EQUITY) PARAMEX DI SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Manajemen
Diajukan Oleh :
SASMOKO
0512010357 / FE / EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
KEBERHASILAN PERLUASAN MEREK (SUCCESS
BRAND EXTENSION) SERTA DAMPAKNYA
TERHADAP EKUITAS MEREK (BRAND
EQUITY) PARAMEX DI SURABAYA
Yang diajukan
SASMOKO
0512010357/FE/EM
Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal, 30 April 2010
Pembimbing:
Tim Penguji:
Pembimbing Utama Ketua
Dra.Ec.Malicha
Dr. H. Ali Maskun, SE, MS
Sekretaris
Dra.EC. Malicha
Anggota
Dra.Ec. Dwi Widajati, MM
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kepada Allah SWT, atas
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Perluasan Merek (Success Brand
Extension) Serta Dampaknya Terhadap Ekuitas Merek (Brand Equity)
Paramex Di Surabaya“ dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
penyelesaian Program Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi, Jurusan
Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Pada kesempatan ini penyususn ingin menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah ikut berperan sejalan dengan perkembangan skripsi ini,
khususnya kepada :
1.
Bapak Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2.
Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, SE, MM, selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3.
Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS, selaku Ketua Jurusan Fakultas
Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
4.
Ibu Dra. Ec. Malicha, selaku pembimbing utama yang telah mengarahkan
penulis selama pembuatan skripsi.
7.
Serta kepada teman-teman, saya ucapkan banyak terima kasih atas
dukungan dan do’anya selama skripsi ini berlangsung.
Penulis menyadari bahwa apa yang tertuang dalam skripsi ini belum
merupakan tulisan yang sempurna. Karena itu ide serta saran yang konstruktif
demi pengembangan karya ini sangat terbuka luas.
Surabaya, April - 2010
KATA PENGANTAR ...
i
DAFTAR ISI ...
iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ...
x
ABSTRAKSI ...
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
belakang ...
1
1.2.
Perumusan Masalah ...
10
1.3.
Maksud
dan Tujuan Penelitian ...
10
1.4.
Manf
aat Penelitian ...
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Hasil Penelitian Terdahulu ...
12
2.2.
Landasan Teori ...
16
2.2.1.
Definisi Pemasaran (Marketing) ...
16
2.2.2.
Definisi Manajemen Pemasaran ...
17
2.2.3.
Definisi Bauran Pemasaran ...
17
2.2.3.1. Definisi Produk (Product) ...
18
2.2.3.2. Definisi Harga (Price) ...
18
2.2.3.3. Definisi Promosi (Promotion) ...
19
2.2.3.4. Definisi Distribusi (Place) ...
19
2.2.4.
Definisi Merek (Brand) ...
20
2.2.4.1. Perkembangan Merek ...
23
2.2.5.
Strategi Merek (Brand Strategy) ...
25
2.2.6.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan
Perluasan
Merek
(Success Brand Extension) ...
33
2.2.6.1. Kesan Kualitas (Perceived Quality) / Reputasi ...
33
2.2.6.2. Indikator-Indikator Kesan Kualitas / Reputasi
(Perceived Quality) ...
36
2.2.6.3. Kesesuaian Merek (Brand Consistency) ...
38
2.2.6.4. Indikator-Indikator Kesesuaian Merek (Brand
Consistency)... 38
2.2.7.
Definisi Ekuitas Merek (Brand Equity) ...
39
2.2.7.1. Indikator-Indikator Ekuitas Merek (Brand Equity) ..
40
2.2.8. Pengaruh Persepsi Kualitas (Perceived Quality) /
Reputasi terhadap Keberhasilan Perluasan Merek
(Success Brand Extension) ...
43
2.2.9.
Pengaruh Kesesuaian Merek (Brand Consistency)
terhadap Keberhasilan Perluasan Merek (Success
Brand Extension) ...
44
2.2.10. Pengaruh Keberhasilan Perluasan Merek (Success
Brand Extension) terhadap Ekuitas Merek
(Brand Equity) ...
45
2.3.
Kerangka Konseptual ...
48
2.4.
Hipotesis ...
49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran
Variabel ...
50
3.1.1.
Definisi Operasional Variabel ...
50
3.1.2.
Pengukuran Variabel ...
54
3.3.3.
Pengumpulan Data ...
56
3.4.
Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ...
57
3.4.1.
Teknik Analisis ...
57
3.4.2.
Confimatory Factor Analysis ...
59
3.4.3.
Asumsi Model ...
60
3.4.4.
Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal ...
63
3.4.5.
Pengujian Model dengan One Step Approach ...
63
3.4.6.
Pengujian Model dengan Two Step Approach ...
63
3.4.7.
Evaluasi Model ...
65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Deskripsi Obyek Penelitian ...
69
4.1.1.
Sejarah Singkat Berdirinya Perusahaan ...
69
4.2.
Deskripsi Hasil Penelitian ...
70
4.2.1.
Penyebaran Kuisioner ...
70
4.2.2.
Karakteristik Responden ...
71
4.2.3.
Deskripsi Perceived Quality ...
72
4.2.4.
Deskripsi Brand Consistency ...
74
4.2.5.
Deskripsi Success Brand Extension ...
76
4.2.6.
Deskripsi Brand Equity ...
78
4.3.
Analisi Data ...
80
4.3.1.
Evaluasi Outlier ...
80
4.3.2.
Evaluasi Reliabilitas ...
82
4.3.3.
Evaluasi Validitas ...
83
4.3.4.
Evaluasi Construct Reliabilty dan Variance
Extracted ...
84
4.3.5.
Evaluasi Normalitas ...
85
4.4.
Pembahasan ...
92
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan ...
98
5.2.
Saran ...
98
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1.
IBBA 2008-2009 ...
3
Tabel 2.1. Brand
Strategy ...
27
Tabel 3.1.
Goodness of Fit Indices ...
68
Tabel 4.1.
Karakteristik Responden Berdasarkan jenis Kelamin ...
71
Tabel 4.2.
Karakteristi Responden Berdasarkan Umur ...
71
Tabel 4.3.
Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai
Perceived Quality ...
72
Tabel 4.4.
Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai
Brand Consistency ...
75
Tabel 4.5.
Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai
Brand Extension ... 76
Tabel 4.6.
Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai
Brand Equity ...
78
Tabel 4.7.
Outlier Data ...
81
Tabel 4.8.
Data Reliabilitas ...
82
Tabel 4.9.
Validitas Data ...
83
Tabel 4.10.
Construct Reliability dan Variance Extracted ...
84
Tabel 4.11.
Normalitas Data ...
85
Tabel 4.12.
Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices
Model
One-Step Approach-Base Model ... 87
Tabel 4.13.
Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices
Model
One-Step Approach – Eliminasi - Modifikasi ... 89
Tabel 4.14.
Hasil Uji Kausalitas ...
90
Perceived Quality ...
92
Tabel 4.19.
Tabulasi Data Frekuensi Validitas Indikator
Brand Consistency ...
93
Tabel 4.20.
Tabulasi Data Frekuensi Validitas Indikator
Success Brand Extension ... 94
Tabel 4.21.
Tabulasi Data Frekuensi Validitas Indikator
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Nilai-Nilai Manfaat Perceived Quality ...
35
Gambar 3.1. Contoh Model Pengukuran Faktor Brand Consistency ...
59
Gambar 4.1. Model Pengukuran dan Structural Model Specification
One Step Approach Base Model ...
87
Gambar 4.2. Model Pengukuran dan Structural Model Specification
One Step Approach Eliminasi ...
88
Gambar 4.3. Model Pengukuran dan Structural Unstandardized
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuisioner
Lampiran 2 Tabulasi Jawaban Responden
Lampiran 3 Data Uji Outlier
Lampiran 4 Data Uji Reliabilitas
Lampiran 5 Data Uji Normalitas
Lampiran 6 Data Uji Hipotesis Kausal, Data Uji Multicollinearity
ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
SUCCESS BRAND EXTENTION (KEBERHASILAN
PERLUASAN MEREK) SERTA DAMPAKNYA
TERHADAP BRAND EQUITY (EKUITAS
MEREK) PARAMEX DI SURABAYA
Oleh :
SASMOKO
0512010357 / FE / EM
Abstraksi
Diawali oleh melemahnya ekuitas merek (brand equity) Paramex pada
tahun 2009 lalu membuat PT. Konimex Pharmaceutical Industries
memperluas mereknya dengan meluncurkan varian baru guna meningkatkan
ekuitas merek Paramex. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi success brand
extension (keberhasilan perluasan merek) serta dampaknya terhadap brand
equity (ekuitas merek) Paramex di Surabaya. Faktor-faktor yang berpotensi
mempengaruhi success brand extension adalah (1) Perceived Quality, (2)
Brand Consistency.
Populasi dalam penelitian ini adalah warga masyarakat yang tinggal di
Surabaya. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Non Probality
Sampling dengan metode Accindental Sampling. Berdasarkan rumus Slovin
diperoleh jumlah sampel sebanyak 100 reponden. Metode analisis data
menggunakan analisis SEM.
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa (1)
Perceived quality berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap
terhadap Success Brand Extension. (2) Brand consistency tidak berpengaruh
positif terhadap Success Brand Extension. (3) Serta faktor Success Brand
Extension berpengaruh positif terhadap Brand Equity.
Keyword : Perceived Quality, Brand Consistency, Success Brand
Extension, Brand Equity.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Prediksi kekuatan keuangan suatu perusahaan pada umumnya
dilakukan oleh pihak eksternal perusahaan, seperti: investor, kreditor,
auditor, pemerintah, dan pemilik perusahaan. Pihak-pihak eksternal
perusahaan biasanya bereaksi terhadap sinyal distress seperti: penundaan
pengiriman, masalah kualitas produk, hilangnya kepercayaan dari para
pelanggan, tagihan dari bank atau kreditur, dan lain sebagainya untuk
mengindikasikan adanya financial distress, keadaan yang sangat sulit
bahkan dapat dikatakan mendekati kebangkrutan yang apabila tidak segera
diselesaikan akan berdampak besar pada perusahaan-perusahaan tersebut
dengan hilangnya kepercayaan dari stakeholder, yang dialami oleh
perusahaan. Dengan diketahuinya financial distress yang dialami oleh
perusahaan di harapkan dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki situasi
ini.
PT.Indonesian Paradise Property, Tbk pada periode tahun 2003-2009
Table 1: Data laba usaha
Periode Laba Perubahan (Rp) Perubahan (%)
2003 -6.895.000.000
2004 -15.187.000.000 ‐8.292.000.000 120,26
2005 -8.080.000.000 7.107.000.000 ‐46,80
2006 -4.623.033.305 3.456.966.695 ‐42,78
2007 -449.802.223 4.173.231.082 ‐90,27
2008 -200.455.698 249.346.525 ‐55,43
2009 73.968.571 274.424.269 ‐136,90
Sumber: laporan keuangan PT.Bursa Efek Indonesia
Dari table diatas dapat terlihat bahwa perusahaan selama periode tahun
2003-2008 mengalami kerugian secara terus menerus. Hingga pada periode
tahun 2008-2009 perusahaan mampu mencapai profitabilitas/memperoleh
laba. Adanya kerugian secara terus menerus, menunjukkan bahwa PT.
Indonesia Paradise Property, Tbk mengalami financial distress. Platt dan
Platt (2002) mendefinisikan financial distress sebagai tahapan penurunan
kondisi keuangan atau kondisi kritis suatu perusahaan sebelum terjadinya
kebangkrutan ataupun likuidasi.
Analisa laporan keuangan dapat menjadi salah satu alat untuk
memprediksi kebangkrutan. Laporan keuangan dapat dijadikan dasar untuk
mengukur kesehatan suatu perusahaan melalui rasio – rasio keuangan yang
ada. Kesehatan suatu perusahaan akan mencerminkan kemampuan
perusahaan dalam menjalankan usahanya, distribusi aktivanya, keefektifan
penggunaan aktivanya, hasil usaha atau pendapatan yang telah dicapai,
beban-beban tetap yang harus dibayar, serta potensi kebangkrutan yang akan
kebangkrutan bisnis untuk periode satu sampai lima tahun sebelum bisnis
tersebut benar-benar bangkrut. (Etty M. Nasser dan Titik Aryati, 2000).
Luciana Spica Almilia (2003) menyebutkan penelitian-penelitian yang
berkaitan dengan kondisi financial distress perusahaan pada umumnya
menggunakan rasio keuangan perusahaan. Perluasan dari penelitian yang
berkaitan dengan prediksi financial distress suatu perusahaan telah
dilakukan dengan memasukkan variabel-variabel penjelas lain yaitu opini
yang diberikan auditor pada laporan keuangan kliennya dan perbedaan
properti. Beberapa penelitian yang menggunakan rasio keuangan untuk
memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan adalah: Zmijewski
(1983) dalam Foster (1986), Lau (1987), Poston et al. (1994), Doumpos dan
Zopounidis (1999) serta Platt dan Platt (2002).
Penelitian financial distress dan kebangkrutan perusahaan seperti yang
dilakukan oleh Platt dan Platt (1990), menggunakan sampel pada beberapa
industri. Untuk mengontrol perbedaan industri maka digunakan industry
normalizing ratios. Platt dan Platt (1990) melakukan penyelidikan stabilitas
dan kelengkapan model kebangkrutan berdasarkan industry-relative ratio
yang dibandingkan dengan rasio yang tidak disesuaikan berdasarkan jenis
propertinya.Yang membedakan dari penelitian sebelumnya adalah
pemakaian 6 rasio keuangan yang tidak disesuaikan berdasarkan propertinya
dan 6 rasio keuangan relatif properti, dimana penelitian sebelumnya hanya
menggunakan 4 rasio keuangan yang tidak disesuaikan berdasarkan
reputasi auditor berdasarkan jumlah total aset yang di audit oleh auditor
tersebut, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan pemeringkat
auditor dengan banyaknya emiten yang di audit.
Ada dua motif dilakukannya penelitian dalam model ramalan
kebangkrutan. Yang pertama adalah untuk menguji hubungan antara faktor
finansial dan pengukuran kegagalan; yang kedua adalah untuk
mengembangkan model bagi peramalan kebangkrutan (Sumarno Zain,
1995:1). Penelitian yang dilakukan oleh penulis berkaitan dengan motif
kedua, yaitu untuk mengembangkan model bagi peramalan kebangkrutan
dengan memasukkan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui “Pengaruh rasio aktivitas, leverage dan profitabilitas terhadap
financial distress PT.Indonesian Paradise Property yang go public di
PT.Bursa Efek Indonesia”.
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Apakah rasio aktivitas berpengaruh terhadap financial distress pada PT.
Indonesia Paradise Property, Tbk?
b. Apakah rasio leverage berpengaruh terhadap financial distress pada PT.
Indonesia Paradise Property, Tbk?
c. Apakah rasio profitabilitas berpengaruh terhadap financial distress pada
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh:
a. Rasio aktivitas terhadap financial distress pada PT. Indonesia Paradise
Property, Tbk
b. Rasio leverage terhadap financial distress pada PT. Indonesia Paradise
Property, Tbk
c. Rasio profitabilitas terhadap financial distress pada PT. Indonesia
Paradise Property, Tbk
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa
pihak antara lain adalah:
a. Bagi perusahaan, kiranya hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai
tambahan referensi tentang pengaruh rasio keuangan dalam memprediksi
financial distress.
b. Bagi pembaca, kiranya penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan
referensi untuk penelitian selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
1. Henrik Sattler Franziska Volckner Grit Zatloukal (2002) dengan judul
“Factors Affecting Consumer Evaluation Of Brand Extensions” penelitian
ini menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi perluasan merek dengan
menguji sebanyak 25 hipotesis yang diantaranya 16 variabel utama yang
mempengaruhi perluasan merek dan 19 interaksi dampak dari faktor-faktor
yang di uji secara empiris menggunakan sampel konsumen skala besar.
Sampel terdiri dari 917 responden dengan 90% merupakan mahasiswa dari
universitas besar di jerman. Sisanya 10% adalah non-mahasiswa ditarik
menggunakan kuota sampling Dari hasil analisis tesebut menunjukkan
bahwa kesesuaian antara parent brand dan extension serta persepsi kualitas
merek induk merupakan faktor paling penting. Dimana kedua variabel
tersebut memiliki pengaruh signifikan terhadap keberhasilan brand
extension.
2. Leon Phang (2004) berjudul “Consumer Evaluations of Brand Extensions”.
Peneliti mengajukan 10 hipotesis yang diantaranya dimaksudkan untuk
mengetahui apakah parent brand quality dan brand concept consistency
memiliki pengaruh terhadap brand extensions. Sampel yang digunakan
sebanyak 103 responden yang terdiri dari pelajar, sebanyak 66% sampel
dilakukan dengan program SPSS dan dari hasil penelitian tersebut
menunjukkan variabel parent brand quality dan brand concept consistency
memiliki pengaruh positifterhadap brand extensions.
3. Yhudi Triambodo (2005) berjudul “Pengaruh Kesan Kualitas Pasta Gigi
Pepsodent, Kesan Kesesuaian dan Keinovatifan Konsumen Terhadap
Keberhasilan Perluasan Merek” pernelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh kesan kualitas pasta gigi Pepsodent, kesan kesesuaian dan
keinovatifan konsumen terhadap keberhasilan perluasan merek Pepsodent
sebagai merek sikat gigi di Surabaya. Penelitian ini menggunakan 200
sampel, yaitu konsumen yang menggunakan pasta gigi Pepsodent dan yang
telah mengetahui keberadaan sikat gigi Pepsodent. Pendekatan penelitian
yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan menggunakan anlisis
regresi linear berganda denga uji-t untuk mengetahui pengaruh
masing-masing variabel bebas terhadap variabel tergantung dan uji-F untuk
mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel
tergantung. Untuk uji asumsi klasik yang digunakan yaitu uji
multikolinieritas dan uji heteroskedastisitas. Hasil penelitian menunjukan
adanya pengaruh yang signifikan baik secara individu maupun secara
bersama-sama dari ketiga variabel bebas terhadap variabel tergantung. Dari
hasil perhitungan statistik secara total, diperoleh formula Y=0,532+0,313
X1+0,333 X2+0,188 X3. Nilai uji-t untuk variabel X1, X2, X3 secara
parsial mempunyai pengaruh signifikan terhadap keberhasilan perluasan
merek Pepsodent sebagai merek sikat gigi dengan tingkat signifikan lebih
besar dari nilai F tabel, berarti 3 variabel bebas ini secara bersama-sama
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan perluasan
merek Pepsodent sebagai merek sikat gigi. Koefisien determinasi (R2) yang
dihasilkan oleh model regresi ini sebesar 0,785 atau dapat diartikan
sumbangan pengaruh ketiga variabel bebas terhadap variabel dependent
sebesar 78,5%, sedangkan 21,5% dijelaskan oleh faktor lain diluar model
regresi.
4. Dion Dewa Barata (2007) dengan judul “Pengaruh Penggunaan Strategi
Brand Extension pada Intensi Membeli Konsumen” dalam Jurnal
Manajemen Vol. 2 No 1. Variabel yang digunakan dalam usulan penelitian
ini adalah Pengetahuan Merek Induk, Kesan Kualitas (perceived quality),
Innovativeness, Brand Consistence sebagai variabel bebas atau eksogen
(variabel X), sedangkan variabel terikat atau endogen (variabel Y) terdiri
dari Consumer Attitude (Sikap Konsumen terhadap perluasan merek) dan
Intensi Membeli. Analisis yang digunakan adalah pemodelan structural
equation modeling (SEM) dan dari hasil penelitian uji-t menunjukkan
bahwa Pengetahuan Merek Induk memiliki nilai sebesar (1,67) dan
Innovativeness sebesar (-0,62) yang artinya masing-masing variabel tidak
memiliki pengaruh positif terhadap Brand Extension, sedangkan Persepsi
Kualitas (2,31), Brand Consistence (4,48) dan Sikap Konsumen terhadap
Brand Extension (9,19) yang artinya masing-masing variabel memiliki
pengaruh positif.
berdasarkan evaluasi konsumen di kabupaten Garut” Variabel yang
digunakan dalam usulan penelitian ini adalah Kesan Kualitas (perceived
quality) dan Periklanan (advertising) sebagai variabel bebas atau eksogen
(variabel X), sedangkan variabel terikat atau endogen (variabel Y) terdiri
dari Corporate Image (Citra Perusahaan), Brand Consistence
(Kesesuaian/Konsistensi Merek), dan Consumer Attitude (Sikap
Konsumen). Analisis yang digunakan adalah pemodelan structural equation
modeling (SEM) dan hasil dari penelitian menunjukkan bahwa faktor –
faktor evaluasi konsumen yang diajukan dalam penelitian tersebut memiliki
pengaruh terhadap keberhasilan perluasan merek baik secara langsung
maupun tidak langsung.
6. Sugeng Sugiarto (2009) dengan judul “Pengaruh Persepsi Kualitas,
Kesesuaian dan Tingkat Kesulitan Pada Evaluasi Perluasan Merek Eiger”
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh
pada sikap konsumen terhadap perluasan merek. Faktor-faktor yang
berpotensi mempengaruhi sikap terhadap perluasan merek adalah (1)
Persepsi kualitas merek asal, (2) Persepsi kesesuaian antara merek induk
dengan perluasannya dan (3) Persep tingkat kesulitan dalam membuat
produk perluasan merek. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan
konsumen yang mempunyai niat beli terhadap sandal merek EIGER.
Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Non Probality Sampling
dengan metode Purpovise Sampling. Berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan diperoleh jumlah sampel sebanyak 100 reponden. Metode
hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa persepsi kualitas berpengaruh
positif dan signifikan terhadap sikap terhadap perluasan merek, hal ini
ditunjukkan oleh nilai signifikansi sebesar 0,001 (p < 0,05). Kesesuaian
berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap terhadap perluasan merek,
hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05).
Kesesuaian berpengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan antara
presepsi kualitas dan sikap terhadap perluasan merek, hal ini ditunjukkan
oleh nilai signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05). Tingkat kesulitan
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap sikap terhadap perluasan
merek, hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi sebesar 0,029 (p < 0,05).
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Definisi Pemasaran (Marketing)
Menurut Philip Kotler diterjemahkan oleh Hendra Teguh, Ronny
A.Rusli, Benjamin Molan (2004;9): “Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain”.
Menurut pendapat Marketing Assosiation of Australia dan New
Zeland (MAANZ) yang dikutip dari Buchari Alma (2004:3): “Pemasaran
pendistribusian, promosi dan penentuan harga dari barang, jasa dan ide”.
Menurut Hermawan Kertajaya yang dikutip Buchari Alma (2004;3):
”Pemasaran adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran, dan perubahan value dari suatu inisiator kepada stoke holdernya”.
2.2.2. Definisi Manajemen Pemasaran
Menurut Philip Kotler diterjemahkan oleh Hendra Teguh, Ronny A.
Rusli Benjamin Molan (2004:9): “Manajemen Pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, proses serta penyaluran gagasan barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi”. Tujuan Manajemen Pemasaran adalah untuk mempengaruhi tingkat,
jangkauan waktu, kompetisi permintaan, sehingga membantu organisasi
mencapai sasaran.
2.2.3. Definisi Bauran Pemasaran
Menurut Philip Kotler diterjemahkan oleh Hendra teguh, Ronny A.
Rusli Benjamin molan (2004:18): “Bauran Pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang dipergunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasarnya dipasar sasaran”.
konsumen. Variabel yang terdapat didalamnya produk, harga, distribusi, dan promosi”.
2.2.3.1. Definisi Produk (Product)
Menurut Kotler, Armstrong (2003;337): “Produk adalah semua
yang ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan pemakai”.
Sedangkan menurut W.J.Stanton yang dikutip oleh Buchari Alma
(2004;139): “A produk is a set of tangible and intangible atributes,
including packaging, color, price, manufacture’s prestige, and
manufacture’s and retailer, which the buyer may accept as offering want
satisfaction”.
Artinya:
Produk adalah seperangkat atribut baik berujud maupun tidak beruwujud, termasuk didalamnya warna, harga, nama baik perusahaan dan nama baik toko yang menjual (pengecer) yang diterima oleh pembeli guna memuaskan keinginanya.
2.2.3.2. Definisi Harga (Price)
Menurut Basu Swastha (2000;241): “Harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk atau pelayanannya”.
Sedangkan menurut Kotler, Armstrong (2003;430): “Harga adalah sejumlah uang yang dibayarkan atas barang dan jasa jumlah nilai yang konsumen tukarkan dalam rangka mendapatkan manfaat dari memiliki atau menggunakan barang atau jasa”.
2.2.3.3. Definisi Promosi (Promotion)
Menurut Basu Swastha (2000;349): “Promosi adalah arus informasi atau persuasi atau arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam pemasaran”.
Sedangkan menurut Kotler, Armstrong (2001;74): “Promosi adalah aktivitas mengkomunikasikan keunggulan produk serta membujuk pelanggan sasaranya untuk membelinya”.
2.2.3.4. Definisi Disrtibusi (Place)
Menurut The American Marketing Assosiation yang dikutip oleh
Basu Swastha (2000;285): “Saluran distribusi merupakan suatu struktur unit organisasi dalam perusahaan dan luar perusahaan yang terdiri atas agen, dealer, pedagang besar dan pengecer melalui sebuah komiditi, produk atau jasa yang dipasarkan.
Sedangkan menurut Kotler, Armstrong (2001;7):
2.2.4. Definisi Merek (Brand)
Ada beberapa definisi merek yang pernah dikemukakan dari beberapa
ahli diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Menurut Aaker (1997:9) Merek adalah nama atau simbol yang bersifat
membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud
mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah
kelompok penjual tertentu, dengan demikian membedakannya dari barang
atau jasa yang dihasilkan oleh kompetitor. Suatu merek pada gilirannya
memberi tanda pada konsumen mengenai sumber produk tersebut, dan
melindungi konsumen maupun produsen dari para kompetitor yang
berusaha memberikan produk-produk yang tampak identik.
2. Menurut Stanton (1996:69) Merek adalah nama, istilah, simbol, atau desain
khusus atau beberapa kombinasi unsur-unsur ini yang dirancang untuk
mengidentifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual.
3. Menurut Susanto dan Wijanarko. 2004: 6 Brand adalah nama atau simbol
yang diasosiasikan dengan produk atau jasa dan mampu menimbulkan
makna psikologis atau asosiasi. Brand inilah yang membedakan antara
produk dan brand. Produk merupakan sesuatu yang dihasilkan di pabrik,
namun yang sesungguhnya dibeli oleh konsumen adalah brand-nya. Brand
bukan merupakan sesuatu yang tercetak dalam produk atau kemasannya,
tetapi termasuk apa yang ada dalam benak konsumen dan bagaimana
konsumen mengasosiasikannya.
4. Menurut Rangkuti (2002:2), merek juga dapat dibagi dalam pengertian lain,
sebagai berikut:
a. Brand name (nama merek) yang merupakan bagian dari yang
diucapkan.
b. Brand name (tanda merek) yang merupakan sebagian dari merek yang
dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan. Seperti lambang, desain,
huruf, atau warna.
c. Trade mark (tanda merek dagang) yang merupakan merek atau
sebagian merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk
menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini melindungi
penjual dengan hak istimewanya untuk menggunakan nama merek
(tanda merek)
d. Copyright (hak cipta) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi
oleh undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan, menjual suatu
karya.
3. Menurut Asosiasi Pemasaran Amerika (Kotler;2003) adalah suatu nama,
simbol, tanda, atau desain atau kombinasi diantaranya, dan ditujukan untuk
mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok
penjual dan untuk membedakannya dari para pesaingnya.
Kotler menambahkan bahwa suatu merek adalah suatu simbol yang
Atribut produk
Merek memberikan ingatan pada atribut - atribut tertentu dari suatu
produk, misalnya jika kita mendengar merek Nutrisari, tentunya
kita teringat akan minuman rasa jeruk.
Manfaat
Atribut - atribut produk yang dapat diingat melalui merek harus
dapat diterjemahkan dalam bentuk manfaat baik secara fungsional
dan manfaat secara emosional, misalnya atribut kekuatan kemasan
produk menterjemahkan manfaat secara fungsional dan atribut
harga produk menterjemahkan manfaat secara emosional yang
berhubungan dengan harga diri dan status.
Nilai
Merek mencerminkan nilai yang dimiliki oleh produsen sebuah
produk, misalnya merek Sony mencerminkan produsen elektronik
yang memiliki teknologi yang canggih dan modern.
Budaya
Merek mempresentasikan suatu budaya tertentu, misalnya
Mercedes mempresentasikan budaya Jerman yang teratur, efisien,
dan berkualitas tinggi.
Kepribadian
Merek dapat diproyeksikan pada suatu kepribadian tertentu,
misalnya Isuzu Panther yang diasosikan dengan kepribadian
Pengguna
Merek mengelompokkan tipe - tipe konsumen yang akan membeli
atau mengkonsumsi suatu produk, misalnya Honda Jazz untuk
konsumen remaja dan pemuda.
2.2.4.1. Perkembangan Merek
Menurut Goodyear (1996:25) untuk memahami proses perkembangan
suatu merek diperlukan enam tahap perkembangan, diantarannya sebagai
berikut:
1. Produk yang tidak memiliki merek (Unbranded Good) pada tahap
pertama ini produk dikelola sebagai komiditi sehingga merek hampir
tidak diperlukan. Kondisi ini sangat mendukung apabila permintaan
(demand) lebih banyak dibandingkan pasokan (supply) biasanya hal ini
terjadi dalam perekonomian yang bersifat monopolistic. Tujuan yang
terpenting dari produk yang tidak memiliki merek adalah fungsi dan
harganya murah.
2. Merek yang dipakai sebagai referensi (Brand as Reference) pada tahap
ini sudah terjadi persaingan sedikit-sedikit meskipun tingkatannya
belum begitu ketat. Persaingan ini merangsang produsen untuk membuat
diferensiasi terhadap produk yang dihasilkannya. Tujuannya adalah agar
produk yang dihasilkan memiliki perbedaan dari peroduk pesaing.
Strategi diferensiasi yang ditarapkan pada tahap ini adalah dengan
3. Merek sebagai personality
Pada tahap ini, diferensiasi antara merek berdasarkan atribut menjadi
sulit dilakukan. Karena hampir sebagian besar perusahaan melakukan
kegiatan yang sama. Untuk membedakan produk yang dihasilkan dari
produk pesaing, caranya dengan melakukan penambahan pada nilai-nilai
personality dimasing-masing merek.
4. Merek sebagai simbol
Pada tahap ini, merek menajadi pelanggan. Pelanggan memiliki
pengetahuan yang lebih mendalam mengenai merek yang ia gunakan.
Pada umumnya merek yang masuk pada tahap ini dapat mengekspresikan
dirinya atau dapat menunjukan jati dirinya.
5. Merek sebagai sebuah perusahaan
Merek pada tahap ini memiliki identitas yang sangat kompleks dan lebih
bersifat interaktif, sehingga pelanggan dapat dengan mudah
menghubungi merek. Karena merek tersebut merupakan wakil
perusahaan sehingga merek sama dengan perusahaan. Komunikasi yang
keluar dari perusahaan telah terintegrasi kesemua lini kegiatan
operasional, sehingga informasi mengalir secara lancar baik dari
manajemen ke pelanggan maupun sebaliknya.
6. Merek sebagai kebijaksanaan moral
Saat ini hanya ada beberapa perusahaan yang berada pada tahap ini,yaitu
perusahaan yang telah mengoperasikan kegiatan secara transparan baik
operasionalnya sampai produk maupun jasa dan pelayanan purna jual
kepada pelanggannya.
2.2.5. Strategi Merek (Brand Strategy)
Menurut Kotler (1997:71) perusahaan memiliki lima pilihan strategi
merek, yaitu:
1. Perluasan lini (Line Extension) Perluasan lini terjadi jika perusahaan
memperkenalkan unit produk tambahan dalam kategori produk yang
sama dengan merek yang sama, biasanya dengan tampilan baru seperti
rasa, bentuk, warna baru, tambahan, ukuran kemasan, dan lainnya.
Contoh:
Merek laptop Fujitsu meluncurkan koleksi Lifebook Series terbaru
dengan varian lini produk antara lain S2110, C1320, dan P1510.
2. Perluasan merek (Brand Extension) Perluasan merek terjadi jika
perusahaan memutuskan untuk menggunakan merek yang sudah ada
pada produknya dalam satu kategori baru. Brand Extension memberikan
keuntungan karena merek baru tersebut umumnya lebih cepat diterima
(karena sudah dikenal sebelumnya). Hal ini memudahkan perusahaan
memasuki pasar dengan kategori produk baru. Perluasan merek dapat
menghemat banyak biaya iklan yang biasanya diperlukan untuk
membiasakan konsumen dengan suatu merek baru.
Contoh:
Merek sabun mandi Lifebouy yang memperluas mereknya pada
3. Multi merek (Multi brand) Multi brand dapat terjadi apabila perusahaan
memperkenalkan berbagai merek tambahan dalam kategori produk yang
sama. Tujuannya adalah untuk membuat kesan, feature serta daya tarik
yang lain kepada konsumen sehingga lebih banyak pilihan.
Contoh:
PT Unilever Indonesia Tbk memiliki tiga macam merek untuk
kategori produk sabun mandi yaitu Lux, Lifebouy, dan Dove.
4. Merek baru (New Brand) Merek baru dapat dilakukan apabila perusahaan
tidak memiliki satu pun merek yang sesuai dengan produk yang akan
dihasilkan atau citra dari merek tersebut tidak membantu untuk produk
baru tersebut.
Contoh:
PT Coca – Cola Indonesia Tbk meluncurkan merek Freshtea untuk
produk baru minuman produk perusahaan yaitu teh dalam kemasan
botol dengan aroma bunga melati.
5. Merek bersama (Co-Brand) Kecenderungan yang terjadi saat ini adalah
meningkatkan strategi co-branding (kerjasama branding). Co-branding
terjadi apabila dua merek terkenal atau lebih digabung dalam satu
penawaran dengan tujuan agar merek yang satu dapat memperkuat merek
yang lain sehingga dapat menarik minat konsumen.
Contoh:
Tabel 2.1. Brand Strategy
Sumber: Kotler,1997:68
2.2.5.1. Definisi Perluasan Merek (Brand Extension)
Ada beberapa definisi perluasan merek yang telah di ungkapkan para
ahli, diantaranya sebagai berikut:
Menurut Kotler,Amstrong (2004;Edisi 10) Perluasan merek di
definisikan sebagai strategi pengembangan merek yang mana menggunakan
nama merek yang sudah dikenal oleh konsumen untuk meluncurkan produk
baru atau produk modifikasi pada kategori produk yang baru.
Menurut Buell (1985:172) perluasan merek terjadi apabila:
a. Merek individual dikembangkan untuk menciptakan suatu merek
kelompok.
b. Produk yang memilki hubungan ditambahkan pada suatu merek
kelompok yang ada.
c. Suatu merek individu atau kelompok, dikembangkan ke produk-produk
yang tidak memiliki hubungan.
Sedangkan Menurut Kotler (1997;71) Perluasan merek terjadi jika
perusahaan memutuskan untuk menggunakan merek yang sudah ada pada
produknya dalam satu kategori baru. Ditambahkan menurutnya Brand
Extention memberikan keuntungan karena merek baru tersebut umumnya New Brand Multi Brand
Exiting Product
Exiting Brand Line Extension
New Product Category
[image:34.612.168.438.114.231.2]lebih cepat diterima (karena sudah dikenal sebelumnya). Hal ini
memudahkan perusahaan memasuki pasar dengan kategori produk baru.
Menurut Anand Halve ( www.etstrategicmarketing.com/smJune-July2/sbrand_2htm) bahwa perluasan merek adalah peluncuran suatu produk baru yang memiliki kategori yang berbeda dengan produk yang sudah ada
dan produk yang baru tersebutmenggunakan nama produk yang sudah ada.
Menurut Aaker (1997:255), perluasan merek sebagai penggunaan
sebuah merek yang telah mapan pada suatu kelas produk untuk memasuki
kelas produk lain. Perluasan merek merupakan strategi alamiah bagi
perusahaan yang sedang tumbuh dan mengeksploitasi asetnya. Perluasan
merek dapat dilakukan dengan cara menggunakan asset tersebut untuk
penetrasi pada kategori produk baru atau memberi lisensinya kepada produk
lain atau mengakuisisi sebuah perusahaan yang mempunyai merek yang bisa
dijadikan landasan bagi perusahaan. Perluasan merek secara umum dapat
dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:
1. Perluasan lini (line extension) Artinya perusahaan membuat produk baru
dengan menggunakan merek lama yang terdapat pada merek induk.
Meskipun target pasar produk yang baru tersebut berbeda, tetapi kategori
produknya
sudah dilayani oleh merek induk.
2. Perluasan kategori (category extension) Artinya perusahaan tetap
menggunakan merek induk yang lama untuk memasuki kategori produk
2.2.5.2. Keuntungan dan Kerugian Perluasan Merek
Keuntungan dari perluasan merek menurut Keller (1998:455),
adalah:
1. Memfasilitasi penerimaan produk
a. Mengurangi resiko yang dirasakan konsumen, dengan perluasan
merek konsumen dapat membuat kesimpulan dan membentuk
harapan seperti apa komposisi dan kinerja produk baru akan
dirasakan.
b. Meningkatkan kemungkinan memperoleh distribusi dan trial,
karena potensi peningkatan permintaan konsumen dihasilkan dari
perkenalan produk baru, sebagai sebuah perluasan, akan lebih
mudah untuk meyakinkan retailer untuk mengadakan persediaan
dan mempromosikan.
c. Meningkatkan efisiensi pengeluaran promosi, akan lebih mudah
untuk menambah hubungan dari merek yang sudah ada dalam
ingatan pada produk baru daripada harus memantapkan merek
kedalam ingatan konsumen untuk yang pertama kali dan juga
menghubungkan produk baru pada merek tersebut.
d. Mengurangi biaya perkenalan dan program pemasaran lanjutan
e. Menghindari biaya pengembangan merek baru untuk melakukan
riset konsumen yang diperlukan dan mempekerjakan personal yang
berketrampilan untuk mendesain nama merek yang berkualitas,
logo, simbol, pengemasan, ciri, dan slogan yang bisa sangat mahal
f. Efisiensi pengemasan dan pelabelan, kemasan dan label yang mirip
untuk perluasan merek dapat menghasilkan biaya produksi yang
lebih rendah.
g. Mengijinkan konsumen untuk mencari variasi, dengan menawarkan
berbagai variasi kategori produk pada konsumen yang memerlukan
perubahan karena bosan, puas atau apapun dapat berpindah ke tipe
produk jika mereka juga menginginkan sesuatu tanpa harus
meninggalkan brand family.
2. Menyediakan manfaat timbal balik pada merek asal
a. Memperjelas arti merek, perluasan dapat menjelaskan arti sebuah
merek pada konsumen dan mengidentifikasikan segala hal tentang
pasar penting.
b. Meningkatkan citra merek asal, berdasarkan pada model ekuitas
merek berbasis pelanggan (the customer brand equity model) satu
hasil yang diinginkan dari perluasan merek yang berhasil adalah
kemungkinan meningkatnya citra merek asal dengan memperkuat
asosiasi merek yang sudah ada, memasukan ketertarikan pada
asosiasi merek baru. Satu cara penting agar perluasan merek
mempengaruhi citra merek asal adalah dengan memantapkan
asosiasi merek asal. Asosiasi merek asal adalah atribut dan manfaat
yang menjadi ciri semua produk dalam lini merek yang
diasosiasikan paling kuat.
e. Mengijinkan perluasan merek berikutnya.
Kerugian dari perluasan merek menurut Keller (1998:463)
adalah:
1. Dapat membingungkan atau menyebabkan konsumen frustasi.
2. Dapat mengancam ketahanan retailer.
3. Dapat merusak citra merek.
4. Dapat sukses tetapi mengkanibalisasi penjualan merek asal.
5. Dapat sukses tapi mengurangi identifikasi dengan satu kategori
lain.
6. Dapat sukses tapi merusak citra merek asal.
7. Dapat merusak arti merek.
8. Dapat membatalkan kesempatan mengembangkan merek
baru.
2.2.5.3. Indikator-Indikator Keberhasilan Perluasan Merek (Success brand Extension)
Kesuksesan atau kegagalan strategi perluasan merek sangat ditentukan
oleh bagaimana konsumen mengevaluasi perluasan (Sattler et al., 2002:2 ;
Leon Phang, 2004:3). Dalam mengevaluasi perluasan merek inti ke dalam
beberapa kategori produk, konsumen berekspektasi menggunakan
pengetahuannya tentang merek yang sudah ada, sejauh yang mereka ketahui
mengenai perluasan merek, untuk mencoba memahami tentang perluasan
merek produk yang disukainya (Keller, 1998:470). Oleh karenanya,
evaluasi konsumen (sikap) terhadap perluasan dari merek asal. Salah satu
alasannya adalah bahwa evaluasi konsumen penting, dipercaya sebagai
elemen kunci dalam mengindikasi keberhasilan merek inti dan perluasannya
(Grime et al.,2002:416). Demikian pula menurut (Rangkuti, 2002) dalam
Berliani Ardha (Buku Perencanaan Merek) yang menyatakan bahwa untuk
menguji perluasan merek dapat dilakukan dengan cara menganalisis respon
pelanggan potensial, ini merupakan data dasar untuk melihat dampak yang
diakibatkan adanya perluasan merek terhadap brand equity. Menurut
Swastha dan Handoko (1997: 91): “Respon adalah predisposisi (keadaan
mudah terpengaruh) untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan
lingkungan, yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku orang
tersebut”. Sedangkan menurut Engel, Blackwell, Minniard (1994:336)
mendefinisikan respon sebagai ”Suatu evaluasi menyeluruh yang
memungkinkan orang bertindak dengan cara menguntungkan atau tidak
menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan obyek yang diberikan”.
Triandis dan para ahli lainnya mengkombinasikan tiga jenis tanggapan
(respons) yaitu (pikiran, perasaan, dan tindakan) ke dalam model tiga unsur
dari sikap (Tripartie Model of Attitude) yang mengandung tiga komponen
yang terkait yaitu; cognitive (pengetahuan tentang objek), affective (evaluasi
positif atau negatif terhadap suatu objek), dan conative (perilaku aktual
terhadap suatu objek) (Setiadi, 2003:214; Simamora, 2004:155). Oleh
karena itu pengukuran keberhasilan perluasan merek dalam penelitian ini
perluasan merek (brand extension) sebagaimana penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh (Hedi Cupiadi,2008). Menurut Schiffman dan Kanuk,
(1994:152); Kotler dan Keller, (2007:238) Consumer Attitude memiliki tiga
dimensi dengan indikator - indikator sebagai berikut:
a. (Cognitive) yaitu pengetahuan konsumen tentang objek. Ditunjukan
dengan indikator:
Pengetahuan tentang produk. Keyakinan terhadap merek.
b. (Affective) yaitu evaluasi positif atau negatif tentang objek. Ditunjukan
dengan indikator:
Penilaian terhadap merek.
c.
(Conatif) yaitu prilaku aktual terhadap suatu objek.Ditunjukan dengan indikator:
Kecenderungan konsumen melakukan tindakan.2.2.6. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Perluasan Merek (Success Brand Extension)
2.2.6.1. Kesan Kualitas (Perceived Quality) / Reputasi
Aaker (1991:85) mendefinisikan kesan kualitas sebagai persepsi
pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau
jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan pelanggan. Karena
merupakan kesan pelanggan, maka kesan kualitas tidak dapat ditentukan
secara obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi
relative) yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa. Maka dapat
dikatakan bahwa kesan kualitas berarti membahas keterlibatan dan
kepentingan pelanggan.
Persepsi terhadap kualitas keseluruhan suatu produk atau jasa dapat
menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh langsung
kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap
merek. Karena kesan kualitas merupakan persepsi konsumen, maka dapat
dikatakan jika kesan kualitas konsumen positif berarti produk disukai, dan
sebaliknya jika negatif maka produk tidak disukai dan tidak akan bertahan
lama di pasar.
Kesan kualitas memiliki peranan penting dalam membangun suatu
merek. Dalam banyak konteks kesan kualitas sebuah merek dapat menjadi
alasan penting bagi pelanggan untuk mempertimbangkan dan memutuskan
merek mana yang akan dibeli. Seorang pelanggan mungkin tidak memiliki
informasi yang cukup untuk mengarahkan kepada kualitas suatu merek
secara objektif, mungkin juga pelanggan tidak termotivasi untuk memproses
informasi sehinggan dalam konteks ini kesan kualitas menjadi sangat
berperan dalam keputusan pelanggan.
Secara umum perceived quality dapat menghasilkan nilai-nilai sebagai
Gambar 2.1. Nilai-Nilai Manfaat Kesan Kualitas
alasan untuk membeli
diferensiasi atau posisi
harga optimum
minat saluran distribusi
perluasan merek
1. Alasan untuk membeli
Keterbatasan informasi, uang, dan waktu membuat keputusan
pembelian seseoarang dapat dipengaruhi oleh kesan kualitas suatu
merek yang ada dibenak konsumen, sehingga sering kali alasan
keputusan pembelian hanya didasarkan kepada kesan kualitas
(perceived quality) dari merek yang akan dibeli.
2. Diferensiasi
Salah satu karakteristik yang penting dari merek produk adalah
posisinya dalam dimensi kesan kualitas.
3. Harga optimum
Salah satu keuntungan dari kesan kualitas adalah memeberikan ruang
pilihan dalam menentukan harga premium. Harga premium dapat
meningkatkan laba secara langsung dapat meningkatkan profitabilitas.
4. Minat saluran distribusi
Para pengecer dan distributor akan termotivasi untuk menyalurkan
merek dengan kualitas tinggi. Hal ini memberikan keuntungan bagi
perluasan distribusi dari merek tersebut dan dapat pula meningkatkan
citra distributor yang menyalurkan merek yang mempunyai kesan
kualitas tinggi.
5. Perluasan merek
Merek dengan kesan kualitas tinggi dapat digunakan untuk
memperkenalkan kategori produk baru dan mempunyai kemungkinan
sukses yang lebih besar dibandingkan dengan merek yang lemah.
Dalam hal ini kesan kualitas merupakan jaminan yang signifikan atas
perluasan – perluasan merek tersebut.
2.2.6.2. Indikator –Indikator Kesan Kualitas / Reputasi (Perceived Quality) Menurut David A. Gravin yang dikutip oleh Durianto dkk (2001:98)
perceived quality dapat diukur berdasarkan dimensinya yangterdiri dari:
(1) Performance (kinerja), Melibatkan berbagai operasional
utama. Misalnya karakteristik operasional mobil adalah
kecepatan, akselerasi, sistem kemudi, serta kenyamanan.
(2) Serviceability (pelayanan produk), Mencerminkan
kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut.
Misalnya mobil merek tertentu menyediakan pelayanan
kerusakan atau service mobil 24 jam diseluruh kota.
(3) Durability (daya tahan), Mencerminkan umur ekonomis
dari produk tersebut. Misalnya mobil merek tertentu yang
memposisikan dirinya sebagai mobil tahan lama walau telah
(4) Reliability (keandalan), Konsistensi dari kinerja yang
dihasilkan suatu produk dari suatu pembelian ke pembelian
berikutnya.
(5) Features (fitur), Bagian-bagian tambahan dari produk,
seperti remote control sebuah video tape recorder, system
WAP untuk telepon genggam. Penambahan ini biasanya
digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek
produk terlihat hampir sama. Bagian – bagian tambahan ini
memberikan penekanan bahwa perusahaan memahami
kebutuhan pelanggannya yang dinamis sesuai
perkembangan.
(6) Conformance with specifications (kesesuaian dengan
spesifikasi), Merupakan pandangan mengenai kualitas
proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji. Misal sebuah
mobil pada kelas tertentu dengan spesifikasi yang telah
ditentukan seperti jenis dan kekuatan mesin, material untuk
pintu mobil, sistem pengapian dan lainya.
(7) Fit and Finess/Hasil akhir, Mengarah pada kualitas yang
dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya. Jika
perusahaan tidak dapat menghasilkan hasil akhir produk
yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan
2.2.6.3. Kesesuaian Merek(Brand Consistency)
Kesesuaian merek adalah tingkatan dimana konsumen menganggap
bahwa produk hasil perluasan memiliki persamaan dengan merek asalnya.
Menurut Philip Kotler (2005 : 84) Identitas merek dibangun dari beberapa
elemen, yaitu nama, logo, warna, slogan, symbol, desain kemasan, dan
desain produk itu sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa merek mempunyai dua unsur yaitu brand name yang
terdiri dari huruf-huruf dan kata-kata yang dapat terbaca, serta brand mark
yang berbentuk simbol, desain atau warna tertentu yang spesifik. Kedua
unsur dari sebuah merek berguna untuk mempermudah konsumen untuk
mengenali dan mengidentifikasi barang dan jasa yang hendak dibeli.
Memiliki brand position dan identitas yang konsisten (consistency over
time) juga merupakan kekuatan untuk tetap memiliki merek yang kuat.
2.2.6.4. Indikator – Indikator Kesesuaian Merek (Brand Consistency)
Edelman (2003:2) mengemukakan bahwa pada saat
mempertimbangkan kesesuaian (consistency) perluasan merek ada empat
dasar konstruk untuk merumuskan suatu keseluruhan pertimbangan, yaitu;
(1) relevance (keterkaitan), (2) recognition (pengenalan), (3) credibility
(kredibilitas), (4) transfer (perpindahan).
Keterangan: Mengacu pada bagaimana kesamaan yang sekarang dan kelas
produk baru dalam kaitannya dengan ciri (features), atribut,
(1) Keterkaitan (relevance), kesesuaian merek perluasan
dengan merek induk.
(2) Pengenalan (recognition), pemahaman konsumen terhadap
perluasan merek.
(3) Kepercayaan (credibility), kepercayaan konsumen terhadap
perluasan merek.
(4) Perpindahan (transfer), kepercayaan terhadap SDM
perusahaan.
2.2.7. Definisi Ekuitas Merek (Brand Equity)
Ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan merek kepada
produk (Hana dan Wozniak, dalam Bolson Simamora 2002:46)
(www.jurnalskripsi.com). Menurut Susanto dan Wijanarko (2004), dalam menghadapi persaingan yang ketat, merek yang kuat merupakan suatu
pembeda yang jelas, bernilai, dan berkesinambungan, menjadi ujung tombak
bagi daya saing perusahaan dan sangat membantu strategi pemasaran. Keller
(1993) menyatakan brand equity adalah keinginan seseorang untuk
melanjutkan menggunakan suatu brand atau tidak. Pengukuran dari brand
equity sangatlah berhubungan kuat dengan kesetiaan dan bagian pengukuran
dari pengguna baru menjadi pengguna yang setia.
Ada beberapa pengertian brand equity yang dikemukakan oleh
beberapa ahli, yang pertama Aaker (1997) dalam Susanto dan Wijanarko
(2004), ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang
mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada
perusahaan atau pelanggan. Kemudian menurut East (1997), “Brand equity
or brand strength is the control on purchase exerted by a brand, and, by
virtue of this, the brand as an asset that can be exploited to produce
revenue”. Artinya ekuitas merek atau kekuatan merek adalah kontrol dari
pembelian dengan menggunakan merek, dan, kebaikan dari merek, merek
sebagai aset yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan pendapatan.
Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2004), “Brand equity is
the positive differential effect that knowing the brand name has on customer
response to the product or service”. Artinya ekuitas merek adalah efek
diferensiasi yang positif yang dapat diketahui dari respon konsumen
terhadap barang atau jasa. Jadi brand equity adalah kekuatan suatu brand
yang dapat menambah atau mengurangi nilai dari brand itu sendiri yang
dapat diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa yang dijual.
2.2.7.1. Indikator - Indikator Ekuitas Merek(Brand Equity)
Susanto dan Wijanarko (2004) yang mengadap-tasi teori Aaker,
menyatakan bahwa brand equity dapat dikelompokkan ke dalam beberapa
kategori yaitu: Brand awareness, Perceived quality, Brand association,
Brand loyalty. Sementara model (Keller, 2003) lebih berfokus pada
perspektif prilaku konsumen atau Customer Based Brand Equity (CBBE).
Berdasarkan model ini kunci pokok ekuitas merek adalah brand knowledge
Dan saat ini setidaknya telah berkembang 4 macam metode
pengukuran ekuitas merek yang paling banyak digunakan (Aaker 1995;1996
dan Keller, 2003) diantaranya:
1. Brand Valuation Methodology yang terdiri: Brand Earning dan Brand
Strenght.
2. Brand Asset Valuator yang terdiri: Brand Differentiation, Brand
Relevance, Brand Esteem, dan Brand Knowledge.
3. Equi Trend yang terdiri: Brand Knowledge, Perceived Quality, dan User
Satisfaction.
4. Brand Equity Ten yang terdiri: Price Premium, Loyalty, Perceived
Quality, Leadership, Perceived Value, Brand Personality, Organization
Association, Brand Awareness, Market Share, Price and Distribution
Indices.
Maka dalam usulan penelitian kali ini penulis menggunakan beberapa
indikator sebagai berikut:
a. Brand awareness; Menurut Susanto dan Wijanarko (2004) yang
mengadap-tasi teori Aaker, adalah kesanggupan seorang calon pembeli
untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan
bagian dari kategori merek tertentu. Sedangkan pendapat lain dari East
(1997), “Brand awareness is the recognition and recall of a brand and
its differentiation from other brands in the field”. Artinya adalah
pengakuan dan pengi-ngatan dari sebuah merek dan pembedaan dari
kemampuan konsumen untuk mengingat suatu brand dan yang
menjadikannya berbeda bila dibandingkan dengan brand lainnya.
b. Perceived quality; Adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan
kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan
maksud yang diharapkan. (Aaker)dalamSusanto dan Wijanarko (2004).
c. Brand association; Adalah suatu yang berkaitan mengenai ingatan
mengenai sebuah produk. Asosiasi ini tidak hanya eksis, namun juga
memiliki suatu tingkat kekuatan. Keterikatan pada suatu merek akan
lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan
untuk mengkomunikasikannya. (Aaker) dalam Susanto dan Wijanarko
(2004).
d. Brand loyalty; Loyalitas merek ini menjadi ukuran seberapa besar
kemungkinan pelanggan akan pindah ke merek lain, dengan terbentuknya
brand loyalty, maka kecil kemungkinan pelanggan akan berpindah ke
merek pesaing, walaupun merek tersebut memberikan harga yang lebih
murah atau barangkali kualitas yang lebih baik (Hermawan Kartajaya,
2004). Menurut Susanto dan Wijanarko (2004)yang mengadap-tasi teori
Aaker, menyatakan brand loyalty adalah ukuran kesetiaan se-orang
pelanggan pada sebuah merek. Menurut (Gidden, 2002) loyalitas merek
adalah pilihan yang dilakukan konsumen untuk membeli merek tertentu
dibandingkan merek lain. Schiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan
loyalitas merek sebagai preferensi konsumen secara konsisten untuk
e. Brand image; Kotler (2002) mendefinisikan citra merek sebagai
seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang
terhadap merek. Karena itu sikap dan tindakan konsumen terhadap suatu
merek sangat ditentukan oleh citra tersebut. Kotler (2002) juga
menambahkan bahwa citra merek merupakan syarat dari merek yang
kuat. Simamora (2002) mengatakan citra merupakan persepsi yang relatif
konsisten dalam jangka panjang (enduring perseption).
2.2.8. Pengaruh Kesan Kualitas (Perceived Quality) / Reputasi terhadap Keberhasilan Perluasan Merek (Success Brand Extension)
Kesan kualitas didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap
keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan
berkenaan dengan maksud yang diharapkan (Aaker, 1997 dalam Rangkuti,
2004:41). Kualitas merek inti atau merek induk (Parent brand) merupakan
variabel yang telah banyak dipertimbangkan dalam berbagai studi mengenai
perluasan merek. Anggapan yang mendasarinya adalah bahwa kesan
kualitas bisa diekploitasi dengan cara mengenalkan berbagai perluasan
merek, yaitu dengan menggunakan merek tertentu untuk masuk ke kategori
produk baru (Aaker, 1997 dalam Rangkuti, 2004:42). Bahkan dalam suatu
penelitian menunjukkan bahwa merek yang memiliki perceived quality yang
tinggi dapat ditingkatkan secara lebih jauh (dapat diperluas) dan mendapat
penilaian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan merek yang memiliki
perceived quality yang rendah (Leif E. Ham et al, 2001). Kesan kualitas ada
tidak demikian, maka produk tersebut akan dianggap baik (Cleland dan
Bruno dalam Simamora, 2002).
Maka berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa semakin
tinggi persepsi kualitas dari merek induk, maka akan semakin tinggi pula
pengaruh positif yang ditimbulkan terhadap perluasannya.
2.2.9. Pengaruh Kesesuaian Merek (Brand Consistency) terhadap Keberhasilan Perluasan Merek (Success Brand Extension)
Kesesuaian merek adalah tingkatan dimana konsumen menganggap
bahwa produk hasil perluasan memiliki persamaan dengan merek asalnya.
Beberapa studi menunjukkan bahwa semakin besar persamaan antara
produk perluasan merek dengan merek asalnya maka akan semakin besar
pula pengaruh yang diterima oleh konsumen baik positif maupun negatif
dari produk hasil perluasan. Bahkan ada pula penelitian yang menyebutkan
bahwa konsumen akan membangun sikap yang positifterhadap produk hasil
perluasan bila konsumen tersebut menganggap bahwa produk tersebut
memiliki kesamaan dengan merek asalnya (Leif E. Ham et al, 2001).
Penelitian mengenai perluasan merek menekankan pada kesesuaian
(fit) atau kesamaan (similarity) antara dua kelas produk yang terlibat dalam
bentuk, evaluasi perluasan merek. Suatu elemen kunci dalam meramalkan
pengembangan merek yang sukses adalah apabila menurut konsumen atribut
yang baru konsisten dengan merek induk. Berbagai penelitian telah
menemukan bahwa semakin besar kesesuaian persepsi antara merek awal
awal terhadap perluasannya. Oleh karena itu, tingkat kesesuaian merupakan
hal yang sangat penting terhadap pengembangan merek. Salah satu
alasannya adalah bahwa perpindahan kualitas merek akan tinggi apabila dua
kelas produk memiliki kesesuaian (Rangkuti, 2004:137).
Maka berdasarkan sejumlah teori diatas dapat disimpulkan bahwa
semakin besar kesesuaian antara merek awal dan merek perluasan, akan
semakin besar pula pengaruh positif yang ditimbulkan merek awal terhadap
perluasannya.
2.2.10. Pengaruh Keberhasilan Perluasan Merek (Brand Consistency) terhadap Ekuitas Merek (Brand Equity)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Boush (1987), penerapan
perluasan merek memberikan pengaruh yang positif terhadap merek yang
sudah ada. Namun menurut (Aaker1990; Aaker dan Keller 1990; Park
Milberg dan Lawson 1991) pengaruh positif tersebut hanya akan terjadi
pada saat merek produk lama dan produk baru memiliki persepsi yang sama.
Dan sebaliknya (Rangkuti,2002) menjelaskan bahwa kegagalan perluasan
merek akan memberikan pengaruh negatif pada merek induk sehingga
merek induk akan mengalami penipisan merek (Brand Dilution). Hal ini
diperkuat dengan pernyataan (Aaker, 1990 dalam Grime, et al, 2002:1415 ;
Pitta dan Katsanis, 1995:59 ; Sattler et al, 2002:2 ; Martinez dan Pina,
2003:432) yang menyatakan perluasan merek kemungkinan besar dapat juga
melemahkan ekuitas dari sebuah merek. Dengan demikian, (Broniarczyk
sangat penting karena hal ini sangat mempengaruhi merek yang telah ada,
khususnya jika konsumen mengetahui tentang merek tersebut. Menurut
Freddy Rangkuti (2002) menyatakan untuk menciptakan brand equity
melalui brand extention dapat dilakukan dengan cara meningkatkan brand
awareness dan asosiasi terhadap merek tersebut dan semua ini tergantung
pada strategi pemberian merek tersebut (branding strategy). Kesimpulan,
dari hal ini menunjukan bahwa brand equity dari merek asal akan meningkat
apabila perluasan merek berhasil.
Menurut (Kumar,2002) dari hasil penelitian membuktikan bahwa
konsumen yang loyal pada suatu merek akan mencoba segala varian yang
ada dalam merek tersebut. Selain itu, mereka juga akan mencoba kategori
produk yang berbeda dalam merek tersebut atau mencoba produk hasil
perluasan merek tersebut dan selanjutnya keberhasilan produk hasil
perluasan akan semakin meningkatkan merek asal dimata konsumen dan
sukses dari produk hasil perluasan merek ini tidak lepas dari reputasi yang
dibangun dari kualitas yang diberikan merek tersebut dan dapat dirasakan
oleh konsumen. Kesimpulan, dari hal ini menunjukan bahwa reputasi atau
kesan kualitas merek asal merupakan faktor penting dalam mempengaruhi
keberhasilan perluasan merek, dan keberhasilan perluasan merek ini
nantinya akan dapat mempengaruhi ekuitas merek asal.
Ekstensi atau merek merek perluasan adalah pemasaran strategi di
mana perusahaan memasarkan produk dengan citra yang berkembang
strategi ini untuk meningkatkan dan memanfaatkan ekuitas merek
(Wikipedia google).
Dan yang terakhir, menurut Helen Wing, Director of the Marketing
Science Centre at Research International bahwa produk baru dengan merek
yang benar – benar baru membutuhkan usaha pemasaran dari segi waktu
dan biaya yang lebih banyak untuk memperkenalkan merek dan
membangun awareness konsumen. Pertimbangan lain adalah bahwa
perusahaan merasa bisa mendapatkan keuntungan dari adanya ikatan
emosional yang telah terbentuk antara merek induk dengan perluasannya
sehingga inventasi yang dibutuhkan untuk perluasan merek bisa lebih
rendah dibandingkan dengan menggunakan merek yang baru. Keller
(1998:455) mengungkapkan keuntungan keberhasilan perluasan merek
diantaranya adalah akan meningkatkan citra merek serta mampu
mengaktifkan kembali merek.
Maka berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan
perluasan merek akan berpengaruh positif terhadap merek induk dengan
2.3. Kerangka Konseptual
Success Brand Extention
(Y)
Brand Equity
(Z)
Perceived Quality
(X1)
Brand Consistency
2.4. Hipotesis
Berdasarkan kerangka konseptual diatas, maka hipotesis penelitian ini
adalah sebagai berikut:
H1: Diduga Perceived Quality memiliki pengaruh positif terhadap Success
Brand Extension.
H2: Diduga Brand Consistencememiliki pengaruh positif terhadap Success
Brand Extension.
H3: Diduga Success Brand Extention memiliki pengaruh positif terhadap
Brand Equity.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN