• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Candida - Hubungan Kolonisasi Jamur dengan Peningkatan Risiko Infeksi Jamur Sistemik pada Bayi Berat Lahir Rendah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Candida - Hubungan Kolonisasi Jamur dengan Peningkatan Risiko Infeksi Jamur Sistemik pada Bayi Berat Lahir Rendah"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Candida

Pada tahun 1960an dan 1970an, C. albicans merupakan penyebab infeksi nosokomial terbanyak pada kasus infeksi jamur sistemik namun beberapa tahun belakangan ini jumlah kasus yang disebabkan oleh spesies – spesies non C. albicans seperti C. glabrata, C. tropicalis, C. parapsilosis, C. guilliermondii, C. lusitaniae semakin meningkat.7 Bayi dengan berat lahir rendah memiliki daya tahan tubuh yang rendah pula sehingga mengakibatkan infeksi jamur mudah menyebar. Survei pada 2847 bayi di tujuh unit perawatan neonatus yang berbeda didapatkan risiko infeksi jamur sistemik pada bayi dengan berat lahir < 800 g adalah 8%, 801-1000 g adalah 3%, 1101-1500 adalah 1%, >1500 g adalah 0.31%.8

Selain patogen Candida dikenal sebagai jamur oportunis yang dapat hidup komensal tanpa menyebabkan penyakit pada saluran nafas bagian atas, saluran cerna, dan vagina individu yang sehat. Perubahan ekosistem mikro yang mengganggu keseimbangan ekologis berperan penting dalam terjadinya infeksi. Keseimbangan ekologi tersebut akan berubah bila terdapat

(2)

faktor risiko. Infeksi jamur biasanya didahului oleh kolonisasi yang terjadi akibat perubahan kondisi fisiologis karena faktor risiko. Kolonisasi menjadi penting karena proses tersebut merupakan proses awal yang mendahului infeksi.

Dalam satu studi ditemukan bahwa angka kejadian kolonisasi jamur pada kulit, saluran pernafasan dan saluran gastrointestinal terjadi pada 10% bayi cukup bulan. Hal ini berbeda dengan BBLSR dimana angka kejadian kolonisasi mencapai 26.7% - 62.5%.

1,9

9

2.1.1. Etiologi

Kandidiasis disebabkan oleh anggota genus Candida yang meliputi 80 spesies berbeda. Candida albicans merupakan penyebab 80% - 90% infeksi pada manusia.

Candida memiliki tiga bentuk morfologi utama. Sel ragi (blastospora)

memiliki diameter 1.5 - 5 µm, tunas aseksual, dapat tumbuh pada permukaan tubuh dan cairan, mengawali lesi invasif dan dapat menyebabkan toksik atau reaksi radang. Klamidospora berukuran lebih besar (7 - 17 µm) dan jarang menimbulkan penyakit sistemik. Bentuk hifa (pseudomiselia) adalah fase jaringan Candida, bukan kontaminasi dan merupakan filamen-filamen yang memanjang dari sel ragi. Candida tumbuh secara aerob pada media laboratorium rutin dan membutuhkan waktu untuk inkubasi.

10

10 Candida dapat

(3)

merupakan perangkat penting dalam patogenesis penyakit pada pejamu yang rentan.

Pada beberapa dekade terakhir angka kejadian infeksi jamur sistemik di UPI neonatus meningkat dengan penyebab utama adalah C. albicans dan C. parapsilosis. Spesies Candida yang terdapat dalam darah neonatus yang terinfeksi di UPI neonatus adalah C. albicans, C. glabrata, C. tropicalis, C. parapsilosis, C. guilliermondii, C. lusitaniae.

1

C. albicans yang dianggap paling patogen dan penyebab paling sering infeksi pada neonatus. Dalam survei yang dilakukan oleh National Epidemiology of Mycoses Survey (NEMIS) pada tahun 1993 di tujuh Neonatal Intensif Care Unit (NICU) didapatkan penyebab infeksi Candida adalah C. albicans sebanyak 48%, C. glabrata 24%, C. tropicalis 19%, C. parapsilosis 7%.11 Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di rumah sakit Ciptomangunkusuma Jakarta tahun 2001 dimana penyebab infeksi Candida terbanyak adalah C. tropicalis sebanyak 48.5%.12

2.1.2. Patogenesis infeksi jamur

Infeksi jamur sistemik bisa didapat baik secara vertikal maupun secara horizontal. Pada neonatus infeksi jamur dapat terjadi melalui gabungan antara infeksi nosokomial dan infeksi perinatal. Infeksi jamur sistemik dengan gejala yang lebih berat umumnya terjadi pada bayi-bayi prematur.

Bayi prematur dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah dan terpapar antibiotik spektrum luas sering terkena infeksi jamur. C. albicans

(4)

mempunyai bentuk dimorfik yaitu memiliki bentuk ragi dan hifa, hal ini meningkatkan virulensi pada pasien yang immunocompromised. Hifa ini menyebabkan kolonisasi dan infeksi. Spesies Candida yang tidak membentuk filamen seperti C. glabrata dapat mengkolonisasi dan menyebabkan penyakit invasif pada BBLSR. Pada bayi prematur transmisi vertikal dan horizontal mengarah ke kolonisasi kulit, membran mukosa gastrointestinal dan saluran nafas. Setelah paparan faktor pasien, kuman dan obat-obatan berperan dalam kolonisasi dan penyebaran infeksi. 9

(5)

Vertical Adherence factors of fungi Horizontal

Maternal fungal colonizatrion Patient to patient

transmission

Vaginal delivery Contaminated infusates

Health care worker colonization

Skin, Respiratory tract, Gastrointestinal tract, Central Vascular Catheters

Patient factors Organism factors Medications

Immature immune defenses Virulence properties Antibiotics

Moist skin surface No.of organisms >2 antibiotics

Skin or mucosal breakdown Multiple site colonization Cephslosporin-3rd

generation

Fungal dermatitis Adherence properties Carbapenem

Necrotizing enterocolitis H2

Intestinal perforation Postnatal steroids

antagonists

Abdominal Surgery

Hyperglycemia Infusates

Invasive catheters, tubes Parenteral Nutrition

Central vascular catheter Lipid emulsions

Endotracheal tube

Blood, Urine, Cerebrospinal fluid, Peritoneal fluid

Immature immune defenses Adherence properties Persisten fungemia

Tissue or valve injury Delayed vascular catheter removal

Co-infection Delayed diagnosis

Inadequate antifungal dosing

Endocarditis Liver abscess

Renal or bladder abscess Splenic abscess

Central nervous system Cutaneous abscess

Meningitis, Encephalitis,abscess Osteomyelitis

Endophthalmitis Septic arthritis

Gambar 2.1. Patogenesis kolonisasi dan infeksi jamur sistemik 9 TRANSMISSION

COLONIZATION

INFECTION

(6)

2.1.3. Faktor Risiko

Jamur memiliki patogenitas yang rendah dan harus dapat melalui berbagai sawar tubuh sebelum menyebabkan infeksi. Selain itu karena sifatnya yang dapat hidup komensal di dalam tubuh manusia, diperlukan berbagai faktor risiko pada pejamu yang memungkinkan jamur berubah menjadi patogen dan menyebabkan infeksi. Neonatus adalah populasi yang rentan terhadap berbagai infeksi termasuk infeksi jamur. Faktor risiko bervariasi dari kondisi fisiologis seperti berat badan lahir sampai prosedur medis yang diperlukan untuk kesembuhannya.

Faktor risiko yang paling penting pada sepsis neonatorum adalah berat badan lahir rendah. Kandidiasis yang paling sering ditemukan ialah kandidiasis mulut. Penyakit ini merupakan endemis di tempat perawatan bayi baru lahir. Keadaan ini memudahkan terjadinya kandidiasis usus dengan tanpa diare, kandidiasis perianal, kandidiasis paru dan kandidiasis sistemik.

5,10,14,15

15

Faktor risiko infeksi jamur yaitu :

1. Faktor pasien

- Mekanisme pertahanan tubuh yang rendah disebabkan oleh penurunan jumlah sel T, netrofil dan fungsinya, dan pengurangan jumlah komplemen pada BBLR dengan usia kehamilan kurang bulan 8,9

- Pada kulit bayi BBLSR angka kejadian kolonisasi jamur sebanyak 13% dan meningkat pada BBLASR sebanyak 48%. Pada bayi prematur Candida menghasilkan protease yang dapat

(7)

menghancurkan lapisan keratin dan fosfolipase pada membran lipid, dengan adanya bantuan enzim terjadi kerusakan epitel. Peningkatan kehilangan air dari kulit bayi prematur menyebabkan lingkungan yang lembab sehingga mempermudah terjadinya kolonisasi jamur. Peningkatan permeabilitas kulit bayi prematur menyebabkan substrat seperti glukosa berdifusi ke permukaan epitel sehingga mempermudah pertumbuhan jamur.

- Bedah abdomen

7,9

Suatu penelitian tentang faktor risiko di NICU didapatkan bahwa bayi dengan berat lahir < 1000 g yang menjalani operasi memiliki risiko terjadinya infeksi jamur sistemik.

- Kateter Vena Sentral

8

Pada penelitian yang menilai faktor risiko infeksi jamur sistemik didapatkan adanya kolonisasi jamur pada kateter vena sentral pada BBLSR yang dirawat di NICU.

- Intubasi endotrakheal dan ventilasi mekanik pada BBLSR menyebabkan kolonisasi dan infeksi jamur. Pertahanan paru melalui makrofag alveolar, silia, lendir dan fungsi surfaktan terganggu pada bayi yang menggunakan ventilasi mekanik, hal ini mempermudah infeksi jamur.

6

9 Suatu penelitian case control

(8)

2. Faktor organisme

Meningkatnya kolonisasi jamur berperan penting terjadinya infeksi jamur sistemik. Spesies Candida menempel pada lapisan epitel, sel endotelial dan pembuluh darah serta memproduksi sejumlah molekul perekat supaya mampu menetap, menyerang serta menyebar ke organ tubuh.

3. Obat – obatan 7

- Antibiotik : penggunaan > 2 antibiotik, sefalosforin generasi ketiga dan carbapenem

- H2 antagonis

- Postnatal dan antenatal steroid - Infus : lipid intravena

2.1.4. Gejala Klinis

(9)

sangkaan ke arah sepsis jamur dan kultur dapat diulang setelah evaluasi awal dimana bayi tidak menunjukkan perbaikan klinis ataupun kondisi bayi semakin memburuk setelah 48 jam penggunaan antimikroba sprektrum luas.

Kerusakan organ yang sering ditemukan adalah endokarditis, abses renal, susunan saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis dan abses otak, endophtalmitis, abses hepto-splenik, abses kulit, osteomielitis dan artritis.

9

Penyakit vaskuler biasanya dimulai dari vaskulitis aorta atau vena cava hingga endokarditis. Sering terdapat trombus pada pembuluh darah dan atrium kanan.

7,9

10 Candida endokarditis ditemukan 5.5% - 15.2% dari kasus

infeksi jamur dan dilaporkan 3 dari 11 pasien Candida endokarditis meninggal.9 Terkenanya ginjal berjalan secara subklinis atau terjadi bersamaan dengan infeksi saluran kemih bagian atas yang ditandai dengan hipertensi, gagal ginjal, abses ginjal, nekrosis papiler dan hidronefrosis.

Kandidiasis sistem saraf pusat melibatkan meningen, ventrikel, atau korteks serebri dengan pembentukan abses. Manifestasi klinis sistem saraf pusat sering tidak jelas.

10

10 Candida meningoensefalitis dapat bermanifestasi

serius pada bayi prematur seperti bertambahnya ukuran lingkar kepala dan kejang.2 Gejala ini berhubungan dengan meningkatnya kematian dan gangguan neurodevelopmental. 2,4,17

(10)

pasien dengan infeksi jamur sistemik.7 Suatu penelitian meta-analitik didapatkan hasil neonatus dengan infeksi jamur sistemik prevalensi endoftalmitis 3%, meningitis 15%, abses otak 4%, endokarditis 5%, infeksi ginjal 5% dan adanya jamur dari kultur urin 61%.18

2.1.5. Diagnosis

Kecurigaan terhadap infeksi jamur sistemik pada neonatus dimulai bila timbul gejala sepsis dan ditemukan riwayat faktor risiko. Konfirmasi laboratorium dilakukan dengan melakukan biakan / kultur darah, urin, dan cairan serebrospinal yang penting untuk menentukan jamur penyebab. 1,9,19 Survei kultur darah dapat membantu mendiagnosis kandidiema lebih awal, di unit perawatan neonatologi survei kultur darah dilakukan rata-rata 50% pasien terinfeksi jamur.

2.1.6. Terapi 7

1. Amfoterisin B deoxycholate (fungizone)

(11)

BBLSR. Resistensi terhadap amfoterisin B jarang, namun resisten terhadap

C. lisitaniae pernah dilaporkan. 2. Fluconazole

10

Fluconazole merupakan suatu golongan azole yang bekerja menghambat enzim C-14 lanosterol demethylase dalam bentuk ergosterol. Obat ini mempunyai efikasi yang sama dengan amfoterisin B deoxycholate dan penetrasi ke jaringan sangat baik. Dosis 6 mg / kilogram berat badan / hari. Tersedia dalam bentuk parental berupa infus intravena.11 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa fukonazole efektif sebagai profilaksis anti jamur untuk mencegah infeksi jamur sistemik.19 Penelitian multisenter dengan

randomised trial tentang profilaksis flukonasol pada preterm didapatkan hasil kolonisasi jamur 9,8% pada group yang mendapat dosis fluconazole 6 mg / kilogram berat badan / hari dan 7.7% pada group fluconazole 3 mg / kilogram berat badan / hari dibandingkan dengan 29,2% pada group placebo.20 Pada suatu penelitian didapati bahwa profilaksis anti jamur pada bayi berat lahir sangat rendah yang mendapat fluconazole 3 mg / kilogram berat badan / hari ternyata efektif mencegah kolonisasi dan infeksi jamur invasif.21

3. Variconazole

(12)

pada populasi anak masih belum diteliti secara intensif seperti pada populasi dewasa.10

2.2. Hubungan kolonisasi dengan infeksi jamur sistemik pada BBLR Angka morbiditas dan mortalitas infeksi jamur semakin meningkat pada neonatus. Pada bayi BBLR, kolonisasi jamur merupakan faktor risiko yang signifikan untuk terjadinya kandidiasis mukokutaneus dan infeksi jamur sistemik. Sepertiga bayi dengan kolonisasi jamur menderita kandidiasis mukokutaneus, dan 7,7% nya berkembang menjadi infeksi jamur sistemik. Dua per tiga bayi mengalami kolonisasi jamur pada minggu pertama kehidupannya. Kolonisasi ini dapat diperoleh pada saat proses kelahiran. Kolonisasi jamur lebih sering terjadi pada bayi yang lahir per vaginam dibanding dengan kelahiran secara sectio cesarean. Kolonisasi awalnya paling sering dijumpai di saluran gastrointestinal dan kulit. Selanjutnya kolonisasi dapat dijumpai di saluran nafas.

Pada saat lahir, kolonisasi yang paling sering ditemukan di daerah rektum (85,7%), endotrakeal (60%), dan orofaring (57,1%). Namun, setelah usia 3 minggu atau lebih, kolonisasi terbanyak dijumpai di daerah selangkangan (83,3%), dan hanya 16,7% dijumpai di rektum, orofaring ataupun endotrakeal.

22

Suatu penelitian tentang faktor risiko infeksi jamur sistemik pada neonatus kurang bulan dengan kolonisasi jamur mendapati bahwa kolonisasi spesies Candida pada kateter vena sentral dan beberapa tempat merupakan

(13)

faktor risiko dan prediktor terjadinya sepsis jamur pada bayi BBLR selama rawatan di NICU.6

2.3.Kerangka konsep

: yang diamati dalam penelitian

Gambar 2.2. Kerangka Konseptual

Faktor Organisme

Virulensi

Organisasi pada banyak tempat

INFEKSI JAMUR

Penyebaran ke organ-organ Jantung, SSP, Ginjal, Mata, Hepar, Kulit, Tulang, Lien

KOLONISASI

Kulit, Saluran nafas, saluran cerna

Faktor Pasien

Usia Gestasi (Prematur)

Pertahanan tubuh ↓

Endotracheal tube Operasi abdomen

Medikasi >2 Antibiotik H2 Antagonis Post natal steroid Karbapenem

Gambar

Gambar 2.1.  Patogenesis kolonisasi dan infeksi jamur sistemik 9
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

 Inspeksi harus dilakukan oleh lembaga inspeksi yang telah diakreditasi KAN atau keberterimaan di tingkat regional atau internasional untuk ISO/IEC 17020 dan sesuai

Bagi guru khusunya guru BK untuk lebih meningkatkan program yang sudah ada di SMP Muhammadiyah Plus tentang pemberian materi kesehatan remaja khususnya tentang

4.2.6 Strategi Marketing Communication PT BRISyariah Kantor Cabang Induk Surabaya dalam Menyosialisasikan program Tabungan “FAEDAH” Untuk Meningkatkan Jumlah Nasabah

Penelitian ini bertujuan: (1) Mengidentifi- kasi penerapan prinsip GMP; (2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan penerap- an GMP; (3) Merancang alternatif

Untuk sampel mikrobiologi pada gambar 4 pengambil sample harus terlebih dahulu mencuci tangan dengan alkohol agar tangan benar-benar steril bebas dari bakteri dan

Pertama , golongan yang memang sudah menjalankan ibadah Islam dengan baik kemu- dian merasakan kelezatan iman yang lebih tinggi saat mengikuti kegiatan keagamaan Jamaah Tabligh;

Vitamin E dapat mencegah penurunan fungsi kognitif visuospasial pada tikus Sprague Dawley jantan yang terpapar heat stress. Fungsi Kognitif Visuospasial Vitamin

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan usaha agroindustri baglog jamur tiram pada Seorang Pengusaha Beglog Jamur Tiram di Desa