• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan pada masa Jepang pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pendidikan pada masa Jepang pada"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Pendidikan pada masa Jepang Sekolah Rakyat di Indonesia

Awal mula adanya Sekolah Rakyat indonesia

Pada tahun 1942, Pemerintah Pendudukan Jepang “membubarkan” dan menutup seluruh sekolahan yang dibangun dengan sistem pendidikan Belanda dan

menggantikan dengan sistem pendidikan yang samasekali baru dan yang

disesuaikan dengan kebutuhan dan kebijaksanaan Jepang khususnya dalam rangka untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya, sekaligus mengikis semua”sisa2” pendidikan jaman Belanda.

Lalu Jepang menghapus diskriminasi antar sekolahan dan sekaligus

meng-introdusir demokratisasi dalam dunia pendidikan. Hanya ada satu macam sekolah untuk seluruh warga Indonesia; untuk tingkat dasar hanya ada satu macam

“Sekolah Rakyat” atau Kokumin Gakko (kokumin-=rakyat, gakko= sekolah) 6 tahun. Tidak ada beda antara anak seorang Bupati dengan anak seorang petani dalam hal kemudahan masuk sekolah dan untuk tingkat dasar hanya ada satu macam

sekolah, yaitu Sekolah Rakyat. Bandingkan dengan sistem pendidikan Belanda, misalnya, untuk sekolah dasar saja di”kota-kota”kan berdasar berbagai kriteria dan golongan penduduk.

Di dalam pengajaran di Sekolah Rakyat masyarakat pribumi diajarkan tentang : 1. bahasa jepang dijadikan mata pelajaran wajib dan adat kebiasaan Jepang harus ditaati.

2. Pengajaran dipergunakan sebagai alat propaganda dan juga untuk kepentingan perang. Murid-murid seringkali diharuskan kerja bakti, misalnya : membersihkan bengkel, asrama, membuat bahan-bahan untuk kepentingan pertahanan, dan sebagainya.

3. Untuk melipatgandakan hasil bumi, murid-murid diharuskan membuat pupuk kompos atau beramai-ramai membasmi hama tikus di sawah. Sebagian waktu belajar digunakan untuk menanami halaman sekolah dan pinggir-pinggir jalan dengan tanaman jeruk.

4. Pelatihan-pelatihan jasmani berupa pelatihan kemiliteran dan mengisi aktivitas-aktivitas murid-murid sehari-hari. Agar berjalan lancar, pada tiap-tiap sekolah dibentuk barisan-barisan murid. Barisan murid-murid SD disebut seinen-tai, sedangkan barisan murid-murid sekolah lanjutan disebut Gakutotai.

5. Untuk menanamkan semangat Jepang , tiap-tiap hari murid harus mengucapkan sumpah belajar dalam bahasa Jepang. Mereka harus mengusai bahasa dan nyanyian Jepang. Tiap pagi diadakan upacara, dengan menyembah bendera Jepang dan menghormati istana Tokyo. 6. Agar bahasa Jepang lebih populer , diadakan ujian bahasa Jepang untuk para guru dan

(2)

Jika kita bandinglan sekolah rakyat antara di Jerman dan di Indonesia tentu saja sangat jauh perbedaannya. Volkshochschule (Sekolah Tinggi Rakyat) Jerman Nonakademik sangat

diperhatikan dan sangat diprioritaskan oleh pemerintah Jerman. Sekolah ini diperuntukkan untuk rakyat atau warga di Jerman yang kurang mampu untuk mengikuti/melanjutkan sekolah tinggi akademik. Dalam hal ini Pemerintah Jerman juga sangat memperhatikan kualitas, mutu dan mata pelajaran apa yang diberikan pada sekolah rakyat ini. Tak ada perbedaan antara sekolah tinggi Rakyat Nonakademik di Jerman dan sekolah tinggi Akademik di jerman. Dalam sekolah ini dapat dipelajari kursus Bahasa Jerman dan bahasa-bahasa asing lainnya, bermacam-macam jenis Olah Raga, Komputer, Seni Prakarya, Tari, Musik, Touristik, Politik, Seminar, Study tour bahkan mengadakan kursus karena permintaan sekelompok warga.Yang lebih unik lagi adalah pada sekolah ini juga menyediakan kursus-kursus untuk wanita hamil misalnya senam

hamil,senam untuk bayi dan ibu hamil, dsb. Sekolah ini diperuntukkan usia 0-99 tahun. Warga Jerman merespon sekolah rakyat ini dengan sangat baik dan menunjukkan begitu besarnya ketertarikannya pada sekolah rakyat ini. Sedangkan di Indonesia, Sekolah Rakyat adalah sebuah perjuangan yang dirintis oleh para pejuang-pejuang bangsa Indonesia di masa penjajahan dahulu untuk rakyatnya. Sekolah ini didirikan atas swadaya dari rakyat dan prakarsa para pejuang kemerdekaan Indonesia. Sekolah rakyat yang pertama didirikan diberi nama Sekolah Dasar Negeri Inpres karena Instruksi Presiden Republik Indonesia. Saat ini sekolah rakyat berupa kejar paket A,B,dan C. Kejar paket A diperuntukkan untuk sekolah dasar, kejar paket B diperuntukkan untuk sekolah menengah pertama dan kejar paket C diperuntukkan untuk sekolah menengah atas yang masing-masing ditempuh selama 3 tahun. Namun pada pelaksanaannya sekolah rakyat ini dibedakan dengan sekolah formal negeri, mulai buku-buku yang digunakan juga cara mengajar guru-gurunya. Respon masyarakat Indonesia tentang sekolah ini pun kurang baik, mereka merasa malu untuk mengikuti program sekolah rakyat yang diprakarsai oleh pemerintah ini karena tanggapan dunia kerja di Indonesia bagi siswa yang mengikuti program ini pun berbeda. Seperti merasa dipandang sebelah mata dalam dunia kerja dan juga oleh masyarakat itu sendiri.

Pelaksanaan program sekolah rakyat di Indonesia saya rasa kurang bagus dan berjalan sangat, sangat kurang memuaskan.

Jadi menurut saya setelah membaca artikel diatas Indonesia seharusnya meniru atau lebih

tepatnya memperbaiki semua sistem sekolah rakyat kurang lebih seperti sekolah rakyat di Jerman karena banyak terdapat banyak sakali perbedaan yang dapat kita rasakan baik dari

pelaksanaannya, respon dari masyarakat, serta campur tangan pemerintah terhadap masalah ini.

(3)

University

Sejarah perguruan tinggi di Indonesia bermula sejak pemerintah Hindia Belanda memberlakukan Politik Etis, yang salah satu programnya adalah pendidikan. Program pendidikan mendorong timbulnya sekolah-sekolah yang semula hanya sekolah dasar untuk belajar membaca, menulis, dan menghitung, kemudian diperluas pada sekolah menengah dan perguruan tinggi. Perguruan tinggi ini yang kemudian menjadi cikal bakal berkembangnya Universitas dan Fakultas di Jakarta, Bandung dan Surabaya.

Awalnya rintisan perguruan tinggi perintisan ini hanya di bidang kesehatan saja. Pada tahun 1902 di Batavia didirikan School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen atau dikenal sebagai Sekolah Dokter Bumi Putera) kemudian NIAS

(Nerderlandsch Indische Artsen School) tahun 1913 di Surabaya . Ketika STOVIA tidak menerima murid lagi, didirikanlah sekolah tabib tinggi GHS (Geneeskundige Hooge School) pada tahun 1927. Perguruan inilah yang sebenarnya merupakan embrio kedokteranUniversitas Indonesia.[1][2].

Di Bandung tahun 1920 didirikan Technische Hooge School (THS) yang pada tahun itu juga dijadikan perguruan tinggi negeri.[catatan 1] THS ini adalah embrio Institut Teknologi Bandung.

Pada tahun 1922 didirikan Textil Inrichting Bandoeng (TIB) ini lah embrio Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung.[4][2]

Pada tahun 1922 kemudian berdiri sekolah hukum (Rechts School) yang kemudian ditingkatkan menjadi sekolah tinggi hukum (Recht hooge School) pada tahun 1924. Sekolah tinggi inilah embrio Fakultas Hukum di Indonesia. Di Jakarta tahun 1940 didirikan Faculteit de Letterenen Wijsbegeste[2] yang kemudian menjadi Fakultas Sastra dan Filsafat di Indonesia.

Di Bogor didirikan sekolah tinggi pertanian (Landsbouwkundige Faculteit) pada tahun 1941[2]

yang sekarang disebut Institut Pertanian Bogor (IPB). Pada zaman Jepang sampai awal

kemerdekaan, GHS ditutup dan atas inisiatif pemerintahan militer, GHS dan NIAS dijadikan satu dan diberikan nama Ika Dai Gakko (Sekolah Tinggi Kedokteran). Dua hari setelah proklamasi, tanggal 19 Agustus1945, pemerintah Indonesia mendirikan Balai Pergoeroean Tinggi RI yang memiliki Pergoeroean Tinggi Kedokteran. Sekolah tinggi ini dibuka secara resmi pada tanggal 1 Oktober1945.

Pada masa perjuangan revolusi fisik melawan Belanda (1946-1949) Pergoeroean Tinggi Kedokteran mengungsi ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, (Klaten dan Malang). Sementara itu pemerintah RI di Yogyakarta bekerja sama dengan Yayasan Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada pada tanggal 19 Desember1949 mendirikan Universitas Gadjah Mada.[2] Pada awalnya hanya

ada 2 Fakultas, yaitu Hukum dan Kesusasteraan yang bertempat di pagelaran dan baru kemudian berangsur-angsur pindah ke kampus Bulak Sumur.

(4)

lembaga pendidikan bekas Belanda dan bekas Republik dijadikan satu menjadi Universiteit Indonesia, Fakulteit Kedokteran, tanggal 2 Februari1950, yang saat ini dikenal dengan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)

Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta yang berdiri tanggal 8 Juli1945 merupakan perguruan tinggi swasta pertama dan tertua di Indonesia

Pembukaan kembali lembaga pendidikan tinggi di Indonesia memiliki aspek strategis bagi pemerintah pendudukan Jepang. Menurut Jepang melalui lembaga pendidikan akan dibentuk kader-kader untuk mempelopori dan melaksanakan konsepsi “Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya”. Adapun keberhasilan konsepsi tersebut sangat tergantung kepada kemenangan dalam “Perang Asia Timur Raya”. Oleh karena itu segala usaha harus ditujukan kepada memenangkan perang itu. Dari beberapa perguruan tinggi yang dibuka tersebut yang nampak menonjol

peranannya pada periode ini adalah Perguruan Tinggi Kedokteran (Ika Daigaku). Tradisi

“memberontak” yang sudah berlangsung di lembaga pendidikan ini pada masa kolonial Belanda nampaknya diteruskan oleh para mahasiswa Ika Daigaku walaupun dengan corak, strategi, dan bentuk yang berbeda.

Pemerintahan pendudukan Jepang yang sangat militeristik yang merupakan ciri dari pemerintahan fasis merembet pula ke dalam lembaga pendidikan tinggi. Hampir tidak ada celah sedikitpun bagi para mahasiswa untuk mengobarkan semangat nasionalisme karena para

pemangku perguruan tinggi menyelenggarakan pendidikan dengan disiplin militer yang amat ketat. Walaupun nampak tidak ada celah, para mahasiswa yang pernah dididik di lembaga pendidikan pada masa kolonial Belanda tetap memiliki tak-tik dan strategi yang jitu untuk melawan pemerintah pendudukan Jepang walaupun tidak secara terang-terangan, alias

perlawanan dari bawah tanah. Dinamika perlawanan bawah tanah oleh kelompok intelektual dari perguruan tinggi pada masa pendudukan Jepang telah menciptakan mitos tentang Kelompok Mahasiswa Prapatan 10 yang legendaris. Kelompok tersebut menjadi pelopor perlawanan mahasiswa terhadap aturan penggundulan rambut bagi mahasiswa Ika Daigaku yang dirasakan sangat menghina martabat bangsa Indonesia. Walaupun perlawanan tersebut kurang bergema secara nasional, namun gerakan dalam celah yang amat sempit itu telah menjadi sebuah simbol tentang perlunya membela martabat bangsa di tengah sistem pemerintahan militer yang amat represif.

Perlawanan mahasiswa pada masa pendudukan Jepang tidak pernah terlembaga dengan baik serta mampu mengobarkan semangat nasionalisme yang terlembaga pula. Namun demikian sistem pendidikan yang dikembangkan pada periode ini pada gilirannya akan berperan penting bagi periode sesudahnya, yaitu periode kemerdekaan, terutama menyangkut sumber daya manusia yang berhasil digodok di perguruan tinggi pada waktu itu walaupun hanya dalam waktu yang relatif singkat. Alumni perguruan tinggi periode Jepang menjadi generasi yang siap

(5)

kemerdekaan, namun yang paling penting adalah karena mereka merupakan generasi yang paling dekat dengan kemerdekaan Indonesia. Beberapa tokoh penting yang lahir dari rahim perguruan tinggi periode Jepang, utamanya dari Ika Daigaku antara lain adalah Soedjatmoko, Mahar Mardjono, Hasan Sadikin, Soedarpo Sastrosatomo, dan lain-lain yang masing-masing memiliki peranan yang amat besar pada masa awal kemerdekaan.

Di tengah-tengah pusaran pemerintahan Jepang yang militeristik dan amat menekan sekelompok orang dari golongan Islam mencoba memanfaatkan situasi yang sedikit longgar untuk memikirkan pendidikan tinggi yang lebih bercorak Indonesia dan mengajarkan nilai-nilai Islam. Hubungan antara ummat Islam dengan pemerintah pendudukan Jepang pada waktu itu dapat dikatakan cukup baik, karena pemerintah pendudukan Jepang nampaknya ingin mengambil hati kelompok ini untuk membela kepentingan mereka. Jepang membiarkan, atau bahkan

mendukung, ketika gabungan organisasi-organisasi Islam di Indonesia mendirikan Madjelis Sjoero Moeslimin Indonesia yang disingkat Masjoemi, yang merupakan kelanjutan dari Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang dibubarkan pada tahun 1943.

Pada tanggal 1 April 1945, beberapa bulan menjelang Jepang bertekuk lutut, tokoh-tokoh Masjoemi berhasil merealisasikan pendirian Sekolah Tinggi Islam (STI) yang berkedudukan di Jakarta. STI merupakan perguruan tinggi swasta pertama yang didirikan oleh bangsa Indonesia. Pada masa-masa awal mahasiswa STI bukan hanya dari kalangan Islam saja, karena beberapa orang mahasiswa ternyata beragama Protestan.

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang bertekuk lutut setelah dua kota penting, Hiroshima dan Nagasaki, dijatuhi bom atom oleh Sekutu. Menyusul menyerahnya Jepang, Indonesia

menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebagai bagian dari proses Indonesianisasi dari semua sistem yang ada di Indonesia, pemerintah Indonesia kemudian membubarkan Ika Daigaku dan mendirikan Perguruan Tinggi Kedokteran Republik Indonesia yang berkedudukan di Jakarta. Proses pendidikan yang berlangsung di lembaga pendidikan ini berlangsung dengan amat memprihatinkan dengan berbagai kekurangan di sana-sini. Ketika proses pembenahan perguruan tinggi kedokteran tengah berlangsung gelombang perang muncul yang didahului dengan masuknya pasukan Sekutu ke Indonesia. Dengan dalih ingin

mengamankan tawanan Jepang, antara bulan September dan Oktober 1945 pasukan Sekutu memasuki kota-kota besar di Indonesia.[6] Di Jakarta pendaratan masukan Sekutu disambut dengan kontak senjata oleh rakyat. Di mana-mana pasukan Sekutu membuat kegaduhan. Rakyat Indonesia yang mencurigai adanya maksud tersembunyi dari pasukan Sekutu dengan

menyelundupkan tentara Belanda menjadi marah. Di mana-mana kedatangan pasukan Sekutu memunculkan peperangan. Akibatnya kota Jakarta menjadi tidak aman. Pada bulan Januari 1946 Ibukota Republik Indonesia dipindah dari Jakarta menuju ke Yogyakarta. Kondisi ini

berpengaruh juga terhadap jalannya proses pendidikan di Perguruan Tinggi Kedokteran Republik Indonesia. Agar proses pendidikan tetap berjalan, bersamaan dengan pindahnya Ibukota

(6)

Dengan pindahnya Ibukota Republik Indonesia ke Yogyakarta maka Jakarta berada dalam kekuasaan pasukan Sekutu, tetapi secara de facto kota itu sebenarnya dibawah kekuasaan pasukan Belanda. Seperti kita ketahui bersamaan dengan masuknya pasukan Sekutu ke

Indonesia, masuk pula tentara Belanda. Mereka kemudian melakukan pengoperan pemerintahan di tempat-tempat yang telah dikuasainya. Dengan dalih untuk menghindari bentrokan-bentrokan dengan rakyat Indonesia, maka panglima pasukan Inggris untuk Indonesia, Letnan Jenderal Sir Philip Christison menarik pasukan Belanda lama yang baru saja mendarat di Indonesia Timur ke Jawa.[8] Akibatnya kota-kota penting di Jawa segera diduduki kembali oleh pasukan Belanda. Namun kedatangan tentara Belanda di Jawa, khususnya di Jakarta justru malah memancing perlawanan yang lebih besar dari rakyat setempat. Di tengah berkecamuknya perang, Belanda menduduki kantor-kantor pemerintahan yang penting.

Di sektor pendidikan, Belanda juga mencoba menghidupkan lagi perguruan tinggi yang ditinggal mengungsi oleh otoritas yang sah yaitu Pemerintah Republik Indonesia. Pada bulan Januari 1946, beberapa saat setelah Ibukota Republik Indonesia pindah ke Yogyakarta, Belanda mendirikan De Nood-universiteit, atau universitas darurat. Disebut sebagai universitas darurat karena didirikan pada saat kondisi chaos yang disebabkan oleh peperangan.[9] Universitas darurat ini memiliki lima fakultas dengan tempat kedudukan yang terpisah, yaitu fakultas kedokteran, fakultas hukum, fakultas sastra dan filsafat berkedudukan di Jakarta, fakultas pertanian berkedudukan di Bogor, dan fakultas teknik berkedudukan di Bandung menempati bekas Technische Hogeschool.

Pada saat yang bersamaan Pemerintah Republik Indonesia Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta juga menghidupkan kembali perguruan tinggi dengan mendirikan Universitas Gadjah Mada pada tahun 1946 yang pada awalnya dikelola oleh sebuah yayasan yang diselenggarakan oleh beberapa tokoh pendidikan.[10] Sultan Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono IX menyediakan bagian depan istananya (pagelaran) sebagai tempat perkuliahan. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, ketika kuasaan Belanda di wilayah-wilayah pendudukan di Jawa semakin mantap, mereka juga mencoba memantapkan posisi mereka di bidang pendidikan tinggi. Pada bulan Maret 1947 De Nood-universiteit diubah namanya menjadi Universiteit van Indonesia. Pada tahun yang bersamaan kekuasaan Belanda di Indonesia juga semakin kuat dengan dukungan militer yang kuat pula. Dengan sangat percaya diri pada tanggal 20 Juli 1947 tengah malam pihak Belanda melancarkan Agresi Militer Pertama. Dengan gerak cepat pasukan-pasukan bergerak dari Jakarta dan Bandung menduduki Jawa Barat, dan dari Surabaya untuk menduduki Madura dan Ujung Timur. Peristiwa ini kemudian memaksa Indonesia dan Belanda untuk menuju ke meja perundingan yang menghasilkan Perjanjian Renville pada bulan Januari 1948. Perjanjian ini mengakui suatu gencatan senjata di sepanjang apa yang disebut sebagai “garis van Mook”, suatu garis buatan yang menghubungkan titik-titik terdepan pihak Belanda. Garis imajiner tersebut secara politis telah membelah-belah Indonesia khususnya Jawa menjadi dua bagian antara wilayah yang dikuasai oleh Republik Indonesia dengan wilayah yang dikuasai oleh Belanda.

(7)

1948 di Surabaya dibuka Faculteit der Geneeskunde (Fakultas Kedokteran) dengan

memanfaatkan peralatan dan gedung yang pada masa kolonial ditempati oleh NIAS. Di tempat yang sama Belanda juga membuka Tandheelkundig Instituut (Lembaga Kedokteran Gigi). Fakultas Kedokteran yang berkedudukan di Surabaya pada awalnya dipimpin oleh Prof. Dr. A.B. Droogleever Fortuyn. Pada tanggal 8 Oktober 1948 di Makassar dibuka Faculteit der

Economische Wetenschap (Fakultas Ekonomi).[11] Pendirian beberapa fakultas di kota yang berbeda, secara politis menjadi simbol bahwa pada waktu itu kekuasaan Belanda di daerah-daerah pendudukan cukup kuat.

Pada saat yang hampir bersamaan perguruan tinggi yang berada di wilayah Republik Indonesia yaitu Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta juga melakukan bebagai konsolidasi agar

perguruan tinggi pertama di wilayah Republik Indonesia tersebut berkembang dengan baik. Beberapa fakultas yang tersebar di beberapa daerah republik seperti Yogyakarta, Klaten, dan Solo dilebur menjadi satu. Pada tanggal 19 Desember 1949 secara resmi berdirilah Universitas Gadjah Mada yang berada dalam naungan Negara Republik Indonesia dan berkedudukan di Yogyakarta. Universitas ini menjadi universitas negeri pertama yang berada di wilayah Republik Indonesia pada saat wilayah Indonesia terpecah-belah secara politis dan tergabung dalam

Republik Indonesia Serikat (RIS) yang merupakan hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag.

Pendirian Universitas Gadjah Mada sebagai sebuah institusi yang utuh tidak bisa dilepaskan dengan Konferensi Perguruan Tinggi yang diselenggarakan di kota Yogyakarta yang

berlangsung pada 25 April sampai 1 mei 1947. Konferensi tersebut menghasilkan sebuah

kesimpulan bahwa salah satu masalah yang menghalangi kemajuan perguruan tinggi ialah karena perguruan tinggi yang telah ada pada waktu itu tidak bernaung di bawah satu kementrian. Ada yang masuk Kementrian kesehatan, Kementrian Pengajaran, Kementrian Kemakmuran, dan ada yang berada di bawah pengelolaan swasta. Konferensi menyarankan kepada pemerintah agar perguruan tinggi yang terpisah-pisah tersebut disatukan. Hasilnya adalah Universitas Gadjah Mada yang dikelola oleh Kementrian Pengajaran.

Sejarah perguruan-perguruan tinggi di Indonesia mengalami perubahan yang signifikan dengan berakhirnya pendudukan Belanda di Indonesia dengan disepakatinya Konferensi Meja Bundar (KMB) pada bulan Nopember 1949. Tanggal 19 Desember 1949 Universitas Gadjah Mada lahir. Pada tanggal 27 Desember 1949 negeri Belanda secara resmi menyerahkan kedaulatan atas Indonesia kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). Dengan penyerahan kedaulatan itu maka Universiteit van Indonesia yang semula dibawah penguasaan pemerintah pendudukan Belanda kemudian menjadi universitas milik Republik Indonesia Serikat dengan fakultas-fakultasnya yang tersebar di negara-negara federal, antara lain di ibukota RIS Jakarta, di Negara Indonesia Timur/Makassar (Fakultas Ekonomi), dan di Negara Jawa Timur/Surabaya (Fakultas Kedokteran dan Lembaga Kedokteran Gigi).

(8)

Indonesia menjadi terpisah-pisah di wilayah Republik dan di wilayah federal. Perguruan tinggi di wilayah Republik dikelola oleh bangsa Indonesia yang hampir semua staf pengajarnya adalah orang-orang Indonesia (Bumiputera) serta dengan fasilitas yang sangat terbatas, sedangkan perguruan tinggi yang berada di wilayah federal dikelola oleh Belanda dengan staf pengajar yang hampir semuanya orang-orang Belanda yang cakap. Mereka juga sudah menempati gedung-gedung yang megah peninggalan masa kolonial. Keterpisahan pengelolaan perguruan tinggi tentu saja sangat berpengaruh terhadap pola pikir mahasiswa yang belajar di dua wilayah yang berbeda secara politis tersebut. Mahasiswa yang belajar di Universitas Gadjah Mada yang terletak di wilayah republik di Yogyakarta pada umumnya amat bangga. Kebanggaan itu lahir karena mereka belajar diwilayah “sendiri” Republik Indonesia dan di wilayah perjuangan. Mereka mengidentifikasi dirinya sebagai republiken, orang/mahasiswa republik.

Kuatnya sentimen pro-Republik telah mendorong bubarnya negara-negara federal. Sebagian besar rakyat di negara-negara federal buatan Belanda menghendaki agar kembali ke negara kesatuan Republik Indonesia. Keinginan itu akhirnya terwujud pada tanggal 17 Agustus 1950. Republik Indonesia Serikat, dengan Republik Indonesia sebagai unsur di dalamnya, serta negara-negara Sumatera Timur dan Negara Indonesia Timur digantikan oleh suatu Republik Indonesia yang baru, yang memiliki konstitusi kesatuan.

Penyerahan kedaulatan dan terbentuknya kembali negara kesatuan Republik Indonesia telah mendorong terjadinya perubahan formasi dan konstelasi perguruan tinggi di Indonesia. Universitas Gadjah Mada yang merupakan universitas milik Republik Indonesia semakin memantapkan posisinya menjadi universitas nasional. Sementara itu Universiteit van Indonesia yang dilahirkan dan dikelola oleh Belanda berubah nama menjadi Universitet Indonesia. Perubahan nama itu merupakan bagian dari proses Indonesianisasi pendidikan tinggi di

Indonesia. Periode awal kemerdekaan ditandai dengan bangkitnya rasa nasionalisme yang sangat tinggi yang diikuti dengan sentiman anti Belanda yang kuat. Timbulnya perasaan semacam itu diikuti dengan penjungkirbalikan simbol-simbol kolonialisme yang bisa membangkitkan romantisme masa kolonial yang menyengsarakan. Akibatnya simbol-simbol yang berbau kolonial dihancurkan dan diganti dengan simbol-simbol ke-Indonesiaan. Istilah-istilah Belanda diganti dengan istilah-istilah Indonesia, maka wajar jika nama Universiteit van Indonesia diganti menjadi Universitet Indonesia dan kemudian diubah menjadi Universitas Indonesia. Pengelolaan universitas tersebut juga berpindah tangan ke Pemerintah Republik Indonesia. Sampai lahirnya Universitas Airlangga pada tahun 1954, Indonesia pada waktu itu hanya memiliki dua perguruan tinggi negeri yaitu Universitas Gadjah Mada dan Universitet Indonesia.

Indonesia terlahir sebagai sebuah negara kepulauan yang wilayahnya amat luas dan terbagi-bagi secara adminsitratif yang bertumpang tindih dengan suku-suku. Sentimen antar daerah dan suku amat tinggi walaupun konsepsi dasanya adalah negara kesatuan. Oleh karena itu sistem

pendidikan harus didasarkan pada keadilan secara merata atas wilayah-wilayah administratif, jika pembagian secara kesukuan tidak memungkinkan karena banyaknya suku bangsa di

(9)

Perluasan universitas-universitas di Indonesia direalisasikan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 23 tanggal 1 September 1956 yang menetapkan berdirinya Universitas

Hasanuddin di Makassar, Peraturan pemerintah No. 24 tahun 1956 yang menetapkan berdirinya Universitas Andalas di Bukittinggi, Peraturan Pemerintah No. 37 tanggal 1 September 1957 yang menetapkan berdirinya Universitas Padjadjaran, serta Peraturan Pemerintah No. 48 tanggal 1 September 1957 yang menetapkan berdirinya Universitas Sumatera Utara di Medan. Selama periode 1950-an jumlah PTN yang didirikan berjumlah 12 buah. Pada periode ini perintisan pendidikan tinggi khusus untuk mencetak tenaga guru juga mulai dilakukan. Pada periode ini IKIP Bandung berdiri. Pada saat yang sama IKIP Malang dan IKIP Padang juga didirikan. Pada awalnya pendidikan tinggi khusus untuk mencetak tenaga guru tersebut masih merupakan bagian dari universitas, sebagai fakultas ilmu pendidikan. IKIP Malang merupakan bagian dari

Universitas Airlangga Surabaya.

Pada periode ini bangsa Indonesia telah mengukuhkan bahwa universitas yang sudah tersebar di banyak kota besar merupakan bagian dari jati diri bangsa yang telah merdeka. Oleh karena itu ketika sentimen anti Belanda yang menguat pada akhir tahun 1950-an akibat diabaikannya hasil Konferensi Meja Bundar mengenai status Irian Barat, hal itu juga merembet ke universitas-universitas. Bahasa Belanda yang pada waktu itu masih diajarkan di beberapa fakultas di

perguruan tinggi sempat dihentikan. Di Surabaya buku-buku referensi berbahasa Belanda sempat dikumpulkan dan akan dibakar, namun hal tersebut bisa dicegah. Beberapa universitas yang pada waktu itu masih memanfaatkan tenaga pengajar berkebangsaan Belanda bahkan sempat

memulangkan dosen yang bersangkutan ke negerinya. Situasi ini menggambarkan bahwa

perguruan tinggi pada saat-saat tertentu rentan terhadap intervensi politik. Hal ini tercermin pula pada masa Demokrasi Terpimpin, dimana perguruan tinggi juga terlibat secara aktif dalam proses penyebaran gagasan pribadi presiden yang dilembagakan oleh negara.

Peran penting perguruan tinggi pada awal kemerdekaan selain menjadi simbol persatuan bangsa juga menjadi penghubung antara rakyat dengan pemerintah. Perguruan tinggi secara aktif terlibat dalam usaha-usaha untuk mengentaskan kondisi rakyat yang porak-poranda akibat perang yang berkepanjangan. Pada tahun 1951 ketika pemerintah menghadapi desakan karena kekurangan tenaga guru SMA di luar Jawa, perguruan tinggi di Jawa secara serentak membentuk proyek Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM). Selama kurang lebih sepuluh tahun program ini telah mengirim tidak kurang dari 1.600 mahasiswa dari universitas-universitas di Jawa ke daerah-daerah di luar Jawa. Mereka ditempatkan di sekitar 160 SMA yang tersebar di 91 kota di luar Jawa. Keterlibatan secara intensif perguruan tinggi ke dalam dinamika masyarakat telah mengukuhkan lembaga tersebut bukan sebagai menara gading. Perguruan tinggi adalah bagian dari masyarakat, maka apapun yang menjadi keinginan sudah sewajarnyalah dikawal oleh perguruan tinggi.

(10)

tersebut, setiap perubahan besar di Indonesia sekurang-kurangnya melibatkan civitas academica, terutama sejak pendidikan tinggi mulai eksis. Maka tidak mengherankan jika goncangan politik yang terjadi pada pertengahan tahun 1960-an juga melibatkan perguruan tinggi.

Berbagai ketidakberesan penyelenggaraan negara telah mendorong mahasiswa untuk terlibat dalam pengoreksian secara total atas sistem yang berlaku. Organisas-organisasi mahasiswa baik organisasi ekstra maupun intra kampus bekerja sama dengan elemen masyarakat lain bahu-membahu melakukan pengkajian secara kritis, baik secara akademis maupun secara praktis dengan cara turun ke jalan. Hasilnya adalah sebuah perubahan politik mendasar pada tahun 1966 yang berjalan atas dorongan civitas academika di seluruh Indonesia. Pada saat goncangan politik melanda Indonesia, aspek pendidikan tetap merupakan prioritas pemerintah. Pada periode 1960-an perguru1960-an tinggi y1960-ang dikelola oleh pemerintah didirik1960-an di m1960-ana-m1960-ana. Jumlahnya mencapai 29 buah. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terdidik yang dari hari ke hari semakin meningkat. Hal ini menandakan bahwa kemampuan bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan pembangunan negara semakin memadai setelah beberapa tahun sebelumnya dilanda peperangan besar.

Perubahan paradigma penyelenggaraan negara mengiringi perubahan politik yang drastis. Indonesia memasuki sebuah periode yang kemudian populer sebagai periode Orde Baru.

Indonesia yang pada periode sebelumnya terkesan mengurung diri dan anti terhadap modal asing secara berlahan-lahan membuka diri. Salah satu kebijakan ekonomi yang penting adalah

membuka diri atas modal asing. Modal asing adalah elemen yang amat penting untuk

menjalankan roda pembangunan. Kata “pembangunan” berkembang menjadi kata yang elitis dan digunakan oleh penguasa baru sebagai alat untuk merancang program apa saja yang mereka kehendaki. Perguruan tinggi sebisa mungkin juga diarahkan sebagai bagian dari paradigma baru tersebut. Masalah modal asing dan masalah pembangunan disikapi secara berbeda-beda oleh civitas academika. Sebagian mahasiswa bahwa curiga bahwa kebijakan untuk membuka masuknya modal asing secara tidak terkendali merupakan upaya menjual bangsa secara terselubung. Gerakan anti modal Jepang yang didengungkan oleh mahasiswa pada awal tahun 1970-an berubah menjadi malapetaka yang hampir saja menghanguskan ibukota negara pada tanggal 15 Januari 1974. Peristiwa tersebut harus dipahami sebagai bagian dari sikap kritis civitas academica untuk melakukan berbagai ketidakberesan yang melanda bangsa. Pada periode ini perguruan tinggi sering dijadikan alat oleh perorangan atau kelompok tertentu untuk

memuluskan keinginan politik mereka. Dalam beberapa hal, kondisi ini sering merugikan perguruan tinggi. Mahasiswa sering menjadi korban ambisi orang tertentu. Hal ini tentu saja menjadi kontraproduktif.

Terlepas dari segala kekurangan yang terjadi, pada era Orde Baru perguruan tinggi di Indonesia mengalami perkembangan yang amat pesat. Pendidikan tinggi memainkan peranan yang penting untuk mengisi setiap elemen negara. Pada periode ini pendidikan tinggi dilembagakan dalam satu direktorat jenderal tersendiri, yaitu Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pelembagaan pendidikan tinggi dalam lingkup keorganisasian tersendiri pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan terkandung maksud agar koordinasi antar perguruan tinggi lebih tertata.

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel pengungkapan diri memiliki ko 1 relasi positif dan signifikan dengan secure attachment style maupun dukungan

Hal ini disebabkan karena terjadi pertumbuhan gulma baru (new-growth) pada petak herbisida isopropilamina glifosat. Bobot Kering Gulma Golongan Teki. Sementara pada

Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah TA APBN 2012 mengumumkan Hasil Kualifikasi Pekerjaan tersebut, adalah sebagai berikut :.. Demikian

Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data mengenai data Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Penerimaan Pinjaman Daerah, dan

backorder dengan permintaan probabilistic meliputi tahap pengumpulan data (data permintaan dan bahan baku, data daerah asal supplier dan lead time, data onkos pesan,

Pupuk kompos yang tidak sesuai dengan beberapa SNI, yaitu Petrokimia Gresik bahan organik tidak memenuhi standar; Good Compost Trubus mempunyai bahan organik dan kadar air yang

Alur kerja pada proses ini ketika actor sudah melakukan login, actor memilih submenu data pegawai yang ada di menu master data, lalu sistem akan menampilkan form data

[r]