• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SUHU HEATER PADA MESIN TEKSTUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH SUHU HEATER PADA MESIN TEKSTUR"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SUHU HEATER PADA MESIN TEKSTUR MITSUBISHI TIPE ST5-10

TERHADAP DAYA SERAP WARNA DAN CRIMP BENANG TEKSTUR Td 175/60

Ikeu Mustika1 , Tina Martina2 dan Atin Sumihartati3

1. Mahasiwa Teknik Tekstil, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung, 40272, Indonesia

2. dan 3. Dosen Teknik Tekstil, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung, 40272, Indonesia E-mail: martina12sttt@gmail.com, fh_atin@yahoo.co.id

ABSTRAK

Pada dasarnya proses texturizing dilakukan untuk mendapatkan efek crimp pada filamen atau contraction, yaitu mengkeret benang tekstur yang disebabkan oleh struktur crimp nya. Daya serap warna dan crimp sangat berpengaruh terhadap suhu heater yang digunakan. Heater adalah suatu alat yang dapat memperlakukan panas antara 180°C - 250°C pada benang untuk memperoleh efek tertentu pada permukaan sifat benang. Perbedaan suhu heater pada pembuatan benang tekstur akan berpengaruh pada kualitas benang yang dihasilkan. Uji statistik menunjukan daya serap warna dipengaruhi oleh suhu heater pada saat proses texturizing. Semakin tinggi suhu heater maka semakin besar ketuaan warna K/S yang dihasilkan. Suhu heater yang rendah menyebabkan crimp contraction yang terbentuk akan menurun, karena pemantapan panas yang rendah akan menyebabkan benang kurang bulky, dan pembentukan crimp contraction susah untuk dilakukan. Sebaliknya apabila suhu heater tinggi, maka crimp contraction benang tekstur yang terbentuk akan tinggi karena benang dalam keadaan bulky sehingga mudah dilakukannya pembentukan crimp. Serat poliester CD akan mudah dibentuk apabila dipanaskan diatas temperatur transisi gelasnya. Nilai crimp contraction yang mendekati crimp dari standar perusahaan adalah 39,27% sehingga suhu heater yang paling sesuai yaitu menggunakan suhu 210°C.

Kata kunci: heater, crimp, serap

ABSTRACT

Basically, texturizing process is done to get the crimp effect on filament or contraction, the textured yarn shrink due to the crimp structure. Color absorption and crimp are very influential on the heater temperature that is used. Heater is a device that can be heat treated between 180°C - 250°C on a thread to obtain a certain effect on the surface properties of the thread. The difference of heater temperature on creating textured yarn will affect the quality of the yarn produced.The statistical tests show that color absorption is influenced by the heater temperature during texturizing process. The higher the temperature of the heater, the greater color decay K / S is generated. Low temperatures will cause the forming of crimp contraction to decrease The low thermal stabilization will cause less bulky yarns, therefore the forming of crimp contraction is hard to do. On the contrary, if the heater temperature is high, then crimp contraction of textured yarn that formed will be high because the yarn is in a bulky condition. So it is easily to form crimp. CD polyester fibers will be easily shaped when heated above the glass transition temperature. The near crimp contraction value from the company standard crimp is 39.27%, so the most appropriate heater temperature used is 210 ° C.

Keywords: Heater, Crimp, Absorption

1. PENDAHULUAN

(2)

Pengamatan benang tekstur ini menggunakan metode false twist (antihan palsu) yaitu benang filamen dibuat dengan cara pemberian antihan tinggi, pemantapan panas dan pembukaan kembali antihan yang diproses secara bertahap atau kontinu. Metode false twist cukup handal dalam aplikasi teknologi serta mempunyai efisiensi yang cukup baik antara 90% - 98%. Ada empat faktor yang berpengaruh dalam metode false twist

yang lebih dikenal dengan istilah 4T, yaitu Temperature (suhu), Tension (tegangan), Twist (antihan), dan

Time (waktu).

Pada dasarnya proses texturizing dilakukan untuk mendapatkan efek crimp pada filamen yang biasa dinyatakan dengan contraction, yaitu mengkeret benang tekstur yang disebabkan oleh struktur crimpnya. Daya serap warna dan crimp sangat berpengaruh terhadap suhu heater yang digunakan. Heater adalah suatu alat yang dapat memperlakukan panas antara 180°C - 250°C pada benang untuk memperoleh efek tertentu pada permukaan sifat benang. Perbedaan suhu heater pada pembuatan benang tekstur akan berpengaruh pada kualitas benang yang dihasilkan. Pada penelitian ini dilakukan percobaan dengan 3 suhu yeng berbeda yaitu :200°C, 210°C dan 220°C untuk menentukan pada suhu berapa diperoleh nilai % daya serap warna medium, yaitu tingkat daya serap warna yang menjadi standar di industri.

Masalah yang diidentifikasi pada percobaan ini adalah bagaimana pengaruh suhu heater terhadap daya serap warna dan crimp benang tekstur. Daya serap warna sangat penting karena akan merugikan perusahaan apabila % daya serap warna yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan, begitu juga dengan crimp, apabila % crimp berbeda dengan standar maka akan mengakibatkan pegangan tidak sesuai dengan yang diinginkan dan akan mengganggu proses pertenunan.

Maksud dari pengamatan ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan suhu heater yang berbeda pada mesin tekstur Mitsubishi tipe ST5-10 terhadap daya serap warna dan crimp pada benang tekstur. Adapun tujuannya untuk menentukan standar suhu heater yang digunakan agar dihasilkan benang tekstur dengan daya serap warna dan crimp benang yang sesuai dengan standar di Departemen Texturizing PT TTI.

Suhu heater rendah akan menghasilkan crimp yang rendah, dan benang kurang masak menyebabkan tingkat kekompakan benang filamen belum cukup stabil sehingga pembentukan crimp susah untuk dilakukan. Sebaliknya apabila suhu heater tinggi, maka crimp benang tekstur yang terbentuk akan tinggi karena benang dalam keadaan masak sehingga mudah dalam pembentukan crimp.

Pengaruh lain dari suhu heater adalah daya serap benang terhadap zat warna (dyeaffinity). Pemantapan panas pada setiap suhu yang berbeda akan menghasilkan perubahan struktur serat yang berbeda, sehingga mempengaruhi kemampuan penyerapan serat terhadap warna. Daya serap warna akan semakin besar apabila suhu yang digunakan semakin tinggi.

Penyetelan suhu heater diatas suhu 160°C menyebabkan penyerapan serat poliester terhadap zat warna meningkat. Hal ini karena pada suhu tersebut ikatan antar rantai molekul berelaksasi saling melepaskan ikatannya dan selanjutnya akan putus dan meleleh. Akibatnya terbentuk struktur serat yang lebih terbuka, maka ruang antar molekul serat menjadi lebih luas. Keadaan ini memudahkan molekul zat warna masuk kedalam serat. Dengan menggunakan suhu heater yang tepat, maka dihasilkan daya serap warna dan crimp

benang yang sesuai dengan mutu standar pabrik.

1.1. Tinjauan terhadap Benang Tekstur

Tekstur menurut terminologi berasal dari bahasa latin “textura” yang berarti struktur intern suatu bahan atau zat. Beberapa ahli berpendapat bahwa istilah ‘structurizing” dianggap lebih tepat, karena proses mekanik atau kimia dapat mengubah struktur permukaan yang licin dari serat buatan yang termoplastik.

(3)

Gambar 1. Jenis Struktur Benang Tekstur

1.2.Pengaruh Temperatur (Suhu) terhadap Crimp Contraction

Temperatur (suhu) merupakan salah satu faktor penentu yang harus diperhatikan, mengingat peranannya dalam menentukan mutu benang tekstur yang terdiri dari crimp, daya serap warna, kekuatan, mulur, Denier dan hairness. Suhu heater rendah, maka crimp contraction yang terbentuk akan menurun, menyebabkan benang kurang masak, sehingga pembentukan crimp contraction susah dilakukan. Sebaliknya apabila suhu heater tinggi, maka crimp contraction benang tekstur yang terbentuk akan tinggi, sehingga mudah dilakukan pembentukan crimp. Serat poliester CD akan mudah dibentuk bila dipanaskan di atas temperatur transisi gelasnya. Grafik hubungan crimp contraction terhadap suhu heater seperti pada Gambar 2.

(4)

1.3. Pengaruh Temperatur (Suhu) terhadap Daya Serap Warna

Penyetelan suhu yang berbeda akan menghasilkan perubahan struktur serat yang berbeda, sehingga mempengaruhi penyerapan serat terhadap zat warna. Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya mengenai pengaruh pemantapan panas pada serat poliester dan Cationic Dyeable Polyester

(CDP) terhadap penyerapan zat warna dikemukan bahwa penyetelan suhu heater pada suhu 100oC –

160oC menyebabkan serat penyerapan zat warnanya semakin menurun, dan naiknya suhu heater lebih dari

160oC maka penyerapannya meningkat kembali berlanjut sampai suhu 220oC.

Menurunnya penyerapan zat warna pada suhu 100oC – 160oC karena terjadi perubahan struktur serat

polester dan CDP dari struktur serat dengan ukuran kristalit yang besar dalam jumlah kecil yang lebih stabil sehingga meningkatkan derajat kristalinitas. Akibat struktur serat dan susunan antar molekul serat poliester dan CDP menjadi lebih rapat dan kristalin yang menyebabkan penyerapan terhadap zat warna menurun.

Penyetelan suhu heater diatas suhu 160 oC menyebabkan penyerapan serat poliester dan CDP terhadap zat

warna meningkat. Hal ini karena pada suhu tersebut ikatan antar rantai molekul bereleksasi saling melepaskan ikatannya dan selanjutnya akan putus dan meleleh. Akibatnya terbentuk struktur serat lebih terbuka maka ruang antar molukel serat menjadi lebih luas. Keadaan tersebut memudahkan molekul zat warna masuk ke dalam serat.

Grafik hubungan daya serap warna terhadap suhu heater dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengaruh Daya Serap Warna Terhadap Suhu Heater

2. METODA PENELITIAN

2.1. Bahan dan Metoda

Bahan baku yang digunakan dalam pengamatan ini adalah benang poliester campuran FOY SD 100 – 36 NT Lot Tifico dan F CD WS 75/1 – 24 NT Lot CD1 – 03 yang telah diuji nomornya. Tujuan pengamatan bahan baku ini adalah untuk menguji kelayakan bahan baku sehingga hasil pengamatan tidak dipengaruhi benang yang masuk. Bahan baku yang digunakan berjumlah 2 cheese untuk masing-masing percobaan. Sedangkan mesin yang digunakan dalam pembuatan benang tekstur SR1-10 adalah mesin tekstur false

twist Mitsubishi tipe ST5-10, tahun pembuatan 1980 dengan RPM mesin 1460, Yarn speed 77 m/menit

(5)

Pelaksanaan pengamatan dilakukan dengan tiga macam kondisi perlakuan suhu heater yang berbeda yaitu 200°C, 210°C dan 220°C. Pengamatan dilakukan mulai dari proses penyuapan hingga doffing per satu jam proses produksi, baik terhadap kelancaran proses maupun jalannya benang. Jumlah contoh uji yang diambil untuk pengujian adalah 2 cheese benang. Setelah doffing, hasil benangnya diambil dan dikondisikan di ruang pengujian, kemudian dilakukan pengujian terhadap daya serap warna dan crimp.

2.2.Prinsip Pengujian

Pengujian ketuaan warna kain (K/S) dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu perendaman pada proses

dyeing test kain rajut terhadap ketuaan warna benang tekstur. Cara pengujian dilakukan berdasarkan petunjuk penggunaan alat spektrofotometer. Prinsip pengujian ketuaan warna yaitu pengukuran nilai reflektansi (%R) zat warna yang terserap pada kain dengan menggunakan alat pengukur warna spektrofotometer CM 3600d dari panjang gelombang 400 – 700 nm dengan selang panjang gelombang 20 nm, sehingga dapat ditentukan panjang gelombang maksimum dengan nilai %R terkecil. Nilai reflektansi (%R) yang diperoleh dikonversikan menjadi nilai ketuaan warna (K/S) dengan menggunakan rumus :

Keterangan rumus : K = koefisien penyerapan cahaya S = koefisien penghamburan cahaya R = % reflektansi (cahaya yang dipantulkan)

Nilai yang didapatkan masih merupakan harga K/S kain berwarna, untuk menentukan nilai penyerapan zat warna dihitung menggunakan rumus :

Perbedaan harga K/S menunjukkan perbedaan ketuaan warna pada masing-masing kain contoh uji untuk jenis warna yang sama. Semakin besar nilai K/S kain yang diuji maka warna kain tersebut semakin tua yang berarti bahwa konsentrasi zat warnanya semakin besar. Pengujian lain yang dilakukan adalah pengujian

crimp (SNI 08-0619-1989) dengan tujuan untuk mengetahui konstraksi crimp dari benang tekstur, dengan ilustrasi pembebanan pada benang filamen tekstur saat pengujian dilakukan, seperti pada Gambar 4.

(6)

2.3. Pengolahan Data

Untuk mengetahui adanya pengaruh perubahan variabel terhadap hasil pengujian, maka digunakan uji analisis varians satu arah, agar diketahui apakah keadaan harga rata-rata dari hasil pengujian sama atau berbeda. Selanjutnya dibuat analisis untuk mengambil kesimpulan, yaitu :

Ho : Semua harga rata-rata sama atau tidak ada pengaruh perlakuan (variasi penyetelan suhu heater ) terhadap daya serap warna benang tekstur.

H1 : Sekurang-kurangnya ada satu harga rata-rata tidak sama atau ada pengaruh perlakuan (variasi penyetelan suhu heater) terhadap daya serap warna benang tekstur.

Kriteria pengujiannya adalah terima H0 jika jika F hitung < F tabel dan tolak H1 jika F hitung > F tabel . Taraf

signifikasi yang digunakan sebagai dasar penolakan atau penerimaan keputusan adalah taraf α = 0,05. Selain itu dilakukan uji rentang Newman Keuls untuk mengetahui perbandingan antara perlakuan agar diperoleh nilai rata-rata mana yang sama dan yang berbeda dengan taraf signifikasi α = 0,05.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Data Hasil Pengujian

Data hasil pengujian ketuaan warna (K/S) dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1. Data Hasil Pengujian Ketuaan Warna

Uji N Suhu Heater

200°C 210°C 220°C

Daya Serap Zat Warna

1 0,3748 0,4550 0,4605

2 0,3860 0,4712 0,4738

3 0,3984 0,4355 0,4532

4 0,4052 0,4629 0,4827

5 0,3852 0,4329 0,5057

1,9495 2,2570 2,3759

x

0,3899 0,4515 0,4752

SD

0,0119 0,0168 0,0205

CV (%)

3,0642 3,7275 4,3165

Error (%)

(7)

Tabel 2. Data Anava Variasi Penyetelan Suhu Heater Terhadap Daya Serap Warna

Berdasarkan analisis data variasi penyetelan suhu heater terhadap daya serap warna seperti tercantum pada tabel diatas, maka dapat diperoleh bahwa F hitung =30,30 > F tabel =3,88 (H0 ditolak). Dengan

demikian terdapat pengaruh variasi penyetelan suhu heater terhadap daya serap warna benang tekstur variasi.

Tabel 3. Hasil Uji Rentang Newman Keuls

Perbandingan Nilai

Suhu 220oC lawan suhu 200oC : 0,0853 > 0,014476 Berbeda

Suhu 220oC lawan suhu 210oC : 0,0237 > 0,014476 Berbeda

Suhu 210oC lawan suhu 200oC : 0,0616 > 0,014476 Berbeda

Berdasarkan hasil uji rentang newman keuls diatas, daya serap warna yang terjadi pada setiap variasi penyetelan suhu heater menghasilkan nilai daya serap warna yang cenderung berbeda atau dengan kata lain variasi penyetelan suhu heater akan mengakibatkan perubahan pada nilai daya serap warna.

Data hasil pengujian kontraksi crimp (crimp contraction) dapat dilihat pada Tabel 3.4 dibawah ini.

Tabel 4. Data Hasil Pengujian Kontraksi Crimp

Uji Nilai Suhu Heater

(8)

terjadi perubahan struktur kristalin yang lebih besar. Keadaan tersebut memudahkan molekul zat warna masuk kedalam serat.

Berdasarkan uji statistik analisis varians satu arah dan uji rentang Newman keuls pada Tabel 3.1, menunjukan bahwa daya serap warna sangat dipengaruhi oleh suhu heater pada saat proses texturizing.

Semakin tinggi suhu heater maka semakin besar ketuaan warna K/S yang dihasilkan. Pengaruh suhu heater

terhadap ketuaan warna K/S dapat dilihat pada Gambar 5 dibawah ini.

Gambar 5. Hubungan Suhu Heater dan Ketuaan Warna K/S

Dilihat dari gambar diatas dapat diketahui bahwa daya serap warna yang sesuai dengan standar perusahaan yaitu yang memiliki ketuaan warna (K/S) medium adalah 0,4515 sehingga suhu heater yang paling cocok menggunakan suhu 210°C.

b. Crimp Contraction

Berdasarkan pengolahan data, menunjukan bahwa penyetelan suhu heater pada saat proses texturizing

sangat berpengaruh pada benang. Menurut teori dasar, apabila suhu heater rendah makan crimp contraction yang terbentuk akan menurun, karena pemantapan panas yang rendah akan menyebabkan benang kurang bulky, dan pembentukan crimp contraction susah untuk dilakukan. Sebaliknya apabila suhu

heater tinggi, maka crimp contraction benang tekstur yang terbentuk akan tinggi karena benang dalam keadaan bulky sehingga mudah dilakukannya pembentukan crimp. Serat poliester CD akan mudah dibentuk apabila dipanaskan diatas temperatur transisi gelasnya. Pengaruh suhu heater terhadap crimp contraction

dapat dilihat pada Gambar 6. dibawah ini.

Gambar 6. Hubungan Suhu Heater dan Crimp Contraction

(9)

Dilihat dari gambar diatas dapat diketahui bahwa nilai crimp contraction yang mendekati crimp dari standar perusahaan (39 ± 2)% adalah 39,27% sehingga suhu heater yang paling cocok yaitu menggunakan suhu 210°C.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan dan pengolahan data mengenai perbedaan suhu heater terhadap mutu benang tekstur poliester campuran FOY SD 100 – 36 NT Lot Tifico dan F CD WS 75/1 – 24 NT Lot CD1 – 03, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Suhu heater yang berbeda akan menyebabkan daya serap warna yang berbeda dan crimpcontraction

yang berbeda.

2. Semakin tinggi suhu heater, maka semakin besar daya serap warna dan semakin besar juga crimp contraction yang dihasilkan dari benang tekstur.

3. Dari hasil pengamatan dan pengujian yang telah dilakukan pada mesin tekstur Mitsubishi tipe ST5-10, dengan menggunakan suhu 200°C, suhu 210°C, dan suhu 220°C, bahwa suhu heater yang paling tepat untuk mendapatkan daya serap warna dan crimpcontraction benang tekstur yang sesuai dengan standar perusahaan adalah pada suhu 210°C, karena pada kondisi tersebut diperoleh hasil pengujian ketuaan warna (K/S) medium dengan hasil rata-rata 0,4515 dan crimp contraction sebesar 39,27%.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Asmanto Subagyo (2007), Model Simulasi Proses Benang Tekstur dengan Sistem False Twist, Universitas Islam Yogyakarta.

[2] EB. Grover and DS.Hamby, Hand Book of Textile Testing and Quality Control.

[3] Jumaeri (1977), Pengetahuan barang Tekstil, Institut Teknologi Tekstil, Bandung.

[4] Pal, S.K., Y.C.Mehta and R.S. Gandhi (1989), Effect of Heater on Tensile and Dye Sorption Characteristics if Anionic

Modified PET – a Caomparison with Normal PET, Textile Research Journal, Desember.

[5] Poltak Situmorang (1985), Suatu Studi Tentang Sebab-Sebab Timbulnya Perbedaan Daya Serap Zat Warna Benang Tekstur Poliester Pada Proses Friction Disc False Twist Draw Texturing Ditinjau dari Bahan Baku POY,

Bunga Rampai Paper, Institut Teknologi Tekstil, Bandung. [6] Soeprijono (1974), Serat-Serat Tekstil, Institut Teknologi Tekstil, Bandung.

[7]_______________, Manual Book of Texturizing Process Machine ST5, Jepang, 1980

[8]_______________, SNI 08-0619-1989, Cara Pengujian Crimp Benang Tekstur, Badan Standarisasi Nasional, 1998. [9]_______________, SNI 08-4657-1988, Cara Pengukuran Ketuaan Warna pada Bahan Tekstil, Badan Standarisasi

Nasional, 1998.

Gambar

Gambar  2.  Grafik Hubungan Crimp Contraction terhadap Suhu Heater
Grafik hubungan daya serap warna terhadap suhu heater dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 4.  Cara Pengujian Crimp Benang Tekstur (Uji Kering)
Tabel 1. Data Hasil Pengujian Ketuaan Warna
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tugas Akhir berjudul “Pengaruh Pemasangan Alat Penghemat Bahan Bakar Dengan Sistem Magnet Dan Electric Heater Pada Saluran Bahan Bakar Terhadap Prestasi Mesin

Pemantauan sistem kendali suhu pada stirred tank heater ini dirancang menggunakan Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA) yang berfungsi memantau jalannya

Pada tugas akhir ini, dirancang suatu sistem pengendalian suhu cairan pada water heater deangan menggunakan ATmega 8535 sebagai kontroler dan IMC One degree of

Data hasil uji F penilaian organoleptik variabel pengamatan tekstur, warna, aroma dan rasa pada perlakuan penyimpanan pati sagu menggunakan suhu yang berbeda

metode penggunaan Pemanas air (water heater) yang digunakan pada saat ini masih menggunakan indera perasa untuk mengetahui seberapa besar suhu air hangat

Penelitian mesin pengkondisian udara hibrida tersebut menggunakan alat penukar kalor tipe serpentine coil untuk mengetahui unjuk kerja dan karakteristik mesin

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Lama Penyimpanan pada Suhu Beku dan Metode Thawing Terhadap Tekstur Daging Sapi Bagian Has

Hasil data pada beban satu orang atau tanpa pembonceng untuk suhu mesin yang terukur pada sirip block mesin didapat bahwa pada penggunaan plat yang berfungsi