• Tidak ada hasil yang ditemukan

Guntur Respyan, Bambang Tri Rahardjo, Ludji Pantja Astuti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Guntur Respyan, Bambang Tri Rahardjo, Ludji Pantja Astuti"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH INERT DUST TERHADAP MORTALITAS Sitophilus zeamais MOSTCHULSKY PADA BIJI JAGUNG DALAM SIMPANAN

Guntur Respyan, Bambang Tri Rahardjo, Ludji Pantja Astuti

Program studi Agroekoteknologi, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145, Indonesia

ABSTRACT

The effect of inert dust on mortality of S. zeamais was studied under laboratory conditions. The laboratory temperature ± 25,90 oC and humidity ± 61,67 %. This research was conducted at the Laboratory of Pest, Departement Plant Pests and Diseases, Faculty of Agriculture, Brawijaya University. The use volcanic ash from eruption Kelud at 2014. Research conducted using five concentrations of volcanic ash (1.5 g/kg; 2.5 g/kg; 3.5 g/kg, 4.5 g/kg; 5.5 g/kg). The results show that the highest mortality at seven day after aplication. At 5 g/kg of volcanic ash the mortality of adult S. zeamais is 89,17%. Provision of volcanic ash on corn kernels affect the number of eggs, number of pupae and the number of new adult S. zeamais. But the provision of volcanic ash on corn kernels does not affect the percentage of corn seed germination. Keyword : volcanic ash, Sitophilus zeamais, mortality, life cycle

ABSTRAK

Mutu jagung tidak hanya ditentukan oleh proses produksi tetapi juga ditentukan oleh proses pasca panen. Salah satu kendala dalam proses pasca panen ialah adanya serangan hama S. zeamais. Penggunaan abu vulkanik sebagai inert dust bertujuan untuk mengetahui efetivitas abu vulkanik dalam mengendalikan hama S. zeamais. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Sampel abu vulkanik diambil dari hasil erupsi Gunung Kelud tahun 2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tujuh hari setelah infestasi konsentrasi abu vulkanik 5 g/kg mematikan 89,17 % imago S. zeamais. Pemberian abu vulkanik pada biji jagung berpengaruh nyata terhadap jumlah telur, jumlah pupa dan jumlah imago baru. Pemberian abu vulkanik pada biji jagung tidak berpengaruh pada perkecambahan biji.

Kata kunci: abu vulkanik, Sitophilus zeamais, mortalitas, siklus hidup

PENDAHULUAN

Jagung ialah komoditas strategis di Indonesia. Komoditas jagung ini umumnya disimpan dalam bentuk biji pipilan, sedikit sekali yang disimpan dalam bentuk klobot (Saenong, 2010). Penyimpanan jagung dapat bertujuan untuk persediaan pangan dan sebagai persedian benih (Hasnah dan Hanif, 2010). Pemanfaatan jagung di Indonesia mencakup makanan pokok dan bahan baku industri pakan ternak sampai ke

bahan baku industri makanan jadi. Mutu hasil jagung tidak hanya ditentukan oleh proses produksi tetapi juga ditentukan oleh proses pasca panen (Tenrirawe et. al., 2013).

Salah satu kendala dalam proses pasca panen ialah adanya serangan hama bahan simpanan. Salah satu hama bahan simpanan yang menyerang jagung ialah S. zeamais. S. zeamais merupakan hama gudang utama di Indonesia (Hasna dan Hanif, 2010). Hama ini dapat

(2)

menyebabkan kehilangan hasil sebesar 30% dan kerusakan biji 100% (Tenrirawe et. al., 2013). Hama S. zeamais memiliki siklus hidup dari telur hingga imago selama 25 hari pada kondisi optimum. Imago S. zeamais dapat hidup lama (beberapa bulan sampai satu tahun) tergantung jenis pakannya (Ress, 2004).

Kehilangan hasil karena adanya infestasi hama S. zeamais dapat dikendalikan. Salah satu cara alternatif pengendalian yang tidak menimbulkan resistensi ialah penggunaan inert dust. Inert dust ialah semua bubuk kering yang berbeda asalnya dan tidak reaktif di alam (Subramanyam dan Roesli, 2000). Ada beberapa jenis inert dust, salah satunya ialah abu vulkanik yang berasal dari erupsi gunung berapi. Abu vulkanik hasil erupsi gunung berapi memiliki kandungan sekitar 53% silika dan 18% alumia (Basari, 2011). Silika ialah kandungan utama dalam inert dust. Dengan kandungan tersebut abu vulkanik memiliki potensi yang besar untuk digunakan sebagai pengendali hama bahan simpanan. Abu vulkanik di Indonesia tersedia cukup berlimpah karena banyaknya gunung berapi yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Mempertimbangkan ketersediaan abu vulkanik yang berlimpah dan belum banyak dimanfaatkan, maka penelitian mengenai pemanfaatan abu vulkanik menarik untuk dilakukan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan bulan November 2014. Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama persiapan penelitian (perbanyakan

serangga uji, penyiapan abu vulkanik, penyipan pakan) dan pelaksanaan penelitian.

Perbanyakan Serangga Uji

Disiapkan pakan berupa biji jagung pada kotak besar (40 cm x 28 cm x 30 cm). Selanjutnya mengumpulkan imago Sitophilus spp. dari gudang petani jagung dan di identifikasi di laboratorium untuk menentukan jenis spesiesnya. Setelah diketahui spesiesnya, kemudian di investasikan imago sebanyak 500 ekor. Setelah satu minggu investasi imago dikeluarkan dari dalam kotak. Selanjutnya ditunggu sampai imago baru (F1) keluar, imago (F1) digunakan sebagai serangga uji.

Penyiapan Abu Vulkanik

Abu vulkanik didapatkan dari hasil erupsi Gunung Kelud tahun 2014. Sampel diambil di Desa Waturejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik kemudian dikering anginkan dan disaring menggunakan saringan 53 µm (Mahdi dan Khalequzzaman, 2006). Abu vulkanik kemudian dianalisis kandungan silika (Si) dan sulfur (S).

Penyiapan Pakan

Pakan yang digunakan ialah biji jagung varietas bisi dua yang diperoleh langsung dari petani yang sedang panen. Jagung kemudian dipipil dan dijemur hingga kering. Selanjutnya biji jagung dioven selama 3 jam pada suhu 60 oC (Yang et. al., 2010). Setelah dioven, biji jagung kemudian didiamkan pada suhu ruang selama 24 jam.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan kontrol (Tabel 1), diulang sebanyak empat kali.

(3)

Tabel 1. Perlakuan Beberapa Konsentrasi Abu Vulkanik (g/kg) Sebagai Inert Dust Pada Biji Jagung Perlakuan Konsentrasi (g/kg) Kontrol 0 Perlakuan 1 (P1) 1,5 Perlakuan 2 (P2) 2,5 Perlakuan 3 (P3) 3,5 Perlakuan 4 (P4) 4,5 Perlakuan 5 (P5) 5,5

Keterangan: g ialah banyaknya abu vulkanik, kg ialah banyaknya jagung.

Biji jagung yang sudah dioven kemudian ditimbang sebanyak 100 g dan dimasukkan ke dalam tabung perlakuan (diameter 6,5 cm dan tinggi 9 cm). Selanjutnya menimbang abu vulkanik dan dimasukkan ke dalam tabung perlakuan. Tabung perlakuan yang berisi biji jagung dan abu vulkanik dikocok secara manual ± satu menit menggunakan tagan, agar abu vulkanik menempel rata pada permukaan biji. Tiga puluh imago S. zeamais diinfestasikan pada tabung perlakuan (Al-Iraqi dan Al-Naqib, 2006). Imago yang digunakan berumur 7-21 hari (Vaiyas et. al., 2014).

Variabel Pengamatan

Dalam penelitian ini variabel yang diamati meliputi mortalitas imago, jumlah telur, jumlah pupa, jumlah imago baru yang muncul, persentase perkecambahan biji jagung, kadar air biji, suhu dan kelembaban laboratorium.

Mortalitas Imago

Mortalitas imago S. zeamais diamati dan dihitung setiap 24 jam sekali selama 7 hari (Yang et. al., 2010). Pada 7 hari setelah aplikasi (HSI) semua imago yang mati dan hidup dihilangkan dari dalam tabung perlakuan.

Jumlah telur dan jumlah pupa

Jumlah telur dan jumlah pupa diamati dengan cara mengambil sampel biji jagung sebanyak 20 butir. Sampel biji jagung direndam air selama 24 jam, setelah itu ditiriskan di atas tisu. Pengamatan jumlah telur dilakukan pada 7

HSI dan pengamatan jumlah pupa dilakukan pada 25 HSI. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop dan biji jagung dipecah menggunakan skapel. Jumlah imago baru

Jumlah imago baru yang muncul diamati setiap hari setelah infestasi. Jumlah imago baru dihitung dan dihilangkan dari dalam tabung perlakuan. Pengamatan dilakukan selama 56 hari (Goftisu dan Belete, 2014).

Persentase perkecambahan biji

Pengamatan dilakukan dengan mengambil sampel biji jagung sebanyak 10 butir. Sampel biji jagung ditaruh pada cawan petri yang sudah diberi kertas merang (3-4 lembar). Kertas merang terlebih dahulu dibasahi air (Sutopo, 1990). Pengamatan perkecambahan biji dilakukan pada hari ke tiga setelah biji ditanam (Suwarno dan Santana, 2009). Kadar air biji, suhu dan kelembaban laboratorium

Pengujian kadar air biji dilakukan dengan metode oven. Pengamatan suhu dan kelembaban dilakukan setiap hari sampai penelitian selesai. Suhu dan kelembaban laboratorium diukur menggunakan thermohigrometer.

HASIL DAN PEMBAHASAN Mortalitas Imago S. zeamais

Hasil analisis statistika terhadap mortalitas imago menunjukkan bahwa pada pengamatan 1 HSI sampai dengan 7 HSI menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata. Rerata mortalitas imago S.

(4)

zeamais akibat pemberian abu vulkanik disajikan pada Tabel 2. Pada Tabel 2 terlihat bahwa perlakuan abu vulkanik mulai 1 HSI sampai dengan 7 HSI terus mengalami peningkatan mortalitas. Pada kontrol terlihat bahwa imago S. zeamais mulai 1 HSI sampai dengan 7 HSI tidak mengalami mortalitas.

Pada 7 HSI nilai rerata mortalitas imago terendah ialah 0% pada kontrol, nilai rerata mortalitas imago tertinggi ialah 89,17% pada P5. Rerata mortalitas terendah disebabkan karena biji jagung tidak terselimuti abu vulkaik sehingga imago S. zeamais dapat bertahan hidup. Pada P5 didapatkan nilai rerata mortalitas tertinggi karena pada P5 ialah konsentrasi abu vulkaik paling tinggi. Partikel abu vulkanik yang menempel pada permukaan biji jagung menyebabkan biji terlihat berwarna keabu-abuan dan memiliki permukaan kulit biji yang lebih kasar. Hasil analisis kimia didapatkan bahwa abu vulkanik memiliki kandungan silika (43644 ppm) dan sulfur (13255 ppm) yang diduga dapat menyebabkan mortalitas

pada imago S. zeamais. Sifat fisik silika yang keras, berstuktur tajam dan bersifat abrasif diduga dapat merusak epikutikula sehingga menyebabkan imago S. zeamais dehidrasi dan mati.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Fleschner (1958), yang menyatakan bahwa kematian serangga secara langsung diduga karena partikel abu vulkanik yang tajam bergesekan dengan epikutikula. Gesekan ini diduga merusak epikutikula sehingga meningkatkan dehidrasi pada serangga. Selain itu abu vulkanik diduga dapat mematikan serangga dengan cara menurunkan kemampuan serangga untuk menemukan pakan. Partikel yang lebih kecil diduga menentukan toksisitas dari abu vulkanik (Buteler et. al., 2014). Menurut Subramanyam dan Roesli (2000), rekomendasi ukuran partikel yang dijadikan sebagai inert dust berkisar antara 1-50 µm. Abu vulkanik yang memiliki kandungan sulfur juga dapat mempengaruhi metaboloisme serangga dengan cara mempengaruhi fungsi enzim dan protein.

Tabel 2. Mortalitas Imago S. zeamais Akibat Pemberian Abu Vulkanik Pada Berbagai Konsentrasi

Perlakuan Rerata Mortalitas Imago (%)

1 HSI 2 HSI 3 HSI 4 HSI 5 HSI 6 HSI 7 HSI Kontrol 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a P1 0,00 a 1,67 a 5,83 b 12,50 b 19,17 b 25,83 b 32,50 b P2 0,00 a 11,67 b 18,33 b 28,33 c 34,17 bc 41,67 b 47,50 b P3 2,50 b 16,67 bc 29,17 bc 36,67 c 42,50 c 49,17 bc 55,00 bc P4 2,50 b 20,83 bc 35,83 cd 64,17 d 71,67 d 73,33 cd 75,83 cd P5 5,00 b 24,17 c 49,17 d 61,67 d 80,83 d 86,67 d 89,17 d BNT 5% 6,63 8,11 10,84 11,59 14,65 16,72 16,75

Keterangan: angka yang di dampingi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5%.

(5)

Jumlah Telur, Jumlah Pupa, Jumlah Imago Baru S. zeamais

Hasil analisis statistika terhadap jumlah telur, jumlah pupa dan jumlah imago baru S. zeamais menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata. Pada Tabel 3 terlihat bahwa perbedaan konsentrasi abu vulkanik mempengaruhi jumlah telur, jumlah pupa dan jumlah imago baru S. zeamais. Rerata jumlah telur tertinggi ialah 172,98 butir pada kontrol dan rerata jumlah telur terendah ialah 42,08 butir pada P5. Rerata jumlah pupa tertinggi ialah 163,63 ekor pada kontrol dan rerata jumlah pupa terendah ialah 32,72 ekor pada P5. Rerata jumlah imago baru tertinggi ialah 101,50 ekor pada kontrol dan rerata jumlah imago baru tertinggi ialah 28,25 ekor pada P5.

Rerata jumlah telur yang tinggi pada kontrol disebabkan karena mortalitas imago rendah dan proses oviposisi tidak terhambat oleh partikel abu vulkanik. Sedangkan rerata yang terendah pada P5 disebabkan karena mortalitas imago tinggi dan proses oviposisi terhambat akibat partikel abu vulkanik menempel pada permukaan kulit biji. Hasil ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya

mortalitas imago akan berpengaruh pada jumlah telur yang diletakkan pada biji jagung. Menurut Hasna dan Hanif (2010), rendahnya jumlah imago S. zeamais akan menurunkan kemampuan meletakkan telur dan jumlah telur yang menetas menjadi individu baru akan sedikit.

Jumlah telur yang diletakkan akan berpengaruh pada jumlah pupa dan imago baru S. zeamais. Telur dan pupa S. zeamais berada di dalam biji (Hagstrum et. al., 2012) sehingga tidak akan bersentuhan dengan partikel abu vulkanik. Pada fase pupa, S. zeamais bersifat tidak aktif atau berdiam diri dan menjalani proses fisiologisnya. Pada fase ini terjadi pembentukan organ-organ tubuh yang lengkap sebagai serangga dewasa (Manueke et. al., 2012). Jumlah imago baru yang muncul akan menentukan tingkat infestasi hama S. zeamais selanjutnya. Semakin banyak jumlah imago baru yang muncul maka akan semakin besar kerusakan yang ditimbulkan. Menurut Buteler et. al. (2014), pemberian abu tidak hanya mematikan imago tetapi memberi pengaruh pada pertumbuhan dan reproduksi S. oryzae.

Tabel 3. Rerata Jumlah Telur, Jumlah Pupa dan Jumlah Imago Baru S. zeamais Pada Biji Jagung Akibat Pemberian Abu Vulkanik (± SD)

Perlakuan Rerata per 100 g biji jagung

Jumlah Telur Jumlah Pupa Jumlah Imago Baru Kontrol 172,98 c (± 2,50) 163,63 c (± 1,71) 101,50 c (± 14,76) P1 98,18 bc (± 2,75) 84,15 b (± 1,29) 34,00 b (± 5,72) P2 65,45 ab (± 1,91) 74,80 b (± 1,41) 34,75 b (± 4,03) P3 56,10 ab (± 0,82) 51,43 ab (± 0,96) 34,50 b (± 4,36) P4 51,43 ab (± 0,96) 37,40 a (± 0,82) 28,75 a (± 6,34) P5 42,08 a (± 2,22) 32,73 a (± 0,96) 28,25 a (± 3,5) BNT 5% 3,57 2,03 0,79

Keterangan: angka yang di dampingi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5%.

(6)

Tabel 4. Rerata Persentase Perkecambahan Biji Jagung Setelah Pemberian Abu Vulkanik (± SD)

Perlakuan Rerata Perkecambahan Biji (%)

Kontrol 67,50 (± 10,61) P1 82,50 (± 10,61) P2 92,50 (± 3,54) P3 87,50 (± 10,61) P4 85,00 (± 7,07) P5 87,50 (± 17,68)

Tabel 5. Median Lethal Concentration (LC50) Perlakuan Abu Vulkanik Terhadap Imago S. zeamais

Perlakuan LC50 (g/kg) Persamaan regresi

Abu vulkanik 2,49 y = 3,927 + 200x

Persentase Perkecambahan Biji Jagung Hasil analisis statistika terhadap persentase biji jagung berkecambah menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Pada Tabel 4 terlihat bahwa perbedaan konsentrasi abu vulkanik tidak mempengaruhi persentase biji jagung berkecambah. Infestasi hama S. zeamais akan menurunkan kualitas dan kuantitas biji jagung. Salah satunya menurunkan daya perkecambahan biji jagung. Menurut FAO (2014), serangga hama menimbulkan kerusakan pada bahan yang disimpan terutama akibat aktivitas makan secara langsung. Beberapa spesies memakan embrio dan endosperm sehingga menyebabkan kehilangan kualitas dan kuantitas. Hasil yang tidak berbeda nyata disebabkan karena biji jagung terserang jamur. Jamur yang menyerang akan mempengaruhi proses perkecambahan biji jagung sehingga biji tidak berkecambah. Jamur yang umum menyerang jagung ada tiga jenis ialah Aspergillus spp., Fusarium spp. dan Penicillium spp. (Pakki dan Talanca, 2007).

Median Lethal Concentration (LC50)

Perlakuan Abu Vulkanik Terhadap Imago S. zeamais.

Median Lethal Concentration (LC50) ialah konsentrasi yang dibutuhkan untuk mematikan 50% dari serangga uji.

Berdasarkan hasil pengamatan mortalitas imago S. zeamais dapat dihitung toksisitas dari abu vulkanik. Perhitungan toksisitas dilakukan dengan menggunakan metode Hsin Chi (1997). Hasil perhitungan LC50 pada Tabel 5 terlihat bahwa dibutuhkan konsentrasi abu vulkanik sebanyak 2,49 g/kg untuk mematikan 50% imago S. zeamais. Mortalitas imago S. zeamais akan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi abu vulkanik. Semakin banyak partikel abu vulkanik yang menempel pada permukaan kulit biji jagung maka semakin tinggi mortalitas imago S. zeamais.

KESIMPULAN

Pemberian abu vulkanik menyebabkan biji jagung berwarna keabu-abuan dan memiliki permukaan kulit yang lebih kasar. Pemberian abu vulkanik pada biji jagung berpengaruh terhadap mortalitas imago, jumlah telur, jumlah pupa dan jumlah imago baru S. zeamais. Pemberian abu vulkanik pada biji jagung tidak berpengaruh pada perkecambahan biji.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Iraqi, R. A. and S. Q. Al-Naqib, 2006. Inert Dust To Control Adult of

(7)

Some Strored Product Insects in Stored Wheat. pp-26-23.

Basari, A. 2011. Pengaruh Paduan Abu Vulkanik dan Tanah Liat Terhadap Sifat Abrasif dan Kuat tekan Dingin sebagai Bahan Refraktory. Jurusan Teknik Mesin. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. Semarang. Butteler, M., P. L. G. Guilermo, A. P.

Aristides, S. Natalia, A. F. Ardiana, and S. Teodoro. 2014. Insecticidal Activiti of Volcanic Ash AgainstSitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Under Laboratory Conditions. Ecologia Austral. Asociacion Argentina de Ecologia. pp.17-22.

Chi H. 1997. Probit Analysis. Laboratory of Theoretical Ecology. National Chung Hsing University. Taichung. Taiwan.

Fleschner, C. A. 1958. The Effect of Orchard Dust on the Biological Control of Avocado Pest. Associate Entomologist at the Citrus Experiment Station. University of California.

Food and Agriculture Organitation (FAO). 2014. Insect Damage. Post Harvest Operations. United Nations.

Goftishu, M. and K. Belete. 2014. Susceptibility of Sorghum Varieties to the Maize Weevil Sitophilus zeamais Motschulsky (Coleoptera: Curculionidae). African Journal of Agricultural Research. Vol. 9. pp. 2419-2426.

Hagstrum, D. W., T. W. Phillips, and G. Cuperus. 2012. Stored Product Protection. Agricultural Experiment Station and Cooperative Extention Service. Kansas State University. Hasnah dan U. Hanif. 2010. Efektivitas

Ekstrak Bawang Putih Terhadap Mortalitas Sitophilus zeamais M.

Pada Jagung di

Penyimpanan.Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian Unsyiah. Darussalam Banda Aceh.

Mahdi, S. H. A. and M. Khalequzzaman. 2006. Toxicity Studies of Some Inert Dust With The Cowpea Beetle,

Callosobruchus maculatus

(Fabricus) (Coleoptera: Bruchidae). Departement of Zoology.University of Rajshahi. Bangladesh.

Manueke, J., M. Tulung, J. Pelealu, O. R. Pinontoan dan F. J. Paat. 2012. Tabel Hidup Sitophilus oryzae (Coleoptera: Curculionidae) Pada Beras. Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Pakki, S. dan A. H. Talanca. 2007. Pengelolaan Penyakit Pasca Panen Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. hal. 351-363. Ress, D. P. 2004. Insect of Stored Product.

CSIRO Publising. Australia. p. 181. Saenong, M. S. 2011. Sekilas Informasi

Mengenai Hama Kumbang Bubuk Sitophilus zeamais Pada Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.hal. 182-183. Subramanyam, B. dan R. Roesli. 2000.

Alternatives to Pesticed in Stored-Product IPM. Chapter 12.Inert Dust.Edited by Bhadriraju Subramanyam and R. Roesli.Kluwer Academic Publishers. London. pp. 321-380.

Sutopo, L. 1990. Teknologi Benih. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Rajawali Pers. Jakarta. Suwarno, F. C. dan D. B. Santana. 2009.

Efisiensi Beberapa Substrat dalam Pengujian Viabilutas Benih Berukuran Besar dan Kecil. Departemen Agronomi dan

(8)

Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Tenrirawe, A., M. S. Pabbage, dan A. Takdir. 2013. Pengujian Ketahanan Galur Jagung Hibrida Umur Genjah Terhadap Hama Kumbang Bubuk Sitophilus zeamais Mostchulsky. Balai Penelitian Tanaman Seralia. Vayias, B. J., G. A. Criston, K. Zlatko,

and R. Vlatka. 2014 Evaluation of Natural Diatomaceous Eart Deposits From South Eastern Europe for Stored-Grain Protection: The Effect

of Particel Size.

https://bib.irb.hr/datoteka/397410.Ar ticle-Pest_Management_Sciece.doc. accessed 08 Mey 2014.

Yang, F. L., G. W. Liang, Y. Juan Xu, Y. Yue Lu, and L. Zeng. 2010. Diatomaceous Eart Enhances The Toxicity of Garlic, Allium sativum, Esential Oil Against Stored-Product Pest. Laboratory of Insect Ecology.South China Agriculture University. Guangzhou. P.R. China. Journal of Stored Product Research.Volume 46. pp.118-123.

Gambar

Tabel 1. Perlakuan Beberapa Konsentrasi Abu Vulkanik (g/kg) Sebagai Inert Dust Pada  Biji Jagung  Perlakuan  Konsentrasi (g/kg)  Kontrol  0  Perlakuan 1 (P1)  1,5  Perlakuan 2 (P2)  2,5  Perlakuan 3 (P3)  3,5  Perlakuan 4 (P4)  4,5  Perlakuan 5 (P5)  5,5
Tabel  2.  Mortalitas  Imago S. zeamais  Akibat  Pemberian  Abu  Vulkanik Pada  Berbagai  Konsentrasi
Tabel  3.  Rerata  Jumlah  Telur,  Jumlah  Pupa  dan  Jumlah  Imago  Baru  S.  zeamais  Pada  Biji Jagung Akibat Pemberian Abu Vulkanik (± SD)
Tabel  4.  Rerata  Persentase  Perkecambahan  Biji  Jagung  Setelah  Pemberian  Abu  Vulkanik (± SD)

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dapat diasumsikan bahwa perusahaan mengelola sumber daya yang dimilikinya dengan baik akan menghasilkan kinerja IC yang tinggi, oleh sebab itu mendorong

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Alwakeel dan Shaaban (2010) yang melakukan penelitian Face Recognation menggunakan JST Levenberg-Marquardt dengan akurasi 98%, sedangkan

Segala puji bagi Allah SWT yang telah mencurahkan seluruh karunia dan Rahmat-Nya bagi seluruh alam semesta dan kesehatan serta kesempatan yang telah diberikan Allah

Pola makan yang tidak sehat atau mengonsumsi makanan yang mengandung kadar purin yang tinggi terutama terdapat dalam jeroan: otak,usus, babat, hati dan paru, aneka

Tahap selanjutnya yaitu concept development dimana UKM Barokah Alam ini harus memilih konsep yang tepat dari berbagai alternatif konsep. Pengembangan konsep dilakukan

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081, Fax.. Pengabdian

ISOBUS Class 3 toiminnallisuudet Tärkeys: melko tärkeä Aika tuotteeksi: 4-6 vuotta.. ISOBUS Class 3 toiminnallisuudet määrittelevät miten traktorin resursseja –