• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUCCESS BRAND EXTENTION (KEBERHASILAN PERLUASAN MEREK) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP BRAND EQUITY (EKUITAS MEREK) PARAMEX DI SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUCCESS BRAND EXTENTION (KEBERHASILAN PERLUASAN MEREK) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP BRAND EQUITY (EKUITAS MEREK) PARAMEX DI SURABAYA."

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

EQUITY) PARAMEX DI SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Manajemen

Diajukan Oleh :

SASMOKO

0512010357 / FE / EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

(2)

KEBERHASILAN PERLUASAN MEREK (SUCCESS

BRAND EXTENSION) SERTA DAMPAKNYA

TERHADAP EKUITAS MEREK (BRAND

EQUITY) PARAMEX DI SURABAYA

Yang diajukan

SASMOKO

0512010357/FE/EM

Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal, 30 April 2010

Pembimbing:

Tim Penguji:

Pembimbing Utama Ketua

Dra.Ec.Malicha

Dr. H. Ali Maskun, SE, MS

Sekretaris

Dra.EC. Malicha

Anggota

Dra.Ec. Dwi Widajati, MM

Mengetahui

Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Jawa Timur

(3)

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kepada Allah SWT, atas

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Analisis

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Perluasan Merek (Success Brand

Extension) Serta Dampaknya Terhadap Ekuitas Merek (Brand Equity)

Paramex Di Surabaya“ dapat diselesaikan dengan baik.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat

penyelesaian Program Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi, Jurusan

Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Pada kesempatan ini penyususn ingin menyampaikan terima kasih kepada

semua pihak yang telah ikut berperan sejalan dengan perkembangan skripsi ini,

khususnya kepada :

1.

Bapak Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2.

Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, SE, MM, selaku Dekan Fakultas

Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3.

Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS, selaku Ketua Jurusan Fakultas

Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur.

4.

Ibu Dra. Ec. Malicha, selaku pembimbing utama yang telah mengarahkan

penulis selama pembuatan skripsi.

(4)

7.

Serta kepada teman-teman, saya ucapkan banyak terima kasih atas

dukungan dan do’anya selama skripsi ini berlangsung.

Penulis menyadari bahwa apa yang tertuang dalam skripsi ini belum

merupakan tulisan yang sempurna. Karena itu ide serta saran yang konstruktif

demi pengembangan karya ini sangat terbuka luas.

Surabaya, April - 2010

(5)

KATA PENGANTAR ...

i

DAFTAR ISI ...

iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ...

x

ABSTRAKSI ...

xi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar

belakang ...

1

1.2.

Perumusan Masalah ...

10

1.3.

Maksud

dan Tujuan Penelitian ...

10

1.4.

Manf

aat Penelitian ...

11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Hasil Penelitian Terdahulu ...

12

2.2.

Landasan Teori ...

16

2.2.1.

Definisi Pemasaran (Marketing) ...

16

2.2.2.

Definisi Manajemen Pemasaran ...

17

2.2.3.

Definisi Bauran Pemasaran ...

17

2.2.3.1. Definisi Produk (Product) ...

18

2.2.3.2. Definisi Harga (Price) ...

18

2.2.3.3. Definisi Promosi (Promotion) ...

19

2.2.3.4. Definisi Distribusi (Place) ...

19

2.2.4.

Definisi Merek (Brand) ...

20

2.2.4.1. Perkembangan Merek ...

23

2.2.5.

Strategi Merek (Brand Strategy) ...

25

(6)

2.2.6.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan

Perluasan

Merek

(Success Brand Extension) ...

33

2.2.6.1. Kesan Kualitas (Perceived Quality) / Reputasi ...

33

2.2.6.2. Indikator-Indikator Kesan Kualitas / Reputasi

(Perceived Quality) ...

36

2.2.6.3. Kesesuaian Merek (Brand Consistency) ...

38

2.2.6.4. Indikator-Indikator Kesesuaian Merek (Brand

Consistency)... 38

2.2.7.

Definisi Ekuitas Merek (Brand Equity) ...

39

2.2.7.1. Indikator-Indikator Ekuitas Merek (Brand Equity) ..

40

2.2.8. Pengaruh Persepsi Kualitas (Perceived Quality) /

Reputasi terhadap Keberhasilan Perluasan Merek

(Success Brand Extension) ...

43

2.2.9.

Pengaruh Kesesuaian Merek (Brand Consistency)

terhadap Keberhasilan Perluasan Merek (Success

Brand Extension) ...

44

2.2.10. Pengaruh Keberhasilan Perluasan Merek (Success

Brand Extension) terhadap Ekuitas Merek

(Brand Equity) ...

45

2.3.

Kerangka Konseptual ...

48

2.4.

Hipotesis ...

49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1.

Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran

Variabel ...

50

3.1.1.

Definisi Operasional Variabel ...

50

3.1.2.

Pengukuran Variabel ...

54

(7)

3.3.3.

Pengumpulan Data ...

56

3.4.

Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ...

57

3.4.1.

Teknik Analisis ...

57

3.4.2.

Confimatory Factor Analysis ...

59

3.4.3.

Asumsi Model ...

60

3.4.4.

Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal ...

63

3.4.5.

Pengujian Model dengan One Step Approach ...

63

3.4.6.

Pengujian Model dengan Two Step Approach ...

63

3.4.7.

Evaluasi Model ...

65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.

Deskripsi Obyek Penelitian ...

69

4.1.1.

Sejarah Singkat Berdirinya Perusahaan ...

69

4.2.

Deskripsi Hasil Penelitian ...

70

4.2.1.

Penyebaran Kuisioner ...

70

4.2.2.

Karakteristik Responden ...

71

4.2.3.

Deskripsi Perceived Quality ...

72

4.2.4.

Deskripsi Brand Consistency ...

74

4.2.5.

Deskripsi Success Brand Extension ...

76

4.2.6.

Deskripsi Brand Equity ...

78

4.3.

Analisi Data ...

80

4.3.1.

Evaluasi Outlier ...

80

4.3.2.

Evaluasi Reliabilitas ...

82

4.3.3.

Evaluasi Validitas ...

83

4.3.4.

Evaluasi Construct Reliabilty dan Variance

Extracted ...

84

4.3.5.

Evaluasi Normalitas ...

85

(8)

4.4.

Pembahasan ...

92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan ...

98

5.2.

Saran ...

98

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1.

IBBA 2008-2009 ...

3

Tabel 2.1. Brand

Strategy ...

27

Tabel 3.1.

Goodness of Fit Indices ...

68

Tabel 4.1.

Karakteristik Responden Berdasarkan jenis Kelamin ...

71

Tabel 4.2.

Karakteristi Responden Berdasarkan Umur ...

71

Tabel 4.3.

Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai

Perceived Quality ...

72

Tabel 4.4.

Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai

Brand Consistency ...

75

Tabel 4.5.

Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai

Brand Extension ... 76

Tabel 4.6.

Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai

Brand Equity ...

78

Tabel 4.7.

Outlier Data ...

81

Tabel 4.8.

Data Reliabilitas ...

82

Tabel 4.9.

Validitas Data ...

83

Tabel 4.10.

Construct Reliability dan Variance Extracted ...

84

Tabel 4.11.

Normalitas Data ...

85

Tabel 4.12.

Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices

Model

One-Step Approach-Base Model ... 87

Tabel 4.13.

Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices

Model

One-Step Approach – Eliminasi - Modifikasi ... 89

Tabel 4.14.

Hasil Uji Kausalitas ...

90

(10)

Perceived Quality ...

92

Tabel 4.19.

Tabulasi Data Frekuensi Validitas Indikator

Brand Consistency ...

93

Tabel 4.20.

Tabulasi Data Frekuensi Validitas Indikator

Success Brand Extension ... 94

Tabel 4.21.

Tabulasi Data Frekuensi Validitas Indikator

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Nilai-Nilai Manfaat Perceived Quality ...

35

Gambar 3.1. Contoh Model Pengukuran Faktor Brand Consistency ...

59

Gambar 4.1. Model Pengukuran dan Structural Model Specification

One Step Approach Base Model ...

87

Gambar 4.2. Model Pengukuran dan Structural Model Specification

One Step Approach Eliminasi ...

88

Gambar 4.3. Model Pengukuran dan Structural Unstandardized

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuisioner

Lampiran 2 Tabulasi Jawaban Responden

Lampiran 3 Data Uji Outlier

Lampiran 4 Data Uji Reliabilitas

Lampiran 5 Data Uji Normalitas

Lampiran 6 Data Uji Hipotesis Kausal, Data Uji Multicollinearity

(13)

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

SUCCESS BRAND EXTENTION (KEBERHASILAN

PERLUASAN MEREK) SERTA DAMPAKNYA

TERHADAP BRAND EQUITY (EKUITAS

MEREK) PARAMEX DI SURABAYA

Oleh :

SASMOKO

0512010357 / FE / EM

Abstraksi

Diawali oleh melemahnya ekuitas merek (brand equity) Paramex pada

tahun 2009 lalu membuat PT. Konimex Pharmaceutical Industries

memperluas mereknya dengan meluncurkan varian baru guna meningkatkan

ekuitas merek Paramex. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan

untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi success brand

extension (keberhasilan perluasan merek) serta dampaknya terhadap brand

equity (ekuitas merek) Paramex di Surabaya. Faktor-faktor yang berpotensi

mempengaruhi success brand extension adalah (1) Perceived Quality, (2)

Brand Consistency.

Populasi dalam penelitian ini adalah warga masyarakat yang tinggal di

Surabaya. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Non Probality

Sampling dengan metode Accindental Sampling. Berdasarkan rumus Slovin

diperoleh jumlah sampel sebanyak 100 reponden. Metode analisis data

menggunakan analisis SEM.

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa (1)

Perceived quality berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap

terhadap Success Brand Extension. (2) Brand consistency tidak berpengaruh

positif terhadap Success Brand Extension. (3) Serta faktor Success Brand

Extension berpengaruh positif terhadap Brand Equity.

Keyword : Perceived Quality, Brand Consistency, Success Brand

Extension, Brand Equity.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Prediksi kekuatan keuangan suatu perusahaan pada umumnya

dilakukan oleh pihak eksternal perusahaan, seperti: investor, kreditor,

auditor, pemerintah, dan pemilik perusahaan. Pihak-pihak eksternal

perusahaan biasanya bereaksi terhadap sinyal distress seperti: penundaan

pengiriman, masalah kualitas produk, hilangnya kepercayaan dari para

pelanggan, tagihan dari bank atau kreditur, dan lain sebagainya untuk

mengindikasikan adanya financial distress, keadaan yang sangat sulit

bahkan dapat dikatakan mendekati kebangkrutan yang apabila tidak segera

diselesaikan akan berdampak besar pada perusahaan-perusahaan tersebut

dengan hilangnya kepercayaan dari stakeholder, yang dialami oleh

perusahaan. Dengan diketahuinya financial distress yang dialami oleh

perusahaan di harapkan dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki situasi

ini.

PT.Indonesian Paradise Property, Tbk pada periode tahun 2003-2009

(15)

Table 1: Data laba usaha

Periode Laba Perubahan (Rp)  Perubahan (%) 

2003 -6.895.000.000    

2004 -15.187.000.000 ‐8.292.000.000 120,26 

2005 -8.080.000.000 7.107.000.000 ‐46,80 

2006 -4.623.033.305 3.456.966.695 ‐42,78 

2007 -449.802.223 4.173.231.082 ‐90,27 

2008 -200.455.698 249.346.525 ‐55,43 

2009 73.968.571 274.424.269 ‐136,90 

Sumber: laporan keuangan PT.Bursa Efek Indonesia

Dari table diatas dapat terlihat bahwa perusahaan selama periode tahun

2003-2008 mengalami kerugian secara terus menerus. Hingga pada periode

tahun 2008-2009 perusahaan mampu mencapai profitabilitas/memperoleh

laba. Adanya kerugian secara terus menerus, menunjukkan bahwa PT.

Indonesia Paradise Property, Tbk mengalami financial distress. Platt dan

Platt (2002) mendefinisikan financial distress sebagai tahapan penurunan

kondisi keuangan atau kondisi kritis suatu perusahaan sebelum terjadinya

kebangkrutan ataupun likuidasi.

Analisa laporan keuangan dapat menjadi salah satu alat untuk

memprediksi kebangkrutan. Laporan keuangan dapat dijadikan dasar untuk

mengukur kesehatan suatu perusahaan melalui rasio – rasio keuangan yang

ada. Kesehatan suatu perusahaan akan mencerminkan kemampuan

perusahaan dalam menjalankan usahanya, distribusi aktivanya, keefektifan

penggunaan aktivanya, hasil usaha atau pendapatan yang telah dicapai,

beban-beban tetap yang harus dibayar, serta potensi kebangkrutan yang akan

(16)

kebangkrutan bisnis untuk periode satu sampai lima tahun sebelum bisnis

tersebut benar-benar bangkrut. (Etty M. Nasser dan Titik Aryati, 2000).

Luciana Spica Almilia (2003) menyebutkan penelitian-penelitian yang

berkaitan dengan kondisi financial distress perusahaan pada umumnya

menggunakan rasio keuangan perusahaan. Perluasan dari penelitian yang

berkaitan dengan prediksi financial distress suatu perusahaan telah

dilakukan dengan memasukkan variabel-variabel penjelas lain yaitu opini

yang diberikan auditor pada laporan keuangan kliennya dan perbedaan

properti. Beberapa penelitian yang menggunakan rasio keuangan untuk

memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan adalah: Zmijewski

(1983) dalam Foster (1986), Lau (1987), Poston et al. (1994), Doumpos dan

Zopounidis (1999) serta Platt dan Platt (2002).

Penelitian financial distress dan kebangkrutan perusahaan seperti yang

dilakukan oleh Platt dan Platt (1990), menggunakan sampel pada beberapa

industri. Untuk mengontrol perbedaan industri maka digunakan industry

normalizing ratios. Platt dan Platt (1990) melakukan penyelidikan stabilitas

dan kelengkapan model kebangkrutan berdasarkan industry-relative ratio

yang dibandingkan dengan rasio yang tidak disesuaikan berdasarkan jenis

propertinya.Yang membedakan dari penelitian sebelumnya adalah

pemakaian 6 rasio keuangan yang tidak disesuaikan berdasarkan propertinya

dan 6 rasio keuangan relatif properti, dimana penelitian sebelumnya hanya

menggunakan 4 rasio keuangan yang tidak disesuaikan berdasarkan

(17)

reputasi auditor berdasarkan jumlah total aset yang di audit oleh auditor

tersebut, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan pemeringkat

auditor dengan banyaknya emiten yang di audit.

Ada dua motif dilakukannya penelitian dalam model ramalan

kebangkrutan. Yang pertama adalah untuk menguji hubungan antara faktor

finansial dan pengukuran kegagalan; yang kedua adalah untuk

mengembangkan model bagi peramalan kebangkrutan (Sumarno Zain,

1995:1). Penelitian yang dilakukan oleh penulis berkaitan dengan motif

kedua, yaitu untuk mengembangkan model bagi peramalan kebangkrutan

dengan memasukkan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui “Pengaruh rasio aktivitas, leverage dan profitabilitas terhadap

financial distress PT.Indonesian Paradise Property yang go public di

PT.Bursa Efek Indonesia”.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Apakah rasio aktivitas berpengaruh terhadap financial distress pada PT.

Indonesia Paradise Property, Tbk?

b. Apakah rasio leverage berpengaruh terhadap financial distress pada PT.

Indonesia Paradise Property, Tbk?

c. Apakah rasio profitabilitas berpengaruh terhadap financial distress pada

(18)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh:

a. Rasio aktivitas terhadap financial distress pada PT. Indonesia Paradise

Property, Tbk

b. Rasio leverage terhadap financial distress pada PT. Indonesia Paradise

Property, Tbk

c. Rasio profitabilitas terhadap financial distress pada PT. Indonesia

Paradise Property, Tbk

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa

pihak antara lain adalah:

a. Bagi perusahaan, kiranya hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai

tambahan referensi tentang pengaruh rasio keuangan dalam memprediksi

financial distress.

b. Bagi pembaca, kiranya penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan

referensi untuk penelitian selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

1. Henrik Sattler Franziska Volckner Grit Zatloukal (2002) dengan judul

Factors Affecting Consumer Evaluation Of Brand Extensions” penelitian

ini menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi perluasan merek dengan

menguji sebanyak 25 hipotesis yang diantaranya 16 variabel utama yang

mempengaruhi perluasan merek dan 19 interaksi dampak dari faktor-faktor

yang di uji secara empiris menggunakan sampel konsumen skala besar.

Sampel terdiri dari 917 responden dengan 90% merupakan mahasiswa dari

universitas besar di jerman. Sisanya 10% adalah non-mahasiswa ditarik

menggunakan kuota sampling Dari hasil analisis tesebut menunjukkan

bahwa kesesuaian antara parent brand dan extension serta persepsi kualitas

merek induk merupakan faktor paling penting. Dimana kedua variabel

tersebut memiliki pengaruh signifikan terhadap keberhasilan brand

extension.

2. Leon Phang (2004) berjudul “Consumer Evaluations of Brand Extensions”.

Peneliti mengajukan 10 hipotesis yang diantaranya dimaksudkan untuk

mengetahui apakah parent brand quality dan brand concept consistency

memiliki pengaruh terhadap brand extensions. Sampel yang digunakan

sebanyak 103 responden yang terdiri dari pelajar, sebanyak 66% sampel

(20)

dilakukan dengan program SPSS dan dari hasil penelitian tersebut

menunjukkan variabel parent brand quality dan brand concept consistency

memiliki pengaruh positifterhadap brand extensions.

3. Yhudi Triambodo (2005) berjudul “Pengaruh Kesan Kualitas Pasta Gigi

Pepsodent, Kesan Kesesuaian dan Keinovatifan Konsumen Terhadap

Keberhasilan Perluasan Merek” pernelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh kesan kualitas pasta gigi Pepsodent, kesan kesesuaian dan

keinovatifan konsumen terhadap keberhasilan perluasan merek Pepsodent

sebagai merek sikat gigi di Surabaya. Penelitian ini menggunakan 200

sampel, yaitu konsumen yang menggunakan pasta gigi Pepsodent dan yang

telah mengetahui keberadaan sikat gigi Pepsodent. Pendekatan penelitian

yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan menggunakan anlisis

regresi linear berganda denga uji-t untuk mengetahui pengaruh

masing-masing variabel bebas terhadap variabel tergantung dan uji-F untuk

mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel

tergantung. Untuk uji asumsi klasik yang digunakan yaitu uji

multikolinieritas dan uji heteroskedastisitas. Hasil penelitian menunjukan

adanya pengaruh yang signifikan baik secara individu maupun secara

bersama-sama dari ketiga variabel bebas terhadap variabel tergantung. Dari

hasil perhitungan statistik secara total, diperoleh formula Y=0,532+0,313

X1+0,333 X2+0,188 X3. Nilai uji-t untuk variabel X1, X2, X3 secara

parsial mempunyai pengaruh signifikan terhadap keberhasilan perluasan

merek Pepsodent sebagai merek sikat gigi dengan tingkat signifikan lebih

(21)

besar dari nilai F tabel, berarti 3 variabel bebas ini secara bersama-sama

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan perluasan

merek Pepsodent sebagai merek sikat gigi. Koefisien determinasi (R2) yang

dihasilkan oleh model regresi ini sebesar 0,785 atau dapat diartikan

sumbangan pengaruh ketiga variabel bebas terhadap variabel dependent

sebesar 78,5%, sedangkan 21,5% dijelaskan oleh faktor lain diluar model

regresi.

4. Dion Dewa Barata (2007) dengan judul “Pengaruh Penggunaan Strategi

Brand Extension pada Intensi Membeli Konsumen” dalam Jurnal

Manajemen Vol. 2 No 1. Variabel yang digunakan dalam usulan penelitian

ini adalah Pengetahuan Merek Induk, Kesan Kualitas (perceived quality),

Innovativeness, Brand Consistence sebagai variabel bebas atau eksogen

(variabel X), sedangkan variabel terikat atau endogen (variabel Y) terdiri

dari Consumer Attitude (Sikap Konsumen terhadap perluasan merek) dan

Intensi Membeli. Analisis yang digunakan adalah pemodelan structural

equation modeling (SEM) dan dari hasil penelitian uji-t menunjukkan

bahwa Pengetahuan Merek Induk memiliki nilai sebesar (1,67) dan

Innovativeness sebesar (-0,62) yang artinya masing-masing variabel tidak

memiliki pengaruh positif terhadap Brand Extension, sedangkan Persepsi

Kualitas (2,31), Brand Consistence (4,48) dan Sikap Konsumen terhadap

Brand Extension (9,19) yang artinya masing-masing variabel memiliki

pengaruh positif.

(22)

berdasarkan evaluasi konsumen di kabupaten Garut” Variabel yang

digunakan dalam usulan penelitian ini adalah Kesan Kualitas (perceived

quality) dan Periklanan (advertising) sebagai variabel bebas atau eksogen

(variabel X), sedangkan variabel terikat atau endogen (variabel Y) terdiri

dari Corporate Image (Citra Perusahaan), Brand Consistence

(Kesesuaian/Konsistensi Merek), dan Consumer Attitude (Sikap

Konsumen). Analisis yang digunakan adalah pemodelan structural equation

modeling (SEM) dan hasil dari penelitian menunjukkan bahwa faktor –

faktor evaluasi konsumen yang diajukan dalam penelitian tersebut memiliki

pengaruh terhadap keberhasilan perluasan merek baik secara langsung

maupun tidak langsung.

6. Sugeng Sugiarto (2009) dengan judul “Pengaruh Persepsi Kualitas,

Kesesuaian dan Tingkat Kesulitan Pada Evaluasi Perluasan Merek Eiger”

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh

pada sikap konsumen terhadap perluasan merek. Faktor-faktor yang

berpotensi mempengaruhi sikap terhadap perluasan merek adalah (1)

Persepsi kualitas merek asal, (2) Persepsi kesesuaian antara merek induk

dengan perluasannya dan (3) Persep tingkat kesulitan dalam membuat

produk perluasan merek. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan

konsumen yang mempunyai niat beli terhadap sandal merek EIGER.

Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Non Probality Sampling

dengan metode Purpovise Sampling. Berdasarkan kriteria yang telah

ditentukan diperoleh jumlah sampel sebanyak 100 reponden. Metode

(23)

hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa persepsi kualitas berpengaruh

positif dan signifikan terhadap sikap terhadap perluasan merek, hal ini

ditunjukkan oleh nilai signifikansi sebesar 0,001 (p < 0,05). Kesesuaian

berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap terhadap perluasan merek,

hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05).

Kesesuaian berpengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan antara

presepsi kualitas dan sikap terhadap perluasan merek, hal ini ditunjukkan

oleh nilai signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05). Tingkat kesulitan

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap sikap terhadap perluasan

merek, hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi sebesar 0,029 (p < 0,05).

2.2.   Landasan Teori

2.2.1. Definisi Pemasaran (Marketing)

Menurut Philip Kotler diterjemahkan oleh Hendra Teguh, Ronny

A.Rusli, Benjamin Molan (2004;9): “Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain”.

Menurut pendapat Marketing Assosiation of Australia dan New

Zeland (MAANZ) yang dikutip dari Buchari Alma (2004:3): “Pemasaran

(24)

pendistribusian, promosi dan penentuan harga dari barang, jasa dan ide”.

Menurut Hermawan Kertajaya yang dikutip Buchari Alma (2004;3):

”Pemasaran adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran, dan perubahan value dari suatu inisiator kepada stoke holdernya”.

2.2.2. Definisi Manajemen Pemasaran

Menurut Philip Kotler diterjemahkan oleh Hendra Teguh, Ronny A.

Rusli Benjamin Molan (2004:9): “Manajemen Pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, proses serta penyaluran gagasan barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi”. Tujuan Manajemen Pemasaran adalah untuk mempengaruhi tingkat,

jangkauan waktu, kompetisi permintaan, sehingga membantu organisasi

mencapai sasaran.

2.2.3. Definisi Bauran Pemasaran

Menurut Philip Kotler diterjemahkan oleh Hendra teguh, Ronny A.

Rusli Benjamin molan (2004:18): “Bauran Pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang dipergunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasarnya dipasar sasaran”.

(25)

konsumen. Variabel yang terdapat didalamnya produk, harga, distribusi, dan promosi”.

2.2.3.1. Definisi Produk (Product)

Menurut Kotler, Armstrong (2003;337): “Produk adalah semua

yang ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan pemakai”.

Sedangkan menurut W.J.Stanton yang dikutip oleh Buchari Alma

(2004;139): “A produk is a set of tangible and intangible atributes,

including packaging, color, price, manufacture’s prestige, and

manufacture’s and retailer, which the buyer may accept as offering want

satisfaction”.

Artinya:

Produk adalah seperangkat atribut baik berujud maupun tidak beruwujud, termasuk didalamnya warna, harga, nama baik perusahaan dan nama baik toko yang menjual (pengecer) yang diterima oleh pembeli guna memuaskan keinginanya.

2.2.3.2. Definisi Harga (Price)

Menurut Basu Swastha (2000;241): “Harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk atau pelayanannya”.

(26)

Sedangkan menurut Kotler, Armstrong (2003;430): “Harga adalah sejumlah uang yang dibayarkan atas barang dan jasa jumlah nilai yang konsumen tukarkan dalam rangka mendapatkan manfaat dari memiliki atau menggunakan barang atau jasa”.

2.2.3.3. Definisi Promosi (Promotion)

Menurut Basu Swastha (2000;349): “Promosi adalah arus informasi atau persuasi atau arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam pemasaran”.

Sedangkan menurut Kotler, Armstrong (2001;74): “Promosi adalah aktivitas mengkomunikasikan keunggulan produk serta membujuk pelanggan sasaranya untuk membelinya”.

2.2.3.4. Definisi Disrtibusi (Place)

Menurut The American Marketing Assosiation yang dikutip oleh

Basu Swastha (2000;285): “Saluran distribusi merupakan suatu struktur unit organisasi dalam perusahaan dan luar perusahaan yang terdiri atas agen, dealer, pedagang besar dan pengecer melalui sebuah komiditi, produk atau jasa yang dipasarkan.

Sedangkan menurut Kotler, Armstrong (2001;7):

(27)

2.2.4. Definisi Merek (Brand)

Ada beberapa definisi merek yang pernah dikemukakan dari beberapa

ahli diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Menurut Aaker (1997:9) Merek adalah nama atau simbol yang bersifat

membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud

mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah

kelompok penjual tertentu, dengan demikian membedakannya dari barang

atau jasa yang dihasilkan oleh kompetitor. Suatu merek pada gilirannya

memberi tanda pada konsumen mengenai sumber produk tersebut, dan

melindungi konsumen maupun produsen dari para kompetitor yang

berusaha memberikan produk-produk yang tampak identik.

2. Menurut Stanton (1996:69) Merek adalah nama, istilah, simbol, atau desain

khusus atau beberapa kombinasi unsur-unsur ini yang dirancang untuk

mengidentifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual.

3. Menurut Susanto dan Wijanarko. 2004: 6 Brand adalah nama atau simbol

yang diasosiasikan dengan produk atau jasa dan mampu menimbulkan

makna psikologis atau asosiasi. Brand inilah yang membedakan antara

produk dan brand. Produk merupakan sesuatu yang dihasilkan di pabrik,

namun yang sesungguhnya dibeli oleh konsumen adalah brand-nya. Brand

bukan merupakan sesuatu yang tercetak dalam produk atau kemasannya,

tetapi termasuk apa yang ada dalam benak konsumen dan bagaimana

konsumen mengasosiasikannya.

(28)

4. Menurut Rangkuti (2002:2), merek juga dapat dibagi dalam pengertian lain,

sebagai berikut:

a. Brand name (nama merek) yang merupakan bagian dari yang

diucapkan.

b. Brand name (tanda merek) yang merupakan sebagian dari merek yang

dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan. Seperti lambang, desain,

huruf, atau warna.

c. Trade mark (tanda merek dagang) yang merupakan merek atau

sebagian merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk

menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini melindungi

penjual dengan hak istimewanya untuk menggunakan nama merek

(tanda merek)

d. Copyright (hak cipta) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi

oleh undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan, menjual suatu

karya.

3. Menurut Asosiasi Pemasaran Amerika (Kotler;2003) adalah suatu nama,

simbol, tanda, atau desain atau kombinasi diantaranya, dan ditujukan untuk

mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok

penjual dan untuk membedakannya dari para pesaingnya.

Kotler menambahkan bahwa suatu merek adalah suatu simbol yang

(29)

 Atribut produk

Merek memberikan ingatan pada atribut - atribut tertentu dari suatu

produk, misalnya jika kita mendengar merek Nutrisari, tentunya

kita teringat akan minuman rasa jeruk.

 Manfaat

Atribut - atribut produk yang dapat diingat melalui merek harus

dapat diterjemahkan dalam bentuk manfaat baik secara fungsional

dan manfaat secara emosional, misalnya atribut kekuatan kemasan

produk menterjemahkan manfaat secara fungsional dan atribut

harga produk menterjemahkan manfaat secara emosional yang

berhubungan dengan harga diri dan status.

 Nilai

Merek mencerminkan nilai yang dimiliki oleh produsen sebuah

produk, misalnya merek Sony mencerminkan produsen elektronik

yang memiliki teknologi yang canggih dan modern.

 Budaya

Merek mempresentasikan suatu budaya tertentu, misalnya

Mercedes mempresentasikan budaya Jerman yang teratur, efisien,

dan berkualitas tinggi.

 Kepribadian

Merek dapat diproyeksikan pada suatu kepribadian tertentu,

misalnya Isuzu Panther yang diasosikan dengan kepribadian

(30)

 Pengguna

Merek mengelompokkan tipe - tipe konsumen yang akan membeli

atau mengkonsumsi suatu produk, misalnya Honda Jazz untuk

konsumen remaja dan pemuda.

2.2.4.1. Perkembangan Merek

Menurut Goodyear (1996:25) untuk memahami proses perkembangan

suatu merek diperlukan enam tahap perkembangan, diantarannya sebagai

berikut:

1. Produk yang tidak memiliki merek (Unbranded Good) pada tahap

pertama ini produk dikelola sebagai komiditi sehingga merek hampir

tidak diperlukan. Kondisi ini sangat mendukung apabila permintaan

(demand) lebih banyak dibandingkan pasokan (supply) biasanya hal ini

terjadi dalam perekonomian yang bersifat monopolistic. Tujuan yang

terpenting dari produk yang tidak memiliki merek adalah fungsi dan

harganya murah.

2. Merek yang dipakai sebagai referensi (Brand as Reference) pada tahap

ini sudah terjadi persaingan sedikit-sedikit meskipun tingkatannya

belum begitu ketat. Persaingan ini merangsang produsen untuk membuat

diferensiasi terhadap produk yang dihasilkannya. Tujuannya adalah agar

produk yang dihasilkan memiliki perbedaan dari peroduk pesaing.

Strategi diferensiasi yang ditarapkan pada tahap ini adalah dengan

(31)

3. Merek sebagai personality

Pada tahap ini, diferensiasi antara merek berdasarkan atribut menjadi

sulit dilakukan. Karena hampir sebagian besar perusahaan melakukan

kegiatan yang sama. Untuk membedakan produk yang dihasilkan dari

produk pesaing, caranya dengan melakukan penambahan pada nilai-nilai

personality dimasing-masing merek.

4. Merek sebagai simbol

Pada tahap ini, merek menajadi pelanggan. Pelanggan memiliki

pengetahuan yang lebih mendalam mengenai merek yang ia gunakan.

Pada umumnya merek yang masuk pada tahap ini dapat mengekspresikan

dirinya atau dapat menunjukan jati dirinya.

5. Merek sebagai sebuah perusahaan

Merek pada tahap ini memiliki identitas yang sangat kompleks dan lebih

bersifat interaktif, sehingga pelanggan dapat dengan mudah

menghubungi merek. Karena merek tersebut merupakan wakil

perusahaan sehingga merek sama dengan perusahaan. Komunikasi yang

keluar dari perusahaan telah terintegrasi kesemua lini kegiatan

operasional, sehingga informasi mengalir secara lancar baik dari

manajemen ke pelanggan maupun sebaliknya.

6. Merek sebagai kebijaksanaan moral

Saat ini hanya ada beberapa perusahaan yang berada pada tahap ini,yaitu

perusahaan yang telah mengoperasikan kegiatan secara transparan baik

(32)

operasionalnya sampai produk maupun jasa dan pelayanan purna jual

kepada pelanggannya.

2.2.5. Strategi Merek (Brand Strategy)

Menurut Kotler (1997:71) perusahaan memiliki lima pilihan strategi

merek, yaitu:

1. Perluasan lini (Line Extension) Perluasan lini terjadi jika perusahaan

memperkenalkan unit produk tambahan dalam kategori produk yang

sama dengan merek yang sama, biasanya dengan tampilan baru seperti

rasa, bentuk, warna baru, tambahan, ukuran kemasan, dan lainnya.

Contoh:

 Merek laptop Fujitsu meluncurkan koleksi Lifebook Series terbaru

dengan varian lini produk antara lain S2110, C1320, dan P1510.

2. Perluasan merek (Brand Extension) Perluasan merek terjadi jika

perusahaan memutuskan untuk menggunakan merek yang sudah ada

pada produknya dalam satu kategori baru. Brand Extension memberikan

keuntungan karena merek baru tersebut umumnya lebih cepat diterima

(karena sudah dikenal sebelumnya). Hal ini memudahkan perusahaan

memasuki pasar dengan kategori produk baru. Perluasan merek dapat

menghemat banyak biaya iklan yang biasanya diperlukan untuk

membiasakan konsumen dengan suatu merek baru.

Contoh:

 Merek sabun mandi Lifebouy yang memperluas mereknya pada

(33)

3. Multi merek (Multi brand) Multi brand dapat terjadi apabila perusahaan

memperkenalkan berbagai merek tambahan dalam kategori produk yang

sama. Tujuannya adalah untuk membuat kesan, feature serta daya tarik

yang lain kepada konsumen sehingga lebih banyak pilihan.

Contoh:

 PT Unilever Indonesia Tbk memiliki tiga macam merek untuk

kategori produk sabun mandi yaitu Lux, Lifebouy, dan Dove. 

4. Merek baru (New Brand) Merek baru dapat dilakukan apabila perusahaan

tidak memiliki satu pun merek yang sesuai dengan produk yang akan

dihasilkan atau citra dari merek tersebut tidak membantu untuk produk

baru tersebut.

Contoh:

 PT Coca – Cola Indonesia Tbk meluncurkan merek Freshtea untuk

produk baru minuman produk perusahaan yaitu teh dalam kemasan

botol dengan aroma bunga melati.

5. Merek bersama (Co-Brand) Kecenderungan yang terjadi saat ini adalah

meningkatkan strategi co-branding (kerjasama branding). Co-branding

terjadi apabila dua merek terkenal atau lebih digabung dalam satu

penawaran dengan tujuan agar merek yang satu dapat memperkuat merek

yang lain sehingga dapat menarik minat konsumen.

Contoh:

(34)

Tabel 2.1. Brand Strategy

Sumber: Kotler,1997:68

2.2.5.1. Definisi Perluasan Merek (Brand Extension)

Ada beberapa definisi perluasan merek yang telah di ungkapkan para

ahli, diantaranya sebagai berikut:

Menurut Kotler,Amstrong (2004;Edisi 10) Perluasan merek di

definisikan sebagai strategi pengembangan merek yang mana menggunakan

nama merek yang sudah dikenal oleh konsumen untuk meluncurkan produk

baru atau produk modifikasi pada kategori produk yang baru.

Menurut Buell (1985:172) perluasan merek terjadi apabila:

a. Merek individual dikembangkan untuk menciptakan suatu merek

kelompok.

b. Produk yang memilki hubungan ditambahkan pada suatu merek

kelompok yang ada.

c. Suatu merek individu atau kelompok, dikembangkan ke produk-produk

yang tidak memiliki hubungan.

Sedangkan Menurut Kotler (1997;71) Perluasan merek terjadi jika

perusahaan memutuskan untuk menggunakan merek yang sudah ada pada

produknya dalam satu kategori baru. Ditambahkan menurutnya Brand

Extention memberikan keuntungan karena merek baru tersebut umumnya New Brand  Multi Brand

Exiting Product

Exiting Brand  Line Extension

New Product Category 

[image:34.612.168.438.114.231.2]
(35)

lebih cepat diterima (karena sudah dikenal sebelumnya). Hal ini

memudahkan perusahaan memasuki pasar dengan kategori produk baru.

Menurut Anand Halve ( www.etstrategicmarketing.com/smJune-July2/sbrand_2htm) bahwa perluasan merek adalah peluncuran suatu produk baru yang memiliki kategori yang berbeda dengan produk yang sudah ada

dan produk yang baru tersebutmenggunakan nama produk yang sudah ada.

Menurut Aaker (1997:255), perluasan merek sebagai penggunaan

sebuah merek yang telah mapan pada suatu kelas produk untuk memasuki

kelas produk lain. Perluasan merek merupakan strategi alamiah bagi

perusahaan yang sedang tumbuh dan mengeksploitasi asetnya. Perluasan

merek dapat dilakukan dengan cara menggunakan asset tersebut untuk

penetrasi pada kategori produk baru atau memberi lisensinya kepada produk

lain atau mengakuisisi sebuah perusahaan yang mempunyai merek yang bisa

dijadikan landasan bagi perusahaan. Perluasan merek secara umum dapat

dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:

1. Perluasan lini (line extension) Artinya perusahaan membuat produk baru

dengan menggunakan merek lama yang terdapat pada merek induk.

Meskipun target pasar produk yang baru tersebut berbeda, tetapi kategori

produknya

sudah dilayani oleh merek induk.

2. Perluasan kategori (category extension) Artinya perusahaan tetap

menggunakan merek induk yang lama untuk memasuki kategori produk

(36)

2.2.5.2. Keuntungan dan Kerugian Perluasan Merek

Keuntungan dari perluasan merek menurut Keller (1998:455),

adalah:

1. Memfasilitasi penerimaan produk

a. Mengurangi resiko yang dirasakan konsumen, dengan perluasan

merek konsumen dapat membuat kesimpulan dan membentuk

harapan seperti apa komposisi dan kinerja produk baru akan

dirasakan.

b. Meningkatkan kemungkinan memperoleh distribusi dan trial,

karena potensi peningkatan permintaan konsumen dihasilkan dari

perkenalan produk baru, sebagai sebuah perluasan, akan lebih

mudah untuk meyakinkan retailer untuk mengadakan persediaan

dan mempromosikan.

c. Meningkatkan efisiensi pengeluaran promosi, akan lebih mudah

untuk menambah hubungan dari merek yang sudah ada dalam

ingatan pada produk baru daripada harus memantapkan merek

kedalam ingatan konsumen untuk yang pertama kali dan juga

menghubungkan produk baru pada merek tersebut.

d. Mengurangi biaya perkenalan dan program pemasaran lanjutan

e. Menghindari biaya pengembangan merek baru untuk melakukan

riset konsumen yang diperlukan dan mempekerjakan personal yang

berketrampilan untuk mendesain nama merek yang berkualitas,

logo, simbol, pengemasan, ciri, dan slogan yang bisa sangat mahal

(37)

f. Efisiensi pengemasan dan pelabelan, kemasan dan label yang mirip

untuk perluasan merek dapat menghasilkan biaya produksi yang

lebih rendah.

g. Mengijinkan konsumen untuk mencari variasi, dengan menawarkan

berbagai variasi kategori produk pada konsumen yang memerlukan

perubahan karena bosan, puas atau apapun dapat berpindah ke tipe

produk jika mereka juga menginginkan sesuatu tanpa harus

meninggalkan brand family.

2. Menyediakan manfaat timbal balik pada merek asal

a. Memperjelas arti merek, perluasan dapat menjelaskan arti sebuah

merek pada konsumen dan mengidentifikasikan segala hal tentang

pasar penting.

b. Meningkatkan citra merek asal, berdasarkan pada model ekuitas

merek berbasis pelanggan (the customer brand equity model) satu

hasil yang diinginkan dari perluasan merek yang berhasil adalah

kemungkinan meningkatnya citra merek asal dengan memperkuat

asosiasi merek yang sudah ada, memasukan ketertarikan pada

asosiasi merek baru. Satu cara penting agar perluasan merek

mempengaruhi citra merek asal adalah dengan memantapkan

asosiasi merek asal. Asosiasi merek asal adalah atribut dan manfaat

yang menjadi ciri semua produk dalam lini merek yang

diasosiasikan paling kuat.

(38)

e. Mengijinkan perluasan merek berikutnya.

Kerugian dari perluasan merek menurut Keller (1998:463)

adalah:

1. Dapat membingungkan atau menyebabkan konsumen frustasi.

2. Dapat mengancam ketahanan retailer.

3. Dapat merusak citra merek.

4. Dapat sukses tetapi mengkanibalisasi penjualan merek asal.

5. Dapat sukses tapi mengurangi identifikasi dengan satu kategori

lain.

6. Dapat sukses tapi merusak citra merek asal.

7. Dapat merusak arti merek.

8. Dapat membatalkan kesempatan mengembangkan merek

baru.

2.2.5.3. Indikator-Indikator Keberhasilan Perluasan Merek (Success brand Extension)

Kesuksesan atau kegagalan strategi perluasan merek sangat ditentukan

oleh bagaimana konsumen mengevaluasi perluasan (Sattler et al., 2002:2 ;

Leon Phang, 2004:3). Dalam mengevaluasi perluasan merek inti ke dalam

beberapa kategori produk, konsumen berekspektasi menggunakan

pengetahuannya tentang merek yang sudah ada, sejauh yang mereka ketahui

mengenai perluasan merek, untuk mencoba memahami tentang perluasan

merek produk yang disukainya (Keller, 1998:470). Oleh karenanya,

(39)

evaluasi konsumen (sikap) terhadap perluasan dari merek asal. Salah satu

alasannya adalah bahwa evaluasi konsumen penting, dipercaya sebagai

elemen kunci dalam mengindikasi keberhasilan merek inti dan perluasannya

(Grime et al.,2002:416). Demikian pula menurut (Rangkuti, 2002) dalam

Berliani Ardha (Buku Perencanaan Merek) yang menyatakan bahwa untuk

menguji perluasan merek dapat dilakukan dengan cara menganalisis respon

pelanggan potensial, ini merupakan data dasar untuk melihat dampak yang

diakibatkan adanya perluasan merek terhadap brand equity. Menurut

Swastha dan Handoko (1997: 91): “Respon adalah predisposisi (keadaan

mudah terpengaruh) untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan

lingkungan, yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku orang

tersebut”. Sedangkan menurut Engel, Blackwell, Minniard (1994:336)

mendefinisikan respon sebagai ”Suatu evaluasi menyeluruh yang

memungkinkan orang bertindak dengan cara menguntungkan atau tidak

menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan obyek yang diberikan”.

Triandis dan para ahli lainnya mengkombinasikan tiga jenis tanggapan

(respons) yaitu (pikiran, perasaan, dan tindakan) ke dalam model tiga unsur

dari sikap (Tripartie Model of Attitude) yang mengandung tiga komponen

yang terkait yaitu; cognitive (pengetahuan tentang objek), affective (evaluasi

positif atau negatif terhadap suatu objek), dan conative (perilaku aktual

terhadap suatu objek) (Setiadi, 2003:214; Simamora, 2004:155). Oleh

karena itu pengukuran keberhasilan perluasan merek dalam penelitian ini

(40)

perluasan merek (brand extension) sebagaimana penelitian terdahulu yang

dilakukan oleh (Hedi Cupiadi,2008). Menurut Schiffman dan Kanuk,

(1994:152); Kotler dan Keller, (2007:238) Consumer Attitude memiliki tiga

dimensi dengan indikator - indikator sebagai berikut:

a. (Cognitive) yaitu pengetahuan konsumen tentang objek. Ditunjukan

dengan indikator:

 Pengetahuan tentang produk.  Keyakinan terhadap merek.

b. (Affective) yaitu evaluasi positif atau negatif tentang objek. Ditunjukan

dengan indikator:

 Penilaian terhadap merek.

c.

(Conatif) yaitu prilaku aktual terhadap suatu objek.

Ditunjukan dengan indikator:

Kecenderungan konsumen melakukan tindakan.

2.2.6. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Perluasan Merek (Success Brand Extension)

2.2.6.1. Kesan Kualitas (Perceived Quality) / Reputasi

Aaker (1991:85) mendefinisikan kesan kualitas sebagai persepsi

pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau

jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan pelanggan. Karena

merupakan kesan pelanggan, maka kesan kualitas tidak dapat ditentukan

secara obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi

(41)

relative) yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa. Maka dapat

dikatakan bahwa kesan kualitas berarti membahas keterlibatan dan

kepentingan pelanggan.

Persepsi terhadap kualitas keseluruhan suatu produk atau jasa dapat

menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh langsung

kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap

merek. Karena kesan kualitas merupakan persepsi konsumen, maka dapat

dikatakan jika kesan kualitas konsumen positif berarti produk disukai, dan

sebaliknya jika negatif maka produk tidak disukai dan tidak akan bertahan

lama di pasar.

Kesan kualitas memiliki peranan penting dalam membangun suatu

merek. Dalam banyak konteks kesan kualitas sebuah merek dapat menjadi

alasan penting bagi pelanggan untuk mempertimbangkan dan memutuskan

merek mana yang akan dibeli. Seorang pelanggan mungkin tidak memiliki

informasi yang cukup untuk mengarahkan kepada kualitas suatu merek

secara objektif, mungkin juga pelanggan tidak termotivasi untuk memproses

informasi sehinggan dalam konteks ini kesan kualitas menjadi sangat

berperan dalam keputusan pelanggan.

Secara umum perceived quality dapat menghasilkan nilai-nilai sebagai

(42)
[image:42.612.156.513.120.640.2]

Gambar 2.1. Nilai-Nilai Manfaat Kesan Kualitas

alasan untuk membeli

diferensiasi atau posisi

harga optimum

minat saluran distribusi

perluasan merek

1. Alasan untuk membeli

Keterbatasan informasi, uang, dan waktu membuat keputusan

pembelian seseoarang dapat dipengaruhi oleh kesan kualitas suatu

merek yang ada dibenak konsumen, sehingga sering kali alasan

keputusan pembelian hanya didasarkan kepada kesan kualitas

(perceived quality) dari merek yang akan dibeli.

2. Diferensiasi

Salah satu karakteristik yang penting dari merek produk adalah

posisinya dalam dimensi kesan kualitas.

3. Harga optimum

Salah satu keuntungan dari kesan kualitas adalah memeberikan ruang

pilihan dalam menentukan harga premium. Harga premium dapat

meningkatkan laba secara langsung dapat meningkatkan profitabilitas.

4. Minat saluran distribusi

Para pengecer dan distributor akan termotivasi untuk menyalurkan

merek dengan kualitas tinggi. Hal ini memberikan keuntungan bagi

perluasan distribusi dari merek tersebut dan dapat pula meningkatkan

(43)

citra distributor yang menyalurkan merek yang mempunyai kesan

kualitas tinggi.

5. Perluasan merek

Merek dengan kesan kualitas tinggi dapat digunakan untuk

memperkenalkan kategori produk baru dan mempunyai kemungkinan

sukses yang lebih besar dibandingkan dengan merek yang lemah.

Dalam hal ini kesan kualitas merupakan jaminan yang signifikan atas

perluasan – perluasan merek tersebut.

2.2.6.2.  Indikator –Indikator Kesan Kualitas / Reputasi (Perceived Quality) Menurut David A. Gravin yang dikutip oleh Durianto dkk (2001:98)

perceived quality dapat diukur berdasarkan dimensinya yangterdiri dari:

(1) Performance (kinerja), Melibatkan berbagai operasional

utama. Misalnya karakteristik operasional mobil adalah

kecepatan, akselerasi, sistem kemudi, serta kenyamanan.

(2) Serviceability (pelayanan produk), Mencerminkan

kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut.

Misalnya mobil merek tertentu menyediakan pelayanan

kerusakan atau service mobil 24 jam diseluruh kota.

(3) Durability (daya tahan), Mencerminkan umur ekonomis

dari produk tersebut. Misalnya mobil merek tertentu yang

memposisikan dirinya sebagai mobil tahan lama walau telah

(44)

(4) Reliability (keandalan), Konsistensi dari kinerja yang

dihasilkan suatu produk dari suatu pembelian ke pembelian

berikutnya.

(5) Features (fitur), Bagian-bagian tambahan dari produk,

seperti remote control sebuah video tape recorder, system

WAP untuk telepon genggam. Penambahan ini biasanya

digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek

produk terlihat hampir sama. Bagian – bagian tambahan ini

memberikan penekanan bahwa perusahaan memahami

kebutuhan pelanggannya yang dinamis sesuai

perkembangan.

(6) Conformance with specifications (kesesuaian dengan

spesifikasi), Merupakan pandangan mengenai kualitas

proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan

spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji. Misal sebuah

mobil pada kelas tertentu dengan spesifikasi yang telah

ditentukan seperti jenis dan kekuatan mesin, material untuk

pintu mobil, sistem pengapian dan lainya.

(7) Fit and Finess/Hasil akhir, Mengarah pada kualitas yang

dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya. Jika

perusahaan tidak dapat menghasilkan hasil akhir produk

yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan

(45)

2.2.6.3. Kesesuaian Merek(Brand Consistency)

Kesesuaian merek adalah tingkatan dimana konsumen menganggap

bahwa produk hasil perluasan memiliki persamaan dengan merek asalnya.

Menurut Philip Kotler (2005 : 84) Identitas merek dibangun dari beberapa

elemen, yaitu nama, logo, warna, slogan, symbol, desain kemasan, dan

desain produk itu sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut dapat

disimpulkan bahwa merek mempunyai dua unsur yaitu brand name yang

terdiri dari huruf-huruf dan kata-kata yang dapat terbaca, serta brand mark

yang berbentuk simbol, desain atau warna tertentu yang spesifik. Kedua

unsur dari sebuah merek berguna untuk mempermudah konsumen untuk

mengenali dan mengidentifikasi barang dan jasa yang hendak dibeli.

Memiliki brand position dan identitas yang konsisten (consistency over

time) juga merupakan kekuatan untuk tetap memiliki merek yang kuat.

2.2.6.4. Indikator – Indikator Kesesuaian Merek (Brand Consistency)

Edelman (2003:2) mengemukakan bahwa pada saat

mempertimbangkan kesesuaian (consistency) perluasan merek ada empat

dasar konstruk untuk merumuskan suatu keseluruhan pertimbangan, yaitu;

(1) relevance (keterkaitan), (2) recognition (pengenalan), (3) credibility

(kredibilitas), (4) transfer (perpindahan).

Keterangan: Mengacu pada bagaimana kesamaan yang sekarang dan kelas

produk baru dalam kaitannya dengan ciri (features), atribut,

(46)

(1) Keterkaitan (relevance), kesesuaian merek perluasan

dengan merek induk.

(2) Pengenalan (recognition), pemahaman konsumen terhadap

perluasan merek.

(3) Kepercayaan (credibility), kepercayaan konsumen terhadap

perluasan merek.

(4) Perpindahan (transfer), kepercayaan terhadap SDM

perusahaan.

2.2.7. Definisi Ekuitas Merek (Brand Equity)

Ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan merek kepada

produk (Hana dan Wozniak, dalam Bolson Simamora 2002:46)

(www.jurnalskripsi.com). Menurut Susanto dan Wijanarko (2004), dalam menghadapi persaingan yang ketat, merek yang kuat merupakan suatu

pembeda yang jelas, bernilai, dan berkesinambungan, menjadi ujung tombak

bagi daya saing perusahaan dan sangat membantu strategi pemasaran. Keller

(1993) menyatakan brand equity adalah keinginan seseorang untuk

melanjutkan menggunakan suatu brand atau tidak. Pengukuran dari brand

equity sangatlah berhubungan kuat dengan kesetiaan dan bagian pengukuran

dari pengguna baru menjadi pengguna yang setia.

Ada beberapa pengertian brand equity yang dikemukakan oleh

beberapa ahli, yang pertama Aaker (1997) dalam Susanto dan Wijanarko

(2004), ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang

(47)

mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada

perusahaan atau pelanggan. Kemudian menurut East (1997), “Brand equity

or brand strength is the control on purchase exerted by a brand, and, by

virtue of this, the brand as an asset that can be exploited to produce

revenue”. Artinya ekuitas merek atau kekuatan merek adalah kontrol dari

pembelian dengan menggunakan merek, dan, kebaikan dari merek, merek

sebagai aset yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan pendapatan.

Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2004), “Brand equity is

the positive differential effect that knowing the brand name has on customer

response to the product or service”. Artinya ekuitas merek adalah efek

diferensiasi yang positif yang dapat diketahui dari respon konsumen

terhadap barang atau jasa. Jadi brand equity adalah kekuatan suatu brand

yang dapat menambah atau mengurangi nilai dari brand itu sendiri yang

dapat diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa yang dijual.

2.2.7.1. Indikator - Indikator Ekuitas Merek(Brand Equity)

Susanto dan Wijanarko (2004) yang mengadap-tasi teori Aaker,

menyatakan bahwa brand equity dapat dikelompokkan ke dalam beberapa

kategori yaitu: Brand awareness, Perceived quality, Brand association,

Brand loyalty. Sementara model (Keller, 2003) lebih berfokus pada

perspektif prilaku konsumen atau Customer Based Brand Equity (CBBE).

Berdasarkan model ini kunci pokok ekuitas merek adalah brand knowledge

(48)

Dan saat ini setidaknya telah berkembang 4 macam metode

pengukuran ekuitas merek yang paling banyak digunakan (Aaker 1995;1996

dan Keller, 2003) diantaranya:

1. Brand Valuation Methodology yang terdiri: Brand Earning dan Brand

Strenght.

2. Brand Asset Valuator yang terdiri: Brand Differentiation, Brand

Relevance, Brand Esteem, dan Brand Knowledge.

3. Equi Trend yang terdiri: Brand Knowledge, Perceived Quality, dan User

Satisfaction.

4. Brand Equity Ten yang terdiri: Price Premium, Loyalty, Perceived

Quality, Leadership, Perceived Value, Brand Personality, Organization

Association, Brand Awareness, Market Share, Price and Distribution

Indices.

Maka dalam usulan penelitian kali ini penulis menggunakan beberapa

indikator sebagai berikut:

a. Brand awareness; Menurut Susanto dan Wijanarko (2004) yang

mengadap-tasi teori Aaker, adalah kesanggupan seorang calon pembeli

untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan

bagian dari kategori merek tertentu. Sedangkan pendapat lain dari East

(1997), “Brand awareness is the recognition and recall of a brand and

its differentiation from other brands in the field”. Artinya adalah

pengakuan dan pengi-ngatan dari sebuah merek dan pembedaan dari

(49)

kemampuan konsumen untuk mengingat suatu brand dan yang

menjadikannya berbeda bila dibandingkan dengan brand lainnya.

b. Perceived quality; Adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan

kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan

maksud yang diharapkan. (Aaker)dalamSusanto dan Wijanarko (2004).

c. Brand association; Adalah suatu yang berkaitan mengenai ingatan

mengenai sebuah produk. Asosiasi ini tidak hanya eksis, namun juga

memiliki suatu tingkat kekuatan. Keterikatan pada suatu merek akan

lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan

untuk mengkomunikasikannya. (Aaker) dalam Susanto dan Wijanarko

(2004).

d. Brand loyalty; Loyalitas merek ini menjadi ukuran seberapa besar

kemungkinan pelanggan akan pindah ke merek lain, dengan terbentuknya

brand loyalty, maka kecil kemungkinan pelanggan akan berpindah ke

merek pesaing, walaupun merek tersebut memberikan harga yang lebih

murah atau barangkali kualitas yang lebih baik (Hermawan Kartajaya,

2004). Menurut Susanto dan Wijanarko (2004)yang mengadap-tasi teori

Aaker, menyatakan brand loyalty adalah ukuran kesetiaan se-orang

pelanggan pada sebuah merek. Menurut (Gidden, 2002) loyalitas merek

adalah pilihan yang dilakukan konsumen untuk membeli merek tertentu

dibandingkan merek lain. Schiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan

loyalitas merek sebagai preferensi konsumen secara konsisten untuk

(50)

e. Brand image; Kotler (2002) mendefinisikan citra merek sebagai

seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang

terhadap merek. Karena itu sikap dan tindakan konsumen terhadap suatu

merek sangat ditentukan oleh citra tersebut. Kotler (2002) juga

menambahkan bahwa citra merek merupakan syarat dari merek yang

kuat. Simamora (2002) mengatakan citra merupakan persepsi yang relatif

konsisten dalam jangka panjang (enduring perseption).

2.2.8. Pengaruh Kesan Kualitas (Perceived Quality) / Reputasi terhadap Keberhasilan Perluasan Merek (Success Brand Extension)

Kesan kualitas didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap

keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan

berkenaan dengan maksud yang diharapkan (Aaker, 1997 dalam Rangkuti,

2004:41). Kualitas merek inti atau merek induk (Parent brand) merupakan

variabel yang telah banyak dipertimbangkan dalam berbagai studi mengenai

perluasan merek. Anggapan yang mendasarinya adalah bahwa kesan

kualitas bisa diekploitasi dengan cara mengenalkan berbagai perluasan

merek, yaitu dengan menggunakan merek tertentu untuk masuk ke kategori

produk baru (Aaker, 1997 dalam Rangkuti, 2004:42). Bahkan dalam suatu

penelitian menunjukkan bahwa merek yang memiliki perceived quality yang

tinggi dapat ditingkatkan secara lebih jauh (dapat diperluas) dan mendapat

penilaian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan merek yang memiliki

perceived quality yang rendah (Leif E. Ham et al, 2001). Kesan kualitas ada

(51)

tidak demikian, maka produk tersebut akan dianggap baik (Cleland dan

Bruno dalam Simamora, 2002).

Maka berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa semakin

tinggi persepsi kualitas dari merek induk, maka akan semakin tinggi pula

pengaruh positif yang ditimbulkan terhadap perluasannya.

2.2.9. Pengaruh Kesesuaian Merek (Brand Consistency) terhadap Keberhasilan Perluasan Merek (Success Brand Extension)

Kesesuaian merek adalah tingkatan dimana konsumen menganggap

bahwa produk hasil perluasan memiliki persamaan dengan merek asalnya.

Beberapa studi menunjukkan bahwa semakin besar persamaan antara

produk perluasan merek dengan merek asalnya maka akan semakin besar

pula pengaruh yang diterima oleh konsumen baik positif maupun negatif

dari produk hasil perluasan. Bahkan ada pula penelitian yang menyebutkan

bahwa konsumen akan membangun sikap yang positifterhadap produk hasil

perluasan bila konsumen tersebut menganggap bahwa produk tersebut

memiliki kesamaan dengan merek asalnya (Leif E. Ham et al, 2001).

Penelitian mengenai perluasan merek menekankan pada kesesuaian

(fit) atau kesamaan (similarity) antara dua kelas produk yang terlibat dalam

bentuk, evaluasi perluasan merek. Suatu elemen kunci dalam meramalkan

pengembangan merek yang sukses adalah apabila menurut konsumen atribut

yang baru konsisten dengan merek induk. Berbagai penelitian telah

menemukan bahwa semakin besar kesesuaian persepsi antara merek awal

(52)

awal terhadap perluasannya. Oleh karena itu, tingkat kesesuaian merupakan

hal yang sangat penting terhadap pengembangan merek. Salah satu

alasannya adalah bahwa perpindahan kualitas merek akan tinggi apabila dua

kelas produk memiliki kesesuaian (Rangkuti, 2004:137).

Maka berdasarkan sejumlah teori diatas dapat disimpulkan bahwa

semakin besar kesesuaian antara merek awal dan merek perluasan, akan

semakin besar pula pengaruh positif yang ditimbulkan merek awal terhadap

perluasannya.

2.2.10. Pengaruh Keberhasilan Perluasan Merek (Brand Consistency) terhadap Ekuitas Merek (Brand Equity)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Boush (1987), penerapan

perluasan merek memberikan pengaruh yang positif terhadap merek yang

sudah ada. Namun menurut (Aaker1990; Aaker dan Keller 1990; Park

Milberg dan Lawson 1991) pengaruh positif tersebut hanya akan terjadi

pada saat merek produk lama dan produk baru memiliki persepsi yang sama.

Dan sebaliknya (Rangkuti,2002) menjelaskan bahwa kegagalan perluasan

merek akan memberikan pengaruh negatif pada merek induk sehingga

merek induk akan mengalami penipisan merek (Brand Dilution). Hal ini

diperkuat dengan pernyataan (Aaker, 1990 dalam Grime, et al, 2002:1415 ;

Pitta dan Katsanis, 1995:59 ; Sattler et al, 2002:2 ; Martinez dan Pina,

2003:432) yang menyatakan perluasan merek kemungkinan besar dapat juga

melemahkan ekuitas dari sebuah merek. Dengan demikian, (Broniarczyk

(53)

sangat penting karena hal ini sangat mempengaruhi merek yang telah ada,

khususnya jika konsumen mengetahui tentang merek tersebut. Menurut

Freddy Rangkuti (2002) menyatakan untuk menciptakan brand equity

melalui brand extention dapat dilakukan dengan cara meningkatkan brand

awareness dan asosiasi terhadap merek tersebut dan semua ini tergantung

pada strategi pemberian merek tersebut (branding strategy). Kesimpulan,

dari hal ini menunjukan bahwa brand equity dari merek asal akan meningkat

apabila perluasan merek berhasil.

Menurut (Kumar,2002) dari hasil penelitian membuktikan bahwa

konsumen yang loyal pada suatu merek akan mencoba segala varian yang

ada dalam merek tersebut. Selain itu, mereka juga akan mencoba kategori

produk yang berbeda dalam merek tersebut atau mencoba produk hasil

perluasan merek tersebut dan selanjutnya keberhasilan produk hasil

perluasan akan semakin meningkatkan merek asal dimata konsumen dan

sukses dari produk hasil perluasan merek ini tidak lepas dari reputasi yang

dibangun dari kualitas yang diberikan merek tersebut dan dapat dirasakan

oleh konsumen. Kesimpulan, dari hal ini menunjukan bahwa reputasi atau

kesan kualitas merek asal merupakan faktor penting dalam mempengaruhi

keberhasilan perluasan merek, dan keberhasilan perluasan merek ini

nantinya akan dapat mempengaruhi ekuitas merek asal.

Ekstensi atau merek merek perluasan adalah pemasaran strategi di

mana perusahaan memasarkan produk dengan citra yang berkembang

(54)

strategi ini untuk meningkatkan dan memanfaatkan ekuitas merek

(Wikipedia google).

Dan yang terakhir, menurut Helen Wing, Director of the Marketing

Science Centre at Research International bahwa produk baru dengan merek

yang benar – benar baru membutuhkan usaha pemasaran dari segi waktu

dan biaya yang lebih banyak untuk memperkenalkan merek dan

membangun awareness konsumen. Pertimbangan lain adalah bahwa

perusahaan merasa bisa mendapatkan keuntungan dari adanya ikatan

emosional yang telah terbentuk antara merek induk dengan perluasannya

sehingga inventasi yang dibutuhkan untuk perluasan merek bisa lebih

rendah dibandingkan dengan menggunakan merek yang baru. Keller

(1998:455) mengungkapkan keuntungan keberhasilan perluasan merek

diantaranya adalah akan meningkatkan citra merek serta mampu

mengaktifkan kembali merek.

Maka berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan

perluasan merek akan berpengaruh positif terhadap merek induk dengan

(55)

2.3. Kerangka Konseptual

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Success Brand Extention

(Y)

Brand Equity

(Z)

Perceived Quality

(X1)

Brand Consistency

(56)

2.4. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konseptual diatas, maka hipotesis penelitian ini

adalah sebagai berikut:

H1: Diduga Perceived Quality memiliki pengaruh positif terhadap Success

Brand Extension.

H2: Diduga Brand Consistencememiliki pengaruh positif terhadap Success

Brand Extension.

H3: Diduga Success Brand Extention memiliki pengaruh positif terhadap

Brand Equity.

(57)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

 

Gambar

Tabel 4.20.
Table 1: Data laba usaha
Tabel 2.1. Brand Strategy
Gambar 2.1.  Nilai-Nilai Manfaat Kesan Kualitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan mempertimbangkan pengelolaan ekuitas merek (brand equity) yang baik akan meningkatkan kepuasan konsumen Nexian pada Mahasiswa

penelitian yang berjudul: “ Pengaruh Ekuitas Merek (Brand Equity) dan Harga terhadap Keputusan Pembelian Smartphone Merek Samsung (Studi Kasus Mahasiswa Universitas

Ekuitas merek( brand equity) yang terdiri dari variabel kesadaran merek ( brand awareness ), asosiasi merek ( brand association ), persepsi kualitas ( perceived

Dalam bab ini akan dibahas tentang definisi pemasaran, definisi merek ( brand ), ekuitas merek ( brand equity ), kesadaran merek ( brand awareness ), persepsi kualitas (

Penelitian terhadap asosiasi dari merek induk yang akan mendukung keberhasilan merek perluasan (brand extension) dalam memasuki pasar, ini akan didukung dengan

Ekuitas merek(brand equity) yang terdiri dari variabel kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand association), persepsi kualitas (perceived quality),

Penelitian terhadap asosiasi dari merek induk yang akan mendukung keberhasilan merek perluasan (brand extension) dalam memasuki pasar, ini akan didukung dengan

Analisis Pengaruh Ekuitas Merek (Brand Awareness, Brand Associations, dan Brand Perceived Quality) Terhadap Kepuasan Mahasiswa Serta implikasinya terhadap Minat