• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGETAHUAN IBU MENGENAI DIET PADA ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGETAHUAN IBU MENGENAI DIET PADA ANAK"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN

IBU MENGENAI DIET PADA ANAK USIA

3-5 TAHUN DENGAN KEPARAHAN

EARLY CHILDHOOD

CARIES

(ECC)

SKRIPSI

Oleh:

INGGIT DWI VIRGIANTI

NIM: 021311133134

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

PENGETAHUAN

IBU MENGENAI DIET PADA ANAK USIA

3-5 TAHUN DENGAN KEPARAHAN

EARLY CHILDHOOD

CARIES

(ECC)

SKRIPSI

Oleh:

INGGIT DWI VIRGIANTI

NIM: 021311133134

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PENGETAHUAN

IBU MENGENAI DIET PADA ANAK USIA

3-5 TAHUN DENGAN KEPARAHAN

EARLY CHILDHOOD

CARIES

(ECC)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan

Pendidikan Dokter Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Airlangga Surabaya

Oleh :

INGGIT DWI VIRGIANTI

NIM: 021311133134

Menyetujui

Pembimbing Utama

Pembimbing Serta

Satiti Kuntari, drg., MS., Sp. KGA(K) Els S. Budipramana, drg., MS., Sp KGA(K)

NIP. 19550718 198002 2 001

NIP. 19530403 197803 2 001

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

(4)

PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah diuji pada tanggal 9 Desember 2016

PANITIA PENGUJI SKRIPSI

1.

Dr. Soegeng Wahluyo, drg., M.Kes., Sp.KGA (K) (Ketua

penguji)

2.

Satiti Kuntari drg., MS., Sp.KGA (K) (Pembimbing

utama/anggota penguji)

3.

Els S. Budipramana drg., MS., Sp.KGA(K) (Pembimbing

serta/anggota penguji)

4.

Mega Moeharyono Puteri, drg., Sp.KGA., Ph.D (Anggota

penguji)

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia dan

rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengetahuan Ibu mengenai Diet pada Anak Usia 3-5 Tahun dengan Early

Childhood Caries (ECC)” untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan program

studi kedokteran gigi Strata 1 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga.

Perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak

yang telah membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini, antara lain sebagai

berikut:

1. Dr. R. Darmawan Setijanto, drg., M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Airlangga periode 2015-2020 yang telah memberi

kesempatan untuk menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Airlangga.

2. Udijanto Tedjosasongko, drg., Sp. KGA (K), Ph. D, selaku Ketua

Departemen Kedokteran Anak Gigi yang telah memberikan izin dalam

pembuatan skripsi.

3. Satiti Kuntari, drg., MS., Sp. KGA (K) selaku dosen pembimbing utama

yang selalu memberikan bimbingan, masukan, arahan, serta meluangkan

waktu selama penyusunan skripsi.

4. Els S. Budipramana, drg., MS., Sp KGA(K) selaku dosen pembimbing serta

yang turut memberikan masukan, evaluasi, koreksi, serta meluangkan

(6)

5. Dosen-dosen penguji yang telah memberikan koreksi dan kritik yang

membangun demi mencapai hasil skripsi yang baik.

6. Seluruh dosen dan staf Departemen Kedokteran Gigi Anak Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Airlangga.

7. Bapak Budi Susanto dan Ibu Asniah Rahman selaku orang tua penulis serta

kakak penulis Aan Eryanto Rahman yang telah memberikan kasih sayang,

perhatian, doa, semangat, pengingat, dan dukungan yang tiada henti.

8. Seluruh teman angkatan 2013 dan teman-teman seperjuangan skripsi di

Departemen KGA yang saling membantu dan memberikan semangat dalam

kelancaran pembuatan skripsi serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan

satu persatu.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan

karuniaNya dan membalas segala amal budi serta kebaikan pihak-pihak yang

telah membantu dalam penyusunan skripsi ini dan semoga dapat memberikan

manfaat masyarakat dan rekan yang membaca.

Surabaya, Desember 2016

(7)

THE KNOWLEDGE OF MOTHER ABOUT DIET IN CHILDREN AGED 3-5 YEARS WITH THE SEVERITY OF EARLY CHILDHOOD CARIES (ECC)

ABSTRACT

Background: Kindergarten children in Indonesia have a great risk of caries, the average child in age 3-5 years have been exposed as many as caries 95.9% in rural and 90.5% in urban. Early childhood caries (ECC) in children have a complex etiology and influenced by diet: consuming breast milk or formula milk, sweet food or beverages, and its duration, and oral hygiene. Mother's role in meeting the dietary needs of children can be influenced by knowledge of the mother. Purpose: This study aims to find out the knowledge of mother about diet in children aged 3-5 years with the severity of the ECC. Method: This research is descriptive research, with the research sample as many as 100 respondents are divided into three groups: that consumed breast milk, formula milk, and breast milk + formula milk. Research done by interviewing the respondent (mother) and look at the condition of oral cavity and then classify its condition into severity ECC according to Zafar et al (2009).

Result: The result of this observation is to obtain an overview of knowledge of mother about diet in children aged 3-5 years with the severity of the ECC and analyzed using descriptive analysis is presented in the form of a table. Conclusion: Children consumed formula milk most widely experienced the severity of ECC type 3. Mother's habit of factors regarding the diet of children, in other word: adding sugar in formula milk, consuming breast milk or formula milk while sleeping, child breastfeeding while sleeping, giving sweet food and beverages, brushing tooth can have an influence on the severity of the ECC.

(8)

PENGETAHUAN IBU MENGENAI DIET PADA ANAK USIA 3-5 TAHUN

DENGAN KEPARAHAN EARLY CHILDHOOD CARIES (ECC)

ABSTRAK

Latar belakang: Anak-anak TK di Indonesia mempunyai risiko besar terkena karies, rata-rata anak di pedesaan usia 3-5 tahun telah terkena karies sebanyak 95,9% dan di perkotaan 90,5%. Karies pada anak-anak atau early childhood caries

(ECC) memiliki etiologi kompleks dan dipengaruhi oleh diet: ASI atau susu formula, makanan atau minuman yang mengandung gula, seringnya mengonsumsi makanan dan minuman kariogenik di antara jam makan, dan oral hygiene yang buruk. Peran ibu dalam memenuhi kebutuhan makan dan mengonsumsi anak terjadi saat proses tindakan penyediaan kebutuhan anak yang dapat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan

ibu mengenai diet pada anak usia 3-5 tahun dengan keparahan ECC. Metode:

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan subyek penelitian sebanyak 100 orang terbagi dalam tiga kelompok yaitu 20 anak riwayat diet ASI, 16 anak diet susu formula dan 64 anak riwayat diet ASI-susu formula. Penelitian dilakukan dengan mewawancarai responden (Ibu) dan melihat kondisi mengklasifikasikan kondisi rongga mulut anak sesuai keparahan ECC menurut Zafar et al (2009).

Hasil: Hasil diolah untuk memperoleh gambaran pengetahuan ibu mengenai diet pada anak usia 3-5 tahun dengan keparahan ECC dan dianalisis menggunakan analisis deskriptif disajikan dalam bentuk tabel. Kesimpulan: Anak diet susu formula paling banyak mengalami keparahan ECC tipe 3. Faktor kebiasaan ibu mengenai diet anak, di antara lain: menambahkan gula pada susu botol anak, memberikan susu botol pada anak saat tidur, menyusui anak saat tidur, memberikan makanan tambahan yang lengket dan manis, serta menyikat gigi dapat mempunyai pengaruh pada keparahan ECC anak.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Sampul Depan ... i

Sampul Dalam ... ii

Lembar Pengesahan ... 3

Penetapan Panitia Penguji Skripsi ... 4

Ucapan Terima Kasih ... 5

2.1.1 Etiologi Early Childhood Caries ... 20

2.1.2 Patogenesa Early Childhood Caries ... 25

2.1.3 Gambaran Klinis Early Childhood Caries ... 26

2.2 Diet Anak ... 28

2.3 Pengetahuan ... 29

Bab 3 KERANGKA KONSEPTUAL ... 33

3.1 Kerangka Konsep ... 34

Bab 4 METODE PENELITIAN ... 35

4.1 Jenis Penelitian/Tipe Penelitian ... 35

(10)

4.3 Sampel Penelitian ... 35

4.3.1 Kriteria Sampel Penelitian ... 36

4.3.2 Tehnik Pengambilan Sampel... 36

4.4 Variabel Penelitian ... 36

4.5 Definisi Operasional... 36

4.6 Intrumen Penelitian ... 37

4.7 Lokasi Dan Waktu Penelitian... 38

4.8 Alat Dan Bahan ... 38

4.9 Cara Kerja Penelitian ... 38

4.10 Alur Penelitian ... 39

Bab 5 HASIL PENELITIAN ... 40

Bab 6 PEMBAHASAN ... 40

Bab 7 PENUTUP ... 60

7.1 Kesimpulan ... 60

7.2 Saran ... 60

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi sampel berdasarkan diet anak dan keparahan ECC ... 40

Tabel 5.2. Distribusi sampel berdasarkan keparahan ECC, riwayat mengonsumsi

ASI, dan kebiasaan ibu mengenai diet anak. ... 41

Tabel 5.3. Distribusi sampel berdasarkan keparahan ECC, diet susu formula, dan

kebiasaan ibu mengenai diet anak. ... 43

Tabel 5.4. Distribusi sampel berdasarkan riwayat mengonsumsi asi, susu formula,

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Empat lingkaran etiologi ..……… 7

Gambar 2.2 ECC tipe satu....……… 14

Gambar 2.3 ECC tipe kedua …....……… 14

Gambar 2.4 ECC tipe ketiga ……… 15

Gambar 5.1 Grafik keparahan ECC berdasarkan diet anak ………. 47

Gambar 5.1 Grafik presentase anak dengan keparahan ECC berdasarkan riwayat konsumsi ASI dan kebiasaan ibu mengenai diet anak ………. 49

Gambar 5.2 Grafik presentase anak dengan keparahan ECC berdasarkan konsumsi susu formula dan kebiasaan ibu mengenai diet anak ………… 52

Gambar 5.3 Grafik presentase anak dengan keparahan ECC berdasarkan konsumsi ASI-susu formula dan kebiasaan ibu mengenai diet anak …… 56

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Keterangan Laik Etik ……… xiii

Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian ..……… xiv

Lampiran 3 Information of Consent .……… xv

Lampiran 4 Informed Consent….………. xvi

Lampiran 5 Lembar Pengumpul Data .………. xvii

Lampiran 6 Odontogram .………. xxii

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN 1

.

1 Latar Belakang

Penyakit kesehatan gigi adalah masalah kesehatan masyarakat yang paling

luas di kalangan penduduk usia sekolah

.

Di beberapa negara

,

95% anak-anak

memiliki penyakit kesehatan gigi dalam bentuk karies gigi dan gingivitis

.

Penyakit

kesehatan gigi pada anak bisa mengakibatkan hasil signifikan seumur hidup seperti

kelainan pada rongga mulut

,

sakit gigi

,

gusi berdarah

,

gigi yang hilang

,

dan

kebutuhan menggunakan gigi palsu

.

Penyakit universal ini mempengaruhi semua

wilayah geografis

,

ras

,

pria maupun wanita dan semua kelompok umur (Gagliardi

,

2007; Marya

,

2011)

.

Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang diakibatkan

oleh mikroorganisme yang memfermentasi karbohidrat sehingga terbentuk asam

dan menurunkan pH di bawah pH kritis rongga mulut, yang mengakibatkan terjadi

demineralisasi jaringan keras gigi

.

Tanda karies adalah terjadinya demineralisasi

mineral enamel dan dentin diikuti oleh disintegrasi bagian organiknya

.

Terdapat

empat faktor yang penting dalam terjadinya karies yakni adanya kuman yang

kariogenik (S

.

mutans)

,

karbohidrat yang cocok

,

permukaan gigi yang rentan

,

dan

waktu (Sumawinata

,

2002)

.

The American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD, 2011)

mendefinisikan Early Childhood Caries (ECC) sebagai kondisi dimana satu atau

(15)

ditambal pada anak berusia 71 bulan atau kurang

.

Penyakit ini dilaporkan sebagai

alasan terbesar yang menyebabkan anak mengunjungi rumah sakit baik untuk

mencabut gigi karena karies ataupun untuk menambal gigi

,

lima kali lebih besar

bila dibandingkan dengan asma dan tujuh kali lebih besar bila dibandingkan dengan

demam.

Kesehatan anak dapat dicapai melalui upaya pemberian makan yang

seimbang sesuai dengan kebutuhan gizinya

.

Makan seimbang yaitu makan sesuai

komposisi bahan makanan yang dibutuhkan tubuh dalam porsi yang disesuaikan

dengan kebutuhan pada masing-masing usianya

.

Pada usia bayi

,

ASI diperlukan

selama 4-6 bulan dan setelah itu diberikan makanan pendamping ASI berupa susu

formula

,

sari buah

,

bubur susu

,

dan lain sebagainya (Soenardi

,

2005)

.

Pola

kebiasaan makan yang salah dan beberapa perilaku seperti masyarakat lebih

menyukai jajanan manis, kurang berserat dan mudah lengket, adanya persepsi

masyarakat yang menyatakan bahwa penyakit gigi tidak menyebabkan kematian

sehingga masyarakat kurang kepeduliannya untuk menjaga kebersihan mulut

(Budisuari, 2010).

Gizi buruk dapat menjadi faktor penyebab penyakit gigi. Permasalahan gizi

di Kota Surabaya cukup tinggi, masalah gizi yang utama disini adalah masih banyak

balita yang mengalami gizi buruk. Berdasarkan data dari Dinas kesehatan Kota

Surabaya tahun 2008 jumlah balita yang mengalami gizi buruk sebanyak 2.068

balita atau 2,07% dan tahun 2009 jumlah balita yang mengalami gizi buruk

sebanyak 1.888 balita atau 1,89%. Kota Surabaya terdiri dari 31 Kecamatan, di

Kota Surabaya ada 2 Kecamatan yang mengalami kenaikan status balita gizi buruk

(16)

atau 0,61 % pada tahun 2008 dan mengalami kenaikan menjadi sebanyak 84 balita

atau 3,45 % pada tahun 2009, serta di Kecamatan Tandes sebanyak 219 balita atau

6,9 % pada tahun 2008 dan mengalami kenaikan sebanyak 225 balita atau 9,54 pada

tahun 2009 (Mulyana, 2014).

Penyakit gigi masih sering diabaikan oleh banyak orang tua

.

Mereka

berpikir bahwa kerusakan gigi merupakan hal yang biasa terjadi dan akan sembuh

dengan sendirinya

.

Sebuah studi penelitian oleh Nuning dkk (2014) yang dilakukan

pada 50 ibu yang memiliki anak usia 3-5 tahun di TK Boyolali didapatkan data 64%

(32) ibu yang menyatakan anaknya mengalami karies gigi bukan merupakan

masalah serius bagi kesehatan mulut anak

,

serta ibu tidak pernah memeriksakan

kesehatan gigi anak ke puskesmas atau ke dokter gigi dan anak tidak diajarkan

untuk menggosok gigi dua kali sehari

.

Orang tua seharusnya memiliki perilaku

yang baik serta pengetahuan yang cukup untuk kesehatan anaknya

.

Pengetahuan

dapat mempengaruhi cara berpikir dan perilaku dari orang tua mengenai kesehatan

anaknya (Edwina

,

2003; Nugraha

,

2011)

.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Sapta (2015)

,

mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Unair mengenai pengetahuan

ibu terhadap kesehatan gigi anak dengan Early Childhood Caries (ECC) yaitu

terdapat hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian karies pada anak

.

Di Indonesia

,

data dari Community Dental Oral Epidemiology menyatakan

bahwa anak-anak TK di Indonesia mempunyai risiko besar terkena karies

,

karena

rata-rata anak di pedesaan usia 3-5 tahun telah terkena karies sebanyak 95

,

9%

,

(17)

(Jubilee

,

2005)

.

Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga 2004 (SKRT)

,

prevalensi karies mencapai 90

,

05% (Pintauli

,

2008)

.

Dari penelitian Febriana

diketahui bahwa prevalensi ECC pada anak usia 0-3 tahun di DKI Jakarta 52

,

7%

dengan def-t rata-rata 2

,

85 (Sugito et al

,

2008)

.

Prevalensi karies pada anak usia 4-5 tahun yang masih cukup tinggi serta

adanya hubungan pengetahuan ibu dengan perilaku ibu pada anak menjadi

pertimbangan bagi peneliti untuk meneliti pengetahuan ibu mengenai diet anak

dengan early childhood caries (ECC) untuk mengetahui lebih jauh mengenai

bagaimana kaitan antara pengetahuan ibu mengenai diet anak dengan terjadinya

ECC pada anak usia 3-5 tahun

.

1

.

2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut: “Bagaimana pengetahuan ibu mengenai diet pada anak usia 3-5 tahun

dengan keparahan early childhood caries (ECC)

?”

1

.

3 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan ibu mengenai diet

pada anak usia 3-5 tahun dengan keparahan early childhood caries (ECC).

1

.

4 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran kebiasaan ibu menyusui anak dengan

keparahan ECC.

2. Untuk mengetahui gambaran kebiasaan ibu memberikan susu botol pada

(18)

3. Untuk mengetahui gambaran kebiasaan ibu memberikan anak makanan

tambahan yang manis dan lengket dengan keparahan ECC.

4. Untuk mengetahui gambaran kebiasaan ibu menjaga kebersihan gigi anak

dengan keparahan ECC.

1.5 Manfaat

1. Hasil penelitian dapat memberikan informasi di bidang Kedokteran Gigi,

terutama pada Kedokteran gigi anak mengenai pengetahuan ibu terhadap

diet pada anak usia 3-5 tahun dengan keparahan early childhood caries (ECC).

2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar dalam upaya melakukan

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

.

1 Early Childhood Caries (ECC)

Early Childhood Caries (ECC) merupakan istilah untuk menjelaskan suatu

pola lesi karies yang unik pada bayi

,

balita

,

dan anak prasekolah

.

Istilah ini

menggantikan istilah karies botol atau nursing caries yang digunakan sebelumnya

untuk menjelaskan suatu bentuk karies rampan pada gigi sulung yang disebabkan

oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya termasuk karbohidrat dalam jangka

waktu yang panjang (Mazhari et al, 2007)

.

ECC sering dihubungan dengan seringnya konsumsi mengonsumsian yang

mengandung gula dari botol

.

Frekuensi konsumsi adalah faktor kunci akan terjadi

atau tidaknya ECC

.

Anak yang terkena ECC sering membawa botol ke tempat tidur

untuk merasa nyaman

,

atau menggunakan botol sebagai sumber kenyamanan

selama siang hari

.

Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak yang cenderung

tertidur dengan botol di mulut sebagai yang paling mungkin untuk menderita ECC

,

dikarenakan dari penurunan saliva yang terjadi selama tidur (AAPD

,

2011)

.

Karakteristik penyakit ini sangat khas karena tergantung dari erupsi gigi

sulung

,

lamanya faktor penyebab

,

dan gerakan otot mulut

.

Terjadi sejak usia dini

,

segera setelah erupsi gigi

,

dengan ciri khas berupa bintik kecoklatan pada

permukaan labial servikal enamel pada incisivus maksila

.

Bintik ini berkembang

karena adanya bakteri melanogenik yang merupakan tanda awal

(20)

2.1.1 Etiologi Early Childhood Caries

Karies gigi adalah penyakit yang dimanifestasikan sebagai proses dinamis

demineralisasi dan remineralisasi di rongga mulut

.

Karies gigi merupakan

penyakit mikrobiologi pada struktur keras gigi yang terpapar dalam rongga

mulut

,

yang menghasilkan demineralisasi terlokalisasi bagian anorganik dan

penghancuran zat organik gigi

,

yang dimulai pada permukaan luar

.

Aktivitas

karies sangat bervariasi

,

sehingga perjalanan dari lesi individu tidak selalu dapat

diprediksi

.

Perkembangan lesi karies ditandai oleh serangkaian eksaserbasi dan

remisi

,

karena pH pada permukaan gigi bervariasi dengan perubahan

metabolisme plak (Xuedong Z

,

2015; Chandra

,

2007)

.

Etiologi ECC hampir sama dengan etiologi karies pada umumnya yaitu

disebabkan multifactorial

.

Faktor tersebut mempengaruhi perkembangan karies

,

di antara lain: host

,

substrat

,

mikroorganisme dalam plak

,

dan waktu (Cameron

,

2003).

Gambar 2.1. Empat lingkaran yang menggambarkan paduan faktor penyebab karies. Karies baru akan timbul hanya kalau keempat faktor penyebab tersebut

(21)

1. Host

Faktor host ini meliputi faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi)

,

struktur enamel

,

faktor kimia dan kristalografis

.

Proses karies pada gigi sulung lebih cepat dibanding gigi permanen

,

hal ini terjadi karena gigi sulung mengandung lebih banyak bahan organik

dan air

,

sedangkan jumlah mineral lebih sedikit dibanding gigi permanen

dan ketebalan enamel gigi sulung hanya setengah dari gigi permanen

.

Selain

itu

,

susunan kristal-kristal gigi sulung tidak sepadat gigi permanen

,

padahal

susunan kristal ini turut menentukan resistensi enamel terhadap karies

,

sehingga dapat dikatakan gigi sulung lebih rentan terhadap karies gigi

permanen (Panjaitan

,

1997)

.

Risiko karies tinggi juga dapat terjadi pada bayi yang lahir dengan

berat badan lahir rendah yang mengalami hipomineral pada gigi

.

Asupan

nutrisi yang kurang saat hamil dapat juga mempengaruhi proses

terbentuknya gigi pada anak

.

Hal tersebut dapat menyebabkan hipoplasia

pada anak sehingga menyebabkan tingginya risiko karies (Kawashita et al,

2011)

.

Bentuk anatomis gigi sulung dan letaknya pada lengkung gigi

menentukan kerentanannya terhadap serangan karies

.

Urutan gigi sulung

yang mudah terserang karies adalah incisivus atas

,

incisivus bawah

,

caninus

atas

,

molar atas

,

caninus bawah

,

dan incisivus bawah

.

Gigi incisivus atas

(22)

kurang padat dibandingkan permukaan oklusal gigi molar sulung

.

Di

samping itu gigi incisivus erupsi paling awal sehingga paling lama

berkontak dengan ASI (Air Susu Ibu) atau PASI (Pengganti ASI)

.

Gigi

depan bawah (sulung atau tetap) biasanya berisiko rendah terhadap karies

,

karena adanya kelenjar saliva sehingga self cleansing lebih baik

.

Saliva

menyediakan kalsium dan fosfat dalam jumlah yang tinggi, kalsium dan

fosfat bekerja menghambat demineralisaasi dan meningkatkan

remineralisasi. Saliva juga menghambat karies dengan aksi buffer,

kandungan bikarbonat, amoniak dan urea dalam saliva yang dapat

menetralkan penurunan pH saat gula dimetabolisme oleh bakteri (Riyanti

,

2005)

.

2. Mikroorganisme pada plak

Plak gigi merupakan lengketan yang berisi bakteri beserta

produk-produknya

,

yang terbentuk pada semua permukaan gigi

.

Akumulasi bakteri

tidak terjadi secara kebetulan melainkan terbentuk melalui serangkain

tahapan

.

Bakteri mula-mula menghuni pelikel terutama yang berbentuk

kokus

.

Yang paling banyak adalah Steptococcus. Streptococcus mutans

merupakan kuman yang kariogenik karena mampu membuat asam dari

karbohidrat yang dapat diragikan (Kidd dan Bechal

,

1992)

.

3. Substrat

.

Dibutuhkan waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat yang

(23)

demineralisasi enamel

.

Karbohidrat ini menyediakan substrat untuk

pembuatan asam bagi bakteri dan sitesa polisakarida ekstra sel

.

Walaupun

demikian

,

tidak semua karbohidrat sama derajat kariogeniknya (Kidd dan

Bechal

,

1992)

.

Anak dengan diet karbohidrat yang banyak cenderung mempunyai

lebih banyak karies

.

Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa

dan glukosa

,

dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam

sehingga pH plak akan menurun sampai di bawah 5 dalam tempo 1-3 menit

.

Konsumsi gula yang sering dan berulang akan menahan pH plas di bawah

normal

.

Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan

mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses

karies pun dimulai (Kidd dan Bechal

,

1992)

.

4. Waktu

Bentukan kavitas pada gigi akibat karies dapat terbentuk dari bulan hingga

tahun yang berarti di dalam mulut ada demineralisasi dan remineralisasi

enamel yang secara terus-menerus

.

Agar tercapai keseimbangan harus ada

waktu yang cukup antara proses demineralisasi dengan proses

remineralisasi

.

Peningkatan frekuensi makan akan memperlama periode

penurunan pH dan demineralisasi

.

Ketika demineralisasi yang terlalu

sering

,

atau ketika aliran saliva berkurang

,

tingkat demineralisasi dan

(24)

Etiologi ECC sangat kompleks dan dipengaruhi oleh mineralisasi gigi

sulung

,

diet

,

ASI atau susu formula

,

makanan atau mengonsumsian yang

mengandung gula

,

seringnya mengonsumsi makanan dan mengonsumsian

kariogenik di antara jam makan

,

kebiasaan buruk dan oral hygiene yang buruk

memicu terjadinya kolonisasi awal mikroorganisme asidogenik dan

perkembangan plak (Cvetkovic

,

2006)

.

Faktor predisposisi ECC yang lain yaitu:

 Pemberian ASI dan atau susu botol

.

Pemberian ASI dan atau botol yang dilakukan sampai usia 13 bulan

,

cenderung menimbulkan karies botol/ECC

.

Cara pemberian yang benar

adalah bayi/anak harus dalam posisi duduk atau setengah duduk dan tidak

boleh diberikan sambil tiduran

,

apabila sampai anak tertidur sehingga cairan

tersebut akan tergenang di dalam mulut

,

botol atau ASI harus sudah

disingkirkan sebelum anak tertidur

.

Bayi/anak yang masih menyusui sampai

usia 18 bulan dianggap mempunyai resiko terjadinya ECC

,

apalagi jika

mereka mempunyai kebiasaan diet yang berhubungan dengan makanan

yang bersifat kariogenik

.

Suatu penelitian menganjurkan agar anak berhenti

menyusui pada usia 6 bulan dan mulai makan/mengonsumsi dengan cara

yang sama seperti orang dewasa

.

 Penambahan bahan pemanis

.

Banyak orang tua menambahkan bahan pemanis ke dalam mengonsumsian

yang kemudian dimasukkan ke dalam botol

.

Bahan yang terdiri dari

(25)

diikuti dengan pemberian air putih dapat menimbulkan karies botol

(Pratiwi

,

2007)

.

2

.

1

.

2 Patogenesa Early Childhood Caries

Patogenesis karies gigi masih kurang dipahami

.

Bahkan saat ini

,

teori yang

diusulkan oleh WD Miller (1882)

,

yang menyatakan bahwa reaksi bakteri pada

karbohidrat menghasilkan zat asam yang menyebabkan demineralisasi dan

pelarutan jaringan keras gigi

.

Tiga faktor penting dalam patogenesis karies gigi:

1. Permukaan rentan gigi (faktor host)

2. Acidogenic bakteri dalam plak gigi (faktor mikroba)

3. Gula sederhana dan karbohidrat lainnya (faktor makanan) (Krishna

,

2004)

.

Selama bertahun-tahun telah diketahui bahwa mikroorganisme merupakan

hal yang penting dalam patogenesis karies gigi

.

Mikroorganisme dapat

ditemukan dalam jumlah besar dalam saliva dan plak

.

Plak adalah bahan yang

lengket dan lembut yang ditemukan pada permukaan gigi dan tidak mudah

dihilangkan hanya dengan membilasnya

.

Setelah gigi telah dibersihkan dengan

sikat gigi

,

lapisan tipis atau pelikel dengan cepat terbentuk pada permukaan gigi

yang terlihat bersih

.

Permukaan gigi tersebut akan cepat ditutupi oleh massa

mikroorganisme untuk membentuk plak

.

Kemudian

,

mikro-organisme lainnya

akan menempel pada plak untuk membentuk struktur berlapis (Rowson

,

2000)

.

Sebuah matriks terbentuk dalam plak yang menjadi berlimpah ketika gula

seperti sukrosa yang dikonsumsi dalam jumlah besar

.

Sukrosa

,

serta jenis lain

(26)

Streptococcus)

.

Cairan manis yang dikonsumsi akan meningkatkan substansial

dalam keasaman pada plak

.

Ketika keasaman ini mencapai tingkat tertentu

permukaan gigi mulai rusak atau disebut demineralisasi (Rowson

,

2000; Saraf

,

2006)

.

Demineralisasi adalah ketidakseimbangan terus-menerus antara faktor

patologis dan pelindung yang menghasilkan pelarutan kristal apatit dan

hilangnya kalsium

,

fosfat

,

dan ion lain dari gigi

.

Tahap pertama dari

demineralisasi terjadi pada tingkat atom yang belum dapat dilihat secara visual

sebagai demineralisasi

.

Pada tahap ini

,

fermentasi karbohidrat dimetabolisme

oleh bakteri dalam plak gigi untuk menghasilkan asam-asam organik

.

Asam

berdifusi ke dalam jaringan keras gigi melalui air antara kristal dan bisa

mencapai daerah yang rentan pada permukaan kristal

.

Kalsium dan fosfat

dilarutkan ke dalam fase air yang sekitarnya antara kristal

.

Ini dianggap sebagai

langkah pertama dalam rangkaian proses karies gigi yang akhirnya dapat

menyebabkan kavitasi atau ruang (Xuedong Z

,

2015; Saraf

,

2006)

.

2.1.3 Gambaran Klinis Early Childhood Caries

ECC adalah penyakit yang berkembang dengan cepat dan biasanya terjadi

(27)

Tipe pertama (inisial) dikarakteristikkan seperti lesi terlihat pucat

,

lesi

demineralisasi opak, kavitas kuning–coklat muda pada permukaan regio servikal

dan permukaan palatal dari incisivus rahang atas (Zafar et al, 2009)

.

Gambar 2.2. ECC tahap pertama atau ECC tipe 1 (Zafar et al, 2009).

Tipe kedua (kerusakan) terjadi lesi yang besar dengan dentin yang terbuka,

lunak, dan dalam pada incisivus rahang atas

,

serta iritasi pulpa

.

Lesi berwarna

kuning sampai coklat kehitaman. Molar sulung rahang atas dengan lesi awal

pada regio servikal

,

proksimal

,

dan oklusal

.

Pada tahap ini

,

anak mulai

mengeluh terhadap rangsangan dingin (Zafar et al, 2009)

.

Gambar 2.3. ECC tahap kedua atau ECC tipe 2 atau stadium kerusakan (Zafar et

(28)

Tipe ketiga dikarakteristikkan dengan fraktur mahkota hingga sisi akar

pada rahang atas anterior akibat kerusakan enamel dan dentin

,

serta iritasi pulpa

.

Anak mengeluh sakit ketika mengunyah atau menggosok giginya dan sakit

spontan pada malam hari

.

Pada keadaan ini

,

molar sulung rahang atas berada

pada tahap kedua

,

sementara tahap satu dapat didiagnosa pada molar sulung

rahang bawah dan kaninus rahang atas (Zafar et al, 2009)

.

Gambar 2.4. ECC tahap ketiga atau ECC tipe 3 atau stadium lesi (Zafar et al,

2009).

2

.

2 Diet Anak

Risiko karies dipengaruhi oleh frekuensi konsumsi gula

,

bukan banyaknya

jumlah gula yang dikonsumsi

.

Setiap kali seseorang mengonsumsi makanan atau

mengonsumsian mengandung gula

,

maka asam yang dihasilkan plak akan

meningkat dengan segera dan keasaman rongga mulut akan kembali normal bila

aktivitas konsumsi dihentikan

.

Pola pemberian susu yang tidak tepat akan

mengakibatkan ECC di mana anak ditidurkan sambil diberi botol berisi susu atau

mengonsumsian bergula

,

anak lalu tertidur dan cairan mengalir merendam gigi

.

Cairan yang mengandung karbohidrat tersebut menjadi media kultur yang sangat

(29)

Aliran saliva juga berkurang selama tidur

,

dan pembuangan cairan dari

rongga mulut diperlambat

.

Pengamatan klinis oleh Kotlow pada tahun 1977

mengenai hubungean menyusui malam dengan ECC

,

mendorong ADA dan AAPD

mengeluarkan peringatan kepada orangtua bahwa menyusui yang tidak dibatasi

pada malam hari setelah gigi pertama anak erupsi

,

sebaiknya dihindari karena akan

memberi risiko ECC

.

Anak-anak memiliki tingkat metabolisme yang tinggi dan

kebutuhan kalori mereka tinggi (Berkowitz

,

2003; Berg

,

2009)

.

Kebanyakan anak-anak yang menderita ECC memiliki pola diet yang buruk

.

Orang tua dari anak-anak tersebut menyatakan bahwa anak mereka tidak

benar-benar makan pada waktu makan

,

sehingga untuk mendapatkan kalori yang

dibutuhkan

,

mereka mengonsumsi mengonsumsian yang tinggi akan kalori di

antara jam makan

.

Selain itu tidak memakan sarapan secara teratur dan tidak

mengonsumsi buah dan sayur setiap harinya juga dapat meningkatkan risiko ECC

(Welbury

,

2005; Berg

,

2009)

.

2

.

3 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Pengetahuan seseorang terhadap

objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda.

a. Tahu

Tahu diartikan hanya sebagai recall memori yang ada sebelumnya setelah

mengamati sesuatu

(30)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak

sekedar dapat menyebutkan tetapi seseorang tersebut harus dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

c. Aplikasi

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud

dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip ysng diketahui tersebut pada

situasi yang lain

d. Analisis

Analisis merupakan kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen yang terdapat

dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikator bahwa pengetahuan

seseorang itu telah sampai pada tingkat analisis adalah orang tersebut telah

dapat membedakan, mengelompokkan, membuat diagram terhadap

pengeahuan atas objek tersebut.

e. Sintesis

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau

meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen pengetahuan yang

dimiliki.

f. Evaluasi

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003).

Lingkungan keluarga khususnya orang tua sangat besar peranannya dalam

mengembangkan perilaku positif terhadap kesehatan gigi dan mulut

.

Keterlibatan

(31)

ehatan gigi dan mulut diimplementasikan pada anaknya dalam kehidupan

sehari-hari baik secara langsung maupun tidak

.

Cara untuk memperbaiki kesehatan gigi

dan mulut adalah orang tua harus turut memperhatikan perilaku anak berkaitan

dengan kesehatan gigi dan mulut dan pola makan anak dengan sedikit mengonsumsi

makanan kariogenik (Suwelo

,

1993; Douglas

,

2003)

.

Peran orang tua terutama ibu dalam memenuhi kebutuhan makan anak

terjadi pada saat proses pengambilan keputusan penyediaan makanan

.

Tindakan

pengambilan keputusan oleh ibu dalam penyediaan makanan yang baik sangat

dipengaruhi oleh kesiapan psikologi ibu diantaranya tingkat pendidikan

,

tingkat

pengetahuan dan sikap ibu

.

Pengetahuan yang perlu dimiliki oleh ibu mengenai

makanan kariogenik antara lain adalah pengetahuan yang berkaitan dengan jenis

makanan dan mengonsumsian yang dikonsumsi oleh anak serta kapan anak boleh

mengonsumsi makanan jajanan tersebut (Suwelo

,

1992)

.

Orang tua memiliki tanggung jawab terhadap kesehatan anggota keluarga

terutama anak

.

Orang tua harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang

kesehatan gigi dan mulut serta karies gigi

.

Pengetahuan mengenai kesehatan akan

berpengaruh terhadap perilaku sebagai hasil jangka panjang dari pendidikan

kesehatan (Notoatmodjo

,

2003)

.

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting

dalam mempengaruhi pikiran seseorang

.

Seseorang yang berpendidikan ketika

menemui suatu masalah akan berusaha difikirkan sebaik mungkin dalam

menyelesaikan masalah tersebut

.

Orang yang berpendidikan cenderung akan

(32)

melibatkan serangkaian aktivitas

,

maka seorang individu akan memperoleh

pengetahuan

,

pemahaman

,

keahlian dan wawasan yang lebih tinggi (Faud

,

2003).

Menurut Slameto (2003) dan Mubarak (2006) mengungkapkan bahwa

selain pendidikan yang berpengaruh pengetahuan seseorang ada pula intelegensi

,

perhatian

,

minat seseorang

.

Dalam hal ini khususnya bagi para ibu dalam

mendapatkan informasi dari tenaga kesehatan dan keinginan tahuan responden

untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan gigi dan mulut dari tetangga

,

teman

,

maupun berbagai media massa seperti surat kabar

,

radio

,

televisi dan juga

poster-poster yang dipasang petugas kesehatan

.

Sehingga meningkatkan

pengetahuan responden tentang kesehatan gigi dan mulut meskipun pendidikan

orang tua masih dalam kategori dasar namun memiliki pengetahuan yang relatif

(33)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL 3.1 Kerangka Konsep

Sosial Ekonomi Ibu Pengetahuan

Ibu

Memahami

Tahu Aplikasi Sintesis Analisis Evaluasi

Kebiasaan ibu mengenai diet anak

Keparahan early childhood

caries (ECC)

HOST BAKTERI Membersihkan rongga

mulut Sosialisasi, media massa.

Riwayat mengonsumsi asi, memberikan susu botol saat tidur, menambahan gula pada susu botol, memberikan makanan tambahan yang

lengket dan manis

Variabel diteliti

(34)

Keterangan:

Early Childhood Caries atau ECC merupakan salah satu karies yang banyak

terjadi di anak-anak balita dengan penyebab multifaktorial

,

antara lain

,

kondisi

rongga mulut

,

bakteri kariogenik

,

diet anak

,

dan perilaku kesehatan gigi anak

.

Faktor bakteri berperan dalam pembentukan asam. Diet dapat mempengaruhi

metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang

diperlukan untuk memproduksi asam

.

Faktor waktu merupakan lamanya waktu

yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas

.

Pembentukan

kavitas dapat dihindari dengan perilaku menjaga kesehatan rongga mulut

,

misalnya

menyikat gigi secara teratur.

D

iet anak yang dapat mempengaruhi timbulnya suatu

ECC adalah mengonsumsi susu formula

,

riwayat anak mengonsumsi ASI,

penambahan gula pada susu formula

,

makanan maupun mengonsumsian selingan

yang kariogenik

,

dan tindakan ibu menjaga kebersihan rongga mulut anak

.

Peran

orang tua terutama ibu dalam memenuhi kebutuhan diet anak terjadi pada saat

proses penyediaan makanan dan mengonsumsian. Tindakan ibu mengambil

keputusan dalam penyediaan kebutuhan anak dipengaruhi oleh pengetahuan ibu

(35)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian/Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

observasional

.

Berdasarkan waktunya penelitian ini termasuk jenis cross sectional

.

4.2 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak usia 3-5 tahun di 57 posyandu

pada wilayah kerja Puskesmas Kedungdoro, Kecamatan Tegalsari

.

4.3 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah bagian dari populasi penelitian yang memenuhi

kriteria

.

Besar populasi diketahui maka besar sampel dihitung dengan rumus

sebagai berikut :

𝒏 = 𝒅𝟐 (𝑵 − 𝟏) + 𝒁𝑵 𝒁𝟐 𝒑 𝒒 𝟐 𝒑 𝒒

Keterangan :

n = perkiraan besar sampel

N = perkiraan besar populasi subyek (768)

Z = nilai standar distribusi normal (1,96)

p = proporsi subyek dalam populasi (20%)

q = 1-p

d = tingkat ketelitian yang digunakan (0,05) (Lemeshow, 1998, p.88-93)

(36)

4.3.1 Kriteria Sampel Penelitian

Subjek penelitian yang dipakai adalah pasangan ibu dan anak dengan

kriteria sebagai berikut :

1. Anak-anak berusia 3-5 tahun

2. Anak tidak dan sedang diet tertentu

3. Anak-anak yang diperiksa adalah anak-anak yang diasuh sendiri oleh

ibunya

4. Ibu kandung dari anak yang berusia 3-5 tahun

4.3.2 Tehnik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini secara simple random

sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang digunakan apabila populasi

tersebar dalam beberapa daerah yang kemudian daerah-daerah tersebut dipilih

secara acak (random)

,

sampel kemudian diambil dari daerah yang terpilih

sesuai kriteria

.

4.4 Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : pengetahuan ibu mengenai diet anak

2. Variabel terikat : early childhood caries (ECC)

3. Variabel kontrol : usia

4.5 Definisi Operasional

1. Pengetahuan ibu mengenai diet anak merupakan suatu pengaplikasian ibu

mengenai pola mengonsumsi susu formula anak menggunakan botol saat

(37)

mengonsumsian selingan anak yang lengket dan manis

,

serta tindakan ibu

menjaga kebersihan gigi anak dengan menyikat gigi anak.

2. Early Childhood Caries adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan karies gigi yang muncul pada gigi sulung anak-anak

berusia 71 bulan atau kurang dengan ciri khas yang sering berupa bintik

kecoklatan pada permukaan labial servikal enamel pada incisivus maksila

.

4.6 Intrumen Penelitian

Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah tahapan keparahan

ECC (Zafar et al, 2009).

 Tipe pertama: terlihat pucat

,

lesi demineralisasi opak,

kavitas kuning–coklat muda pada permukaan regio servikal dan permukaan palatal dari incisivus rahang atas.

 Tipe kedua: lesi yang besar dengan dentin yang terbuka,

lunak, dan dalam pada incisivus rahang atas

,

serta iritasi

pulpa

.

Lesi berwarna kus ning sampai coklat kehitaman.

Molar sulung rahang atas dengan lesi awal pada regio

servikal

,

proksimal

,

dan oklusal

.

 Tipe ketiga : lesi yang besar dengan fraktur mahkota

hingga sisa akar pada rahang atas anterior akibat

kerusakan enamel dan dentin

,

serta iritasi pulpa

.

Variabel

karakteristik subyek, yaitu usia subyek yang diperoleh

(38)

4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 57 posyandu pada wilayah kerja Puskesmas

Kedungdoro, Kecamatan Tegalsari

,

Kota Surabaya

.

Penelitian ini dilakukan

pada bulan Juli-September 2016

.

4.8 Alat dan Bahan a

.

Alat Penelitian

1. Kaca mulut

2. Sonde

3. Pinset dental

4. Waskom bengkok

5. Rubber hand gloves

6. Masker

7. Kuisioner wawancara

8. Odontogram

9. Kamera

10. Bolpoint

b

.

Bahan Penelitian

1. Alkohol

2. Tisu/kapas

4.9 Cara Kerja Penelitian

1. Mengumpulkan data responden (ibu-anak) di posyandu pada wilayah kerja

(39)

2. Mengisi kuesioner wawancara oleh ibu untuk mengetahui kebiasaan anak

sehari-hari didahului dengan meminta persetujuan kepada responden

(ibu-anak) yang terpilih sebagai subjek penelitian dengan menandatangani surat

persetujuan (informed consent)..

3. Kemudian melakukan pemeriksaan gigi anak menggunakan kaca mulut

dan sonde untuk memeriksa ada tidaknya ECC.

4. Setelah itu, mengklasifikasikan keadaan gigi anak dengan tipe-tipe ECC.

5. Apabila data sudah lengkap, kemudian dilanjutkan ke proses pengolahan

data.

4

.

10 Alur Penelitian

4.11 Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah didapat kemudian diolah untuk memperoleh gambaran

perilaku ibu mengenai diet anak usia 3-5 tahun dengan keparahan ECC dan

dianalisis menggunakan analisis deskriptif disajikan dalam bentuk tabel. Ibu – Anak

yang sesuai kriteria sampel

Analisis data

Kesimpulan

Informed consent

Ibu Anak

(40)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 100 anak. Sampel terdiri 54

anak berusia 3-4 tahun dan 46 anak berusia 4-5 tahun. Tabel hasil penelitian

berdasarkan kelompok diet anak dan keparahan ECC, sebagai berikut:

Tabel 5.1. Distribusi sampel berdasarkan diet anak dan keparahan ECC

Gambar 5.1. Grafik keparahan ECC berdasarkan diet anak Diet Anak Jumlah (n) Keparahan

ECC (n)

Tidak karies

Gigi karies

4 insisif RA Posterior

ASI 20

ASI (20 Anak) SUSU FORMULA (16 Anak) ASI-SUSU FORMULA (64 Anak)

Keparahan ECC berdasaran Diet Anak

(41)

Dalam penelitian ini pada anak dengan riwayat mengonsumsi ASI terdapat

20 anak dengan keparahan ECC paling banyak pada tipe ECC 1, pada anak dengan

diet susu formula terdapat 16 anak dengan keparahan ECC paling banyak pada tipe

3 dan terdapat 1 anak tidak ada ECC, pada anak dengan riwayat mengonsumsi ASI

dan susu formula terdapat 67 anak dengan keparahan ECC paling banyak pada tipe

2 serta terdapat 3 anak tidak ada ECC. ECC yang ditemukan rata-rata melibatkan

gigi maksila anterior (empat insisif rahang atas).

Tabel 5.2. Distribusi sampel berdasarkan keparahan ECC, riwayat mengonsumsi ASI, dan kebiasaan ibu mengenai diet anak.

(42)

Gambar 5.2. Grafik presentase anak dengan keparahan ECC berdasarkan riwayat konsumsi ASI dan kebiasaan ibu mengenai diet anak

Keterangan :

B = tidak menyusui saat tidur.

B1 = menyusui saat tidur.

C = tidak memberikan makanan tambahan yang lengket dan manis.

C1= memberikan makanan tambahan yang lengket dan manis.

D = menyikat gigi.

D1 = tidak menyikat gigi.

Pada tabel dan gambar di atas menunjukkan anak dengan riwayat

mengonsumsi ASI dengan kebiasaan menyusu saat tidur, tidak mengonsumsi

makanan tambahan yang lengket dan manis di luar jam makan makanan utama, dan

dengan kebiasaan menyikat gigi ditemukan ECC tipe 1 (4 anak = 20%), ECC tipe

2 (3 anak = 15%), dan ECC tipe 3 (3 anak = 15 %). Anak dengan kebiasaan

menyusu saat tidur, tidak mengonsumsi makanan tambahan yang lengket dan manis

di luar jam makan makanan utama, dan tidak memiliki kebiasaan menyikat gigi

B,C,D B,C,D1 B,C1,D B,C1,D1 B1,C,D B1,C,D1 B1,C1,D B1,C1,D1

Keparahan ECC berdasarkan riwayat konsumsi ASI dan kebiasaan ibu mengenai diet anak

(43)

ditemukan ECC tipe 1 (1 anak = 5%). Anak dengan kebiasaan menyusu saat tidur,

mengonsumsi makanan tambahan yang lengket dan manis di luar jam makan

makanan utama, dan dengan kebiasaan menyikat gigi ditemukan ECC tipe 1 (3 anak

= 15%), ECC tipe 2 (4 anak = 20%), dan ECC tipe 3 (2 anak = 10 %).

(44)
(45)

N N N N N %

Gambar 5.3. Grafik presentase anak dengan keparahan ECC berdasarkan konsumsi susu formula dan kebiasaan ibu mengenai diet anak

0%

Keparahan ECC berdasarkan konsumsi susu formula dan kebiasaan ibu mengenai diet anak

(46)

Keterangan :

A = Tidak menambahkan gula pada susu botol anak.

A1 = Menambahkan gula pada susu botol anak.

B = tidak memberikan susu saat tidur.

B1 = memberikan susu saat tidur.

C = tidak memberikan makanan tambahan yang lengket dan manis.

C1= memberikan makanan tambahan yang lengket dan manis.

D = menyikat gigi.

D1 = tidak menyikat gigi.

Pada tabel dan gambar di atas menunjukkan anak yang mengonsumsi susu

formula tanpa menambahkan gula, tidak mengonsumsi susu saat tidur

menggunakan botol, tidak makan makanan tambahan yang lengket dan manis di

luar jam makan makanan utama, dan memiliki kebiasaan menyikat gigi ditemukan

ECC tipe 1 (1 anak = 6,25%). Anak yang mengonsumsi susu formula tanpa

menambahkan gula, mengonsumsi susu saat tidur menggunakan botol, tidak makan

makanan tambahan yang lengket dan manis di luar jam makan makanan utama, dan

memiliki kebiasaan menyikat gigi ditemukan ECC tipe 2 (1 anak = 6,25%). Anak

yang mengonsumsi susu tanpa menambahkan gula, mengonsumsi susu saat tidur

menggunakan botol, makan makanan tambahan yang lengket dan manis di luar jam

makan makanan utama, dan memiliki kebiasaan menyikat gigi ditemukan anak

tidak ada ECC (1 anak = 6,25%), ECC tipe 2 (3 anak = 18,75%), dan tipe 3 (1 anak

= 6,25%). Anak yang mengonsumsi susu formula dengan menambahkan gula, tidak

mengonsumsi susu saat tidur menggunakan botol, tidak makan makanan tambahan

(47)

menyikat gigi ditemukan ECC tipe 1 (1 anak = 6,25%). Anak yang mengonsumsi

susu formula dengan menambahkan gula, mengonsumsi susu saat tidur

menggunakan botol, makan makanan tambahan yang lengket dan manis di luar jam

makan makanan utama, dan memiliki kebiasaan menyikat gigi ditemukan ECC tipe

1 (1 anak = 6,25%), ECC tipe 2 (1 anak = 6,25%), dan tipe 3 (4 anak = 25%). Anak

yang mengonsumsi susu formula dengan menambahkan gula, mengonsumsi susu

saat tidur menggunakan botol, makan makanan tambahan yang lengket dan manis

di luar jam makan makanan utama, dan tidak memiliki kebiasaan menyikat gigi

ditemukan ECC tipe 3 (2 anak = 12,5%).

(48)
(49)

N N N N N %

Gambar 5.4. Grafik presentase anak dengan keparahan ECC berdasarkan konsumsi ASI-susu formula dan kebiasaan ibu mengenai diet anak

0%

Keparahan ECC berdasarkan konsumsi ASI-susu formula dan kebiasaan ibu mengenai diet anak

(50)

Keterangan :

A = Tidak menambahkan gula pada susu botol anak.

A1 = Menambahkan gula pada susu botol anak.

B = tidak memberikan susu saat tidur.

B1 = memberikan susu saat tidur.

C = tidak memberikan makanan tambahan yang lengket dan manis.

C1= memberikan makanan tambahan yang lengket dan manis.

D = menyikat gigi.

D1 = tidak menyikat gigi.

Pada tabel dan gambar di atas menunjukkan anak dengan riwayat

mengonsumsi asi dan mengonsumsi susu formula tanpa menambahkan gula, tidak

mengonsumsi susu saat tidur menggunakan botol, tidak makan makanan tambahan

yang lengket dan manis di luar jam makan makanan utama, dan memiliki kebiasaan

menyikat gigi ditemukan anak tidak ada ECC (1 anak = 1,56%), ECC tipe 1 (2

anak = 3,125%), dan ECC tipe 2 (1 anak = 1,56%). Anak dengan riwayat

mengonsumsi asi dan mengonsumsi susu formula tanpa menambahkan gula, tidak

mengonsumsi susu saat tidur menggunakan botol, makan makanan tambahan yang

lengket dan manis di luar jam makan makanan utama, dan memiliki kebiasaan

menyikat gigi ditemukan ECC tipe 1 (1 anak = 1,56%), ECC tipe 2 (1 anak =

1,56%) dan ECC tipe 3 (2 anak = 3,125%). Anak dengan riwayat mengonsumsi asi

dan mengonsumsi susu formula tanpa menambahkan gula, mengonsumsi susu saat

tidur menggunakan botol, tidak makan makanan tambahan yang lengket dan manis

di luar jam makan makanan utama, dan memiliki kebiasaan menyikat gigi

(51)

ECC tipe 2 (8 anak = 12,5%) dan ECC tipe 3 (3 anak = 4,69%). Anak dengan

riwayat mengonsumsi asi dan mengonsumsi susu formula tanpa menambahkan

gula, mengonsumsi susu saat tidur menggunakan botol, makan makanan tambahan

yang lengket dan manis di luar jam makan makanan utama, dan memiliki kebiasaan

menyikat gigi ditemukan anak tidak ada ECC (1 anak = 1,56%), ECC tipe 1 (2

anak = 3,125%), ECC tipe 2 (7 anak = 10,9%) dan ECC tipe 3 (10 anak = 15,625%).

Anak dengan riwayat mengonsumsi asi dan mengonsumsi susu formula

dengan menambahkan gula, tidak mengonsumsi susu saat tidur menggunakan botol,

tidak makan makanan tambahan yang lengket dan manis di luar jam makan

makanan utama, dan memiliki kebiasaan menyikat gigi ditemukan ECC tipe 1 (1

anak = 1,56%), dan ECC tipe 2 (2 anak = 3,125%). Anak dengan riwayat

mengonsumsi asi dan mengonsumsi susu formula dengan menambahkan gula, tidak

mengonsumsi susu saat tidur menggunakan botol, makan makanan tambahan yang

lengket dan manis di luar jam makan makanan utama, dan memiliki kebiasaan

menyikat gigi ditemukan ECC tipe 2 (1 anak = 1,56%). Anak dengan riwayat

mengonsumsi asi dan mengonsumsi susu formula dengan menambahkan gula,

mengonsumsi susu saat tidur menggunakan botol, tidak makan makanan tambahan

yang lengket dan manis di luar jam makan makanan utama, dan memiliki kebiasaan

menyikat gigi ditemukan ECC tipe 1 (2 anak = 3,125%) dan ECC tipe 2 (1 anak =

1,56%). Anak dengan riwayat mengonsumsi asi dan mengonsumsi susu formula

dengan menambahkan gula, mengonsumsi susu saat tidur menggunakan botol, tidak

makan makanan tambahan yang lengket dan manis di luar jam makan makanan

utama, dan tidak memiliki kebiasaan menyikat gigi ditemukan ECC tipe 3 (1 anak

(52)

dengan menambahkan gula, mengonsumsi susu saat tidur menggunakan botol,

makan makanan tambahan yang lengket dan manis di luar jam makan makanan

utama, dan memiliki kebiasaan menyikat gigi ditemukan ECC tipe 2 (3 anak =

(53)
(54)

BAB 6 PEMBAHASAN

Karies merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut yang banyak

ditemukan di masyarakat. Karies tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi dapat

juga terjadi pada anak. Karies yang terjadi pada anak-anak ini biasanya disebut

Early Childhood Caries. Istilah Early Childhood Caries (ECC) digunakan untuk

menggambarkan kondisi karies pada anak-anak usia kurang dari 71 bulan. Salah

satu faktor risiko utama yang menyebabkan tingginya prevalensi ECC adalah pola

makan dan mengonsumsi anak yang tidak tepat. Pola pemberian makan dan

mengonsumsi tertentu, seperti mengonsumsi susu formula menggunakan botol

selama beberapa jam sampai tertidur dan kadang-kadang sepanjang malam,

menyusui saat tidur, dan seringnya memberi makanan yang lengket dan

mengandung gula berkontribusi terhadap perkembangan ECC (AAPD, 2011;

Berkowitz, 2003).

Gigi insisif maksila merupakan gigi yang paling parah mengalami karies

karena gigi insisif maksila merupakan gigi sulung yang erupsi pertama dan terpapar

dengan cairan kariogenik yaitu ASI ataupun susu formula dengan waktu yang

paling lama, dan tidak jarang melibatkan molar gigi sulung. Gigi insisif mandibula

jarang terkena ECC karena terlindungi oleh lidah ketika anak pada posisi

menghisap serta terdapat kelenjar saliva yang dapat meningkatkan remineralisasi.

ECC yang tidak dirawat dapat memicu terjadinya kesulitan mengunyah saat makan

karena anak mengeluh sakit gigi atau dapat kehilangan gigi sulung yang dapat

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan gigi anak (Zafar et al, 2009;

(55)

Orang tua terutama ibu mempunyai peran yang cukup besar di dalam

mencegah terjadinya akumulasi plak dan terjadinya karies pada anak. Peran orang

tua sangat diperlukan dalam memelihara kebersihan gigi dan mulut anak. Ibu yang

membantu anak menyikat gigi dan menggunakan pasta gigi yang berfluoride

merupakan salah satu tindakan pencegahan terjadinya ECC pada anak. Penggunaan

fluor bertujuan untuk melindungi gigi dari ECC pada anak (Sasmita et al, 2006).

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan sampel anak berusia 3-5 tahun

bersama dengan ibunya. Sampel pada penelitian ini diperoleh dari data 32 posyandu

di wilayah kerja Puskesmas Kedungdoro, Kecamatan Tegalsari, Kota Surabaya.

Sampel dikelompokan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok ibu dengan anak

riwayat mengonsumsi ASI, susu formula, dan ASI-susu formula. Subjek paling

banyak adalah pada kelompok anak dengan diet ASI-susu formula yaitu berjumlah

64 anak dari total subjek penelitian dan sisanya 20 anak dengan riwayat diet ASI,

serta 16 anak dengan diet susu formula.

Anak dengan diet ASI banyak mengalami ECC tipe 1 dan 2 (ECC dengan

kerusakan kecil hingga sedang). Hal tersebut dapat dikarenakan ASI mengandung

kompenen di anatar lain laftoferin, IgG, dan IgA yang dapat memperlambat

pertumbuhan bakteri Sterptococcus mutan (Arnold, 1977; Mandel 1996). Adanya

antibodi yang terkandung pada ASI mempunyai pertahanan terhadap bakteri dan

laktosa (gula dalam ASI) mempunyai enzim khusus yang mengubah laktosa

menjadi glukosa dan galaktosa lebih banyak di usus daripada di mulut (Torney,

1992).

Anak dengan ECC tipe 1 dan 2 memiliki presentase yang tidak berbeda jauh

(56)

menyusu pada saat tidur, tidak mengonsumsi makanan tambahan yang lengket dan

manis, serta menyikat gigi didapatkan 20% pada ECC tipe 1 dan 15% pada ECC

tipe 2. Sedangkan, anak dengan kebiasaan menyusu pada saat tidur, mengonsumsi

makanan tambahan yang lengket dan manis, serta menyikat gigi didapatkan 15%

pada ECC tipe 1 dan 20% pada ECC tipe 2. Hal tersebut menunjukkan anak dengan

kebiasaan mengonsumsi makanan tambahan yang lengket dan manis mengalami

keparahan ECC lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tidak mengonsumsi

makanan tambahan yang lengket dan manis. Hal tersebut sesuai dengan penelitian

Budiasuri et al (2010), yang menyatakan masyarakat yang banyak mengonsumsi

makanan yang lunak dan banyak mengandung gula. mempunyai kecenderungan

terjadinya karies lebih besar dibandingkan responden yang memiliki pola makan

makanan yang berserat.

Anak yang tidak mengalami karies didapatkan pada kelompok anak diet

susu formula dengan kebiasaan mengonsumsi susu formula menggunakan botol

saat tidur tanpa menambahkan gula, menyikat gigi, namun makan makanan

tambahan yang lengket dan manis di luar jam makan makanan utama. Anak dengan

kebiasaan mengonsumsi susu formula menggunakan botol saat tidur akan memiliki

risiko tinggi terbentuknya ECC karena cairan susu yang mengandung gula akan

mengenangi rongga mulut terutama pada gigi bagian anterior rahang atas. Bakteri

dalam rongga mulut akan memfermentasi karbohidrat sehingga terbentuk asam dan

menurunkan pH di bawah pH kritis rongga mulut, yang mengakibatkan terjadi

demineralisasi gigi (Cvetkovic, 2006; Zafar, 2009). Namun, anak dengan kebiasaan

menyikat gigi yang teratur dapat mengurangi risiko terbentuknya ECC, karena

(57)

plak tidak dapat dibersihkan dengan hanya berkumur-kumur, semprotan air atau

udara. Walaupun endapan plak tipis, tetap akan mempengaruhi tingkat kebersihan

mulut yang akan memicu timbulnya kerusakan atau karies gigi. Hal tersebut sesuai

dengan hasil penelitian Budiasuri et al (2010), yang menyatakan kebiasaan

menggosok gigi juga dapat memengaruhi berat ringannya karies, responden yang

sikat gigi mempunyai kecenderungan terjadinya karies lebih ringan dibandingkan

yang tidak menggosok gigi. Hasil pada tabel 5.3 juga didapatkan anak dengan

kebiasaan menyikat gigi namun mengalami ECC tipe 3 dengan presentase paling

banyak (25%). Duapuluh lima persen dari 16 anak memiliki kebiasaan yang sama

yaitu menyikat gigi, namun mereka mengonsumsi susu formula menggunakan botol

saat tidur dengan menambahkan gula, dan makan makanan tambahan yang lengket

dan manis di luar jam makan makanan utama menyikat gigi. Kedua hal tersebut

dapat memperparah ECC. Hal tersebut sesuai dengan penelitain penelitian

Budiasuri et al (2010), yang menyatakan masyarakat yang banyak mengonsumsi

makanan yang lunak dan banyak mengandung gula. mempunyai kecenderungan

terjadinya karies lebih besar dibandingkan responden yang memiliki pola makan

makanan yang berserat dan hasil penelitian Apsari (2011) dalam Lombo et al

(2015), bahwa penyajian susu formula dengan tambahan pemanis berpotensi

menimbulkan karies, karena gula merupakan makanan yang bersifat kariogenik.

Anak dengan kebiasaan mengonsumsi susu formula menggunakan botol

saat tidur tanpa menambahkan gula, tidak mengonsumsi makanan tambahan yang

lengket dan manis, serta menyikat gigi menunjukkan presentase yang cukup banyak

(12,5%) pada ECC tipe 1 dan 2. Presentase paling banyak (15,63%) mengalami

(58)

formula menggunakan botol saat tidur tanpa menambahkan gula, menyikat gigi,

namun mengonsumsi makanan tambahan yang lengket dan manis. Hal tersebut

sesuai dengan penelitian Budiasuri et al (2010), yang menyatakan masyarakat yang

banyak mengonsumsi makanan yang lunak dan banyak mengandung gula.

mempunyai kecenderungan terjadinya karies lebih besar dibandingkan responden

yang memiliki pola makan makanan yang berserat. Walaupun anak menyikat gigi

setiap hari, namum masih banyak anak yang mengalami ECC dengan keparahan

tinggi. Dari hasil wawancara dengan responden, hal ini dikarenakan anak tersebut

menyikat gigi hanya sekali sehari dan beberapa responden menyatakan bahwa

menyikat gigi tanpa menggunakan pasta gigi, padahal pasta gigi dapat berfungsi

untuk mengurangi pembentukan plak, memperkuat gigi terhadap karies,

membersihkan dan memoles permukaan gigi, menghilangkan atau mengurangi bau

mulut, memberikan rasa segar pada mulut serta memelihara kesehatan gusi

(Sasmita et al, 2006). Selain itu, ada 7,81% anak mengalami ECC tipe 3 dengan

kebiasaan mengonsumsi susu formula menggunakan botol saat tidur yang

menambahkan gula, makan makanan tambahan yang lengket dan manis di luar jam

makan makanan utama, serta memiliki kebiasaan menyikat gigi. Hal ini sesuai

dengan hasil penelitian Nugroho et al (2012), yaitu ada hubungan frekuensi

penambahan gula pada susu dengan kejadian karies pada anak sehingga dapat

diartikan bahwa ibu yang menambahkan gula dapat meningkatkan risiko terjadinya

karies hampir 2 kali lebih tinggi dibandingkan ibu yang tidak menambahkan gula;

dan ibu yang memberikan susu botol sampai anak tidur dapat meningkatkan risiko

terjadinya karies sebesar 2,25 kali lebih tinggi dibandingkan ibu yang memberikan

(59)

(2010), yang menyatakan masyarakat yang banyak mengonsumsi makanan yang

lunak dan banyak mengandung gula. mempunyai kecenderungan terjadinya karies

lebih besar dibandingkan responden yang memiliki pola makan makanan yang

berserat.. Namun tidak sesuai hasil penelitian Nugroho et al (2012), yang

menyatakan ada hubungan antara tingkat kebersihan mulut dengan kejadian karies

gigi, yaitu anak yang mempunyai tingkat kebersihan mulut buruk dapat

menyebabkan risiko terjadinya karies dan sebaliknya. Dari hasil wawancara dengan

responden, hal ini dikarenakan anak tersebut menyikat gigi hanya sekali sehari.

Anak dengan ECC yang dilihat berdasarkan usia dan kebiasaan ibu

mengenai diet anak, menunjukkan pada anak usia 3-5 tahun lebih dari 60%

mengalami kerusakan gigi karena ECC pada gigi anterior rahang atas. Sehingga,

ibu perlu mengubah kebiasaan mengenai diet anak agar kondisi ECC pada gigi anak

tidak menjadi lebih parah. Keparahan ECC yang dilihat berdasarkan kebiasaan

pemberian susu pada anak terdapat keparahan ECC tipe 3 (kerusakan paling besar)

terjadi pada anak yang mengonsumsi susu formula menggunakan botol pada saat

tidur dengan menambahkan gula dan mengonsumsi makanan tambahan yang

lengket dan manis. Tetapi juga ditemukan hasil bahwa anak yang mengonsumsi

ASI tidak menutup kemungkinan anak mengalami ECC meskipun tidak separah

pada anak yang mengonsumsi susu formula. Berdasarkan kebiasaan anak menyikat

gigi anak, ditemukan bahwa menyikat gigi tidak berpengaruh besar terhadap

terjadinya ECC, namun waktu dan frekuensi anak menyikat gigi akan berpengaruh

keparahan ECC yang dapat terjadi pada anak. Selain itu, kondisi rongga mulut anak

(60)

BAB 7 PENUTUP 7.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan:

 Anak diet susu formula paling banyak mengalami keparahan ECC tipe 3

 Faktor kebiasaan ibu mengenai diet anak, di antara lain: menambahkan gula

pada susu botol anak, memberikan susu botol pada anak saat tidur,

menyusui anak saat tidur, memberikan makanan tambahan yang lengket dan

manis, serta menyikat gigi dapat mempunyai pengaruh pada keparahan ECC

anak.

7.2 Saran

Perlu dilakukan sosialisasi mengenai diet anak dan hal-hal yang

mempengaruhi ECC kepada orang tua terutama ibu, agar dapat mencegah

Gambar

Gambar 2.1. Empat lingkaran yang menggambarkan paduan faktor penyebab
Gambar 2.2. ECC tahap pertama atau ECC tipe 1 (Zafar et al, 2009).
Gambar 2.4. ECC tahap ketiga atau ECC tipe 3 atau stadium lesi (Zafar et al,
Tabel 5.1. Distribusi sampel berdasarkan diet anak dan keparahan ECC
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan antara perilaku dalam cara perawatan botol susu dengan kejadian diare pada anak batita yang menggunakan botol susu di Puskesmas Gatak Sukoharjo diketahui

perilaku orangtua menemani anak sampai tertidur, pemberian air susu ibu (ASI) atau susu botol setelah anak terbangun, dan tidur bersama dengan orangtua dengan resiko relatif

Ibu menyusui bayinya menurut kebutuhan bayi, jika ASI belum mencukupi, bayi dapat diberi air susu donor atau susu faormula dengan memakai sendok (jangan memakai botol susu)..

Dari hasil uji statistic tersebut dapat dilihat bahwa terjadi perubahan peningkatan pengetahuan ibu tentang intervensi diet anak autis sesudah diberikan pengetahuan melalui

Hasil penelitian mengenai pengetahuan ibu tentang diet bebas gluten dan kasein di SLB Wilayah Kabupaten Garut menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan responden berada pada

Hubungan antara perilaku dalam cara perawatan botol susu dengan kejadian diare pada anak batita yang menggunakan botol susu di Puskesmas Gatak Sukoharjo diketahui

Dari survei yang dilakukan untuk mengetahui pengetahuan ibu – ibu terhadap definisi, penyebab, pencegahan, dan penanganan diaper rash pada anak usia 1-3 tahun

Jadi keeratan hubungan antara hubungan tingkat pengetahuan dengan cara menyusui yang benar pada ibu postpartum di Rumah Sakit Ibu dan Anak ‘Aisyiyah Klaten adalah