• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI NAFKAH GANDA BENTUKAN RUMAH TAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STRATEGI NAFKAH GANDA BENTUKAN RUMAH TAN"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL

SOSIOLOGI REFLEKTIF

Laboratorium Sosiologi Fakultas IImu Sosial dan Humaniora

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

ISSN : 1978-0362

(2)

JURNAL

SOSIOLOGI REFLEKTIF

Laboratorium Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Volume 9, Nomor 1, Oktober 2014

PENGELOLA JURNAL

Ketua Penyunting : Muryanti,MA

Sekretaris Penyunting : Puspo Reni Rahayu, S.Sos Penyunting Pelaksana : Sulistyaningsih, M.Si,

Ahmad Zainal Arifin, P.Hd, Dr. Yayan Suryana, Sekretariat : Beng Pramono, Arifiartiningsih Desain Sampul & Tata Letak : Kirman Diterbitkan oleh : Laboratorium Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Alamat Redaksi : Laboratorium Sosiologi,

Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Jl. Marsda Adisucipto No.1, Yogyakarta

Telp (0274) 51957: Fax. (0274) 519571

Email: sosiologireflektif@uin-suka.ac.id dan sosiologireflektif@gmail.com

Sosiologi Reflektif adalah jurnal yang dikelola oleh Laboratorium

Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Media ini menekankan kajian

seputar persoalan-persoalan sosial. Redaksi juga menerima tulisan seputar dinamika sosial baik yang bersifat teoritis, kritik, reflektif, opini, dan berbagai ide-ide dinamika sosial kemasyarakatan. Tulisan minimal

20 halaman kuarto, spasi ganda, dilengkapi dengan abstrak (Bahasa

Inggris dan Bahasa Indonesia), catatan kaki, dan daftar pustaka. Penulis

juga harus menyertakan nama lengkap bersama asal universitas atau

(3)

Strategi Nafkah Ganda “Bentukan” Rumah Tangga Pedesaan Pesisir di Kabupaten Bintan

Ali Yansyah Abdurrahim ... 1

How Does Small Medium Enterprise in Developing Countries Overcome Information and Communication Technology Adoption Problems?

Ambar Sari Dewi. ... 23

Respon Masyarakat Terhadap Peran Politik Kyai

Puji Qomariyah. ... 31

Involuntary Childlessness, Stigma and Women’s Identity

Grace Stephanie Panggabean. ... 47

Revitalisasi Gotong Royong: Penguat Persaudaraan Masyarakat Muslim di Pedesaan

Muryanti... 59

Islam dan Wacana Civil Society di Indonesia

Masroer C Jb dan Lalu Darmawan. ... 79

Marjinalisasi Pedesaan Akibat Relasi Kuasa Lokal dan Supralokal

Yunindyawati. ... 109

Etos Kerja Pada Pengrajin Payung di Juwiring, Klaten

Trisni Utami dan Mahendra Wijaya. ... 123

Perlawanan Petani Rengas Terhadap PTPN VII di Ogan Ilir Sumatera-Selatan

Mohammad Syawaludin. ... 145

JURNAL

SOSIOLOGI REFLEKTIF

ISSN : 1978-0362

(4)

iv | Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014 Peran Lembaga Keuangan Penyedia Dana Mikro Dalam Menyediakan Kesempatan Kerja

Aryan Torrido. ... 163

Logo-Teknik Iklan Nan Citra Negatif

A. Sihabul Millah. ... 177

Musik Dangdut dan Ironi Pendidikan Seni di Yogyakarta

Moh. Khatibul Umam. ... 187

Rekonstruksi Paradigma Ilmu Pengetahuan untuk Keberlanjutan Ekologis

Thohir Yuli Kusmanto. ... 197

Peran Kelompok Batik “Berkah Lestari” Bagi Pemberdayaan Perempuan di Dusun Karangkulon, Desa Wukirsari, Imogiri, Bantul, Yogyakarta

Riesta Mar’atul Azizah. ... 217

Radikalisme Agama Dalam Kkajian Sosiologi

(5)

Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014 | v

PENGANTAR REDAKSI

Assalamualaikum wr.wb.

Perubahan bisa terjadi pada apapun, fisik ataupun kehidupan manusia. Setiap perkembangan sejarah manusia berubah dari satu tahap pada tahap berikutnya yang bisa sebuah siklus ataupun tidak sama sekali, tergantung pada jenis dan tipe perubahan yang terjadi. Jurnal Sosiologi Reflektif Volume 9, Nomor 1, Oktber 2014 ini akan banyak menganalisis tentang berbagai macam perubahan sosial. Terkait dengan paradigma pengetahuan yang senantiasa mengikuti perkembangan sosial-ekonomi dan politik manusia itu sendiri, sampai dengan perempuan sebagai subyek yang mengalami perubahan dalam memberikan makna terhadap tubuhnya sendiri. Analisis tersebut akan secara tajam dituangkan dalam artikel : Thohir Yuli Kusmanto, Yunindyawati dan Sihabul Millah. Selain isu perubahan sosial, penulis lain juga tidak kalah menarik mengkaji tentang permasalahan sosial actual yang terjadi dalam masyarakat.

Artikel pertama ditulis oleh Ali Yansyah Abdurrahim dalam artikelnya yang berjudul Strategi Nafkah Ganda “Bentukan” Rumah Tangga Pedesaan Pesisir di Kabupaten Bintan. Penulis menegaskan bahwa pemerintah menjalankan program COREMAP yang di antaranya melakukan pengembangan mata pencaharian alternatif (MPA) sebagai strategi nafkah baru bagi rumah tangga di pesisir Kabupaten Bintan. Program tersebut dijalankan agar masyarakat pesisir mengurangi cara strategi nafkahnya yang merusak lingkungan.

(6)

vi | Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014 pemanfaatan komunikasi interpersonal serta penggunaan TIK yang dipilih berdasar kebutuhan pengguna.

Puji Qomariyah menulis artikel Respon Masyarakat terhadap Peran Politik Kyai. Penulis menyatakan bahwa kyai menggunakan kharisma yang dimilikinya untuk memerankan politik yang ditandai dengan afiliasinya kepada partai politik tertentu. Masyarakat Rembang dengan tradisi hubungan masyarakat dan kyai sangat kental menyatakan tidak ada pengaruhnya pilihan politik kyai dengan kehidupan masyarakat atau tidak memberikan keuntungan. Termasuk, bagi masyarakat yang memiliki pilihan partai politik yang sama dengan kyai.

Grace Panggabean melakukan analisis gender dalam tulisannya

Involuntary Childlessness, Stigma and Women’s Identity. Menurut penulis, perempuan mempunyai tanggung jawab yang besar dalam perannya di ranah domestik, termasuk dalam kesehatan dan manajemen reproduksi. Stigmatisasi tersebut tentunya berakibat adanya beban bagi perempuan yang mengalami infertile. Hal tersebut terjadi karena masih rendahnya kesadaran gender dalam masyarakat, sehingga perjuangan gender untuk membangun identitas perempuan yang baru menjadi sangat penting.

Muryanti menulis tentang Revitalisasi Gotong Royong: Penguat Persaudaraan Masyarakat Muslim di Pedesaan. Kajian ini menjadi hal yang perlu diperhatikan mengingat menurunnnya kesadaran kolektif pada level pedesaan yang semakin mengarah pada perilaku individualis. Temuan dari penelitian ini menunjukan bahwa menurunnya nilai-nilai gotong royong adalah sebuah keniscayaan karena perubahan sosial ekonomi dan politik masyarakat. Upaya revitalisasi nilai-nilai kegotongroyongan menjadi mutlak diperlukan.

Masroer C Jb dan Lalu Darmawan mengkaji Islam dan Wacana

Civil Society di Indonesia. Penulis menjelaskan bahwa civil society dalam pandangan Islam dimaknai masyarakat madani yang berarti: Pertama,

(7)

Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014 | vii Yunindyawati menganalisis perubahan sosial dalam artikelnya yang berjudul Marjinalisasi Pedesaan Akibat Relasi Kuasa Lokal dan Supralokal. Menurutnya adanya pengaturan desa dalam UU No 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan desa menjadikan peran desa terkooptasi oleh sutruktur di atasnya, padahal aset dan dinamika masyarakat senyantanya berada di desa. Implikasinya desa menjadi seragam di seluruh pelosok tanah air dan Negara menjadi sangat hegemonik. Hal ini mendorong adanya peraturan baru yang bisa menjadikan desa sebagai subyek yang mampu mengelola apa yang dimilikinya sendiri dengan menunjukan identitasnya dan tidak melupakan struktur diatasnya.

Trisni Utami dan Mahendra Wijaya menuulis artikel yang berjudul Etos Kerja pada Pengrajin Payung di Juwiring, Klaten. Penulis menegaskan bahwa pengrajin payung adalah salah satu jenisindustri rumah tangga yang tergolong industri kreatif. Etos kerja yang dimiliki oleh pengrajin sangat tinggi, terbukti dari jam kerja panjang dari pagi sampai menjelang tidur pada saat banyak pesanan dan melibatkan seluruh anggota keluarga dalam proses pembuatannya. Menurunnya industri ini disebabkan oleh keengganan pemuda untuk menjadi pengrajin payung karena image nya kurang menarik karena lebih suka menjadi buruh.

Artikel Mohammad Syawaludin yang berjudul Perlawanan Petani Rengas terhadap PTPN VII di Ogan Ilir Sumatera-Selatan merupakan salah satu kajian konflik. Menurut penulis bentuk perlawanan yang dilakukan oleh petani Rengas adalah dengan menduduki kembali lahan yang dikuasi oleh PTPN VII. Kesimpulan penelitian ini adalah adanya empat hal dasar yang menjadi aksi reklaiming dilakukan oleh petani Rengas sebagai aksi perlawanan massa dan gerakan, yakni keberlangsungan dari episode perlawanan, gerakan sosial, kondisi perlawanan, dan taktik repertoar.

(8)

viii | Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014 mikro yang sudah ada saat ini untuk memperluas pelayanan mereka serta mendukung terbentuknya berbagai lembaga keuangan mikro untuk mengisi kesenjangan permintaan dan penawaran layanan keuangan mikro terutama di wilayah pedesaan.

A Sihabul Millah menjelaskan tentang peran iklan dalam mempengaruhi tindakan perempuan dengan menggunakan analisis Roland Barters. Artikelnya berjudul Logo-Teknik Iklan nan Citra Negatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa logo-teknik dalam iklan bekerja untuk membangkitkan naluri-naluri dasar manusia, yakni naluri keintiman, seksual, ketakutan, dan idola yang begitu kuat mempengaruhi tindakan perempuan.

Khatibul Umam menulis tentang Musik Dangdut dan Ironi Pendidikan Seni di Yogyakarta. Penulis menegaskan musik dangdut penting untuk dimasukan dalam kurikulum pendidikan seni: (1) membentuk karakter dan (2) identitas bangsa Indonesia. Akan tetapi, pada kenyataannya musik ini kurang diminati oleh pemuda dan kurikulum itu sendiri datang dari DIKNAS yang masih kurang penanaman karakter kebangsaannya kepada peserta didik.

Thohir Yuli Kusmanto menganalisis tentang Rekonstruksi Paradigma Ilmu Pengetahuan untuk Keberlanjutan Ekologis. Menurutnya dalam setiap tahap perkembangan masyarakat terdapat paradigma yang dominan mempengaruhi kondisi sosial-ekonomi dan politik masyrakat. Pada saat ini paradigma positivisme menjadi perspektif dominan yang mempengaruhi perilaku manusia, termasuk hubungannya dengan alam. Akibatnya keuntungan maksimal manusia yang menjadi tujuannya, akibat berbagai macam kerusakan alam muncul karena perilaku manusia tersebut. Untuk itu perlu upaya strategis dengan merekontruksi paradigma dalam sistem ilmu pengetahuan dan teknologi yang selama ini dikembangkan dan digunakan manusia.

(9)

Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014 | ix ekonomi perempuan, sedangkan kendalanya pada pemasaran yang masih terbatas hanya dengan menggunakan getok tular.

Demikian gambaran secara umum jurnal yang akan sidang pembaca nikmati edisi ini. Semoga apa yang tertuang dalam kajian ini memberikan sumbangan yang berarti dan menjadi sumber pengetahuan baru. Selamat membaca. Wallahu a’lam bi shawab.

Wassalamualaikum wr. wb

(10)
(11)

JURNAL

(12)
(13)

Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014 | 1

STRATEGI NAFKAH GANDA “BENTUKAN”

RUMAH TANGGA PEDESAAN PESISIR DI

KABUPATEN BINTAN

Ali Yansyah Abdurrahim

Peneliti Bidang Ekologi Manusia, Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Alamat Email: aliyansyah.lipi@gmail.com

Abstract

The coastal society of Bintan regency is heavily depended upon

marine resources. Various activities, such as fishing and catching fishes, are done by most houshold to maintin their livelihood. To

obtain maximum results, various methods are employed, including

fishing with illegal means (over-exploitation and destructive) that

destroy coral reef ecosystems and sustainability of marine resources.

To reduce illegal fishing activities, maintaining the conservation of

coral reefs, and realizing sustainable livelihoods for coastal commu -nities of Bintan regency, the local governmentlaunches COREMAP programs to promote and develop an alternative job, as a new strategy for households living in the coastal district of Bintan. This study

wants to analyze (i) the underlying of economic behavior among the

households in the coastal district of Bintan in building their living

system with illegal fishing activities; and (ii) how far the multiple

job seeking alternative strategies endorsed by the local government

through MPA-COREMAP are able to build a sustainable livelihood system? The results show that (i) the rational choice action based on

economy is underlying the coastal rural households in constructing

their living system (ii) job seeking alternative has failed. It has also

been predictedto fail in building a sustainable livelihood systems of the coastal society in Bintan.

Keywords: economic sociology, job alternative strategies, sustainable

(14)

2 | Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014

Ali Yansyah Abdurrahim

Intisari

Masyarakat pesisir Kabupaten Bintan sangat tergantung dengan sumber daya alam yang ada di laut. Berbagai aktivitas nafkah di laut (on-sea), seperti penangkapan ikan, dilakukan banyak rumah tangga untuk mempertahankan penghidupannya. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, berbagai cara dilakukan, termasuk melakukan penangkapan ikan dengan cara-cara ilegal (over-ekspolitasi dan destruktif) yang merusak ekosistem terumbu karang dan keberlanjutan sumber daya laut. Untuk mengurangi kegiatan penangkapan yang ilegal, mempertahankan kelestarian terumbu karang, dan mewujudkan penghidupan berkelanjutan bagi masyarakat pesisir Kabupaten Bintan, pemerintahan melakukan program COREMAP yang di antaranya melakukan pengembangan mata pencaharian alternatif (MPA) sebagai strategi nafkah baru bagi rumah tangga di pesisir Kabupaten Bintan. Penelitian ini ingin menganalisis (i) tindakan ekonomi apa yang melandasi rumah tangga di pesisir Kabupaten Bintan membangun sistem nafkahnya dengan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal? dan (ii) sejauh mana rekayasa strategi nafkah ganda “bentukan” pemerintah yang dilakukan melalui MPA-COREMAP mampu membangun sistem nafkah yang berkelanjutan? Penelitian dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif ini menemukan bahwa (i) tindakan pilihan rasional merupakan tindakan ekonomi yang melandasi rumah tangga pedesaan pesisir membangun sistem nafkahnya (ii) rekayasa strategi nafkah ganda “bentukan” pemerintah melalui pengembangan MPA sebagian telah terbukti gagal dan diprediksi tidak akan mampu membangun sistem nafkah yang berkelanjutan.

Kata Kunci: sosiologi ekonomi, strategi nafkah, penghidupan berkelanjutan dan nelayan

Pendahuluan

(15)

Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014 | 3 Strategi Nafkah Ganda “Bentukan” Rumah Tangga Pedesaan Pesisir ....

ekosistem terumbu karang mengalami kerusakan. Bahkan, di beberapa lokasi, persentase tutupan karang tidak mencapai 20 persen.1

Sama halnya dengan masyarakat pedesaan sawah dan pegunungan yang sangat tergantung pada sumber daya alam, masyarakat pedesaan pesisir juga sangat tergantung dengan sumber daya alam yang ada di laut. Aktivitas penangkapan ikan(on-sea) dan setelahnya di daratan

(off-sea)menjadi strategi penghidupan (livelihood strategies) utama dan paling banyak dilakukan masyarakat pedesaan pesisir. Untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal, berbagai cara dilakukan, termasuk dengan cara eksploitasi yang berlebihan dan menggunakan cara-cara destruktif, seperti penggunaan bahan beracun dan peledak. Penggunaan bahan beracun (potas/bius/sianida) dilakukan untuk penangkapan ikan hidup dan penggunaan bahan peledak (bom) dilakukan untuk penangkapan ikan segar non-hidup. Dua aktivitas destruktif yang bisa dikategorikan sebagai illegal fishing ini telah menyebabkan kerusakan terumbu karang. Padahal, terumbu karang sebagai bagian dari ekosistem laut mempunyai tiga fungsi untuk kehidupan ikan dan biota laut lainnya, yaitu (i) tempat bertelur (spawing ground), (ii) pembesaran larva (juvenile), dan daerah asuhan (nursery ground).Kerusakan terumbu karang berarti akan mengurangi ketersediaan ikan dan berujung pada terganggunya sistem nafkah (kesejahteraan) masyarakat di pedesaan pesisir.

Untuk melestarikan terumbu karang dan meningkatkan kesejahteraan/menjaga sistem nafkah, pemerintah melakukan intervensi kegiatan penyelamatan dan pelestarian terumbu karang nasional, yang diberi nama Coral Reef Rehabilitation and Management Program atau disingkat COREMAP. Di Kabupaten Bintan, COREMAP

diimplementasikan di tiga kecamatan, yaitu Bintan Timur, Gunung Kijang, dan Tambelan, melalui tiga jenis kegiatan, yaitu (i) pembentukan kelembagaan LPTSK dan Pokmas, (ii) pengembangan mata pencaharian alternatif (MPA), dan (ii) kegiatan pembangunan sarana fisik desa. Melalui ketiga kegiatan tersebut pemerintah berasumsi masyarakat di pedesaan pesisir akan mengurangi kegiatan eksploitasi terhadap laut sehingga kerusakan terumbu karang akan berkurang dan sistem nafkah yang berkelanjutan (sustainable livelihood).

Penjelasan di atas melahirkan dua pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini, yaitu (i) tindakan ekonomi apa yang melandasi rumah tangga di pesisir Kabupaten Bintan membangun sistem

(16)

4 | Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014

Ali Yansyah Abdurrahim

nafkahnya dengan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal? dan (ii) sejauh mana rekayasa strategi nafkah ganda “bentukan” pemerintah yang dilakukan melalui MPA-COREMAP mampu membangun sistem nafkah yang berkelanjutan?

Strategi Nafkah

Kajian strategi nafkah pedesaan di Indonesia sebetulnya sudah dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda. Tiga jilid hasil penelitian yang berjudul Eindresume van het Onderzoek naar de Rechten van Inlander op de Grond (1876, 1880, 1896) yang dijadikan dasar pidato Ratu Belanda di hadapan parlemen Belanda tahun 1901 untuk mendorong pelaksanaan satu penelitian umum tentang keadaan kemiskinan pedesaan Jawa pada tahun 1904-1905 dengan judul Onderzoek naar de Mindere Welvaart der Inlandsche Bevolking op Java en Madoera telah membuktikannya (Marzali, 1993). Namun, disertasi Boeke2 pada tahun 1910-lah yang menjadi kajian

akademis di perguruan tinggi pertama yang melihat kemiskinan dan strategi nafkah pedesaan di Indonesia.

Menurut Boeke (1953), meskipun di Jawa terjadi peningkatan penduduk, perkembangan masyarakat di Jawa lebih bersifat sosial daripada ekonomi. Petani jawa bekerja di sawah bukanlah untuk mencari keuntungan, namun untuk sekedar mencukupi kebutuhan hidup keluarganya yang sederhana. Bila dengan lahan sawah seluas satu bahu (0,7) yang hanya ditanami dan dipanen satu kali dalam setahun sudah cukup memenuhi kebutuhan hidup sebuah keluarga, maka sang petani tidak tidak akan menginginkan lebih dari itu. Petani sudah merasa puas, tenteram, dan ayem. Baginya, tujuan hidup adalah mencapai ketenangan dan kepuasan batin. Mengejar harta dan keuntungan materi adalah sama seperti minum air laut: makin diminum makin haus; nilai dan sikap seperti ini tidak sepantasnya dianut oleh orang Jawa yang bijaksana. Nilai dan sikap seperti ini disebut oleh Boeke sebagai limited needsatau oriental misticism, dan ini bertentangan dengan pandangan hidup orang Barat yang bersifat unlimited needs. Hal ini juga bertentangan dengan tesis Ratzel dan Boserup (1965) yang berpendapat bahwa peningkatan jumlah penduduk secara evolusi akan diikuti makin kompleksnya organisasi ekonomi (pembagian dan spesialisasi kerja) dan penggunaan teknologi yang lebih canggih.

(17)

Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014 | 5 Strategi Nafkah Ganda “Bentukan” Rumah Tangga Pedesaan Pesisir ....

Jumlah penduduk Jawa yang bertambah terus dan sistem pewarisan lahan telah membuat luasan lahan yang dimiliki setiap keluarga menurun, yang pada gilirannya menimbulkan kemiskinan di pedesaan. Dengan nilai dan sikap limited needs yang dimilikinya, petani akan merespon dengan melakukan static expansion, yaitu memperluas daerah pertanian, namun tetap dengan tingkat teknologi dan sistem pembagian kerja semula. Di lahan dan permukiman baru ini para petani sudah merasa puas apabila mereka sudah mencapai tingkat kehidupan ekonomi yang sederhana seperti yang dicapai oleh orang tua mereka dulu di desa asal, sampai pada suatu waktu, permukiman baru ini berkembang padat dan menimbulkan ulangan kemiskinan.

Selain membuat konsep strategi nilai kultural “limited needs”

dan “static expantion”, Boeke (1953) juga mengungkapkan bahwa di masyarakat dalam waktu yang sama terdapat dua atau lebih sistem sosial, dan masing-masing sistem sosial ini jelas berbeda satu sama lain dan masing-masing menguasai menguasai bagian-bagian tertentu dari masyarakat bersangkutan. Perbedaan ini oleh Boeke disebut sebagai teori ekonomi ganda (dualistic economics).Dualistic economic yang terdapat dalam masyarakat pedesaan, termasuk petani, menyebabkan petani di pedesaan mengalami mixed ethic, pada satu sisi berorientasi pada etika sosial-kolektif dan pada sisi lain harus berorientasi kepada keuntungan yang maksimal. Kedua etika tersebut dimainkan sebagai upaya membangun sistem penghidupan yang berkelanjutan.

Selanjutnya, Geertz3 (1963) mengungkapkan “involusi pertanian”

dan “kemiskinan berbagi” sebagai strategi nafkah petani Jawa. Involusi pertanian menurut Geertz merupakan respon petani Jawa yang khas terhadap tekanan penduduk secara kultural, sosial, ekonomi, dan ekologi. Respon dilakukan dengan pendekatan intensifikasi lahan karena jumlah penduduk Jawa berkembang dengan cepat dan sudah membuat seluruh Jawa terisi penuh sehingga Jawa tidak lagi memberikan kemungkinan bagi penduduk pedesaan untuk meneruskan strategi

static expantion. Intensifikasi yang dilakukan petani Jawa bukan dengan

cara menciptakan atau mengimpor organisasi ekonomi dan teknologi baru—seperti yang dilakukan intensifikasi modern ala Barat—, tetapi dengan cara memadati sebidang sawah dengan makin banyak tenaga kerja sehingga melampaui titik utilitas.

(18)

6 | Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014

Ali Yansyah Abdurrahim

Pemadatan ini dimungkinkan oleh berbagai faktor. Pertama, ciri ekologi sawah yang mampu menyerap tenaga kerja tanpa menurunkan produktivitas itu sendiri. Kedua, ciri-ciri kultural Jawa yang suka hidup tolong menolong dan rukun sesama tetangga. Ketiga, ciri-ciri masyarakat pedesaan Jawa yang tidak terbagi dalam atas kelas tuan tanah dan proletar (atau bisa dikatakan tidak berkelas). Keempat, ciri-ciri ekonomi masyarakat pedesaan Jawa yang mampu menekan keperluan hidup mereka ke paras yang lebih rendah. Faktor (ciri) kedua sampai keempat apabila digabung akan menghasilkan situasi shared poverty.

Tjondronegoro (1978) mengemukakan bahwa beragam lembaga dibentuk oleh komunitas kecil di tingkat dusun/kampung atas dasar sukarela dan menurut kebutuhan bersama. Kelembagaan tersebut berhasil membuat ikatan yang solid (sodality) dan mencapai berbagai tujuan bersama, termasuk mempertahankan atau membangun sistem penghidupan yang berkelanjutan. Hayami dan Kikuchi (1982) juga juga membuktikan bahwa kelembagaan (pranata)sosial-ekonomilokal sebagaisocial mechanism telah mencegah polarisasi akibat pengaruh modernisasi. Hayami dan kikuchi membuktikan kelembagaan

bawon4danceblokan5 yang dilakukan dalam pola hubungan antara petani

yang sederajat (egal, simetris) maupun dalam pola hubungan patron-klien yang asimetris terbukti telah menjadi strategi nafkah yang ampuh.

White (1980) dan Sajogyo (1991) mengemukakan bahwa untuk mempertahankan/membangun sistem penghidupannya, masyarakat pedesaan melakukan strategi pola nafkah ganda, yaitu mengkombinasikan aktivitas pertanian dan non-pertanian. Menurut keduanya, strategi nafkah ganda yang dilakukan oleh lapisan petani atas (berlahan luas) dan lapisan petani bawah (berlahan sempit) terdapat perbedaan. Menurut White (1991), (i) petani berlahan “cukup luas” punya surplus yang dapat ditanam ke dalam pertanian kembali ataupun ke usaha non pertanian pada taraf yang cukup “luas/besar”. Bagi lapisan ini berlakuu “modal menarik modal”, sedangkan (ii) bagi petani lahan sempit, surplus nyata yang kurang hanya mampu menopang usaha non-pertanian dengan modal kecil yang menghasilkan imbalan kecil pula.Pergeseran pola nafkah ke non pertanian bisa disebabkan oleh “dorongan ke luar” yang disebabkan imbalan di pertanian lebih kecil atau “tarikan ke dalam” yang disebabkan imbalan di usaha non pertanian

4 Bawon adalah sistem bagi hasil bagi buruh panen

(19)

Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014 | 7 Strategi Nafkah Ganda “Bentukan” Rumah Tangga Pedesaan Pesisir ....

lebih besar. Sedangkan, menurut Sajogyo, (i) rumah tangga di lapisan atas menunjukkan strategi akumulasi (dari surplus pertanian mampu membesarkan usaha di luar pertanian dan sebaliknya); (ii) rumah tangga di lapisan menengah punya strategi konsolidasi (bertahan), potensi berkembang masih rendah; dan (iii) rumah tangga di lapisan bawah punya strategi survival (“utamakan selama”). Jika tidak waspada akan berhadapan dengan kesulitan. Sajogyo juga juga mengemukakan pola nafkah berganda juga bisa bisa ditentukan oleh jumlah semua imbalan/ pendapatan semua anggota rumah tangga pencari nafkah, termasuk pencari nafkah yang belum dewasa.

Scoones (1998) menggolongkan strategi nafkah masyarakat pedesaan setidaknya ke dalam tiga kelompok. Pertama, rekayasa sumber nafkah pertanian, yang merupakan usaha pemanfaatan sektor pertanian agar lebih efektif dan efisien, baik melalui penambahan input eksternal berupa tenaga kerja atau teknologi (intensifikasi) maupun dengan memperluas lahan garapan pertanian (ekstensifikasi). Kedua, pola nafkah ganda yang merupakan usaha yang dilakukan dengan cara mencari pekerjaan selain sektor pertanian untuk menambah pendapatan (diversifikasi nafkah). Ketiga, rekayasa spasial merupakan usaha yang dilakukan dengan cara mobilisasi/perpindahan penduduk baik secara permanen maupun sirkular (migrasi) dalam rangka mencari sumber nafkah (livelihood sources) baru di tempat lain.

Marzali (1993) menyatakan bahwa dalam membangun sistem nafkahnya, masyarakat pedesaan selalu dilandasi oleh tindakan ekonomi. Menurutnya, tindakan ekonomi masyarakat pedesaan bisa dibagi ke dalam dua pendekatan utama, yaitu pendekatan moral ekonomi dan pendekatan rasional. Pendekatan moral ekonomi berpendapat bahwa tindakan ekonomi masyarakat pedesaan berlandaskan pada prinsip dasar: the norm of resiprocity (adat saling tolong) dan the right of subsitence

(20)

8 | Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014

Ali Yansyah Abdurrahim

Sementara itu, pendekatan pilihan rasional yang dipelopori Popkin (1979) dan Gary Becker (1976). Popkin beranggapan bahwa petani adalah homo economicus atau rational actor yang cenderung berkalkulasi secara ekonomi dan egois demi peningkatan kemakmuran sendiri tanpa terlalu peduli dengan moral pedesaan. Menurut Gary Becker (1976) dalam karyanya yang berjudul The Economic Approach to Human Behaviour, berperilaku rasional berarti memaksimalkan keajegan perilaku yang diantisipasi atau diharapkan akan membawa imbalan hasil di masa akan datang. Dalam hal ini rasional berarti : (i) aktor melakukan perhitungan pemanfaatan atau preferensi dalam pemilihan suatu bentuk tindakan; (ii) aktor juga menghitung biaya bagi setiap jalur perilaku; (iii) aktor berusaha memaksimalkan pemanfaatan untuk mencapai pilihan tertentu.

Selain, didasari oleh moral ekonomi atau pilihan rasional secara parsial, beberapa penelitian membuktikan bahwa masyarakat pedesaan menjalankan kombinasi keduanya dalam waktu yang bersamaan. Boeke (1953) mengemukakan bahwa dualistic economic terdapat dalam masyarakat pedesaan. Masyarkat pedesaan menjalankan mixed ethic

(moral ekonomi dan tindakan rasional), pada satu sisi berorientasi pada etika sosial-kolektif dan pada sisi lain harus berorientasi kepada keuntungan yang maksimal. Kedua etika tersebut dimainkan sebagai upaya membangun sistem penghidupan yang berkelanjutan.

(21)

Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014 | 9 Strategi Nafkah Ganda “Bentukan” Rumah Tangga Pedesaan Pesisir ....

hal ini tidak selamanya berjalan dengan mulus, semuanya tergantung pada situasi dan kondisi pada waktu dan tempat tertentu

Apabila, kita menengok pada perkembangan sosiologi ekonomi sebagai sebuah ilmu, konsep/teori tindakan ekonomi merupakan sumbangan pemikiran dari Weber dan Granoveter seperti yang dikutip Sumarti (2007). Sebagai sebuh tindakan sosial, maka tindakan ekonomi selalu melibatkan makna dan memperhatikan kekuasaan (sumbangan Weber), dan melekat dalam jaringan hubungan interpersonal antar aktor (sumbangan Granovetter), serta didorong oleh kepentingan sebagai kekuatan mendasar yang didefinisikan secara sosial (sumbangan Swedberg).

Kembali pada permasalahan dan pertanyaan penelitian ini, bagaimanakah dengan tindakan ekonomi masyarakat pedesaan pesisir? tindakan ekonomi apa yang melandasi rumah tangga pedesaan pesisir membangun sistem nafkahnya dengan kegiatan destructive and

illegal fishing? Apakah dilandasi moral ekonomi, tindakan rasional, atau kombinasi keduanya?Kemudian, sejauh mana rekayasa strategi nafkah ganda “bentukan” pemerintah melalui pengembangan MPA-COREMAP mampu membangun sistem nafkah yang berkelanjutan?

Rekayasa strategi nafkah ganda ini seolah ingin membuktikan pendapat Scoones (1998) bahwa strategi nafkah pedesaan bisa dilakukan melalui rekayasa sumber nafkah dan pola nafkah ganda serta pendapat Dharmawan (2007) bahwa perubahan sistem penghidupan (livelihood system) masyarakat pedesaan di Indonesia lebih disebabkan oleh dampak dari pelaksanaan pembangunan (intervensi pemerintah), berbeda dengan di negara-negara lain yang sistem penghidupan masyarakatnya berubah disebabkan oleh perubahan setting sosio-ekologis. Dengan

(22)

10 | Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014

Ali Yansyah Abdurrahim

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Sumber : Pendekatan Livelihood System dalam Dharmawan, 2007

Makalah ini menggunakan data dari hasil Studi Data Dasar Aspek Sosial-Ekonomi Terumbu Karang Tahun 2007 dan Benefit Monitoring

Evaluation (BME) Sosial-Ekonomi Terumbu Karang yang dilakukan

tahun 2007, 2009, dan 2011 oleh CRITC-COREMAP bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kependudukan (PPK-LIPI) di mana penulis adalah anggota peneliti studi tersebut. Tiga studi yang dilakukan tahun 2007, 2009, dan 2011 menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dalam mengumpulkan data. Pendekatan kuantitatif ditujukan untuk memperoleh data di tingkat rumah tangga yang dilakukan melalui survai terhadap 100 rumah tangga sampel yang sama di Desa Malang Rapat dan Gunung Kijang dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan.

Pengumpulan data dengan pendekatan kualitatif dilakukan melalui wawancara terbuka (semi struktur), Focus Group Discussion

(23)

Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014 | 11 Strategi Nafkah Ganda “Bentukan” Rumah Tangga Pedesaan Pesisir ....

narasumber yang ada di tingkat kabupaten dan di tingkat desa. Narasumber di tingkat kabupaten, di antaranya, adalah Ketua PIU (pengelola COREMAP di tingkat Kabupaten), koordinator masing-masing komponen dan penyuluh lapangan COREMAP II untuk Kawasan Gunung Kijang. Informasi dan data yang dikumpulkan pada tingkat kabupaten dintaranya adalah data dan informasi yang berkaitan dengan pengelolaan program, kegiatan yang telah dan akan dilakukan dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program dan kegiatan. Sementara itu, narasumber di tingkat desa meliputi nelayan, pengurus LPSTK, ketua dan anggota Pokmas, perangkat pemerintahan desa, pemuka atau tokoh masyarakat dan anggota masyarakat lainnya yang mengetahui tentang potensi dan pengelolaan terumbu karang di Desa Malang Rapat dan Gunung Kijang.

Pilihan Rasional sebagai Landasan Rumah tangga Pedesaan Pesisir dalam Membangun Sistem Nafkah

Pengumpulan data yang dilakukan dengan pendekatan kualitatif menemukan fakta bahwa kegiatan penangkapaan ikan menggunakan bahan beracun (potas/bius/sianida) dan bahan peledak (bom) dilakukan sejak tahun 1990-an seiring dengan meningkatnya permintaan ekspor untuk pasar Singapura dan Hongkong. Dalam rangka memenuhi target permintaan ekspor ikan hidup, masing-masing agen pengeskspor ini bekerjasama dengan beberapa pengumpul ikan (tauke) yang ada di di tingkat desa atau pulau. Tauke yang ada di desa-desa memanfaatkan

nelayan setempat untuk menangkap ikan hidup dengan menggunakan berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan bius. Untuk memenuhi target pengumpulan ikan, tauke memberikan pinjaman armada (perahu), alat dan bahan untuk menangkap ikan dan modal untuk melaut seperti bahan bakar dan ransum (makanan dan rokok) kepada nelayan setempat dengan syarat hasil tangkapan harus dijual kepada tauke dengan harga yang ditentukan oleh tauke. Selain itu, tauke

(24)

12 | Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014

Ali Yansyah Abdurrahim

Hal yang hampir serupa juga terjadi untuk perdagangan ikan segar. Untuk memenuhi kebutuhan ekspor ikan segar, para pekspor juga bekerjasama dengan para tauke di tingkat desa. Untuk memenuhi target tangkapan, para nelayan menggunakan bom. Ironisnya walaupun hasil tangkapan cukup baik, tetapi kehidupan nelayan masih tetap dalam kondisi memprihatinkan karena harga dikendalikan oleh tauke. Dengan

demikian kerusakan karang sebagai akibat dari penggunaaan bahan dan alat tangkap yang merusak tidak dengan sendirinya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Gambar 2. Kondisi Terumbu Karang di Perairan

Desa Malang Rapat

Sumber: http://regional.coremap.or.id/bintan/galeri_foto,2013

(25)

Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014 | 13 Strategi Nafkah Ganda “Bentukan” Rumah Tangga Pedesaan Pesisir ....

pilihan rasional.

Yang menarik dari temuan ini adalah ternyata konsep patron-klien antara tauke dan nelayan yang asimetris menjadikan nelayan terus tergantung dan “dipaksa” untuk melakukan aktivitas livelihood

yang destruktif dan illegal. Ironisnya, walaupun hasil tangkapannya cukup baik, namun nelayan sebagai klien tetap saja miskin dan tauke

sebagai patron menjadi semakin kaya. Hal ini tentunya mematahkan konsepnya Hayami dan Kikuchi (1982) yang menyatakan bahwa pola hubungan patron-klien yang asimetris terbukti telah menjadi strategi nafkah yang ampuh.

Apabila dibandingkan dengan aktivis nafkah lainnya di daratan, ternyata tindakan ekonomi semacam ini juga terjadi pada kegiatan tambang galian pasir dan batu granit. Adanya permintaan pasir dan batu granit dari Singapore mereplikasi sistem patron klien yang kemudian mendorong strategi nafkah yang destruktif dan illegal. Masyarakat yang juga sebagian besar adalah nelayan terjebak ke dalam lobang yang sama. Mereka terdorong untuk melakukan aktivitas eksploitasi penambangan yang dstruktif dan sebagian besar illegal. Akibatnya, kondisi ekologi menjadi rusak. Daratan yang tadinya tertutup oleh tutupan pepohonan berubah menjadi kubangan besar. Selain menyebabkan risiko tanah longsor dan merubah suasana ekologi, hal ini juga menyebabkan daerah serapan air menjadi rusak.

Gambar 3.Lahan Bekas Galian Pasir dan Batu Granit

di Gunung Kijang

(26)

14 | Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014

Ali Yansyah Abdurrahim

Kegagalan MPA-COREMAP dalam Membangun Sistem Nafkah yang Berkelanjutan

Pengembangan MPA dan Perkembangannya: Baru Tiga Tahun Dikembangkan, Lebih dari Separuhnya Sudah Layu.

COREMAP diimplentasikan di Desa Malang Rapat dan Gunung Kijang mulai tahun 2006. Namun, baru pada tahun 2008/2009, pengembangan kegiatan MPA dilakukan di kedua desa ini. Kegiatan yang bisa dijadikan MPA adalah seluruh kegiatan usaha, baik usaha baru maupun usaha lama, seperti usaha budidaya, pengolahan, pemasaran, dan usaha lainnya yang dapat memberikan penghasilan tambahan dan dikembangkan sesuai dengan kondisi sumber daya yang ada di wilayah tersebut. Ide kegiatan MPA bisa berasal dari masyarakat maupun penawaran dari PIU COREMAP II. Ide yang dirasakan cocok serta sesuai dengan kondisi sumber daya lokal dan kemampuan kemudian dibuat proposal dan selanjutnya diajukan oleh kelompok masyarakat (Pokmas) melalui LPSTK kepada PIU COREMAP II. Selanjutnya, apabila disetujui, pokmas yang mengajukan kegiatan MPA akan diberikan bantuan oleh PIU COREMAP II melalui LPSTK. Bantuan yang diberikan bisa berupa pinjaman modal, pemberian alat dan perlengkapan, pemberian bibit atau benih, pelatihan, penyuluhan, pendampingan, pengawasan, dan pemasaran. Jenis bantuan yang diberikan untuk setiap kegiatan MPA berbeda-beda sesuai dengan jenis kegiatan dan kesepakatan yang dibuat.

Tabel 1. Pokmas Penerima/Pelaksana dan Jenis Kegiatan MPA

di Desa Gunung Kijang dan Desa Malang Rapat

Pokmas Penerima/Pelaksana Jenis Pemanfaatan/ Usaha

LPSTK Gunung Kijang

Pokmas Sotong Karang (UEP) Pembesaran kepiting bakau Pokmas Ikan Tembakul (UEP) Pembesaran kepiting bakau

Pokmas Kuda Laut (UEP) Pengembangan budidaya ikan karang di KJT

Pokmas Ketam Renjong (UEP) Pengembangan budidaya ikan karang di KJT

Pokmas Truno Jaya (UEP) Budidaya air tawar (budidaya lele)

(27)

Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014 | 15 Strategi Nafkah Ganda “Bentukan” Rumah Tangga Pedesaan Pesisir ....

LPSTK Desa Malang Rapat

Pokmas Tenggiri (UEP) Wisata bahari

Pokmas Ketam (UEP) Pengembangan budidaya ikan karang di KJT

Pokmas Kerapu Hitam (UEP) Pengembangan budidaya ikan karang di KJT

Pokmas Sembilang (UEP) Budidaya air tawar (budidaya lele) Pokmas Truno Tunggal (UEP) Budidaya air tawar (budidaya lele)

Pokmas Ubur-ubur (Jender) Kerajinan lidi dan pengolahan rumput laut

Pokmas Teripang (Jender) Pengolahan ikan asin

Pokmas Penyu (Jender) Pembuatan rempeyek kacang dan kue kering

Pokmas Gemi (Jender) Pembuatan keripik ubi Pokmas Bandeng (Jender) Pembuatan kerupuk ikan Pokmas Silaturahmi (Jender) Pembuatan kerupuk ikan Pokmas Duyung (Jender) Pembuatan kerupuk ikan Pokmas Kenanga (Jender) Pembuatan kerupuk ikan

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Bintan, 2011

Dari ke-19 Pokmas tersebut hanya 9 pokmas yang masih menjalankan aktivitasnya, itupun beberapa sudah mulai tertatih-tertatih, 10 pokmas lainnya sudah layu, bahkan beberapa sudah ada yang mati. Di Desa Gunung Kijang, hanya satu pokmas yang masih bertahan dengan kondisi baik, yaitu pokmas trunojoyo. Sedangkan, di Desa Malang Rapat, 8 pokmas yang masih bertahan adalah pokmas-pokmas jender dengan kegiatan pengolahan kerupuk ikan, dodol rumput laut, ikan asin, rempeyek, dan kue-kue. Satu pokmas dengan kegiatan budidaya lele juga menunjukkan perkembangan cukup baik.

Kenaikan Pendapatan Rumah Tangga yang Semu

(28)

16 | Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014

Ali Yansyah Abdurrahim

pendapatan per-kapita sebesar Rp 394.930 naik menjadi Rp 504.390 pada tahun 2011. (Tabel 2).

Tabel 2. Statistik Pendapatan Rumah Tangga Penerima Dana Mata

Pencaharian Alternatif Desa Malang Rapat dan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan

No Jenis Pendapatan Nilai (Rp)

2009 2011

1 Pendapatan per kapita/bulan 394.930 504.390

2 Rata-rata pendapatan rumah tangga/bulan 1.518.090 1.683.350

3 Median 875.000 1.443.330

4 Pendapatan rumah tangga minimum/bulan 183.330 726.660 5 Pendapatan rumah tangga maksimum/bulan 5.525.000 4.200.330

N 24 25

Sumber: Data Primer, BME Sosial-Ekonomi COREMAP, 2009 Data Primer, BME Sosial-Ekonomi COREMAP, 2011

(29)

Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014 | 17 Strategi Nafkah Ganda “Bentukan” Rumah Tangga Pedesaan Pesisir ....

dilakukan secara ekonomis. Akibatnya, banyak bantuan yang akhirnya masuk kantong sendiri dan anggota pun akan selalu mendahulukan upah/keuntungan sebelum aktivitas pokmas dilakukan: “tidak ada upah/keuntungan tidak bekerja”.

Tradisi patron-klien yang “memanjakan” nelayan dalam pemasaran hasil tangkapan ikannya ternyata juga terbawa dalam pengembangan MPA. Pokmas-pokmas yang layu dan gagal selalu menyalahkan kesulitan pemasaran hasil produksi dari kegiatan MPA-nya. Mereka bingung harus dijual ke mana dan ke siapa. Selain, itu modal alam juga mempunyai pengaruh yang cukup kuat dalam menentukan keberhasilan maupun kegagalan kegiatan MPA. Keramba atau jaring apung atau tancap yang digunakan sebagai media pembesaran seringkali rusak oleh terjangan angin dan gelombang. Melihat kondisi ombak dan perairan harusnya memang kegiatan budidaya/pembesaran keramba jaring apung/tancap dihindari saja.

(30)

18 | Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014

Ali Yansyah Abdurrahim

Gambar 4. Temuan dan Analisis berdasarkan Kerangka

Pemikiran Penelitian

Sumber : Modifikasi dari Pendekatan Sistem Penghidupan (Dharmawan), 2007

Sementara itu, pokmas UEP yang menjalankan usaha lele relatif bisa lebih bertahan karena didukung oleh modal alam yang baik, yaitu berupa sumber mata air tawar yang baik; pengalaman sebagai petani yang berasal dari Jawa menjadi sumber modal manusia yang kuat; dan adanya modal sosial bawaan sebagai etnis Jawa. Hal inilah yang menjadi perbedaan antara kedua kelompok pokmas dengan pokmas lainnya sehingga kedua kelompok pokmas ini relatif lebih bertahan.

(31)

Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014 | 19 Strategi Nafkah Ganda “Bentukan” Rumah Tangga Pedesaan Pesisir ....

yang memang sejak awal mempunyai semangat dan landasan tindakan ekonomi yang ingin menjadikan MPA sebagai strategi nafkah ganda rumah tangganya atau pimpinan pokmas yang memang dari awal sudah mendapatkan “kemudahan akses” dibanding dengan anggota lainnya. Untuk kegiatan MPA lele, saya prediksi akan lanjut secara kelompok meskipun pada akhirnya jumlah anggota kelompok akan berkurang atau terbagi dan pembagian kerja yang jelas berdasarkan tindakan pilihan rasional yang lebih jelas: “siapa yang kerja, dia yang dapat upah/bagi hasil.”

Kemudian, bagaimana dengan peningkatan pendapatan yang terjadi-bukankan bisa menjadi petunjuk bahwa kegiatan MPA memberi manfaat ekonomi dan apabila dilihat dari pendekatan tindakan pilihan rasional akan mendorong terbangunnya sistem livelihood yang berkelanjutan?

Tabel 3.Statistik Pendapatan Rumah Tangga Pokmas dan

Non-Pokmas di Kawasan Gunung Kijang, Tahun 2011

Pendapatan

Rata-rata Rumah Tangga 1.683.350 1.817.960

Median 1.443.330 1.600.000

Minimum Rumah Tangga 726.660 279.330

Maksimum Rumah Tangga 4.203.330 8.150.000 Sumber: Data Primer, BME Sosial-Ekonomi COREMAP, 2009

Data Primer, BME Sosial-Ekonomi COREMAP, 2011

(32)

20 | Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014

Ali Yansyah Abdurrahim

Penutup

Kesimpulan dari makalah ini adalah (i) tindakan pilihan rasional merupakan tindakan ekonomi yang melandasi rumah tangga pedesaan pesisir membangun sistem nafkahnya (ii) rekayasa strategi nafkah ganda “bentukan” pemerintah melalui pengembangan MPA sebagian telah terbukti gagal dan diprediksi tidak akan mampu membangun sistem nafkah yang berkelanjutan. Tidak adanya modal sosial yang kuat dan adanya (ingatan)tradisi patron-klien antara tauke dan nelayan yang asimetris menjadikan nelayan terus tergantung dan “dipaksa” untuk melakukan aktivitas utamayang destruktif dan illegal terus menghantui dan melekat dalam aktivitas utamarumah tangga pedesaan pesisir. Saran dan masukan untuk kebijakan pemerintah ke depan adalah (i) pemerentah harus mengidentifikasi dan memperhatikan tindakan ekonomi yang melandasi rumah tangga pedesaan sebelum melaksanakan kebijakan/program dan (ii) pemerintah juga harus menggali modal sosial dan merekonstruksikannya dalam kebijakan/ program yang dilakukan, terutama apabila kebijakan/program tersebut berkaitan dengn sistem livelihood di pedesaan.

Daftar Bacaan

Boeke, J.H. 1953. Economics and Economic Policy of Dual Societies as

Exemplified by Indonesia, Tjeen Willink and Zoon, Haarleem. Booth, A. 1988. Agricultural Development in Indonesia, Allen/Unwin,

Sidney.

CRITIC-COREMAP Bintan. Galeri Foto Kegiatan COREMAP Kabupaten Bintan. http://regional.coremap.or.id/bintan/galeri_foto/ .

CRITC-LIPI. 2011. Hasil BME Ekologi Wilayah Indonesia Bagian Barat. Paper dipresentasikan pada Workshop Nasional CRITC, Jakarta 2-3 November 2011.

Damsar. 1997. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Dharmawan, A.H. 2007. Sistem Penghidupan dan Nafkah Pedesaan:

Pandangan Sosiologi Nafkah (Livelihood Sociology) Mazhab Barat dan Mazhab Bogor .Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia | Agustus 2007, p 169-192 Departemen Kelautan dan Perikanan-Republik Indonesia. 2004.

Sambutan Direktur Jendral Pesisir dan Pulau-Pulau kecil Pada

(33)

Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014 | 21 Strategi Nafkah Ganda “Bentukan” Rumah Tangga Pedesaan Pesisir ....

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan. 2011a. Laporan Penyuluh COREMAP II Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan April 2011. Bintan: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan.

---. 2011b. Status Sarana Sosial di Lokasi COREMAP Kabupaten Bintan Tahun 2004-2009. Bintan: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan.

Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang. Jakarta: DKP

---. 2007. Pedoman Umum Pengelolaan Berbasis Masyarakat COREMAP II. Jakarta: DKP

Geertz, C. 1970. Involusi Pertanian. Jakarta : Bharata Karya Aksara,. 1970.

Hayami, Y. dan M. Kikuchi. 1987. Dilema Ekonomi Desa, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Kasryno, F., (ed.). 1984. Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia.

Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Mantra, I.B. 1981. Population Movements in Wet Rice Communities, GMU Press, Yogyakarta.

Marzali, Amri. 1993. Jurnal Ilmu-ilmu Sosial 4. Hlm39-51. PAU-IS-UI dan Pt Gramedia Pustaka

Pemerintahan Desa Malang Rapat. 2010. Monografi Desa Malang Rapat

Tahun 2010. Bintan: Kantor Desa Malang Rapat.

Pemerintahan Desa Gunung Kijang. 2010. Monografi Desa Gunung

Kijang Tahun 2010. Bintan: Kantor Desa Gunung Kijang

Penny, D.H. dan M. Ginting. 1984. Pekarangan, Petani, dan Kemiskinan. GMU Press/Yayasan Agro Ekonomika, Yogyakarta, 1984. Purnomo, Agustina M, Arya Hadi Dharmawandan Ivanovich Agusta.

2007. Transformasi Struktur Nafkah Pedesaan: Pertumbuhan “Modal Sosial Bentukan” dalam Skema Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Kabupaten Kuningan. Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia | Agustus 2007, p 193-216

Romdiati, H. dan E. Djohan, 2009. Perkembangan Pendapatan Masyarakat COREMAP II Desa Malang Rapar dan Gunung Kijang, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan. Jakarta: Pusat Penelitian Kependudukan LIPI.

(34)

22 | Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014

Ali Yansyah Abdurrahim

Sinaga, R. dan B. White. 1980. Beberapa Aspek Kelembagaan di Pedesaan Jawa dalam Hubungannya dengan Kemiskinan Struktural, dalam Alfian dkk (ed.): Kemiskinan Struktural: Suatu Bunga Rampai.

Sumarti, 2007. Kemiskinan Petani dan Strategi Nafkah Ganda Rumah tangga Pedesaan. Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia | Agustus 2007, p 217-232 Tjondronegoro, S.M.P. 1984. Social Organization and Planned

Development in Rural Java. ISEAS, Oxford UP. Singapore. Tulak, Paulina P., 2009. Arya Hadi Dharmawan, dan Bambang Juanda.

2009.Struktur Nafkah Rumah tangga Petani Transmigran : Studi Sosio-Ekonomi di Tiga Kampung di Distrik Masni Kabupaten Manokwari. Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia | Agustus 2009, hlm. 203-220.

Widayatun dan Ali Yansyah Abdurrahim. 2011. Pengelolaan Terumbu Karang dan Kesejahteraan Masyarakat Kawasan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan. Laporan Hasil Bme Sosial-Ekonomi. Puslit Kependudukan LIPI.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 2. Kondisi Terumbu Karang di Perairan Desa Malang Rapat
Gambar 3.Lahan Bekas Galian Pasir dan Batu Granitdi Gunung Kijang
Tabel 1. Pokmas Penerima/Pelaksana dan Jenis Kegiatan MPAdi Desa Gunung Kijang dan Desa Malang Rapat
+4

Referensi

Dokumen terkait

Metode ini menggunakan kertas milimeter dan peralatan menggambar untuk mengukur luas daun.Metode ini dapat diterapkan cukup efektif pada daun dengan bentuk daun

Interlayer Stress Absorbing Composite (ISAC) for Mitigating Reflection Cracking In Asphalt Concrete Overlays, Final Report.. Cooperative Highway and Transportation Series

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardanariswani dkk (2013) tentang Analisis Intensitas Kebisingan Terhadap Perubahan Nilai Ambang dengar Pekerja Sebelum

Video pembelajaran yang digunakan sangat mengarah kepada peserta didik karena tersampainya materi, selain itu juga dapat meningkatkan kemampuan shalat bagi peserta didik,

dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Besaran Denda Administratif Pemindahtanganan Surat Keterangan Hak Pemanfaatan

Lakukan pengeboran dengan countersink lubang secara berurutan dan pada kedua permukaan sesuai gambar kerja.. Chek ketepatan jarak dan bentuk pada masing –

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis dimensi dari brand equity yang memiliki pengaruh yang lebih signifikan pada merek sepeda motor Honda terhadap

Pemerintah Timor-Leste adalah salah satu negara pertama yang menyatakan komitmennya terhadap Prinsip dan Kriteria dari Inisiatif Transparansi Industri Ekstraktif (EITI)