• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Pendekatan Antropologi Dalm Stud

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Pendekatan Antropologi Dalm Stud"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

0 Disusun Oleh:

Siti Sa’adah

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2012

I.

PENDAHULUAN

Studi Islam dalam artian kegiatan keilmuan sangatlah kaya nuansa

sehingga dimungkinkan untuk dapat diubah, dikembangkan, diperbaiki,

dirumuskan kembali, disempurnakan sesuai dengan semangat zaman yang

mengitarinya, perubahan ini tidak perlu dikhawatirkan karena inti pemikiran

keislaman yang berporos terhadap ajaran tauhid dan bermoralitas Al Qur’an

tetap seperti adanya. ( Abdullah, 1999: 102)

Studi Agama tidak cukup dipahami menggunakan pendekatan

teologis normatif, tapi perlu menggunakan pendekatan-pendekatan baru

yang sesuai dengan perkembangan pemikiran, dinamika sosial bahkan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemahaman terhadap

agama saat ini mengalami pergeseran dari Idealitas ke historisitas, dari

doktrin ke sosiologis dan dari esensi ke eksistensi. (Abdullah, 1999: 9).

Memahami Islam dengan menggunakan berbagai pendekatan atau

cara pandang disiplin suatu keilmuan adalah amat mungkin dilakukan,

bahkan harus dilakukan karena Islam dengan sumber ajaran utamanya yang

terdapat dalam Al Qur’an dan as Sunnah memang bukan hanya berbicara

masalah akidah, ibadah, akhlak dan kehidupan akhirat saja, melainkan

(2)

politik, ekonomi, kebudayaan, seni dan lain sebagainya. ( Al Ghazali , 1996:

29 )

Namun demikian, perlu dicatat dan digarisbawahi bahwa

penggunaan teori dan pendekatan tersebut bukan untuk menguji benar atau

tidaknya aspek esensi ajaran Islam yang bersifat normatif, tetapi yang

dijadikan obyek penelitian adalah berkenaan aspek lahiriah atau aspek

pengamalan dari ajaran wahyu tersebut. ( Nata, 2011: 202 )

Oleh karena itu, antropologi sebuah ilmu yang mempelajari

manusia, menjadi sangat penting untuk memahami agama. Antropologi

mempelajari tentang manusia dan segala perilaku mereka untuk dapat

memahami perbedaan kebudayaan manusia. Dengan dibekali oleh

pendekatan yang holisik dan komitmennya tentang manusia, sesungguhnya

antropologi merupakan ilmu yang penting untuk mempelajari agama dan

interaksi sosialnya dengan berbagai budaya. ( Baharun, 2011:234)

Dalam makalah ini penulis mencoba untuk mengelaborasi

pendekatan antropologis dalam studi Islam dengan menitik beratkan kajian

berkisar: pengertian pendekatan antropologi dan sejarahnya, pentingnya

penerapan pendekatan antropologi dalam studi Islam, obyek serta cara

pendekatan antropologi dalam studi Islam.

II.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendekatan Antropologi

Pendekatan Antropologi tidak dapat dipisahkan dari disiplin Ilmu

Antropologi karena pendekatan banyak mengadopsi dari disiplin ilmu

tersebut. Antropologi sendiri secara etimologis berasal dari Bahasa

Yunani, yaitu kata anthropos yang berarti "manusia" atau "orang", dan

logos yang berarti "wacana" (dalam pengertian "bernalar", "berakal").

Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus

(3)

Sedangkan definisi antropologi adalah ilmu yang mengkaji

manusia dan budayanya. Tujuannya adalah memperoleh suatu

pemahaman totalitas manusia sebagai makhluk, baik di masa lampau

maupun sekarang, baik sebagai organisme biologis maupun sebagai

makhluk berbudaya. Dari hasil kajian ini, maka sifat-sifat fisik manusia

serta sifat khas budaya yang dimilikinya bisa diketahui. ( Ghazali,

2011: 1-2 )

Koentjoroningrat mendefinisikan, antropologi adalah ilmu

tentang manusia, khususnya tentang asal usul, aneka warna, bentuk

fisik, adat istiadat dan kebudayaan yang dihasilkan.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Antropologi)

Menurut Akbar S. Ahmad, antropologi adalah ilmu yang

didasarkan atas observasi yang luas tentang kebudayaan,

menggunakan data yang terkumpul, dengan menetralkan nilai, analisis

yang tenang (tidak memihak). (Baharun, 2011:232)

Dari definisi-definisi tersebut, dapat disusun pengertian

sederhana anthropologi, yaitu sebuah ilmu yang mempelajari tentang

segala aspek dari manusia, yang terdiri dari aspek fisik dan nonfisik

berupa warna kulit, bentuk rambut, bentuk mata, kebudayaan, dan

berbagai pengetahuan tentang corak kehidupan lainnya yang

bermanfaat.

Sedangkan pengertian pendekatan antropologi dapat diartikan

sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud

praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

(Nata, 2011: 35)

B. Perkembangan Historis Pendekatan Antropologi

Menurut David N. Gellner, antropologi bermula pada abad 19 M.

Pada abad ini antropologi dimaknai sebagai penelitian yang difokuskan

(4)

mencakup pencarian fosil yang masih ada dan mengkaji keluarga

binatang yang terdekat dengan manusia (primate) serta meneliti

masyarakat manusia, manakah yang paling tua dan tetap bertahan

(survive). Pada masa ini antropologi dikembangkan dalam paradigma

evolusi sebagai ide kunci.

Antropologi masih menurut David N Gellner juga tertarik untuk

mengkaji agama. Adapun tema yang menjadi fokus perdebatan di

kalangan mereka, misalnya pertanyaan: Apakah bentuk agama yang

paling kuno itu magic? Apakah penyembahan terhadap kekuatan alam?

Apakah agama ini meyakini jiwa seperti tertangkap dalam mimpi atau

bayangan suatu bentuk agama yang disebut animisme? Pertanyaan dan

pembahasan seputar agama primitif itu sangat digemari pembacanya

pada abad ke 19 M. Antropologi abad 19 M menghasilkan setidaknya

dua karya besar tentang kajian agama: The Golden Bough (1890) karya

Sir James Frazer dan The Element Forms of Religious Life (1912)

karya Emil Durkheim. (Connoly, 2011: 15-18 )

C. Pentingnya Pendekatan Antropologi dalam Studi Islam

Seperti diketahui dan apa yang telah terlihat dewasa ini, Islam

berkembang sedemikian pesatnya ke berbagai penjuru dunia, seiring

dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Walaupun kajian

Islam secara umum disandarkan pada Al-Qur’an dan Hadits,

perbedaan-perbedaan tetap saja terjadi, selain diakibatkan oleh beragamnya

pemahaman yang ditafsirkan oleh para ilmuwan Islam, juga dipicu oleh

kondisi wilayah tempat berkembangnya agama Islam.

Maka untuk memahami perbedaan pemahaman di kalangan

umat terhadap Islam, sudah seharusnya kajian-kajian keislaman yang

salah satunya menyangkut kajian tatanan kemasyarakatan terus

dilakukan dan dikembangkan. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa,

“Timbulnya sikap keberagaman yang demikian itu juga (pada dasarnya)

(5)

muatan ajarannya banyak berkaitan dengan masalah-masalah sosial,

ternyata belum dapat diangkat ke permukaan disebabkan metode dan

pendekatan yang kurang komprehensif”. ( Nata, 2000: 4 )

Sehingga dengan pendekatan antropologi dalam studi Islam

dapat memahami agama Islam tidak hanya sebagai doktrin yang

bersifat monolitik, tetapi sekaligus juga dapat memahami Islam yang

bersifat pluralistik. ( Abdullah, 1999: 104 )

Disamping itu penelitian agama juga dapat dilakukan dalam

upaya menggali ajaran-ajaran agama yang terdapat dalam kitab suci

tersebut serta kemungkinan aplikasinya sesuai dengan perkembangan

zaman. (Nata, 2011: 171 )

Begitu juga pendekatan antropologi terhadap agama diperlukan

untuk memberi wawasan keilmuan yang lebih komprehensif tentang

entitas (Normativitas dan historisitas) agama dan substansi agama yang

dianggap sangat penting untuk membimbing kehidupan umat manusia

baik untuk kehidupan pribadi, komunitas, sosial politik maupun budaya

para penganutnya. ( http://aminabd.wordpress.com/2011/01/14 )

Sebagai contoh, dengan penelitian antropologi agama, dapat

ditemukan adanya hubungan positif antara kepercayaan agama dengan

kondisi ekonomi dan politik. Golongan masyarakat yang kurang

mampu dan golongan miskin pada umumnya, lebih tertarik pada

gerakan-gerakan keagamaan yang bersifat mesianis, yang menjanjikan

perubahan tatanan sosial kemasyarakatan. Sedangkan golongan orang

kaya lebih cenderung untuk mempertahankan tatanan masyarakat yang

sudah mapan secara ekonomi lantaran tatanan itu menguntungkan

pihaknya.

Melalui pendekatan antropologis di atas, kita melihat bahwa

agama berkolerasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu

masyarakat. Dalam hubungan ini, jika kita ingin mengubah pandangan

dan sikap etos kerja seseorang, maka dapat dilakukan dengan cara

(6)

Selanjutnya, melalui pendekatan antropologis ini, kita dapat

melihat agama dalam hubungannya dengan mekanisme

pengorganisasian (social organization) juga tidak kalah menarik untuk

diketahui oleh para peneliti sosial keagamaan.

Melalui pendekatan antropologis fenomenologis ini kita juga

dapat melihat hubungan antara agama dan negara (state and religion).

Seperti yang terlihat di negara Turki modern yang mayoritas

penduduknya beragama Islam, tetapi konstitusi negaranya menyebut

sekularisme sebagai prinsip dasar kenegaraan yang tidak dapat

ditawar-tawar. Belum lagi meneliti dan membandingkan Kerajaan Saudi Arabia

dan negara Republik Iran yang berdasarkan Islam. Orang akan bertanya

apa sebenarnya yang menyebabkan kedua sistem pemerintahan tersebut

sangat berbeda, yaitu kerajaan dan republik, tetapi sama-sama

menyatakan Islam sebagai asas tunggalnya. Belum lagi jika

dibandingkan dengan negara kesatuan Republik Indonesia, yang

mayoritas penduduknya beragama Islam, tetapi menjadikan Pancasila

sebagai asas tunggal.

Selanjutnya, melalui pendekatan antropologis ini juga dapat

ditemukan keterkaitan agama dengan psikoterapi. Seperti yang

dikemukakan C.G. Jung menemukan hasil temuan psikoanalisanya.

Menurutnya, ada korelasi yang sangat positif antara agama dan

kesehatan mental.

Melalui pendekatan antropologis sebagaimana tersebut di atas

terlihat dengan jelas hubungan agama dengan berbagai masalah

kehidupan manusia, dan dengan itu pula agama terlihat akrab dan

fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan manusia.

Pendekatan antropologis seperti itu sangat diperlukan, sebab

banyak hal yang dibicarakan agama hanya bisa dijelaskan dengan tuntas

melalui pendekatan antropologis. Dalam Al-Qur’an, sebagai sumber

utama ajaran Islam misalnya, kita memperoleh informasi tentang kapal

(7)

hidup dalam gua lebih dari tiga ratus tahun lamanya. Di mana kira-kira

bangkai kapal itu; di mana kira-kira gua itu; dan bagaimana pula bisa

terjadi hal yang menakjubkan itu; ataukah hal yang demikian

merupakan kisah fiktif. Tentu masih banyak lagi contoh lain yang

hanya dapat dijelaskan dengan bantuan ahli geografi dan arkeologi.

(Nata, 2011 : 35-38 )

Dengan demikian, pendekatan antropologi sangat dibutuhkan

dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama tersebut

terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan ilmu

antropologi.

D. Obyek Kajian Studi Islam Dengan pendekatan

Antropologi

Menurut Atho Mudzhar, fenomena agama yang dapat dikaji ada

lima kategori meliputi:

1. Scripture atau naskah atau sumber ajaran dan simbol agama.

2. Para penganut atau pemimpin atau pemuka agama. Yakni sikap,

perilaku dan penghayatan para penganutnya.

3. Ritus, lembaga dan ibadat. Misalnya shalat, haji, puasa, perkawinan

dan waris.

4. Alat-alat (dan sarana). Misalnya masjid, gereja, lonceng, peci dan

semacamnya.

5. Organisasi keagamaan tempat para penganut agama berkumpul dan

berperan. Misalnya seperti Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Persis,

Gereja Protestan, Syi’ah dan lain-lain.( Mudzhar, 1998: 13-14 )

Kelima fenomena (obyek) di atas dapat dikaji dengan

pendekatan antropologis, karena kelima fenomena (obyek) tersebut

memiliki unsur budaya dari hasil pikiran dan kreasi manusia.

Sebagai contoh: tokoh agama seperti K.H. Ahmad Dahlan, yang

(8)

bagaimana tokoh Muhammadiyah tersebut memahami dan

mengamalkan agama yang diyakininya.

E. Cara Kerja Pendekatan Antropologis Dalam Studi Islam

Menurut Amin Abdullah, cara kerja yang dalam hal ini bisa kita

artikan sebagai langkah dan tahapan pendekatan antropologi dalam

(9)

1. Deskriptif : Pendekatan antropologis bermula dan diawali dari kerja

lapangan (field work), berhubungan dengan orang dan atau

masyarakat (kelompok) setempat yang diamati dalam jangka waktu

yang lama. Inilah yang biasa disebut dengan thick description (

pengamatan dan obserasi di lapangan yang dilakukan secara serius,

terstruktur, mendalam dan berkesinambungan), bisa dilakukan

dengan cara living in.

2. Lokal Praktis : Pendekatan antropologis disertai praktik konkrit dan

nyata di lapangan. Praktik hidup yang dilakukan sehari-hari, agenda

mingguan, bulanan atau tahunan, lebih-lebih ketika melewati

peristiwa-peristiwa penting dalam menjalani kehidupan.

3. Keterkaitan antar domain kehidupan secara lebih utuh (connections

across social domains) : Pendekatan antropologis mencari

keterkaitan antara domain-domain kehidupan sosial secara lebih

utuh. Yakni, hubungan antara wilayah ekonomi, sosial, agama,

budaya dan politik. Hal ini dikarenakan hampir tidak ada satu pun

domain wilayah kehidupan yang dapat berdiri sendiri dan terlepas

tanpa terkait dengan wilayah domain kehidupan yang lainnya.

4. Komparatif (Perbandingan) : Pendekatan antropologis perlu

melakukan perbandingan dengan berbagai tradisi, sosial, budaya dan

agama-agama. Seperti yang dilakukan Cliffort Geertz pernah

membandingkan kehidupan Islam di Indonesia dengan di Maroko.

(http://aminabd.wordpress.com/2011/01/14)

Keempat ciri di atas adalah sesuai yang dijelaskan Dawam

Raharjo, bahwa dalam kaitan ini pendekatan antropologi lebih

mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif.

Dimana darinya timbul kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya induktif

yang mengimbangi pendekatan deduktif sebagaimana digunakan dalam

pengamatan sosiologis. Pendekatan antropologis yang induktif dan

grounded, yaitu turun ke lapangan tanpa berpijak pada, atau

(10)

formal yang pada dasarnya sangat abstrak sebagaimana yang dilakukan

di bidang sosiologi dan lebih-lebih ekonomi yang mempergunakan

model-model matematis, banyak juga memberi sumbangan kepada

penelitian historis. .(Nata, 2011: 35)

Sebagai contoh ada ritus baru yang disebut “walimah al-Safar”,

yang biasa dilakukan orang sebelum berangkat haji. Apa makna

praktik dan tindakan lokal ini dalam keterkaitannya dengan agama,

sosial, ekonomi, politik dan budaya? Religious ideas yang diperoleh

dari teks atau ajaran pasti ada di balik tindakan ini. Bagaimana tindakan

ini membentuk emosi dan menjalankan fungsi sosial dalam kehidupan

yang luas?. Bagaimana walimah safar yang tidak saja dilakukan di

rumah tetapi juga di laksanakan di pendopo kabupaten? Oleh

karenanya, keterkaitan dan keterhubungan antara local practices,

religious ideas, emosi individu dan kelompok maupun kepentingan

sosial poilitik tidak dapat dihindari. Semuanya membentuk satu

tindakan yang utuh.

III.

KESIMPULAN

1. Pendekatan antropologis mendekati dan meneliti segala sesuatu yang

berhubungan dengan manusia sebagai makhluk hidup (organisme

biologis) dan atau makhluk sosial-budaya.

2. Dalam lingkup obyek Studi Islam, pendekatan tersebut bisa terfokus

pada:

a. Penganut atau pemuka agama,

b. Organisasi keagamaan pemeluk agama,

c. Naskah (sumber) dan simbol agama,

d. Ritual peribadatan, alat-alat dan sarananya.

3. Dengan pendekatan antropologi, semua kepercayaan agama terbuka

untuk dikaji secara kritis dan ditransformasikan kearah yang lebih baik

(11)

4. Hasil kajian antropologi terhadap realitas kehidupan masyarakat dapat

menumbuhkan pemahaman terhadap keragaman keberagaman

masyarakat Islam di tingkat lokal, regional, nasional maupun

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik, dan M. Rusli Karim, Metodologi Penelitian Agama Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990

Abdullah, Amin, Studi Agama, Normativitas atau Historisitas?, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999

Al Ghazali , Berdialog dengan Al Qur’an, Bandung, Mizan 1996

Al Ghazali, Adeng Muchtar, Antropologi Agama, Bandung, cv

AlFABETA, 2011

Baharun, Hasan, dkk, Metodologi Studi Islam, Yogyakarta, PT Ar-ruz

Media, 2011

Connolly, Peter, Aneka Pendektan Studi Agama, Yogyakarta, Lkis,

2011

Mudzhar, Atho, Pendekatan Studi Islam, Dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1998

Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2011

, u u 8 Okt

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Seperti yang telah diungkapkan oleh Sachari (2002: 98) bahwa makna estetis secara konvensional tersebut sangat pas bila diterapkan dalam tas koja suku Baduy. Tas

(4) Pengangkatan kembali dalam Jabatan Fungsional Penata Pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan dengan menggunakan Angka Kredit terakhir yang dimiliki

Hasil ini tidak terlepas dari tingginya kesadaran siswa akan sesuainya penerapan model MURDER pada pembelajaran sub materi indikator 4 pada kelas MGIM yang

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, metode penelitian tindakan kelas dipandang tepat oleh peneliti karena tujuan penelitian PTK adalah memperbaiki dan

Dari hasil pengukuran bahwa besar nilai packet loss sebanding dengan besarnya background traffic yang digunakan, karena semakin padat trafik dari pengirim ke penerima

Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian terdahulu serta teori yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah sebagai berikut : (1) Tenaga