125
Kadar C-Reactive Protein (CRP) Serum sebagai Pertanda Prognosis pada Pasien Pneumonia Anak.
Nisrina Nur Afina*, Ery Olivianto**, Hidayat Sujuti***
ABSTRAK
Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Menurut Survey Kesehatan Nasional (SKN) 2001, 27,6 % kematian bayi dan 22,8 % kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit respirasi, terutama pneumonia. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari pertanda yang dapat dipakai sebagai penentu prognosis pasien pneumonia. Namun belum ada pertanda untuk menilai prognosis pneumonia anak. Salah satu alternatif pertanda yang dapat dipakai sebagai nilai prognosis untuk pneumonia anak adalah dengan menggunakan nilai CRP (C-reactive protein). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kegunaan nilai CRP sebagai pertanda prognostik pada pasien pneumonia anak. Penelitian ini menggunakan prospective-cohort study terhadap 26 subjek usia 1-60 bulan di RSUD dr.Saiful Anwar. Subjek yang telah didiagnosis pneumonia akan diukur kadar CRP pada hari pertama masuk rumah sakit. Perkembangan klinis pasien akan diikuti setiap hari selama berada di rumah sakit. Dari analisis statistik didapatkan nilai cut off CRP untuk kecepatan penurunan demam adalah 0,24 mg/dl dan pasien yang memiliki nilai CRP < 0,24 memiliki peluang lebih besar untuk memiliki perbaikan demam lebih dari 2 hari. Sementara nilai cut off CRP untuk kecepatan perbaikan gangguan nafas adalah 1,55 mg/dl dan pasien yang memiliki nilai CRP < 1,55 mg/dl memiliki peluang lebih besar untuk memiliki lama perbaikan gangguan nafas lebih dari 2 hari. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,15 untuk korelasi antara lama rawat dan CRP. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa nilai CRP (C-reactive protein) kurang dapat diandalkan sebagai indikator untuk menentukan prognosis pasien pneumonia anak
Kata kunci : CRP, Pneumonia, Pertanda prognosis.
C - Reactive Protein (CRP) as a Prognostic Marker inPediatric Patients with Pneumonia
ABSTRACT
Pneumonia is a major cause of morbidity and mortality in children under five years (toddlers). According to National Heath Survey (SKN) 2001, 27.6 % of infant mortality and 22.8 % of toddlers mortality in Indonesia are caused by respiratory diseases, especially pneumonia. Various studies have been conducted to find the tool that can be used as prognostic marker of pneumonia patients. But there is no default tool for assessing the prognosis of childhood pneumonia. One of the alternative value could be used as a prognostic marker for child pneumonia is CRP (C-reactive protein). This study aimed to determine the usefulness of CRP value as a prognostic marker in children patients with pneumonia. A prospective study-cohort study conducted on 26 subjects aged 1-60 months in dr. Saiful Anwar General hospital. Subjects who had been diagnosed with pneumonia were measured their CRP levels on the first day of hospital admission. Clinical progression of patients were followed every day while in the hospital. Statistical analysis found cut-off value of CRP for improvement rates of fever is 0.24 mg/dl and the patient who had a CRP value < 0.24 has a better chance to have a fever improvement of more than 2 days. While the cut-off value of CRP for improvement rates of breath distress is 1.55 mg/dl and patient who had a CRP value < 1.55 mg/dl had a better chance to have a improvement rates of breath disorder over 2 days. From the statistical test, p value of correlation between length of stay and CRP is 0.15. This study can be concluded that CRP values is less reliable as an indicator to determine the prognosis of pneumonia in childhood.
Keywords: CRP, Pneumonia, Prognostic marker.
126 PENDAHULUAN
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem pernapasani dima-naialveoliimikroskopik udara mengisi kan-tong dari paru yang bertanggung jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer menjadi radang dengan penimbunan cairan.1
Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia (±2 juta anak balita), utamanya di Afrika dan Asia Tenggara, terjadi akibat pneumonia.
Menurut Survey Kesehatan Nasional (SKN) 2001, 27,6 % kematian bayi dan 22,8 % kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respirasi, terutama pneumonia.2 Saat ini masih belum
ada pemeriksaan baku yang dapat dipakai untuk menilai prognosis pada penyakit pneumonia anak. Prognosis biasanya diperkirakan dengan gambaran awal saat pasien dating. Penelitian sebelumnya melaporkan tentang penggunaan alat baku untuk menentukan prognosis pasien pneumonia. Penggunaan alat tersebut kebanyakan pada pasien pneumonia dewasa, belum ada alat baku yang menentukan prognosis penyakit pneumonia pada anak.
C-reactive protein (CRP) adalah
anggota dari protein pentraxin. CRP dipro-duksi di dalam hepatosit saat terjadi reaksi inflamasi. Banyak penelitian telah menggu-nakan CRP sebagai pertanda prognosis karena CRP memiliki nilai sensitifitas yang tinggi.3 Dalam penelitian ini akan dipelajari
penggunaan kadar CRP pada awal pe-meriksan pasien pneumonia anak untuk menentukan prognosis. Diharapkan kadar CRP dapat digunakan sebagai pertanda prognosis pada pasien pneumonia anak.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini adalah suatu penelitian eksperimental dengan rancang bangun
prospective-cohort study yang dikerjakan
pada pasien rawat inap pneumonia di ba-gian anak RSUD dr. Saiful Anwar Malang. Penelitian ini dilakukan antara bulan Juli 2013 sampai dengan bulan Oktober 2013.
Pengambilan sampel dilakukan secara
consecutive sampling dengan kriteria
inklusi adalah pasien pneumonia anak dengan rentang umur antara 1 bulan sam-pai dengan 5 tahun atau ≤ 60 bulan serta keluarga/orang tua setuju untuk ikut di da-lam penelitian.
Pasien dikeluarkan dari penelitian apabila pasien menderita penyakit jantung bawaan, pasien dengan penyakit paru lain, dalam keadaaniimmunocompromised berat, dan sedang menjalani pengobatan immunosupresif.
Variabel yang diukur pada penelitian ini adalah demam, gangguan nafas, serta lama perawatan. Demam adalah keadaan di mana pengukuran suhu pada ketiak menunjukkan angka 37,2 ⁰C atau lebih. Gangguan nafas akan diukur dengan menggunakan kriteria skor respiratory
dis-tress assessment instrument (RDAI) yang
telah dimodifikasi. Lama perawatan adalah lama pasien dirawat di rumah sakit dan di-hitung sejak pasien masuk ke rumah sakit hingga pasien keluar dari rumah sakit.
127 Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah receiver operator
characteristic (ROC) untuk mencari nilai
cut-off, dan menggunakan analisis korelasi
untuk menentukan hubungan CRP dengan lama perawatan. serta analisis survival dengan diagram Kaplan-Meier. Analisis data akan dilakukan dengan menggunakan alat bantu software SPSS 17.0.
Cara Kerja
Penelitian ini sudah mendapatkan persetujuan etik dari komite etik penelitian RSUD dr. Saiful Anwar Malang. Anak yang menderita pneumonia sesuai kriteria di atas diminta persetujuan tertulis dari
ke-luarga/orang tua untuk diikutkan dalam pe-nelitian.
Selanjutnyaipenelitiimengumpulkan data pribadi pasien serta riwayat penyakit saat ini. Kemudian dilakukan pemeriksaan kadar CRP, lalu dilakukan observasi selama pa-sien berada di rumah sakit Data papa-sien be-rupa RR, suhu, dan retraksi diambil setiap hari pada waktu sore oleh peneliti maupun perawat yang sedang bertugas.
HASIL
Berdasarkan kriteria didapatkan 26 subjek. Rerata usia subjek penelitian ada-lah 16,2 bulan. Karakteristik subjek seleng-kapnya dapat dilihat pada Tabel 1 dan Ta-bel 2.
Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian pneumonia anak (variabel kategorikal)
Karakteristik : Jumlah (%)
Jumlah sampel responden (n) 26 (100 %) Jenis kelamin :
Laki-laki Perempuan
13 (50 %) 13 (50 %) Umur :
1 bulan – 11 bulan 1 tahun – 5 tahun Gizi:
Berat menurut umur < -2 SD Berat menurut tinggi <-2 SD
15 (57,6 %) 11 (42,3 %)
2 (7,6 %) 2 (7,6 %)
Tabel 2. Karakteristik subjek penelitian pneumonia anak (variabel numerikal)
Variabel Jumlah
Rerata (SD) Usia subjek (bulan) 16,2 (16,6)
CRP (mg/dl) 2,73 (3,8)
Suhu tubuh (⁰C) 37,7 (1,2)
RDAI 3,2 (1,2)
Lama perawatan (hari) 5 (3,06)
Pada penghitungan cut off point CRP untuk menilai kecepatan penurunan demam, bernilai ≥ 0,24 dengan nilai sensitivitas 33 % dan spesitifitas sebesar 30,4 %. Sementara pada penghitungan cut
off point CRP untuk menilai kecepatan
128 Gambar 1. Diagram Kaplan Meyer nilai CRP dengan kecepatan penurunan demam
Gambar 2. Diagram Kaplan Meyer nilai CRP dengan kecepatan perbaikan gang-guan nafas
PEMBAHASAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa kadar CRP tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecepatan penurunan demam. Pada penghitungan cut off untuk menentukan kecepatan penurunan demam didapatkan nilai cut off CRP yakni 0,24 mg/dl. Hal ini berarti pasien yang mempu-nyai nilai CRP ≥ 0,24 akan cenderung membutuhkan waktu lebih lama. Dari 26 kasus pasien pneumonia anak didapatkan 1 kasus pasien dengan nilai CRP ≥ 0,24 dan membutuhkan waktu penurunan de-mam lebih dari 2 hari. Pasien yang memi-liki nilai CRP < 1,55 mg/dl memimemi-liki peluang lebih besar untuk memiliki lama perbaikan gangguan nafas lebih dari 2 hari. Namun
pada hari ketiga kelompok dengan nilai CRP ≥ 1,55 mg/dl justru lebih memiliki pe-luang lebih besar untuk memiliki perbaikan gangguan nafas lebih lama. Pada penelitian yang dilakukan oleh Renata et al pada tahun 2013, menemukan bahwa tidak ada hubungan antara kadar CRP dengan kematian atau perbedaan dalam variabel hasil antara pasien yang selamat setidaknya 3 tahun dengan dan tanpa peningkatan CRP.4
Sejalan dengan penelitian di atas, penelitian de Torres et al menyimpulkan bahwa nilai CRP serum awal tidak berkorelasi dengan kematian pada pasien dengan PPOK tingkat sedang hingga sangat parah.5 Hasil penelitian ini sejalan
dengan apa yang didapatkan dalam penelitian tersebut, dimana tidak ada kaitan antara kecepatan perbaikan klinis dan nilai awal CRP.
Hasil yang berbeda dikemukakan oleh Almiral et al pada tahun 2004, bahwa nilai CRP digunakan sebagai nilai prognosis untuk membedakan pasien pneumonia yang membutuhkan perawatan atau tidak (outpatient dan inpatient).6
Penelitian Coelho pada tahun 2007 juga mengemukakan bahwa CRP dapat dijadikan nilai prognosis. Penelitian ini menggunakan metode cohort konsekutif dengan 53 subjek pasien pneumonia berusia ≥ 18 tahun yang telah didiagnosis
severe community acquire pneumonia.7
Penelitian milik Almiral dan Coelho dilaku-kan pada waktu yang lebih panjang diban-dingkan yang dilakukan oleh peneliti, selain faktor sampel dengan umur yang berbeda.
KESIMPULAN
129 DAFTAR PUSTAKA
1. Sylvana K. Pneumonia. Surabaya: Fakultas Kedokteran Wijaya Kusuma.
2000; 1:1-12.
2. Said M. Pneumonia. Rahadjoe N, Supriyanto B, Setyanto DB (Editor).
Buku Ajar Respirologi Anak IDAI.
Ja-karta: Badan Penerbit IDAI. 2008. 3. Muttaqin A (Editor). Pengkajian
Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba
Medik. 2008. hlm 151-152.
4. Ferrari R, Tanni SE, Caram MOL, Corrêa C, Corrêa CR, Godoy I. Three-Year Follow-Up of Interleukin 6 and C-Reactive Protein in Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Respiratory
Research. 2013. 14:24.
5. de Torres JP, Cordoba-Lanus E, Lopez-Aguilar C, Muros de Fuentes M, Montejo de Garcini A, Aguirre-Jaime A
et al. C-reactive protein Levels and
Clinically Important Predictive Outcomes in Stable COPD Patients. Pub Med.
2006; 27(5):902-7.
6. Almirall J, Bolíbar I, Toran P, Pera G, Boquet X, Balanzó X et al. Contribution of C-Reactive Protein to the Diagnosis and Assessment of Severity of Community-Acquired Pneumonia.
American College of Chest Physician.
2004; 125:1335–1342.
7. Coelho L, Povoa P, Almeida E, Fer-nandes A, Mealha R, Moreira P et al. Usefulness of C-Reactive Protein in Monitoring the Severe Community-Acquired Pneumonia. Clinical Course