• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Ekonomi Cadangan Karbon di Atas dan di Bawah Permukaan Tanah pada Tegakan Pohon di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Nilai Ekonomi Cadangan Karbon di Atas dan di Bawah Permukaan Tanah pada Tegakan Pohon di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan

Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat penting dan bermanfaat

bagi hidup dan kehidupan baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat

langsung dari keberadaan hutan di antaranya adalah kayu, hasil hutan bukan kayu

dan satwa. Sedangkan manfaat tidak langsungnya adalah berupa jasa lingkungan,

baik sebagai pengatur tata air, fungsi estetika, maupun sebagai penyedia oksigen

dan penyerap karbon. Penyerapan karbon sendiri terjadi didasarkan atas proses

kimiawi dalam aktivitas fotosintesis tumbuhan yang menyerap CO2 dari atmosfir

dan air dari tanah menghasilkan oksigen dan karbohidrat yang selanjutnya akan

berakumulasi menjadi selulosa dan lignin sebagai cadangan karbon

(Badan penelitian dan pengembangan kehutanan, 2010).

Hutan alami merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan

dengan sistem penggunaan lahan pertanian. Oleh karena itu, hutan alami dengan

keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan seresah yang banyak

merupakan gudang penyimpan C tertinggi. Jumlah C tersimpan antar lahan

tersebut berbeda-beda, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang

ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Salim (2004) dalam Setiawan (2012), pemanfaatan sumber daya alam

berupa hutan, tanah dan air sebagai salah satu modal dasar pembangunan

nasional, harus didasarkan azas kelestarian, azas keserasian dan azas pemanfaatan

yang optimal agar memberi manfaat ekonomi, ekologi dan sosial yang diperoleh

(2)

Semakin tinggi tingkat degradasi hutan maka semakin tinggi tingkat

penurunan simpanan biomassa di atas permukaan tanah. Hal ini disebabkan

oleh adanya simpanan biomassa yang hilang akibat proses dekomposisi bahan

organik mati dan proses pengeluaran biomassa keluar hutan (Swarna, 2012).

Keadaan lokasi penelitian

Berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU) 2011 antara pihak

Universitas Sumatera Utara (USU) dengan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera

Utara, kawasan hutan pendidikan USU memiliki luas 1000 Ha. Hutan pendidikan

USU merupakan bagian dari Tahura Bukit Barisan. Melalui penelitian

Setiawan (2012), tentang pemetaan kawasan hutan pendidikan USU, diperoleh

luas total 1325 Ha. Luas ini dijadikan sebagai usulan peta hutan pendidikan.

Hutan pendidikan Universitas Sumatera Utara memiliki kelerengan 0-8%,

8-15%, 15-25%, 25-40% dan >40%. kelerengan dengan luas terbesar di hutan

pendidikan Universitas Sumatera Utara adalah pada kelerengan 8-15% (curam)

seluas 454,94 Ha karena sebagian besar hutan pendidikan Universitas Sumatera

Utara adalah daerah berbukit dan luas terendah yaitu pada kelerengan 0-8%

(datar) yaitu 158,08 Ha. Hutan pendidikan Universitas Sumatera Utara terletak

pada ketinggian 891-1991 mdpl yang membuat hutan tersebut masuk kedalam

kategori hutan dataran tinggi. Letak geografis hutan pendidikan USU adalah

3013’LU – 3011’ LU dan 98034’ BT – 98032’ BT, terletak pada jajaran

Pegunungan Bukit Barisan yang meliputi dua kabupaten yaitu Kabupaten Deli

Serdang dan Kabupaten Karo. Batas-batas Hutan Pendidikan USU antara lain, di

sebelah utara berbatasan dengan Desa Doulu dan Desa Bukum, di sebelah timur

(3)

berbatasan dengan Desa Tanjung Barus dan Desa Barus Julu, serta di sebelah

Barat berbatasan dengan Desa Doulu dan Desa Barus Julu (Setiawan, 2012).

Gambar 1. Peta hutan pendidikan Universitas Sumatera Utara (Setiawan, 2012).

Karbon

Jumlah C tersimpan antar lahan berbeda-beda, tergantung pada

keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara

pengelolaannya. Penyimpanan C suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi

kesuburan tanahnya baik, atau dengan kata lain jumlah C tersimpan di atas tanah

(biomassa tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah C tersimpan di dalam tanah

(bahan organik tanah, BOT) (Hairiah dan rahayu, 2007).

Hairiah dkk. (2011) menyatakan pada ekosistem daratan, cadangan karbon

disimpan dalam 3 komponen pokok,yaitu:

1. Bagian hidup (biomassa): massa dari bagian vegetasi yang masih hidup

yaitu batang, ranting dan tajuk pohon (berikut akar atau estimasinya),

(4)

2. Bagian mati (nekromasa): massa dari bagian pohon yang telah mati baik

yang masih tegak di lahan (batang atau tunggul pohon), kayu

tumbang/tergeletak di permukaan tanah, tonggak atau ranting dan

daun-daun gugur (seresah) yang belum terlapuk.

3. Tanah (bahan organik tanah): sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan

manusia) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun

seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah. Ukuran partikel biasanya

lebih kecil dari 2 mm.

Berdasarkan keberadaannya di alam, ketiga komponen karbon tersebut dapat

dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:

a. Karbon di atas permukaan tanah, meliputi: proporsi terbesar cadangan

karbon di daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Untuk

mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran, biomassa pohon dapat

diestimasi dengan menggunakan persamaan allometrik yang didasarkan

pada pengukuran diameter batang (dan tinggi pohon, jika ada). Tumbuhan

bawah meliputi semak belukar yang berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan

menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi biomassa tumbuhan

bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (melibatkan

perusakan). Batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang

dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan komponen penting dari

C dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi cadangan karbon yang

akurat. Seresah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa dedaunan

dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.

(5)

Akar mentransfer karbon dalam jumlah besar langsung ke dalam tanah, dan

keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah hutan biomassa

akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter > 2mm), sedangkan

pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih

pendek daur hidupnya. Biomassa akar dapat pula diestimasi berdasarkan

diameter akar (akar utama), sama dengan cara untuk mengestimasi biomassa

pohon yang didasarkan pada diameter batang.

Menurut Hairiah dan Rahayu (2007) perubahan iklim global yang terjadi

akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi

dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan

karbon dioksida (CO2), metan (CH4) dan Natrium oksida (N2O) yang lebih

dikenal dengan gas rumah kaca. Saat ini konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir

meningkat sebagai akibat adanya pengelolaan lahan yang kurang tepat. Salah satu

cara untuk mengatasi perubahan iklim akibat meningkatnya gas rumah kaca

adalah dengan tetap mempertahankan keberadaan hutan, karena hutan diyakini

mampu menyimpan karbon dalam jumlah yang cukup banyak. Hutan

mengabsorbsi CO2 selama proses fotosintesis dan menyimpan sebagai materi

organik dalam biomassa hutan per unit luas merupakan pokok dari produktivitas

hutan. Pengukuran produktivitas hutan dalam konteks studi ini relevan dengan

pengukuran biomassa. Jumlah biomassa berbeda-beda dalam setiap penggunaan

lahan. Perbedaan biomassa diatas permukaan tanah pada berbagai tipe lahan dapat

(6)

Tabel 1. Biomassa diatas permukaan tanah pada berbagai tipe lahan

Tipe Lahan Biomassa di atas

permukaan tanah (ton/ha) Sumber Hutan Pohon Rhizophora spp. dan

Burguiera spp. di PT. Bina Lestari, Riau. 515,82 Basyuni ,2000 Hutan lindung mangrove Kuala Langsa, Aceh 19,06 Dolly,2013 Hutan Aek Silemes (hutan hujan tropika

primer di Batang Toru) 544,40-583,00 Onrizal, dkk.,2008 Hutan Aek game-game (hutan hujan tropika

primer di Batang Toru) 604,50-613,60 Onrizal, dkk.,2008 Hutan pendidikan Untad (Hutan hujan tropis) 313,85 Massiri, 2011

Hutan tanaman Ekaliptus hybrid di Aek Nauli

(tegakan Ekaliptus hybrid umur 1 tahun) 7,81

Latifah dan Sulistiyono ,2013 Hutan tanaman Ekaliptus hybrid di Aek Nauli

(tegakan Ekaliptus hybrid umur 2 tahun) 31,91

Latifah dan Sulistiyono ,2013 Hutan tanaman Ekaliptus hybrid di Aek Nauli

(tegakan Ekaliptus hybrid umur 3 tahun) 40,40

Latifah dan Sulistiyono,2013

Karbon di hutan alam dapat diduga dengan menggunakan pendugaan

biomassa hutan. Brown (1997) menyatakan bahwa umumnya 50% dari biomassa

hutan tersusun atas karbon, sedangkan menurut Hairiah dan Rahayu (2007)

biomassa tumbuhan tersusun dari karbon sebanyak 46%, dan dalam penelitian ini

penulis mengacu pada Hairiah dan Rahayu (2007).

Dalam inventarisasi karbon hutan, terdapat setidaknya ada 4 bagian karbon

(carbon pool) yang diperhitungkan. Keempat bagian karbon tersebut adalah

biomassa atas permukaan, biomassa bawah permukaan, bahan organik mati dan

karbon organik tanah. Biomassa atas permukaan adalah semua material hidup

diatas permukaan (batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji dan daun dari vegetasi

baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan).

Biomassa bawah permukaan adalah semua biomassa dari akar tumbuhan yang

hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang

ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan dengan diameter yang lebih

kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organik tanah

(7)

Akar mentransfer C dalam jumlah besar langsung ke dalam tanah, dan

keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah hutan biomassa akar

lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter >2 mm), sedangkan pada tanah

pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih pendek daur hidupnya.

Biomassa akar dapat pula diestimasi berdasarkan diameter akar proksimal, sama

dengan cara untuk mengestimasi biomassa pohon yang didasarkan pada diameter

batang (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Pengukuran biomassa dan karbon

Suhendang (2002) dalam Dewi (2011) menerangkan biomassa adalah

jumlah total bahan organik hidup yang terdapat dalam tegakan yang dinyatakan

dalam berat kering oven dalam ton per unit area. Jumlah biomassa dalam hutan

merupakan selisih antara produksi melalui fotosintesis dan konsumsi melalui

respirasi. Data dan informasi mengenai biomassa suatu ekosistem dapat

menunjukkan tingkat produktivitas ekosistem tersebut. Dari segi ekologi, data dan

biomassa hutan berguna untuk mempelajari aspek fungsional dari suatu ekosistem

hutan, seperti produksi primer, siklus hara dan aliran energi. Dari segi manajemen

hutan secara praktis, data biomassa hutan sangat penting untuk perencanaan

pengusahaan khususnya dalam penetapan tujuan manajemen pengelolaan hutan.

Kuantitas biomassa dalam hutan merupakan selisih antara produksi hasil

fotosintesis dan konsumsi hasil fotosintesis oleh tanaman. Perubahan kuantitas

biomassa dapat terjadi karena aktifitas manusia seperti silvikultur, pemanenan dan

degradasi. Perubahan juga dapat terjadi karena suksesi alami, seperti bencana

(8)

Hairiah dkk., (2011) menyatakan pengukuran biomassa tanaman dapat

dilakukan dengan cara:

1. Tanpa melakukan perusakan, jika jenis tanaman yang diukur sudah diketahui

rumus allometriknya.

2. Melakukan perusakan. Metode ini dilakukan oleh peneliti untuk tujuan

pengembangan rumus allometrik, terutama pada jenis-jenis pohon yang

mempunyai pola percabangan spesifik yang belum diketahui persamaan

allometriknya secara umum. Pengembangan allometrik dilakukan dengan

menebang pohon dan mengukur diameter, panjang dan berat massanya. Metode

juga dilakukan pada tumbuhan bawah, tanaman semusim dan perdu.

Pendugaan kandungan biomassa akar, terlalu sulit untuk dilakukan pengukuran di

lapangan. Karena itu, dapat digunakan metode root to shoot ratio (RSR) atau rasio

perbandingan antara biomassa akar (biomassa bawah permukaan) dengan

biomassa atas permukaan (BAP) (Manuri dkk., 2011).

Protokol Kyoto

Dalam Protokol Kyoto, mekanisme penurunan emisi karbon diatur melalui

program Clean delevelopment mechanism. Di dalam program ini negara-negara

berkembang dapat memperoleh dana investasi dari negara maju untuk mendanai

proyek-proyek yang dapat menurunkan tingkat emisi, seperti proyek di sektor

kehutanan yang sapat meningkatkan penyerapan karbon atmosfir. Proyek di sektor

kehutanan pada prinsipnya dilakukan dengan memperluas areal hutan atau

mencegah deforestasi (Ulumuddin dkk., 2005).

Dalam periode antara 2008 dan 2012, Protokol Kyoto menetapkan

(9)

juga memberikan keleluasaan bagi mereka untuk melakukannya, yang berarti

bahwa mereka dapat memenuhi target-target ini dengan cara yang berbeda.

Negara-negara industri (disebut juga negara-negara “maju”) yang telah berikrar

dan karenanya harus mememenuhi target. Target ini dicantumkan dalam Annex 1

Protokol Kyoto, dan di UNFCCC dan Protokol Kyoto mereka disebut “Annex 1

Parties” (Para Pihak Annex 1). Beban yang jauh lebih berat untuk mengurangi

emisi gas rumah kaca dibebankan kepada negara-negara maju. Hal ini dipandang

adil karena mereka mampu membayar biaya pengurangan emisi dan juga secara

historis, kontribusi negara-negara maju dalam pelepasan gas rumah kaca jauh

lebih besar dibandingkan negara-negara berkembang. Ini disebut sebagai prinsip

“tanggung jawab yang sama namun berbeda”(Soriano, 2010).

Reducing emissions from deforestation and degradation

Ide mendasar tentang pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi

hutan (REDD) sangat sederhana: negara-negara yang berkeinginan dan mampu

untuk mengurangi emisi dari deforestasi hutan harus diberikan kompensasi secara

finansial untuk melakukan hal tersebut. Pendekatan-pendekatan sebelumnya untuk

mengatasi deforestasi hutan secara global selama ini tidak berhasil, akan tetapi

pengurangan emisi deforestasi dan degradasi hutan memberikan sebuah kerangka

kerja baru bagi negara-negara penebang hutan (Parke dkk., 2009).

Mekanisme reducing emissions from deforestation and degradation kredit

karbon tidak hanya didapatkan dari pertumbuhan pohon-pohon baru tetapi juga

dari upaya menghindari terjadinya deforestasi dan mengurangi jumlah stok karbon

yang hilang akibat degradasi ekosistem hutan. Reducing emissions from

(10)

dengan menjaga stok karbon yang ada dan mendatangkan suatu pengurangan

emisi permanen. Penjagaan terhadap nilai penting konservasi, pengelolaan hutan

lestari, serta peningkatan stok karbon melalui penanaman pengayaan juga

tercakup dalam mekanisme reducing emissions from deforestation and

degradation-plus. Produksi kredit karbon reducing emissions from deforestation

and degradation membutuhkan implementasi suatu set tahapan yang menuntut

adanya berbagai institusi dan kegiatan praktek lapangan baru. Karena reducing

emissions from deforestation and degradation beroperasi berdasarkan pendekatan

nasional dan diimplementasikan pada tingkat sub-nasional

(provinsi/kabupaten/unit). Manajemen untuk mendukung implementasi

reducing emissions from deforestation and degradation diperlukan suatu

pengukuran densitas karbon setidaknya pada level kabupaten agar didapatkan data

yang lebih akurat (Imam, 2009).

Reducing emissions from deforestation and degradation memiliki potensi

untuk memperoleh manfaat tambahan yang signifikan, termasuk mengentaskan

kemiskinan, memperbaiki kepemerintahan, dan melindungi keanekaragaman

hayati dan menyediakan jasa lingkungan lainnya. Walaupun manfaat tambahan ini

ditentukan oleh kebijakan nasional reducing emissions from deforestation and

degradation dan penerapan di masing-masing negara (yang berada di luar ruang

lingkup buku ini), arsitektur global reducing emissions from deforestation and

degradation sebaiknya membuka peluang bagi negara-negara berkembang untuk

menerapkan reducing emissions from deforestation and degradation sehingga

dapat menghasilkan manfaat tambahan tanpa merugikan masyarakat. Arus

(11)

penerapan skema reducing emissions from deforestation and degradation secara

nasional perlu diselaraskan dengan komitmen internasional dan norma-norma

baru, terutama tentang prosedur pengamanan untuk menghindari dampak negatif

di kalangan masyarakat yang rentan (Angelsen dan Atmadja, 2010).

Ruang lingkup seperti yang dijelaskan disini, berhubungan dengan ruang

lingkup pengurangan emisi. Aktifitas yang dijelaskan diatas terkait dengan aliran

karbon antara tanah dan atmosfir. Mengurangi emisi dari deforestasi dan

degradasi hutan merupakan dua aktifitas yang mengurangi penambahan karbon di

atmosfir. Peningkatan simpanan karbon (di dalam REDD+) mengacu pada

sequestrasi karbon atau penghilangan karbon dari atmosfir (Parke dkk, 2009).

Pendanaaan iklim

Pasar karbon adalah mekanisme kunci yang digunakan negara penanda

tangan Protokol Kyoto untuk berupaya mengurangi dampak perubahan iklim.

Beberapa organisasi internasional juga telah membentuk dana atau program yang

dimaksudkan untuk mendukung emissions from deforestation and degradation.

Bank dunia telah membentuk fasilitas kemitraan karbon hutan (forest carbon

partnership facility/FCPF) dan program investasi hutan (forest investment

program/FIP). PBB telah membentuk program kolaboratif PBB untuk emissions

from deforestation and degradation yaitu sebuah program kemitraan antara badan

pangan dan pertanian dunia (food and agricultural Organisation/FAO), program

pembangunan PBB dan program lingkungan hidup PBB. Beberapa negara industri

juga telah membentuk dana untuk mendukung emissions from deforestation and

degradation. Selain dana yang dibentuk organisasi-organisasi dan

(12)

yang dibentuk oleh tidak hanya lembaga konservasi alam (seperti nature

conservancy, conservation international, world wide fund for nature us, center for

international forestry research, dll.), namun juga yayasan-yayasan dan

Gambar

Tabel 1. Biomassa diatas permukaan tanah pada berbagai tipe lahan Biomassa di atas

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kurikulum 2013 mengandung relevansi dengan mengedepankan kreasi dan bakat siswa, hal ini senada dengan pembelajaran yang berdasarkan kecerdasan Majemuk

Perangkat yang digunakan untuk mendukung sistem ini diantaranya arduini nano sebagai mikrokontroler, sensor DS18B20 sebagai sensor suhu untuk mengatur temperatur air dalam

Tetapi pada kasus lain dapat juga terjadi bahwa seekor ternak jantan memiliki mutu genetik yang baik, tetapi tidak satupun tetuanya berprestasi baik, hal ini merupakan

selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Bangka Belitung sekaligus selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah banyak meluangkan waktunya guna

Sampel pada penelitian ini ialah 46 perusahaan real estate dan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2016 yang diambil dengan mengunakan

Menurut Syukron (2012) mengatakan bahwa peraturan Bank Indonesia dengan Malaysia tidak ada perbedaan termasuk peraturan tentang jumlah rapat DPS hanya saja Dewan

YesNoWave merupakan netlabel populer yang telah ada selama kurang lebih enam tahun dengan kurasi dan karya unik yang ditunggu-tunggu. Pemakaian studi kasus mampu

Setelah melakukan kegiatan tersebut, kamu menemukan bahwa melalui sebuah titik pada lingkaran, kamu hanya dapat melukis tepat satu garis singgung.. Titik P terletak di lu ar