• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecemasan Menghadapi Assessment Centre Berdasarkan Kepribadian Big Five dan Persepsi Dukungan Organisasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Kecemasan Menghadapi Assessment Centre Berdasarkan Kepribadian Big Five dan Persepsi Dukungan Organisasi"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kecemasan Menghadapi Assessment Centre 1. Pengertian Kecemasan

Beberapa pengertian mengenai kecemasan ini telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Antara lain dikemukakan oleh Atwater (1983) mendefinisikan kecemasan merupakan perasaan tidak nyaman dan ancaman bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Sedangkan Taylor (1995) mengemukakan bahwa, kecemasan adalah suatu pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan yang merupakan reaksi umum dan ketidakmampuan menghadapi masalah atau adanya rasa tidak aman. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan sebelumnya, kecemasan menurut Hilgard (1996) adalah emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang terkadang dialami oleh individu dalam tingkat yang berbeda-beda.

(2)

tidak menyenangkan, atau suatu pertanda sesuatu yang buruk akan terjadi (Haber & Runyon 1984).

Pada dasarnya, kecemasan merupakan hal wajar yang pernah dialami oleh setiap manusia. Kecemasan sudah dianggap sebagai bagian dari kehidupan manusia sehari-hari. Seperti yang diungkapkan oleh Wiramihardja (2005) bahwa kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya. Kecemasan juga merupakan respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup (Kaplan, Sadock, & Grebb 1997; Fauziah & Widuri, 2007). Kecemasan dianggap abnormal jika kecemasan itu terjadi dalam situasi yang dapat diatasi dengan sedikit kesulitan oleh kebanyakan orang. Artinya, jika kebanyakan orang lain dapat mengatasi suatu kesulitan yang sama dengan lebih mudah, sedangkan seseorang merasakan kesulitan itu sebagai masalah yang sangat besar yang dirasa membuat dirinya tidak mampu untuk mengatasinya (Zulkarnain & Novliadi, 2009).

(3)

masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis.

Berdasarkan beberapa pendapat yang disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu perasaan ketakutan atau kehawatiran yang bersifat subyektif dari seseorang akibat situasi yang dirasakan mengancam, karena ketidakpastian dimasa mendatang serta akan terjadi sesuatu yang buruk yang dapat menimpa dirinya. Kecemasan sendiri merupakan hal yang normal, akibat dari perubahan, perkembangan, pengalaman baru serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan dianggap abnormal jika kecemasan itu terjadi dalam situasi yang dapat diatasi dengan sedikit kesulitan oleh kebanyakan orang.

2. Konsepsi Kecemasan

Bentuk kecemasan sebagai suatu respon dapat dibagi menjadi 2 bentuk yaitu kecemasan sebagai state anxiety dan trait anxiety (Spielberger, 1983; Zulkarnain & Novliady, 2009). State anxiety adalah reaksi emosi sementara yang timbul pada situasi dan waktu tertentu, yang dirasakan sebagai suatu ancaman. Keadaan ini ditentukan oleh perasaan ketegangan yang subjektif. State anxiety ini berubah-ubah intensitasnya dan berfluktuasi dari waktu ke

(4)

Selanjutnya, Jarvis (2006) ; Videman (2007) mengungkapkan, ketika seseorang merasa cemas, maka akan mengalami perubahan fisiologis berhubungan dengan stimulasi yang tinggi, termasuk peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, sakit perut, bernafas dengan cepat dan muka memerah. Perubahan fisiologis tersebut berhubungan dengan somatic anxiety. Ketika seseorang mengalami somatic anxiety, maka ia juga dapat mengalami cognitive anxiety. Cognitive anxiety berhubungan dengan pikiran-pikiran yang

menemanisomaticanxiety. Pemikiran tersebut meliputi kekuatiran, meragukan diri sendiri dan gambaran akan kekalahan dan dipermalukan (Videman, 2007). Sedangkan trait anxiety adalah ciri atau karakteristik seseorang yang cukup stabil yang mengarahkan seseorang untuk menginterpretasikan suatu keadaan sebagai ancaman. Semakin kuat trait anxiety, semakin mungkin seseorang akan mengalami kenaikan yang lebih tinggi pada state anxiety dalam situasi yang mengancam (Videman, 2007). Dalam hal ini, seseorang yang cemas karena faktor state anxiety dapat dikatakan berhubungan dengan kepribadiannya yang cemas. Begitu juga dengan seseorang yang cemas karena faktor trait anxiety akan memiliki kecemasan yang berhubungan dengan kepribadiannya. Setiadarma (2000) mengatakan bahwa kecemasan bawaan adalah faktor kepribadian yang mempengaruhi seseorang untuk mempersepsi sesuatu keadaan sebagai situasi yang mengandung ancaman atau situasi yang mengancam.

(5)

cemas mendapat hasil ujian yang buruk membuat ia belajar dan mempersiapkan diri menghadapi ujian. Dalam hal ini kecemasan yang dimiliki memberikan efek positif yaitu menjadi pendorong untuk belajar dengan rajin. Sedangkan bila kecemasan sangat besar, justru akan mengganggu, dalam hal ini disebut debilitating anxiety (Fauziah & Widury, 2006). Pada debilitating anxiety ini terjadi dalam bentuk tidak dapat tidur, gelisah, sering pergi ke toilet

pada saat menjelang dilaksanakan ujian atau ketika sedang mengerjakan ujian.

3. Dimensi Kecemasan

Haber dan Runyon (1984) mengungkapkan jika individu mengalami perasaan gelisah, gugup, atau tegang dalam menghadapi suatu situasi yang tidak pasti, berarti orang tersebut tengah mengalami kecemasan, yaitu perasaan yang tidak menyenangkan dan merupakan pertanda bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Haber dan Runyon (1984) menjelaskan terdapat 4 dimensi kecemasan yaitu:

1. Dimensi Kognitif (dalam pikiran seseorang)

(6)

Termasuk dimensi kognitif antara lain menjadi sulit tidur di malam hari, mudah bingung, dan lupa.

2. Dimensi Motorik (dalam tindakan seseorang)

Dimensi motorik yaitu perasaan tidak menyenangkan yang muncul dalam bentuk tingkah laku seperti meremas jari, jari-jari & tangan gemetar, tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat, menggeliat, menggigit bibir, menjentikkan kuku, gugup, dan mengambangkan Tics. Biasanya orang yang cemas menunjukkan pergerakan secara acak.

3. Dimensi Somatis (dalam reaksi fisik/biologis)

Dimensi somatis yaitu perasaan yang tidak menyenangkan yang muncul dalam reaksi fisik biologis seperti mulut terasa kering, kesulitan bernafas, jantung berdebar, tangan dan kaki dingin, diare, pusing seperti hendak pingsan, banyak berkeringat, tekanan darah naik, otot tegang terutama kepala, leher, bahu, dan dada, serta sulit mencerna makanan.

4. Dimensi Afektif (dalam emosi seseorang)

(7)

Ada limaproses terjadinya kecemasan pada individu (Spielberger, 1972) yaitu:

a). Evaluated Situation, yaitu adanya situasi yang mengancam secara kognitif sehingga ancaman tersebut dapat menimbulkan kecemasan. b). Perception of Situation, yaitu situasi yang mengancam diberi penilaian

oleh individu, dan biasanya penilaian ini dipengaruhi oleh sikap, kemampuan dan pengalaman individu.

c). Anxiety State of Reaction, yaitu individu menganggap ada situasi yang berbahaya, maka reaksi kecemasannya akan timbul. Kompleksitas respon dikenal sebagai reaksi emosional sesaat yang melibatkan respon fisiologis seperti denyut jantung dan tekanan darah.

d). Cognitive Reappraisal Follows, yaitu individu kemudian menilai kembali situasi yang mengancam tersebut, untuk itu individu menggunakan pertahanan diri (defence mechanism) atau dengan cara meningkatkan aktifitas kognisi atau motoriknya.

e). Coping, yaitu individu menggunakan jalan keluar dengan dengan menggunakan defence mechanism (pertahanan diri) seperti proyeksi atau rasionalisasi.

5. Respons Terhadap Kecemasan

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon terhadap kecemasan ada 4 aspek yaitu:

(8)

1) Kardiovaskuler, meliputi: palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa mau pingsan, pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun.

2) Pernafasan, meliputi: nafas sangat pendek, nafas sangat cepat, tekanan pada dada, napas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik, terengah-engah.

3) Neuromuskuler, meliputi: refleks meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor frigiditas, wajah tegang, kelemahan umum kaki goyah, gerakan yang janggal.

4) Gastrointestinal, meliputi: kehilangan nafsu makan, menolak makanan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, rasa terbakar pada jantung, diare.

5) Traktus urinarius, meliputi: tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.

6) Kulit, meliputi: wajah kemerahan sampai telapak tangan, gatal, rasa panas, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh.

b. Respon Perilaku

(9)

Perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, preokupsi, hambatan berfikir bidang persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kontrol, takut pada gambar visual, takut pada cedera dan kematian.

d. Respon Afektif

Mudah tersinggung, tidak sabar, gelisah, tegang, nervous, ketakutan, alarm, teror, gugup, gelisah.

6. Tingkatan Kecemasan

Selanjutnya Suliswati (2005) membagi kecemasan menjadi 4 tingkatan yaitu :

a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati dan waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

1) Respon Fisiologis

Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir bergetar.

(10)

Lapang persegi meluas, mampu menerima rangsangan kompleks, konsentrasi pada masalah dan menyelesaikan masalah secara efektif.

3) Respon perilaku

Tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan dan suara kadang-kadang meninggi.

b. Kecemasan Sedang

Pada tingkat ini persepsi terhadap lingkungan menurun, individu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain. 1) Respon Fisiologis

Sering nafas pendek, nadi ekstra sistolik dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, diare atau konstipasi, gelisah.

2) Respon Kognitif

Lapang persepsi menyempit, rangsang luar tidak mampu diterima, dan berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya.

3) Respon Perilaku

Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan), berbicara banyak dan lebih cepat, dan perasaan tidak nyaman.

c. Kecemasan Berat

(11)

1) Respon Fisiologis

Sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur.

2) Respon Kognitif

Lapang persepsi sangat menyempit dan tidak mampu menyelesaikan masalah.

3) Respon Prilaku

Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat dan blocking. d. Panik

Pada tingkat ini persepsi sudah terganggu sehingga individu sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan/tuntunan.

1) Respon Fisiologis

Nafas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi, pucat sakit dada dan rendahnya koordanasi motorik

2) Respon Kognitif

Lapang persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi, tidak dapat berfikir logis, dan ketidakmampuan mengalami distorsi.

3) Respon Perilaku

Agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak-teriak, blocking, presepsi kacau, kecemasan yang timbul dapat

(12)

7. Pengertian Assessment Centre

Saat ini metode assessment centre marak dilakukan dalam organisasi untuk menjawab kebutuhan organisasi melaksanakan proses evaluasi guna keperluan rekrutmen, seleksi, pengembangan, promosi dan mempersiapkan karyawan dalam mengembangkan karirnya di perusahaan. Heneman (2000) mengartikan assessment centre sebagai sekumpulan prediksi yang digunakan untuk meramalkan keberhasilan karyawan terutama yang ditunjuk untuk mereka yang akan duduk dalam jabatan-jabatan tinggi/strategis. Shermon (2004) menjelaskan bahwa assessment centre adalah metode untuk mengukur kompetensi dalam menerapkan rencana pekerjaannya.

(13)

Sejalan dengan itu, menurut Prihadi (2004) istilah assesment centre, digunakan untuk menyebut sebuah proses, prosedur atau metode pendekatan untuk menilai dan mengukur kompetensi orang. Secara praktis, assesment centre dapat dipahami sebagai proses penilaian (evaluation) atau rating yang canggih dan didesain secara khusus untuk meminimalkan kemungkinan timbulnya bias, sehingga peserta dalam proses ini mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengungkapkan potensi dan kompetensinya. Thornton dan Rupp (2006) mengartikan assessment centre merupakan suatu prosedur yang digunakan oleh manajemen sumber daya manusia untuk mengevaluasi atribut perilaku atau kemampuan yang relevan terkait dengan efektivitas organisasi.

Selanjutnya Thornton dan Rupp (2006) mengungkapkan bahwa assessment centre memiliki tingkat akurasi keberhasilan yang tinggi dalam

meramalkan karyawan di masa depan. Dalam prosesassessment centre yang diukur adalah respon-respon behavioral dari para peserta, sehingga peserta diminta untuk menampilkanperilakuyang kompleksdalam beberapa skenario situasi penting yang menyerupai situasi organisasi (Thorton & Rupp, 2006).Untuk dinyatakan berhasil, peserta harusmenampilkan beberapaperilaku yang dimunculkan secara konsisten sesuai dengan perilaku pada pekerjaan dari berbagai simulasi yang diberikan. Selanjutnya dalam proses assessment centre terdapat integration of observation, yaitu bagaimana para assessor

(14)

keseluruhan, kemudian mereka mengamil keputusan. Metode assessment centre menggunakan proses integrasi dalam menentukan keputusan,

merupakan proses menjadi bagian dalam assessment centre dan telah dibuktikan keunggulannya dalam beberapa penelitian. Fokus dari assessment centre adalah bukti perilaku aktual yang ditunjukkan peserta asesmen yang

dapat diamati dan dievaluasi oleh asesor terlatih, berdasarkan multi-kriteria dalam beberapa simulasi langsung terkait situasi kerja sesungguhnya (Thornton & Rupp, 2006).

Berdasarkan berbagai pendapat yang dikemukakan di atas, maka disimpulkan bahwa assessment centre merupakan metode yang digunakan oleh manajemen sumber daya manusia untuk melakukan evaluasi terhadap kompetensi individu berdasarkan berbagai kriteria yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan organisasi, dengan menggunakan beragam simulasi guna menampilkan perilaku yang dapat diamati oleh assessor/penilai dan bertujuan untuk meramalkan keberhasilan pegawai dalam jabatan-jabatan tinggi/strategis. Metode assessment centre sendiri memiliki tingkat akurasi yang tinggi dalam meramalkan keberhasilan kinerja karyawan dimasa yang akan datang.

(15)

Menurut Manullang (2001) promosi berarti penaikan jabatan yakni menerima kekuasaan dan tanggungjawab lebih besar dari kekuasaan dan tanggung jawab sebelumnya. Pemberian promosi pada seorang karyawan berarti bahwa karyawan tersebut naik ke posisi yang lebih tinggi dalam struktur organisasi suatu perusahaan. Promosi memberikan peranan penting bagi setiap karyawan, bahkan menjadi idaman yang selalu dinanti-nantikan oleh karyawan. Manullang (2001) juga menambahkan bahwa dengan promosi berarti adanya kepercayaan dan pengakuan mengenai kemampuan serta kecakapan bersangkutan untuk menjabat suatu jabatan yang lebih tinggi. Dengan demikian promosi akan memberikan status sosial, wewenang, dan tanggungjawab serta penghasilan yang semakin besar bagi karyawan tersebut.

Promosi tidak selalu diikuti oleh kenaikan gaji, gaji bisa tetap, tetapi pada umumnya bertambah besarnya kekuasaan dan tanggungjawab seseorang bertambah juga balas jasa dalam bentuk uang yang diterimanya (Arun Manoppa & Mirzas Saiyadim, 1979).

9. Kecemasan MenghadapiAssessment Centre

(16)

rangsang yang membangkitkan kecemasan (Endler & Hunt, 1969; Zulkarnain & Novliadi, 2009). Dalam hal ini salah satu rangsang yang membangkitkan kecemasan adalah situasi saat ujian, karena menurut Djiwandono (2002), timbulnya kecemasan yang paling besar adalah pada saat seseorang menghadapi test atau ujian. Dalam organisasi, salah satu metode evaluasi kinerja karyawan adalah melalui assessment centre. Prihadi (2004) mengemukakan bahwa assessment centre digunakan untuk menilai dan mengukur kompetensi seseorang melalui beberapa proses yang termasuk di dalamnya berupa test.

Sejalan dengan hal tersebut, Ormrod (2006) mengemukakan bahwa kecemasan terhadap test adalah perasaan cemas yang berlebihan mengenai sebuah test atau penilaian secara menyeluruh. Perasaan cemas yang mengganggu seseorang ketika ia menghadapi ujian tersebut, karena adanya kekhawatiran, ketidakpastian terhadap performa yang ditampilkannya apabila tidak diterima dengan baik hasilnya. Sena, Lowe, dan Lee (2007) menjelaskan bahwa kecemasan test didefinisikan sebagai respon fisiologis, kognitif, dan tingkah laku individu yang mendorong perasaan negatif dalam situasi yang dinilai.

(17)

berupa proses assessment centre dalam menilai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan individu yang dianggap penting bagi keberhasilan kinerja.

10.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Menurut Nevid, Rathus dan Greene (2005), kecemasan dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:

a. Faktor Sosial Lingkungan

Meliputi pemaparan terhadap peristiwa yang mengancam atau traumatis, mengamati respon takut pada orang lain, dan kurangnya dukungan sosial.

b. Faktor Biologis

Meliputi predisposisi genetis, ireguaritas dalam fungsi neurotransmiter, dan abnormalitas dalam jalur otak yang memberi sinyal bahaya atau yang menghambat tingkah laku repetitif.

c. Faktor Behavioral

Meliputi pemasangan stimuli aversif dan stimuli yang sebelumnya netral, kelegaan dari kecemasan karena melakukan ritual kompulsif atau menghindari stimuli fobik, dan kurangnya kesempatan untuk pemunahan karena penghindaran terhadap objek atau situasi yang ditakuti.

d. Faktor Kognitif dan Emosional

(18)

tentang ketakutan, keyakinan-keyakinan yang self defeating atau irasional, sensivitas berlebih terhadap ancaman, sensivitas kecemasan, salah atribusi dari sinyal-sinyal tubuh, dan self efficacy yang rendah.

Menurut Suliswati, (2005) ada 2 faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu :

a. Faktor predisposisi yang meliputi :

1) Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.

2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.

3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.

4) Frustasi akanmenimbulkan ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.

5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.

(19)

konflik yang dialami karena mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.

7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.

8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodiazepin, karena benzodiapine dapat menekan neurotransmitter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

b. Faktor presipitasi meliputi:

1) Ancaman terhadap integritas fisik, ketegangan yang mengancam integritas fisik meliputi :

a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologi system imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal. b) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan

bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.

2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.

(20)

terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.

b) Sumber eksternal, meliputi kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

Dalam penelitian ini, variabel kecemasan yang digunakan berdasarkan teori dari Haber dan Runyon (1984), dimana menjelaskan terdapat 4 dimensi kecemasan yaitu dimensi kognitif, motorik somatif dan afektif. Selanjutnya respon-respon kecemasan yang muncul pada individu disusun berdasarkan teori Stuart dan Sundeen (1998). Terdapat 4 aspek respon kecemasan yang dijabarkan oleh Stuart dan Sundeen (1998) yaitu respon fisiologis, respon perilaku, respon kognitif dan respon afektif.

B. Kepribadian

1. Pengertian Kepribadian

(21)

Selanjutnya, penyesuaian diri diartikan sebagai proses yang mencakup respons mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana individu tinggal (Scheneider, 1964; Desmita, 2009). Sejalan dengan itu Pervin, Cervone dan John (2005) mengemukakan bahwa kepribadian seseorang sangat menentukan bagaimana seseorang itu bertingkah laku dalam kehidupan sehari-harinya. Kepribadian memang merupakan hal yang unik dan merupakan suatu pola yang relatif stabil dari perilaku, pikiran dan emosi yang diperlihatkan oleh seseorang (Baron, 2000).

Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah karakteristik didalam diri individu, relatif menetap, bertahan, dengan caranya yang unik yang menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap individu dalam menyesuaikan diri dan berinteraksi dengan lingkungannya.

2. Konsepsi Kepribadian

(22)

biologis, artinya: karena fitur biologis yang diwarisi. Pada sisi lain, kepribadian bisa jadi merefleksikan pengasuhan; yaitu pengalaman ketika dibesarkan sebagai anak (Pervin, Cervone, & Jhon, 2005) Selanjutnya, Pervin, Cervone, & Jhon (2005) menjelaskan konsepsi mengenai kepribadian, yaitu:

a. Determinan Genetik

Faktor genetik memainkan peran utama dalam menentukan kepribadian dan perbedaan individual. Salah satu caranya adalah mengidentifikasikan kualitas kepribadian tertentu yang diperkirakan memiliki basis biologis. Kualitas seperti ini seringkali dianggap sebagai aspek dari temperamen, istilah yang menunjuk pada kecenderungan emosional dari perilaku berbasis biologis yang tampak jelas pada masa kanak-kanak awal. Karakteristik temperamen yang dipelajari dalam cara ini perilaku yang menunjukkan ketakutan dan perasaan terganggu sebagai reaksi terhadap situasi baru, seperti ketika bertemu dengan orang asing.

b. Determinan Lingkungan.

Faktor lingkungan berperan penting dalam perkembangan kepribadian. Faktor lingkungan yang terbukti penting dalam studi perkembangan kepribadian diantaranya; kultur, kelas sosial, keluarga dan teman sebaya. 1). Kultur

(23)

seseorang dalam komunitasnya, dan nilai serta prinsip terpenting dalam hidup. Sejalan dengan itu, Mastuti (2005) mengungkapkan diantara faktor lingkungan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kepribadian adalah pengalaman individu sebagai hasil dari budaya tertentu. Masing-masing budaya mempunyai aturan dan pola sangsi sendiri dari perilaku yang dipelajari, ritual, dan kepercayaan. Hal ini berarti masing-masing anggota dari suatu budaya akan mempunyai karakteristik kepribadian tertentu yang umum (Mastuti, 2005).

2). Faktor kelas sosial

Faktor kelas sosial membantu menentukan status individu, peran yang mereka mainkan, tugas yang diembannya, dan hak istimewa yang dimiliki. Faktor ini mempengaruhi bagaimana individu melihat dirinya dan bagaimana mereka mempersepsi anggota dari kelas sosial lain. 3). Faktor Keluarga

Faktor lingkungan yang paling penting adalah pengaruh keluarga. Tiappola perilaku orang tua mempengaruhiperkembangan kepribadian anak. Orang tua mempengaruhi perilaku anak melalui 3 cara utama : a). Melalui perilaku mereka sendiri; mereka menghadirkan situasi

yang menghasilkan perilaku tertentu pada diri anak (misalnya, frustrasi yang mengarah pada agresi).

b). Mereka berperan sebagai model peran untuk identifikasi. c). Mereka memilih perilaku yang disetujui.

(24)

Teman sebaya juga menjadi hal yang berpengaruh dalam perkembangan kepribadian. Dalam seting sosial luar rumah, pengalaman dengan teman sebaya mungkin berpengaruh lebih besar pada gaya kepribadian. Kelompok teman sebaya berfungsi mensosialisasikan aturan dan perilaku yang diterima dan memberikan pengalaman yang akan berpengaruh jangka panjang pada perkembangan kepribadian individu. Pertemanan memiliki efek tertentu pada perkembangan kepribadian.

3. Pendekatan Trait dalam Kepribadian

Ada beberapa pendekatan yang dikemukakan oleh para ahli untuk memahami kepribadian. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah teori trait. Teori trait merupakan sebuah model untuk mengidentifikasi trait-trait

dasar yang diperlukan untuk menggambarkan suatu kepribadian. Trait didefinisikan sebagai suatu dimensi yang menetapdari karakteristik kepribadian, hal tersebut yang membedakan individu dengan individu yang lain (Mastuti, 2005). Pervin, Cervone dan John (2005) mengungkapkan bahwa salah satu unit analisis yang kerap digunakan untuk mendeskripsikan struktur kepribadian adalah sifat atau ciri kepribadian (trait personality). Selanjutnya Pervin, Cervone dan John (2005) menambahkan bahwa susunan trait merujuk pada konsistensi respons individual kepada berbagai situasi.

(25)

struktur trait yang merupakan dimensi utama dari kepribadian. Trait kepribadian merupakan dimensi dari kepribadian yang merupakan kecenderungan emosional, kognitif, dantingkah laku, yang bersifat menetap dan ditampilkan individu sebagai respons terhadap berbagai situasi lingkungan (Westen, 1999). Taksonomi kepribadian lima besar merupakan asesmen yang komprehensif dari kepribadian dimana individu mempersepsikan bagaimana dirinya sendiri serta bagaimana hubungan dirinya dengan orang lain. Penilaian dalam kepribadian limabesar tidak menghasilkan satu trait tunggal yang dominan, tetapi menunjukkan seberapa kuat setiap trait dalam diri seseorang. Kelima trait kepribadian tersebut adalah: neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, serta conscientiousness (Pervin, Cervone, John, 2005).

(26)

tugas dan perilaku sebagai tujuan akhir dan pengendalian diri sebagai faktor sosial.

Tabel 2.1.

Faktor Kepribadian Big Five dan Skala Ilustratif

Karakteristis Skor Tinggi Skala Sifat Karakteristik Skor

Rendah

Cemas, takut, emosional, tidak aman, tidak sebanding, murung

Neuroticism

Mengukur emosi yang tidak stabil. Identifikasi rata-rata individu penyebab stress psikologis, ide-ide yang tidak realistik, dorongan hati dan mengatasi respon-respon

Sosial, aktif, banyak bicara, orientasi personal, optimis, kebutuhan untuk stimulasi dan kapasitas kesenangan

Segan, sederhana, tidak mewah, diam, menarik diri

Ingin tahu, tertarik sesuatu hal di luar, kreatif, keaslian, penuh imajinatif, tidak tradisional

Openness to Experience

(27)

a. Extraversion (E)

Faktor pertama adalah extraversion, faktor ini menilai kuantitas dan intensitas interaksi interpersonal, level aktivitasnya, kebutuhan untuk didukung, kemampuan untuk berbahagia (Costa & McCrae, 1992; Pervin Cervone & John, 2005). Faktor extraversion ini merupakan dimensi yang penting dalam kepribadian, karena extraversion ini dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial.

Extraversion dicirikan dengan afek positif seperti memiliki antusiasme

yang tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak hal, ambisius, workaholic juga ramah terhadap orang lain.

Extraversion memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam

bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam lingkungannya. Seseorang yang memiliki tingkat extraversion yang tinggi dapat lebih cepat berteman daripada seseorang yang memiliki tingkat extraversion yang rendah. Extraversion mudah termotivasi oleh perubahan, variasi dalam hidup, tantangan dan mudah bosan. Sedangkan orang-orang dengan tingkat extraversion rendah cenderung bersikap tenang dan menarik diri dari lingkungannya.

b. Agreeableness (A)

Trait agreeableness menilai kualitas orientasi individu dengan

(28)

Agreeableness memiliki adaptasi yang mengindikasikan seseorang

yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Berdasarkan value survey, seseorang yang memiliki skor agreeableness tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki

kecenderungan: suka membantu, pemaaf, dan penyayang.

Individu yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi cenderung menghindar dari usaha langsung untuk memutuskan konflik dengan orang lain. Sedangkan orang-orang dengan tingkat agreeableness yang rendah cenderung untuk lebih agresif dan kurang

kooperatif. Orang yang menilai rendah kemampuan untuk bersepakat memusatkan perhatian lebih pada kebutuhan mereka sendiri ketimbang kebutuhan orang lain (Robbins 2001; Mastuti, 2005).

c. Neuroticism (N)

Trait ini menilai kestabilan dan ketidakstabilan emosi.

Mengidentifikasi kecenderungan individu apakah mudah mengalami stress, mempunyai ide-ide yang tidak realistis, mempunyai coping

response yang maladaptive (Costa & McCrae, 1992; Pervin, Cervone

(29)

Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang tinggi. Individu yang memiliki tingkat neuroticism tinggi adalah kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan untuk emosional (Robbins, 2001).

d. Openness (O)

TraitOpenness menilai usahanya secara proaktif dan penghargaannya terhadap pengalaman demi kepentingannya sendiri. Menilai bagaimana ia menggali sesuatu yang baru dan tidak biasa (Costa & McCrae, 1992; Pervin, Cervone & John, 2005). Openness mengacu pada bagaimana seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi yang baru.

Openness mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas untuk

(30)

e. Conscientiousness (C)

Dimensi conscientiousness menilai kemampuan individu di dalam organisasi, baik mengenai ketekunan dan motivasi dalam mencapai tujuan sebagai perilaku langsungnya. Sebagai lawannya menilai apakah individu tersebut tergantung, malas dan tidak rapi (Costa & McCrae, 1992; Pervin, Cervone & John, 2001).

Conscientiousness memiliki rasa ketergantungan, kontrol diri

dan mau mendengarkan saran dari orang lain, yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan disiplin diri seseorang. Seseorang yang conscientiousness memiliki nilai kebersihan dan ambisi. Orang-orang

tersebut biasanya digambarkan oleh teman-teman mereka sebagai seseorang yang well-organize, tepat waktu, dan ambisius.

Conscientiousness mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Di sisi negatifnya trait kepribadian ini menjadi sangat perfeksionis, kompulsif, workaholic, membosankan. Tingkat conscientiousness yang rendah menunjukan sikap ceroboh, tidak terarah

serta mudah teralih perhatiannya.

(31)

Persepsi dukungan organisasi didefinisikan sebagai persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi memberi dukungan pada karyawan dan sejauh mana kesiapan organisasi dalam memberikan bantuan pada saat dibutuhkan (Rhoades & Eisenberger, 2002). Selanjutnya, persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka. Dengan demikian, karyawan memiliki harapan akan adanya dukungan organisasi terhadap kebutuhan mereka (Eisenberger, et. al., 1986; Rhoades & Eisenberger, 2002; Shannock 2006).

(32)

meningkat jika organisasi terlihat menerapkan reward yang baik, peluang peningkatan karir, dan kebijakan-kebijakan positif di tempat kerja.

Selanjutnya Eisenberger & Rhoades (2002) menambahkan bahwa bagi karyawan, organisasi merupakan sumber penting bagi kebutuhan sosioemosional mereka seperti respect (penghargaan), caring (kepedulian), dan tangible benefit seperti gaji dan tunjangan kesehatan. Perasaan dihargai oleh organisasi membantu mempertemukan kebutuhan karyawan terhadap approval (persetujuan), esteem (penghargaan) dan affiliation (keanggotaan).

Berdasarkan beberapa uraian, disimpulkan bahwa persepsi dukungan organisasi adalah persepsi karyawan mengenai sejauhmana kesiapan organisasi dalam memberikan dukungan terhadap karyawan melalui kebijakan dan prosedur yang diterapkan, penerimaan sumber daya, interaksi dengan agen organisasi, guna memenuhi kebutuhan sosioemosinal karyawan seperti respect, caring, tangible benefit, tunjangan kesehatan.

3. Aspek - Aspek Persepsi Dukungan Organisasi

Menurut Rhoades dan Eisenberger (2002), ada tiga aspek persepsi dukungan organisasi, yaitu :

(33)

dukungan organisasi, seperti mengizinkan karyawan untuk mengembangkan kemampuannya, otonomi mengenai bagaimana pekerjaan dilakukan, dan pengakuan dari atasan. Bentuk penghargaan organisasi yang diterima oleh karyawan dari organisasi dapat berupa gaji, tunjangan, bonus, promosi, pelatihan/pengembangan diri. Salah satu bentuk dukungan organisasi terhadap karyawannya adalah kondisi kerja yang nyaman dan aman bagi karyawan.

b) Dukungan yang diterima dari atasan (support received from supervisor): merupakan keyakinan karyawan bahwa atasan peduli

terhadap karyawannya dan menghargai kontribusi mereka. Atasansebagai wakil organisasi bertanggung jawab dan secara berkelanjutan mengevaluasi kinerja karyawan serta mengkomunikasikan tujuan dari organisasi kepada karyawan, sehingga menyebabkan karyawan melihat perlakuan dari atasanmereka sebagai bentuk dukungan organisasi.

(34)

digunakan untuk menentukan pendistribusian sumber daya manusia diantara karyawan, keadilan yang berkaitan dengan aturan-aturan formal dan kebijakan bagi karyawan, serta keadilan dalam penerimaan informasi yang akurat. Kemudian, keadilan sosial yang dapat disebut juga keadilan interaksional, karena hal ini berkaitan dengan cara organisasi memperlakukan karyawan dengan hormat dan bermartabat.

D. Kecemasan MenghadapiAssessment Centre dan Kepribadian Big Five Penelitian mengenai assessment centre telah banyak dilakukan untuk mengetahui persepsi karyawan terhadap menggunaan assessment centre dalam pengembangan karir maupun promosi jabatan di perusahaan tempat mereka bekerja. Penelitian yang telah dilakukan oleh Widianingrum dan Kurniawan, (2007) mengukur pengaruh yang dirasakan karyawan tentang menggunaan metode assessemnt centre terhadap pelaksanaan pengembangan karir karyawan pada PT. Telkom, Tbk. Jakarta Selatan. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang positif penggunaan metode assessment centre terhadap pelaksanaan pengembangan karir karyawan.

(35)

karyawan memiliki persepsi positif signifikan terhadap penerapan assessment centre yang bertujuan untuk pengembangan karir karyawan.

Penelitian mengenai persepsi karyawan dalam penerapan metode assessment centre terhadap promosi jabatan telah dilakukan oleh Marlisa (2006)

di Departemen Kehutanan. Metode assessment centre di Departemen Kehutanan diterapkan sebagai salah satu syarat dalam seleksi dan promosi calon pejabat eselon II. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menggambarkan proses penyelenggaraan personal assessment centre sebagai salah satu syarat dalam seleksi dan promosi serta untuk mengidentifikasi kendala yang dihadapi dalam proses penyelenggaraan personal assessment centre dalam kegiatan seleksi dan poromosi calon pejabat eselon II di Departemen Kehutanan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa belum sepenuhnya dukungan pegawai Departemen Kehutanan memiliki persepsi yang sama terhadap pengembangan karir melalui pelaksanaan assessment centre.

(36)

Kecemasan merupakan bagian dari tiap pribadi manusia terutama jika individu dihadapkan pada situasi yang tidak jelas dan tidak menentu, sehingga kecemasan juga dapat meningkatkan kesiapan diri seseorang dalam menghadapi suatu tantangan. Sebagian besar dari individu merasa cemas dan tegang jika menghadapi situasi yang mengancam atau stressor (Zulkarnain & Novliady, 2009).

Karakter kepribadian sangat menentukan bagaimana seseorang bertingkah laku dalam kehidupan sehari-harinya, dan merupakan suatu pola yang relatif stabil dari perilaku, pikiran dan emosi yang diperlihatkan oleh seseorang. Salah satu bentuk karakteristik kepribadian (personality trait) adalah kepribadian big five. Dalam dimensi kepribadian big five dijelaskan bahwa kepribadian individu terdiri dari lima sifat (trait) dasar. Kelima dimensi dasar tersebut digunakan untuk menggambarkan perbedaan dalam perilaku kognitif, afektif, dan sosialnya. Kelima dimensi dasar ini sering diartikan sebagai model kepribadian big five dan cenderung stabil sepanjang rentang kehidupan (Pervin, Cervone & John, 2005). Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Goldberg, 1993 ; Pervin, Cervone dan John 2005 bahwa lima faktor kepribadian yang sering disebut sebagai big five, merupakan tampilan karakteristik kepribadian (personality trait) yang terbagi atas extraversion, agreeableness, concientiousness, neuroticism, dan openess to

(37)

Menurut Costa & McCrae (1998) kelima sifat dasar tersebut mencakup: extraversion yang dicirikan dengan sikap positif seperti memiliki antusiasme yang

tinggi, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak hal, ambisius, ramah terhadap orang lain, memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam lingkungannya, serta dapat memprediksi perkembangan dari hubungan sosial; agreeableness dicirikan dengan karakteristik yang mampu beradaptasi sosial yang baik dan mengindikasikan individu yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain; neuroticism dicirikan dengan kepemilikan emosi yang negatif seperti rasa khawatir, cemas, rasa tidak aman, dan labil; openness to experience yang mengacu pada bagaimana individu bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi yang baru, mudah bertoleransi, memiliki kapasitas untuk menyerap informasi, fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, dan pemikir; dan conscientiousness yang dicirikan dengan memiliki sifat ketergantungan, kontrol diri, dan mau menerima masukan ataupun saran dari orang lain.

(38)

2005). Sejalan dengan itu, Judge, Heller dan Mount (2002) mengungkapkan extraversion menunjukkan tendensi menghabiskan lebih banyak waktu dalam situasi sosial dan mengekspresikan emosi positif. Dalam menghadapisituasi yang menekan individu dengan trait extraversion diharapkan tetap bersikap positif terhadap situasi yang ada. Menurut Lazarus, Folkman (1986) salah satu cara dalam mengatasi permasalahan yang menekan adalah melalui self control yaitu suatu usaha untuk mengatur dan menjaga perasaan agar tetap tenang pada situasi menekan. Sikapnya yang energik dan ambisius membuat ia berusaha untuk dapat menyelesaikan situasi yang menekan. Accepting responsibility yaitu menyadari adanya permasalahan yang dihadapi dan bertekad untuk menyelesaikannya juga dapat dikembangkan oleh trait extraversion ini. Berdasarkan ciri-ciri kepribadian yang dimiliki trait extraversion patut diduga memiliki hubungan negatif terhadap kecemasan assessmentcentre yang merupakan kebijakan organisasi dalam pengembangan karir karyawan.

Selanjutnya, menurut Costa & McCrae (1998) menyatakan kepribadian neuroticism memiliki karakteristik khusus, yaitu sifat mudah marah, harga diri rendah, kecemasan sosial, perasaan takut, sangat mudah khawatir, cemas dan tidak konsisten (inconsistent). Pada beberapa literatur mengenai big five, trait neuroticism dinyatakan sebagai lawan dari emotional stability. Barrick dan Mount

(39)

beban dan besar pengorbanannya jika menghadapi situasi baru dalam lingkungan pekerjaan yang baru. Assessment centre sebagai proses seleksi dan evaluasi karyawan dianggap sebagai ancaman yang dapat menimbulkan kecemasan bagi karyawan. Ketidaknyamanan yang dirasakan oleh individu dapat memunculkan perasaan negatif pada individu dengan trait neuroticism sehingga mempengaruhi stabilitas emosinya. Dari hal tersebut patut diduga bahwa neuroticism memiliki hubungan positif dengan kecemasan karyawan dalam menghadapi assessment centre. Dimana individu dengan kepribadian neuroticism mudah merasa cemas dalam menghadapi assessment centre.

Sementara itu, dimensi openness to experience mengacu pada bagaimana individu bersedia melakukan penyesuaian diri dengan suatu ide atau situasi yang baru. Trait Openness to experience mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas tinggi untuk menyerap informasi, menjadi orang yang sangat fokus, dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan dan pemikirannya (Costa & McCrae 1992; Pervin & John, 2005). Mereka yang memiliki nilai tinggi dalam keterbukaan terhadap pengalaman (openness to experience), lebih siap berhadapan dengan stressor yang dihubungkan dengan perubahan karena mereka lebih mungkin

memandang perubahan sebagai suatu tantangan dan bukan ancaman (Ivancevich, John, Konopaske, & Matteson, 2006). Assessment centre sebagai salah satu metode dalam evaluasi kinerja guna promosi jabatan dapat dipandang sebagai tantangan yang membawa perubahan di bidang karir pada individu dengan trait openness to experinece. Individu dengan traitopenness to experience bersikap

(40)

tidak mudah cemas menghadapi evaluasi yang dilakukan di tempat kerja. Dapat disimpulkan bahwa individu dengan trait openness to experience berhubungan negatif terhadap kecemasan menghadapi assessment centre.

Pada dimensi agreeableness mengindikasikan bahwa individu memiliki keterampilan adaptasi yang baik dan mengarah pada sifat ramah, kecenderungan untuk selalu mengalah, menghindari konflik, dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain atau konformitas (Costa & McCrae, 1992; Pervin, Cervone & John, 2005). Sejalan dengan hal tersebut, seseorang dengan kepribadian agreeableness mendorongnya membalas kebaikan organisasi yang menyediakan

baginya dukungan dan lingkungan yang kondusif (Erdheim, Wang & Zicker 2006; Hutapea, 2012). Assessment centre yang merupakan salah satu metode yang digunakan oleh manajemen sumber daya manusia untuk melakukan evaluasi terhadap kompetensi individu diperuntukkan sesuai dengan tujuan organisasi, dipandang sebagai cara efektif untuk tujuan organisasi oleh individu dengan trait agreeableness. Ciri dari traitagreeableness yaitu menghindari konflik, dan bersikap konformis, dapat diprediksi bahwa individu yang memilikitraitagreeableness cenderung dapat menerima atas kebijakan yang diterapkan organisasi tempat kerjanya untuk mengikuti assessment centre dalam pengembangan karir karyawannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri dimensi agreeableness berkorelasi negatif dengan kecemasan karyawan dalam menghadapi assessment centre.

(41)

lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan teliti (Costa & McCrae, 1992; Pervin, Cervone & John, 2005).

Sejalan dengan hal tersebut, menurut Feist dan Feist (2008) conscientiousness menggambarkan pribadi yang teratur atau tertib, penuh

pengendalian diri, terorganisasi, ambisius, fokus, pada tujuan dan disiplin diri. Dalam situasi kerja, individu dengan traitconscientiousness memiliki tingkatan yang tinggi pada kinerja yang dikaitkan dengan kelompok jabatan dan seluruh pengukuran kinerja karyawan (Salgado, 1997). Dapat dikatakan individu dengan conscientoiusness tinggi akan fokus pada tugas, dan memperhatikan hasil kerjanya. Dengan ciri kepribadian yang ambisius, memiliki ketelitian yang tinggi, terorganisir, bahkan cenderung kompulsif (Pervin, Cervone & John, 2005) akan muncul kemungkinan bahwa individu dengan trait conscientiousness membutuhkan keberagaman informasi dan kepastian informasi yang kuat guna menyusun pekerjaan dan hasil kerjanya. Disisilain Spielberger (1972) menyampaikan kecemasan timbul karena adanya ketidak pastian dan ketidak berdayaan dalam diri seseorang. Salah satu tujuan assessment centre adalah melakukan evaluasi dan seleksi karyawan yang akan dipilih untuk dipromosikan. Kegiatan assessment centre yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan ketidakpastian keberhasilan pada karyawan.

(42)

E. Kecemasan MenghadapiAssessment Centre dengan Persepsi Dukungan Organisasi.

Dukunganorganisasi yang dipersepsikan oleh karyawan dibangun berdasarkan perlakuan-perlakuan organisasi yang diterima oleh karyawan, misalnya dalam pembayaran honorarium, kenaikan jabatan, pemerkayaan pekerjaan, dan partisipasi dalam pembuatan kebijakan organisasi. Penilaian karyawan terhadap organisasi juga dilakukan dengan memperhatikan frekuensi, kesungguhan dan ketulusan organisasi dalam memberikan pernyataan penghargaan dan pengakuan terhadap hasil usaha mereka (Eisenberger,1986).

Beberapa penelitian menggambarkan, persepsi dukungan organisasi yang dijadikan sebagai indikator penilaian dalam organisasi adalah keadilan (fairness), dukungan dari atasan (support), imbalan dari organisasi (organizational rewards) dan kondisi pekerjaan (job condition) (Eisenberger, 1986).

(43)

kompensasi yang setara, gaji, bonus dan lain sebagainya. Sedangkan yang bersifat intrinsik (non material) berupa perhatian, pemberian pujian, mendengar keluhan, pengembangan diri karyawan, dan kepercayaan karyawan bahwa merekaakan memperlakukan secara fair.

Salah satu metode penilaian kinerja yang dapat meminimalisir timbulnya penyimpangan dalam memberikan penilaian adalah melalui assessment centre. Seperti yang dikemukakan oleh Prihadi (2004) bahwa assessment centre merupakan suatu proses penilaian (evaluation) atau rating yang canggih dan didesain secara khusus untuk meminimalkan kemungkinan timbulnya penyimpangan (bias) sehingga para peserta dalam proses ini memperoleh kesempatan setara yang seluas-luasnya untuk mengungkapkan potensi maupun kompetensinya dalam seperangkat metode assessment centre atau evaluasi yang terstandardisasi.

Metode assessment centre juga memberikan kontribusi dalam membantu para manajer lini dan manajer sumber daya manusia membuat keputusan mengenai seleksi dan penempatan, perencanaan suksesi, dan training dan development. Tujuan dari metode assessment centre menurut Rivai (2009) adalah

untukmengidentifikasi orang yang cocok bagi suatu jenis dan tingkat pekerjaan, menentukan kebutuhan pelatihan dan pengembangan, dan untuk mengidentifikasi orang yang akan dipromosikan pada jabatan tertentu. Dalam prosesnya, assessment dilakukan berkenaan dengan adanya permintaanakan adanya promosi

(44)

seseorang akan mengikuti beragam materi tes, baik psikotes, interview dan juga di lakukan observasi oleh para asesor. Adanya proses seleksi dan penilaian terhadap karyawan dalam penerapan metode assessment centre, dapat menimbulkan kekhawatiran, kecemasan bagi karyawan yang dianggap sebuah ancaman terhadap pengembangan karir yang diidamkannya. Sebagian besar dari individu merasa cemas dan tegang jika menghadapi situasi yang mengancam atau stressor.

(45)

individu dan seberapa besar menilai kontribusi dan memperhatikan kesejahteraan karyawan (Eisenberger et al., 2002).

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ha 1: Trait extraversion berhubungan negatif dengan kecemasan karyawan menghadapi assessment centre.

Ha 2: Trait agreeableness berhubungan negatif dengan kecemasan karyawan menghadapi assessment centre.

Ha 3: Trait neuroticism berhubungan positif dengan kecemasan karyawan menghadapi assessment centre.

Ha 4: Trait openness to experience berhubungan negatif dengan kecemasan karyawan menghadapi assessment centre.

Ha 5: Trait conscientiousness berhubungan positif dengan kecemasan karyawan menghadapi assessment centre.

Gambar

Tabel 2.1.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menemukan bahwaKurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dan AIK Al Islam dan Kemuhammadiyahan) di Unismuh Makassar dan Unismuh Pare-Pare; keduanya

closed path of plus and minus signs for the new route and selecting the smallest number smallest number found in those squares containing minus signs.. Obtaining an

Ketika pengajuan produk pembiayaan gadai emas di Bank Syariah Mandiri Cabang Rawamangun ternyata menghadapi 2 kendala yaitu ketidaksesuaian nilai pembiayaan yang

Dari segi masa kerja, dapat diketahui bahwa karyawan dengan masa kerja antara 5-10 tahun cenderung memiliki tingkat motivasi kerja yang tertinggi jika

Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh yang bermanfaat dari kombinasi yang sesuai dari tingginya tekanan anggaran dan partisipasi anggaran dalam situasi kesukaran tugas

Dari defnisi diatas dapat diambil kesimpulannya bahwa merek adalah suatu nama atau simbol atau kombinasinya yang dimaksudkan untuk memberi tanda pengenal barang atau jasa

Pada RUPS tersebut juga diputuskan pemberian manfaat lain serta pendelegasian wewenang kepada Dewan Komisaris untuk memutuskan kenaikan manfaat pensiun dan manfaat

Namun, pelaksanaan otonmi belurn berjalan dengan baik antara lain karena belurn tersedia perangkat hukum berupa undang-undang badan hukwn pendidikan yang menjadi dasar