuhi 2

sangat tidak memenuhi 1

4.3.1. P.T. Indatex

4.3.1.1.Profil Singkat Perusahaan

(42)

commit to user 4.3.1.2. Analisis Sistem Proteksi Aktif

A. APAR (Alat Pemadam Api Ringan)

Pada bangunan pabrik P.T. Indatex APAR terlihat jelas, mencolok, mudah dijangkau dan siap digunakan setiap saat. Bangunan pabrik merupakan ruangan yang besar dan terdapat banyak mesin, sehingga disediakan sarana untuk menunjukkan lokasi APAR. Pada bangunan pabrik P.T. Indatex terdapat penomoran APAR pada dinding tempat APAR digantungkan, sehingga memudahkan orang untuk mencari dan memeriksa. Penempatan APAR yang kokoh tergantung di dinding sehingga tidak memerlukan sabuk pengikat. Pemeliharaan APAR setiap satu kali dalam setahun, namun tidak terdapat label atau kartu pemeliharaan hal ini mungkin dikarenakan pengisian ulang tabung APAR dilakukan oleh agen (supplier), mereka mengisi ulang sekaligus mengecek kondisi tabung sesuai batas waktu yang tertera dalam badan tabung. Pemeriksaan APAR dilakukan setiap bulan, namun tidak terdapat kartu atau label yang

menunjukkan dilakukannya pemeriksaan dan nama petugas yang melakukan

pemeriksaan. Untuk ruang kantor, poliklinik dan pos keamanan APAR dapat dijangkau dalam jarak kurang dari 20 m, sedangkan untuk ruang weaving dan gudang APAR tidak dapat dijangkau dalam jarak 23 m. Untuk ruang weaving, APAR menggunakan peraturan luasan maksimum, karena ruangan produksi tidak memiliki pemisah atau sekat sehingga api dapat menjalar dengan cepat. Berikut merupakan perhitungan luas lantai maksimum untuk 1 APAR:

Luas lantai maksimum untuk 1 APAR = 쎘dϜ 뉈dϜgkϜg

졠dȖ壈Ϝ돸

§ Ruang Weaving 1

Luas lantai maksimum untuk 1 APAR = 443s

̊ = 490,89 m

2

§ Ruang Weaving 2

Luas lantai maksimum untuk 1 APAR = 4s좘1

34 = 348,21 m

(43)

commit to user § Ruang Weaving 3

Luas lantai maksimum untuk 1 APAR = 4㯸9,

33 = 384,54 m

2

§ Ruang Weaving 4

Luas lantai maksimum untuk 1 APAR = 9좘8,

좘 = 417,78 m

2

§ Ruang Weaving 5

Luas lantai maksimum untuk 1 APAR = 8sss

3㯸 = 574 m

2

§ Gudang Grey

Luas lantai maksimum untuk 1 APAR = 3,s9

㯸 = 541,5 m

2

§ Gudang Benang

Luas lantai maksimum untuk 1 APAR =3s89

㯸 = 931,5 m

2

§ Gudang Benang+Grey

Luas lantai maksimum untuk 1 APAR = 좘̊̊

㯸 = 399,5 m

2

Analisis APAR P.T. Indatex ditampilkan dalam tabel 4.8:

Tabel 4.8. Analisis APAR P.T. Indatex

No Peraturan Penerapan Skala

Likert

(44)

commit to user Lanjutan Tabel 4.8. Analisis APAR P.T. Indatex

No Peraturan Penerapan Skala

Likert

(Permen PU No.26 th.2008)

Tidak ada kartu atau label pemeliharaan dan identifikasi petugas. Hanya tertera tanggal bulan dan tahun pengisian ulang tabung APAR

5 Jarak tempuh maksimum ke APAR adalah 23 m

Untuk ruang kantor, poliklinik dan pos keamanan APAR dapat dijangkau dalam jarak kurang dari 20 m

5

Untuk ruang weaving 1-5, gudang grey dan gudang benang APAR tidak dapat dijangkau dalam jarak 23 m

2

6

Setiap 93 m2 untuk bahaya kebakaran kelas A dan C dengan jenis hunian kebakaran berat minimal terdapat 1 buah APAR. Pada gudang benang + grey, setiap

399,5 m2 terdapat 1 APAR 2

Rata-rata 2,64

(45)

commit to user B. Sprinkler

Bangunan pabrik P.T. Indatex belum memiliki sistem proteksi sprinkler dengan alasan masih dalam proses belajar mengenal Fire Planning Management, sehingga dapat disebutkan bahwa P.T. Indatex tidak memenuhi peraturan yang berlaku mengenai sistem proteksi sprinkler. Hasil pengamatan di lapangan mengenai sprinkler ditampilkan dalam tabel 4.9. :

Tabel 4.9. Analisis Sprinkler P.T. Indatex

No Peraturan Penerapan Skala

Likert 1 Sprinkler dipasang di bawah atap atau di

bawah kanopi di atas tempat penyimpanan dan penggarapan bahan dapat terbakar (combustibles)

(Permen PU No.26 th.2008)

Tidak terdapat

sprinkler 1

Rata-rata 1

C. Hidran

Bangunan pabrik P.T. Indatex belum memiliki sistem proteksi hidran dengan alasan masih dalam proses belajar mengenal Fire Planning Management,

sehingga dapat disebutkan bahwa P.T. Indatex tidak memenuhi peraturan yang berlaku mengenai sistem proteksi hidran. Hasil pengamatan di lapangan mengenai hidranditampilkan dalam tabel 4.10. :

Tabel 4.10. Analisis Hidran P.T. Indatex

No Peraturan Penerapan Skala

Likert 1 Jumlah hidran pada sebuah bangunan

dengan kompartemenisasi yaitu dua buah per 800 m2 dan penempatannya harus pada posisi yang berjauhan. (Kepmen No.10 th.2000)

(46)

commit to user Lanjutan Tabel 4.10. Analisis Hidran P.T. Indatex

No Peraturan Penerapan Skala

Likert

2

Pada bangunan yang dilengkapi hidran harus terdapat personil (penghuni) yang terlatih untuk mengatasi kebakaran di dalam bangunan

D. Detektor dan Alarm Kebakaran

Peraturan mengenai alarm dan detektor kebakaran telah terpenuhi. Bangunan pabrik P.T. Indatex telah memiliki sistem deteksi dan alarm manual. Alarm manual terletak di pintu keluar. Hasil pengamatan di lapangan mengenai detektor dan alarm kebakaran ditampilkan dalam tabel 4.11. :

Tabel 4.11. Analisis Detektor dan Alarm KebakaranP.T. Indatex

No Peraturan Penerapan Skala

Likert

1

Bangunan Gedung Pabrik kelas 8 berlantai 1 dengan fungsi untuk produksi, perakitan, pengepakan, dan lain-lain, menggunakan sistem deteksi dan alarm manual. (Permen PU No.26 th.2008 )

Terdapat sistem deteksi dan alarm manual. Alarm manual terletak di pintu keluar.

5

Rata-rata 5

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata – rata skala likert penerapan peraturan detektor dan alarm kebakaran di P.T. Indatex adalah 5. Hal ini menunjukkan penerapan detektor dan alarm kebakaran P.T. Indatex sangat memenuhi peraturan.

Analisis sistem proteksi aktifP.T. Indatex disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 4.12. Analisis Sistem Proteksi AktifP.T. Indatex Item Proteksi Aktif

Jumlah Rata-rata APAR Sprinkler Hidran Detektor & Alarm

(47)

commit to user

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata – rata skala likert penerapan peraturan sistem proteksi aktif di P.T. Indatex adalah 2,41. Hal ini menunjukkan sistem proteksi aktif P.T. Indatex kurang memenuhi peraturan.

4.3.1.3. Analisis Sistem Proteksi Pasif

A. Sarana Jalan ke Luar (Eksit)

Jalur eksit pada bangunan pabrik P.T. Indatex sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Seluruh jalur eksit dapat ditempuh dengan mudah, setiap koridor tidak melewati ruangan yang mungkin terkunci ataupun memiliki ujung yang buntu, serta mudah mencapai ke jalan umum atau daerah tempat perlindungan. Bangunan pabrik P.T. Indatex memiliki lebih dari 2 eksit menuju jalan umum. Untuk lebih jelasnya analisis sarana jalan keluar dapat dilihat pada tabel 4.13.

Tabel 4.13. Analisis Sarana Jalan ke Luar (Eksit) P.T. Indatex

No Peraturan Penerapan Skala

Likert

1 Eksit harus disusun sehingga mudah

dicapai setiap saat.

(Permen PU No.26 th.2008 )

Eksit mudah dicapai setiap

saat 5

2

Apabila eksit tidak mudah dicapai dengan cepat dari daerah lantai terbuka, jalan terusan yang aman dan menerus, gang atau koridor yang menuju langsung ke setiap eksit harus dijaga dan menyediakan sedikitnya dua eksit dengan

pemisahan jalan lintasan (Permen PU No. 26 th. 2008)

Pada bangunan pabrik akses eksit mudah dicapai dengan jalan terusan yang aman dan menerus yang menuju langsung ke eksit serta memiliki lebih dari 2 eksit

5

3

Koridor harus menyediakan akses eksit tanpa melalui ruangan yang menghalangi, selain koridor, lobi, dan tempat lain yang diijinkan membuka ke koridor

(Permen PU No.26 th.2008)

Pada koridor tidak melalui

ruangan yang menghalangi 5

4

Akses eksit harus disusun sehingga tidak ada ujung buntu dalam koridor kecuali diizinkan oleh otoritas berwenang setempat (Permen PU No.26 th.2008)

Akses eksit tidak memiliki

(48)

commit to user

Lanjutan Tabel 4.13. Analisis Sarana Jalan ke Luar (Eksit) P.T. Indatex

No Peraturan Penerapan Skala

Likert

5

Akses ke eksit harus tidak melalui dapur, gudang, ruang istirahat, ruang kerja, kloset, kamar tidur atau tempat tinggal yang mungkin terkunci, kecuali lintasan yang melalui ruang atau tempat yang diizinkan untuk hunian perawatan kesehatan, hunian tahanan, dan lembaga

pemasyarakatan

(Permen PU No.26 th.2008)

Akses ke eksit tidak melalui ruangan-ruangan yang mungkin terkunci

5

6

Setiap aksesibilitas sarana jalan ke luar harus menerus dari setiap daerah yang dihuni yang mudah dicapai ke jalan umum atau daerah tempat perlindungan

(Permen PU No.26 th.2008)

Akses ke eksit menerus dari dalam pabrik dan mudah mencapai ke jalan umum

5

7

Gantungan atau gorden harus tidak dipasang di atas pintu eksit atau dipasang sehingga eksit tersembunyi atau tidak jelas (Permen PU No.26 th.2008)

Tidak terdapat gantungan atau gorden di atas pintu eksit

5

Rata-rata 5

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata – rata skala likert penerapan peraturan akses jalan keluar di P.T. Indatex adalah 5. Hal ini menunjukkan penerapan akses jalan keluar P.T. Indatex sangat memenuhi peraturan.

B. Indikator Arah dan Tanda Eksit

Bangunan pabrik P.T. Indatex belum memiliki indikator arah dan tanda eksit dengan alasan masih dalam proses belajar mengenal Fire Planning Management,

(49)

commit to user

Tabel 4.14. Analisis Indikator Arah dan Tanda EksitP.T. Indatex

No Peraturan Penerapan Skala

Likert

1

Penempatan tanda eksit harus sedemikian rupa sehingga tidak ada titik di dalam akses eksit koridor melebihi jarak pandang atau 30m (Permen PU No.26 th.2008)

Tidak terdapat tanda eksit 1

2

Pemasangan tanda eksit tidak boleh lebih dari 20 cm di atas ujung bagian atas bukaan jalan keluar dan jarak horisontal tidak lebih lebar dari lebar bukaan jalan ke luar

(Permen PU No.26 th.2008)

Tidak terdapat tanda eksit 1

3

Ukuran tinggi pada tulisan "EKSIT" sekurang-kurangnya 10 cm (Permen PU No.26 th.2008)

Tidak terdapat tanda eksit 1

4

Indikator arah yang menunjukkan arah lintasan harus ditempatkan di setiap lokasi apabila arah lintasan mencapai eksit terdekat tidak jelas (Permen PU No.26 th.2008 )

Tidak terdapat indikator arah 1

5

Indikator arah harus diletakkan di luar simbol EKSIT sekurang-kurangnya 1 cm dari huruf yang mana saja

(Permen PU No.26 th.2008)

Tidak terdapat indikator arah 1

Rata-rata 1

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata – rata skala Likert penerapan peraturan indikator arah dan tanda eksit di P.T. Indatex adalah 1. Hal ini menunjukkan penerapan indikator arah dan tanda eksit P.T. Indatex sangat tidak memenuhi peraturan.

C. Akses Pemadam Kebakaran

(50)

commit to user

masuk. Untuk lebih jelasnya analisis akses pemadam kebakaran dapat dilihat pada tabel 4.15.

Tabel 4.15. Analisis Akses Pemadam Kebakaran P.T. Indatex

No Peraturan Penerapan Skala

Likert

1

Lebar jalan minimal untuk akses mobil pemadam kebakaran yaitu 6 m (Permen PU No.26 th.2008)

Tiap bagian dari jalur untuk akses mobil pemadam di lahan bangunan harus dalam jarak bebas hambatan 50 m dari hidran kota. Bila hidran kota tidak tersedia maka harus disediakan hidran halaman kebakaran ke dalam gedung harus diberi tanda segitiga warna merah atau kuning dengan ukuran tiap sisi minimum 150 mm dan diletakkan pada sisi luar dinding dan diberi tulisan "AKSES PEMADAM KEBAKARAN-JANGAN

DIHALANGI" dengan ukuran tinggi minimal 50 mm (Permen PU No.26 th.2008)

Akses masuk petugas pemadam kebakaran tidak diberi tanda. Petugas dapat masuk melalui semua pintu masuk yang ada di dalam gedung.

2

Rata-rata 2,67

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata – rata skala Likert penerapan peraturan akses pemadam kebakaran di P.T. Indatex adalah 2,67. Hal ini menunjukkan akses pemadam kebakaran P.T. Indatex kurang memenuhi peraturan.

Analisis sistem proteksi pasifP.T. Indatex disajikan dalam tabel berikut :

(51)

commit to user

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata – rata skala Likert penerapan peraturan sistem proteksi pasifdi P.T. Indatex adalah 2,89. Hal ini menunjukkan sistem proteksi pasif di P.T. Indatex kurang memenuhi peraturan.

4.3.1.4. Analisis Tindakan Pencegahan

Tindakan pencegahan yang ditinjau terdiri dari sistem proteksi aktif dan pasif, berikut merupakan tabel analisis tindakan pencegahan P.T. Indatex :

Tabel 4.17. Analisis Tindakan Pencegahan P.T. Indatex

Proteksi Aktif Proteksi Pasif Jumlah Rata-rata

2,41 2,89 5,3 2,65

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata – rata skala Likert penerapan peraturan tindakan pencegahan (prevention) di P.T. Indatex adalah 2,65. Hal ini menunjukkan tindakan pencegahan di P.T. Indatex kurang memenuhi peraturan

4.3.1.5. Analisis Tindakan Persiapan

P.T. Indatex telah menerapkan Manajemen Penanggulangan Kebakaran melalui tim P3K3, Tim Penanggulangan Kebakaran dipegang oleh tim P2K3, namun belum melaksanakan latihan penyelamatan kebakaran, dengan alasan proses produksi yang tidak dapat ditinggalkan. Tim P2K3 melakukan pemeriksaan secara rutin terhadap sarana proteksi kebakaran yaitu APAR, hal ini dibuktikan dengan tidak ditemukannya APAR yang rusak atau kadaluarsa pada saat pengamatan langsung di lapangan. Untuk lebih jelasnya analisis tindakan persiapan dapat dilihat pada tabel 4.18.

Tabel 4.18. Analisis Tindakan Persiapan P.T. Indatex

No Peraturan Penerapan Skala

(52)

commit to user

Lanjutan Tabel 4.18. Analisis Tindakan Persiapan P.T. Indatex

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata – rata skala Likert penerapan peraturan tindakan persiapan di P.T. Indatex adalah 3. Hal ini menunjukkan tindakan persiapan P.T. Indatex cukup memenuhi peraturan.

4.3.2. P.T. Delta Dunia Textile Unit CD

4.3.2.4.Profil Singkat Perusahaan

P.T. Delta Dunia Textile merupakan pengembangan perusahaan dari Dunia Tex Group yang berpusat di Jl. Raya Palur km.7,1 Jaten, Karanganyar. P.T. Delta Dunia Textile berlokasi di Desa Kaling, Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah. merupakan industri pemintalan benang (spinning). Perusahaan ini didirikan pada tahun 2003 sesuai pengesahan akte pendirian perusahaan oleh Menteri Kehakiman Nomor : C-04467.HT.01.Th.2003 tertanggal 5 Maret 2003, dengan Bapak Sumitro sebagai pendiri dan Direktur Utamanya. Proses pembangunan fisik perusahaan dimulai pada tahun 2005 sampai dengan 2007 dan memulai proses produksinya pada tahun 2007. Produk yang dihasilkan adalah benang Cotton Combed, benang Shyntetic (Polyester,

No Peraturan Penerapan Skala

Likert

2

Setiap 10 karyawan/pengguna bangunan diwajibkan menunjuk 1 (satu) orang untuk menjadi anggota Kelompok dalam TPK.

TPK minimal sekali dalam 6 (enam) bulan menyelenggarakan latihan

Semua sistem proteksi kebakaran dan peralatannya harus dipelihara

(53)

commit to user

Tetron Cotton, Rayon) dan benang Cotton Carded. Saat ini P.T. Delta Dunia Textile memiliki karyawan sejumlah 2500 orang yang bekerja menggunakan sistem 3 shift putar dan 1 day shift.

4.3.2.2.Analisis Sistem Proteksi Aktif

A. APAR (Alat Pemadam Api Ringan)

Pada bangunan pabrik P.T. Delta Dunia Textile unit CD, APAR terlihat jelas, mencolok, mudah dijangkau dan siap digunakan setiap saat. Bangunan pabrik merupakan ruangan yang besar dan terdapat banyak mesin, sehingga disediakan sarana untuk menunjukkan lokasi APAR. Pada bangunan pabrik P.T. Delta Dunia Textile unit CD, terdapat penomoran APAR pada dinding tempat APAR digantungkan, sehingga memudahkan orang untuk mencari dan memeriksa. Penempatan APAR yang kokoh tergantung di dinding sehingga tidak memerlukan sabuk pengikat. Pemeliharaan APAR setiap satu kali dalam setahun, namun tidak terdapat label atau kartu pemeliharaan hal ini mungkin dikarenakan pengisian ulang tabung APAR dilakukan oleh agen (supplier), mereka mengisi ulang sekaligus mengecek kondisi tabung sesuai batas waktu yang tertera dalam badan tabung. Pemeriksaan APAR dilakukan setiap bulan, namun tidak terdapat kartu atau label yang menunjukkan bulan dan tahun dilakukannya pemeliharaan dan nama petugas yang melakukan pemeliharaan. Untuk ruang kantor, ruang genset, ruang travo, ruang AC, ruang ballpres , gudang sparepart, ruang laborat dan roll shop APAR dapat dijangkau dalam jarak kurang dari 23 m. Untuk ruang daily stock, ruang produksi (carding, drawing, roving, RSF dan Winding), dan gudang APAR tidak dapat dijangkau dalam jarak 23 m. Ruangan-ruangan tersebut tidak memiliki pemisah atau sekat sehingga api dapat menjalar dengan cepat, sehingga perlu diterapkan peraturan luas layanan maksimum untuk 1 APAR. Berikut merupakan perhitungan luas lantai maksimum untuk 1 APAR:

Luas lantai maksimum untuk 1 APAR = 쎘dϜ 뉈dϜgkϜg

(54)

commit to user § Ruang Daily Stock

Luas lantai maksimum untuk 1 APAR =9㯸,,

34 = 228,571 m

2

§ Ruang Produksi (carding, drawing, roving, RSF dan Winding) Luas lantai maksimum untuk 1 APAR =3좘8s,

s3 = 218,272 m

2

§ Ruang Gudang Benang

Luas lantai maksimum untuk 1 APAR = s18,

9̊ = 219,487 m

2

Analisis APAR P.T. Delta Dunia Textile ditampilkan dalam tabel 4.19:

Tabel 4.19. Analisis APAR P.T. Delta Dunia Textile

No Peraturan Penerapan Skala

Likert bulan sekali dan dicantumkan nama petugas. kartu atau label yang menunjukkan bulan dan tahun dilakukannya tidak ada kartu atau label pemeliharaan dan identifikasi

Jarak tempuh maksimum ke APAR adalah 23 m.

(Permen PU No.26 th.2008)

Jarak tempuh ruang kantor, ruang genset, ruang travo, ruang AC, ruang ballpres , gudang sparepart, ruang laborat dan roll shop kurang dari 23 m

(55)

commit to user

Lanjutan Tabel 4.19. Analisis APAR P.T. Delta Dunia Textile

No Peraturan Penerapan Skala

Likert

5

Jarak tempuh maksimum ke APAR adalah 23 m.

(Permen PU No.26 th.2008)

Jarak tempuh untuk

menjangkau APAR pada ruang produksi, daily stock dan gudang lebih dari 23 m

2

6

Setiap 93 m2 untuk bahaya kebakaran kelas A dan C dengan jenis hunian kebakaran berat minimal terdapat 1 buah APAR. (Permen PU No.26 th.2008)

Pada ruang daily stock, setiap

228,571 m2 terdapat 1 APAR 2

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata – rata skala Likert penerapan peraturan APAR di P.T. Delta Dunia Textile adalah 3. Hal ini menunjukkan penerapan APAR di P.T. Delta Dunia Textile cukup memenuhi peraturan.

B. Sprinkler

Bangunan pabrik P.T. Delta Dunia Textile belum memiliki sistem proteksi

sprinkler dengan alasan melindungi bahan baku yang mudah rusak bila terkena air, sehingga dapat disebutkan bahwa P.T. Delta Dunia Textile tidak memenuhi peraturan yang berlaku mengenai sistem proteksi sprinkler.

Analisis sprinkler P.T. Delta Dunia Textile disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 4.20. Analisis Sprinkler pada P.T. Delta Dunia Textile

Tinjauan Peraturan Penerapan Skala

Likert

Sprinkler Sprinkler dipasang di bawah atap atau di bawah kanopi di atas tempat

penyimpanan dan penggarapan bahan dapat terbakar (combustibles)

(Permen PU No.26 th.2008)

Tidak terdapat

sprinkler 1

(56)

commit to user C. Hidran

Bangunan pabrik P.T. Delta Dunia Textile memiliki sistem proteksi hidran dalam ruangan dan hidran halaman. Terdapat penomoran hidran, sehingga dapat dengan mudah mencari dan melakukan pemeriksaan. P.T. Delta Dunia Textile memiliki tim penanggulangan kebakaran yang telah terlatih untuk mengatasi kebakaran di dalam gedung. Berikut merupakan perhitungan luasan untuk hidran:

Luas lantai untuk 1 hidran = 쎘dϜ 뉈dϜgkϜg

§ Ruang Produksi (carding, drawing, roving, RSF dan winding) Luas lantai untuk 1 hidran = 3좘8s,

㯸 = 8840 m

2

Analisis hidranP.T. Delta Dunia Textile disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 4.21. Analisis Hidran P.T. Delta Dunia Textile

No Peraturan Penerapan Skala

Likert

Pada ruang daily stock, setiap

1600 m2 terdapat 1 hidran 3 Pada ruang produksi, setiap

8840 m2 terdapat 1 hidran 3 Pada ruang gudang benang,

(57)

commit to user

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata – rata skala Likert penerapan peraturan hidran di P.T. Delta Dunia Textile adalah 3,25. Hal ini menunjukkan penerapan hidran di P.T. Delta Dunia Textile cukup memenuhi peraturan.

D. Detektor dan Alarm Kebakaran

Bangunan pabrik P.T. Delta Dunia Textile belum memiliki sistem proteksi detektor dan alarm kebakaran, sehingga dapat disebutkan bahwa P.T. Delta Dunia Textile tidak memenuhi peraturan yang berlaku mengenai sistem proteksi detektor dan alarm kebakaran.

Analisis detektor dan alarm kebakaran P.T. Delta Dunia Textile disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 4.22. Analisis Detektor dan Alarm KebakaranP.T. Delta Dunia Textile

No Peraturan Penerapan Skala

Likert

1

Bangunan Gedung Pabrik kelas 8 berfungsi untuk produksi, perakitan, pengepakan, dan lain-lain dengan jumlah lantai 1 menggunakan sistem deteksi dan alarm manual

(Permen PU No.26 th.2008 )

Tidak terdapat alarm dan detektor kebakaran

1

Rata-rata 1

Analisis sistem proteksi aktif P.T. Delta Dunia Textile disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 4.23. Analisis Sistem Proteksi AktifP.T. Delta Dunia Textile Item Proteksi Aktif

Jumlah Rata-rata APAR Sprinkler Hidran Detektor & Alarm

3 1 3,25 1 8,25 2,06

(58)

commit to user

menunjukkan sistem proteksi aktif P.T. Delta Dunia Textile kurang memenuhi peraturan.

4.3.2.3. Analisis Sistem Proteksi Pasif

A. Sarana Jalan ke Luar (Eksit)

Eksit pada P.T. Delta Dunia Textile kurang mudah dicapai setiap saat karena gedung yang luas dengan jumlah pekerja yang banyak hanya tersedia 3 eksit, namun setelah pukul 16.00, 2 pintu eksit ditutup, 1 pintu eksit yang terbuka mempunyai ukuran lebar ± 80 cm, padahal proses produksi berlangsung 24 jam. Namun akses eksit tidak melalui ruang yang menghalangi dan tidak terdapat gantungan atau gorden di atas pintu eksit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.24. Analisis Sarana Jalan Keluar P.T. Delta Dunia Textile

No Peraturan Penerapan Skala

Likert

1 Eksit harus disusun sehingga mudah

dicapai setiap saat

(Permen PU No.26 th.2008 )

Eksit kurang mudah

dicapai setiap saat 2

2

Apabila eksit tidak mudah dicapai dengan cepat dari daerah lantai terbuka, jalan terusan yang aman dan menerus, gang atau koridor yang menuju langsung ke setiap eksit harus dijaga dan

menyediakan sedikitnya dua eksit dengan pemisahan jalan lintasan

Koridor harus menyediakan akses eksit tanpa melalui ruangan yang menghalangi, selain koridor, lobi, dan tempat lain yang diijinkan membuka ke koridor

(Permen PU No.26 th.2008)

Akses eksit harus disusun sehingga tidak ada ujung buntu dalam koridor kecuali diizinkan oleh otoritas berwenang setempat

(Permen PU No.26 th.2008)

Akses eksit tidak

Gambar

Tabel 2.1. Check List Pengamatan di Lapangan
Tabel 2.2. Derajat Hubungan Antar Variabel
Gambar 3.4. Analisis Korelasi
Gambar 3.6. Analisis Reliabilitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Fotografi levitasi adalah teknik fotografi yang membuat seseorang atau suatu benda seolah-olah melayang di udara melawan gravitasi bumi dalam sebuah gambar (Adi dkk,

Pada kurva juga tampak bahwa perendaman dengan waktu yang lebih lama (24 jam) menghasilkan intensitas absorbans yang lebih besar daripada yang direndam lebih singkat (1 jam),

Ø Alasan panitia membuat musyawarah adat ke-II tahun 2009 adalah sebagai bentuk somasi dan penolakan terhadap pengesahan Kampung Kumurkek sebagai Ibukota Kabupaten

Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena adanya bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah

Selanjutnya OsHox4 berfungsi sebagai represor dalam respon giberelin (Dai et al. 2008), menyebabkan tanaman menjadi kerdil akibat panjang sel berkurang. Berdasarkan hasil

Pemberian abu vulkanik pada biji jagung berpengaruh terhadap mortalitas imago, jumlah telur, jumlah pupa dan jumlah imago baru S.. Pemberian abu vulkanik pada biji

Efektivitas biaya produksi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi dengan cara meminimalkan penyimpangan biaya produksi yang terjadi,

Perionyx sp1 pada kelima media terdapat pada media M2 yaitu limbah pelepah sawit dan kotoran ayam, perlakuan M2 sangat berpengaruh terhadap pertambahan