• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Pengajaran Bahasa Sehari hari u

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Dinamika Pengajaran Bahasa Sehari hari u"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Dinamika Pengajaran Bahasa Gaul Pada Siswa Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing

(BIPA)

Vidi Sukmayadi

Universitas Pendidikan Indonesia vidi_owen@yahoo.com

SARIPATI

Pertanyaan mengenai perlunya bahasa sehari-hari atau bahasa gaul diajarkan pada siswa BIPA acapkali menuai silang pendapat. Sebagian pihak merasa tidak perlu adanya pengajaran bahasa gaul dikarenakan akan memicu kemerosotan bahasa dan dianggap tidak sesuai dengan lingkungan berbahasa yang akademis. Di sisi lain, beberapa pihak juga menyetujui adanya pengajaran bahasa gaul karena dalam pergaulan di lapangan orang-orang tidak berbicara seperti buku teks pelajaran. Pengajaran bahasa gaul tidak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa bahasa gaul adalah bagian dari laras bahasa yang mempunyai peranan penting di dalam pengunaan bahasa sebagai alat komunikasi. Tulisan ini akan memaparkan bahwa pengajaran bahasa gaul secara sistematis dapat membantu mempersiapkan siswa BIPA untuk lebih percaya diri ketika berinteraksi dengan penutur jati bahasa Indonesia.

Kata kunci: BIPA, Bahasa Gaul, Ragam Bahasa

1. Pendahuluan

Seorang siswa BIPA bertanya kepada saya, “Pak, kenapa di kelas kami diajarkan kata “lelah” tapi di tempat kos semua bilang “capek”?. Pertanyaan yang serupa mungkin terjadi juga pada pegiat BIPA yang lain manakala kosakata yang diajarkan ternyata banyak tidak dipakai di lapangan. Bahasa gaul adalah ragam bahasa yang sulit dilepaskan dari kehidupan berkomunikasi sehari-hari. Namun, acapkali ragam bahasa terlupakan dalam pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing. Sehingga bukanlah hal yang aneh jika siswa BIPA sering melakukan kesalahan (yang tidak disengaja) dalam pemakaian ragam bahasa yang terlihat dari hasil tulisan atau cara mereka berbicara.

▸ Baca selengkapnya: percakapan bahasa makassar sehari-hari

(2)

2. Perkembangan Bahasa Gaul dalam Pengajaran BIPA 2.1. Pengertian Bahasa Gaul

Bahasa gaul adalah bahasa yang telah digunakan dan telah disepakati oleh kelompok tertentu. Bahasa gaul umumnya digunakan oleh kaum muda dan dalam situasi yang kurang formal. Harimurti (2008) juga menjelaskan bahwa Bahasa gaul adalah ragam bahasa Indonesia nonstandar yang lazim digunakan di Jakarta pada tahun 1980-an. Ragam ini semula diperkenalkan oleh generasi muda yang mengambilnya dari kelompok waria dan masyarakat terpinggir lain. Dengan kata lain, bahasa gaul artinya “dialek bahasa Indonesia nonformal yang digunakan oleh komunitas tertentu atau di daerah tertentu untuk pergaulan. Dengan kata lain bahasa Gaul adalah ragam bahasa Indonesia nonformal, yang digunakan oleh komunitas tertentu atau di daerah tertentu untuk bergaul atau bersosialisasi dengan masyarakat setempat.

Perkembangan bahasa gaul di Indonesia berkembang dengan sangat pesat seiring dengan laju urbanisasi, perangkat komunikasi massa yang kian maju , serta pergeseran kebiasaan berbahasa yang mengakibatkan bahasa Gaul menjadi bahasa utama dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari di Indonesia. Berkaitan dengan pengertian tersebut, Partridge (dalam Zarbaliyeva, 2012) berpendapat bahwa bahasa gaul adalah fenomena yang sejak dahulu dan akan selalu berkembang selama manusia hidup di muka bumi. Ia menambahkan bahwa kreativitas berbahasa serta ekspresi spontan merupakan suatu ciri manusia yang dibawa sejak lahir. Lalu beragamnya pengaruh bahasa asing dan daerah yang masuk ke dalam bahasa Indonesia menambah potensi perkembangan bahasa Indonesia itu sendiri.

Dalam perkembangannya, bahasa gaul yang merebak di tengah-tengah masyarakat kini kian berkembang dan hampir sulit untuk mendengar seorang penutur jati bahasa Indonesia berbicara dengan ragam formal kecuali dalam situasi resmi. Fakta yang juga berkembang di Indonesia adalah bahwa kosakata dan struktur tata bahasa dalam bahasa gaul acapkali sangat berbeda jauh dengan bahasa formalnya. Sebagai contoh, untuk bertanya mengenai kesungguhan seseorang, secara formla kita bisa bertanya dengan ucapan “sungguh?” atau “ Apa Anda Serius”, tetapi dalam bahasa gaul bentuk ungkapannya dapat menjadi “beneran?”, “seriusan?”, atau “Sumpeh Loh?”. Perbedaan ungkapan yang sangat jauh seperti ini menjadi masalah yang cukup serius bagi pemelajar BIPA pemula yang belajar di kelas dan kemudian mencoba berinteraksi di lapangan.

2.2.Silang Pendapat Mengenai Pengajaran Bahasa Gaul

Di dalam perkembangan dunia pengajaran BIPA atau bahasa asing lainnya selalu ada silang pendapat mengenai perlu tidaknya bahasa Gaul diajarkan kepada siswa didik. Sebagian guru bahasa asing yang teguh terhadap tata aturan (puritan) memilih untuk tidak mengajarkan bahasa gaul karena mereka berpendapat bahwa bahasa tersebut tidaklah sesuai dengan kaidah akademis. Mereka khawatir bahwa bahasa gaul dapat merusak keterampilan berbahasa dari siswa didik. Lalu, dalam beberapa kasus, bahasa Asing seringkali dipelajari di negara bukan penutur jati seperti belajar bahasa Inggris di Indonesia atau belajar bahasa Indonesia di Australia. Untuk keadaan seperti ini, seringkali pengajar bahasa asing bukanlah penutur jati atau mungkin penutur jati yang sudah lama tidak kembali ke tanah air.

(3)

jumpa nanti malam kawan, bawalah piringmu sendiri” . Di dalam kebingungannya itu akhirnya sang pelajar membawa piring sendiri ke acara makan malam yang diadakan oleh kawannya itu. Namun ternyata kawan-kawannya semua tertawa, karena ternyata maksud dari kalimat “bring your own plate” artinya tamu diharapkan membawa makanan kecil atau minuman untuk kemudian dinikmati bersama dengan kawan-kawan dalam acara tersebut.

Contoh di atas menunjukkan bahwa pemahaman bahasa sehari-hari cukup penting dalam kaitannya dengan bersosialisasi dengan penduduk setempat. Resiko kesalahpahaman dapat dikurangi dengan memahami budaya sekaligus bahasa yang dipergunakan di tempat tersebut. Pandangan itulah yang kemudian melatari sebagian lain pengajar bahasa Asing untuk mengajarkan bahasa Gaul kepada anak didiknya.

2.3. Tanggapan Siswa BIPA Terhadap Pengajaran Bahasa Gaul

Perdebatan mengenai penting atau tidaknya bahasa Gaul sebenarnya dapat dicari jalan keluarnya. Salah satu jalannya adalah melibatkan siswa BIPA itu sendiri dalam merancang bahan ajar BIPA. Bagi beberapa lembaga BIPA yang berorientasi pada kebutuhan konsumennya, pendapat siswa dapat dijadikan acuan tambahan dari kurikulum yang telah ada.

Berkaitan dengan hal tersebut, Penulis telah melakukan wawancara terhadap siswa BIPA di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia. Responden dari wawancara ini adalah semua siswa BIPA tingkat menengah tahun ajaran 2013-2014. Wawancara semi-terstruktur dilakukan terhadap 11 siswa BIPA dari 6 negara yang berbeda; Australia, Jepang, Korea Selatan, Thailand, Tiongkok, dan Vietnam. Adapun wawancara ini bersifat idiografis sehingga hasilnya hanya berlaku di lingkungan sendiri dan tidak bertujuan untuk mencari generalisasi. Walaupun begitu, apa yang terjadi dengan wawancara tersebut dapat memberikan gambaran mengenai pengajaran bahasa gaul dalam program BIPA di salah satu lembaga pengajaran BIPA.

Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis terdapat beberapa poin yang dapat diambil. Pertama, 98% dari responden menyatakan bahwa pengajaran bahasa gaul penting bagi peningkatan keterampilan berbahasa mereka. Salah satu alasan yang paling sering muncul adalah bahwa bahasa gaul di Indonesia merupakan alat komunikasi "utama" dalam pergaulan sehari-hari. sepuluh dari sebelas siswa menyatakan bahwa mereka memang tidak perlu lancar berbahasa gaul, tetapi mereka sangat perlu memahami bahasa gaul sehingga memudahkan mereka ketika berinteraksi dengan penutur jati di luar kelas.

Selain memahami bahasa gaul, mereka juga perlu tahu tentang cara dan situasi penggunaan bahasa gaul tersebut. Seorang responden asal Thailand memberikan pernyataan sebagai berikut; "tidak enak kalau bicara dengan guru memakai bahasa gaul, jadi perlu tahu (bahasa gaul) supaya tidak salah bicara". Untuk itu dalam pengajaran bahasa gaul perlu ditekankan bahwa fokus pengajaran bukan pada kosakata gaul tetapi pada cara penggunaan, situasi, serta kepada siapa ragam bahasa tersebut boleh digunakan. Kosakata bahasa gaul dapat dipelajari langsung di lapangan dari teman-teman penutur jadi para siswa BIPA. Namun seorang guru BIPA perlu memberikan penjelasan mengenai tata aturan berbahasa atau kapan bahasa gaul tersebut bisa digunakan. Penjelasan tersebut dapat mengurangi resiko siswa BIPA dari kesalahan penggunaan ragam bahasa ketika turun ke lapangan.

(4)

tersebut memiliki pengertian bahwa seorang siswa BIPA telah mahir berbicara dan mampu berinteraksi dengan tingkat spontanitas yang baik (Liliana, 2013).

Dari hasil diskusi tersebut, penulis dapat mengambil suatu benang merah bahwa bahasa Gaul penting untuk diajarkan bukan agar siswa BIPA menjadi mahir, tetapi agar mereka paham. Pemahaman terhadap bahasa gaul dan penggunaannya dapat membantu siswa BIPA dalam berbicara dengan penutur jati dalam konteks informal atau sehari-hari. Adapun sebaiknya bahasa gaul diperkenalkan ketika seorang siswa BIPA telah mencapai tingkat keterampilan memadai atau memiliki dasar pengetahuan bahasa Indonesia formal yang baik. Dengan begitu siswa BIPA akan mampu memahami dan juga mampu menggunakan ragam bahasa gaul sesuai dengan situasi dan kondisi.

3. Metode Pengajaran Bahasa Gaul Kepada Siswa BIPA

3.1. Mengenalkan Penggunaan Bahasa Formal dan Informal

Sebelum mengajar bahasa gaul Indonesia, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memaparkan perbedaan penggunaan bahasa di Indonesia. Mitchell & Myles (2004) memaparkan bahwa bahasa gaul adalah bahasa dengan komponen budaya. Untuk itu siswa BIPA perlu memahami bahwa di Indonesia terdapat tiga bahasa yang dapat muncul dalam diskursus sehari-hari. Ketiga bahasa tersebut adalah bahasa daerah, bahasa informal, dan bahasa Indonesia formal, ketiganya acapkali bercampur bahkan mendominasi percakapan seorang penutur jati.

Siswa-siswa BIPA diberikan penjelasan mengenai variasi ragam bahasa di Indonesia. Pengajar juga perlu memaparkan fungsi masing-masing ragam bahasa agar siswa tidak kebingungan. Bahasa formal tetap menjadi landasan karena bahasa gaul merupakan hasil kreativitas penggunaan bahasa formal itu sendiri (Homuth & Pippo, 2011).

3.2. Memperkenalkan Struktur Bahasa Gaul Indonesia

Struktur dan tatabahasa dari bahasa gaul tidak terlalu jauh berbeda dari bahasa formalnya (bahasa Indonesia), dalam banyak kasus kosakata yang dimilikinya hanya merupakan singkatan dari bahasa formalnya. Perbedaan utama antara bahasa formal dengan bahasa gaul utamanya adalah dalam perbedaharaan kata.

Bahasa gaul dapat mulai diperkenalkan dari perubahan struktur, partikel lalu kosakata. Materi yang diberikan ditekankan pada bahasa gaul yang benar-benar sering dipakai penutur jati tak hanya dari kalangan muda tetapi juga kalangan umum. Sedangkan materi mengenai kosakata bahasa gaul terkini merupakan materi yang akan diberikan dalam tingkatan yang lebih lanjut atau sesuai keinginan pemelajar. Tingkatan lanjut tersebut dikenal juga dengan nama BIPA untuk tujuan khusus.

3.2.1. Penghilangan Huruf

Pemaparan awal yang dapat diberikan kepada siswa BIPA adalah mengenai karakter bahasa gaul Indonesia. Pertama, penghilangan huruf dalam bahasa gaul Dalam percakapan sehari-hari beberapa kata berubah bunyi menjadi sengau (nasal) atau bahkan dihilangkan satu huruf seperti pada kata yang mengandung huruf ‘h’, ‘s’ atau ‘m’. Penjelasan secara singkat dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

(5)

"H" di tengah dan akhir kata Bohong, Jahit, Jodoh Bo'ong, Jait, Jodo "M" di awal kata (jarang muncul) Memang Emang

"S" di awal kata Sudah, Sama, Sampai Udah, Ama, Ampei Tabel 1. Penghilangan huruf di dalam bahasa gaul.

3.2.2. Abreviasi Bunyi Rangkap atau Diftong

Pemaparan berikutnya, seorang pengajar BIPA dapat menjabarkan mengenai pemendekan dari bunyi rangkap di dalam bahasa Indonesia. Dalam penggunaan bahasa sehari-hari diftong seringkali dipendekan. Beberapa Diftong yang dapat dipendekan adalah sebagai berikut:

Abreviasi Diftong Contoh Setelah Dipendekan "ai" menjadi "é" Cabai, Cerai, Pakai Cabé, Ceré, Paké

"au" menjadi "o" Galau, Kalau, Tembakau Galo, Kalo, Tembako Tabel 2. Abreviasi Bunyi Rangkap

Dari beberapa contoh di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tulisan bahasa Indonesia dalam bentuk formal akan mengalami perubahan pelafalan ketika diucapkan dalam ragam bahasa gaul.

3.2.3. Perubahan Huruf Hidup

Selain perubahan pada bunyi rangkap, beberapa huruf hidup juga akan mengalami perubahan jika dilafalkan dalam bahasa gaul. Beberapa perubahan tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi singkat di bawah ini:

Perubahan Huruf Hidup Contoh Setelah Diubah

"U" menjadi "O" Belum, Telur, Saus Belom, Telor, Saos "I" menjadi "é" Kemarin, Naik, Baik Kemarén, Naék, Baék "A" menjadi "é" (biasanya terjadi

pada suku kata kedua)

Datang, Dekat, Benar Daténg, Dekét, Benér

Tabel 3. Perubahan Huruf Hidup

Perlu ditambahkan bahwa walau terjadi perubahan pada sebagian besar kata-kata yang beranggotakan huruf hidup A,I, dan U, tetap ada beberapa pengecualian terhadap sejumlah kata dan beberapa istilah serapan asing yang tidak berubah. Untuk mengetahui sejauh mana siswa BIPA memahami perubahan struktur kata di dalam bahasa gaul, pengajar BIPA dapat memberikan latihan pemahaman. Bentuk latihan pemahaman dapat dilakukan dengan bentuk latihan berupa paragraf rumpang,pilihan berganda,atau kartu belajar (flash card)

3.2.4. Memperkenalkan Partikel Bahasa Gaul

Partikel adalah kelas kata yang hanya memiliki arti gramatikal dan tidak memiliki arti leksikal. Makna suatu partikel ditentukan oleh kaitan artikel tersebut dengan kata lain dalam suatu frasa atau kalimat. Seperti halnya bahasa formal, bahasa gaul pun memiliki sejumlah partikel yang sanagt sering digunakan oleh penutur jati dalam situasi sehari-hari.

(6)

Partikel bahasa gaul dapat mencerminkan tingkat keakraban antara pembicara dan pendengar, suasana hati dan ekspresi pembicara, serta situasi pada kalimat tersebut diucapkan.

Partikel-partikel bahasa gaul tersebut dapat diperkenalkan kepada siswa BIPA dengan cara menjelaskan posisi, fungsi serta contoh di dalam kalimat. Terdapat banyak partikel bahasa gaul Indonesia, tetapi di bawah ini adalah beberapa contoh pembahasan partikel tersebut yang diperkenalkan di kelas BIPA;

Tabel 5. Contoh Pengelompokkan Artikel dalam Bahasa Gaul

(7)

Dengan kata lain, Sebagai perkenalan awal, materi perubahan kata, imbuhan serta pembahasan partikel bisa dijadikan langkah awal untuk dipelajari oleh siswa BIPA.

3.2.5. Metode Lain dalam Pengenalan Bahasa Gaul

Siswa BIPA dapat mempelajari bahasa gaul secara terpandu seperti dijelaskan di atas atau langsung turun ke lapangan. Walaupun begitu, sebelum turun ke lapangan, seorang pengajar BIPA sebaiknya menyediakan sumber atau bahan informasi mengenai bahasa Gaul. Selain itu pengajar BIPA juga diharapkan mampu menyokong siswanya untuk aktif berbicara dengan penutur jati di lapangan agar mereka dapat belajar secara mandiri .

Instruksi yang jelas di dalam kelas seperti pengenalan kosakata bahasa gaul dan cara pemakaiannya dapat membantu siswa untuk menambah pembendaharaan kata mereka. Siswa BIPA juga dapat dianjurkan untuk menulis jurnal atau catatan harian tentang bahasa gaul baru yang ditemukan. Jurnal tersebut dapat disusun sesuai alfabet atau sesuai situasi pemakaiannya.

Tentu saja bahasa gaul Indonesia sangat mudah ditemukan dalam film, sinetron atau musik. Berbagai media tersebut dapat digunakan siswa BIPA untuk menambah pembendaharaan kata atau mencoba melatih pemahaman mereka terhadap bahasa sehari-hari. Pengajar BIPA dapat menggunakan media film dan musik sebagai studi kasus otentik untuk memperkenalkan kosakata bahasa gaul tertentu atau guna memberikan penjelasan tentang bagaimana seseorang mengendalikan ragam bahasanya sesuai dengan situasi yang ada.

Dengan perkembangan teknologi yang ada, seorang siswa BIPA juga dapat didukung untuk berinteraksi menggunakan media sosial internet. Siswa BIPA dapat diminta untuk mengamati "kicauan" teman-teman penutur jati mereka. Tak hanya itu, para siswa BIPA juga didorong agar berpartisipasi dengan menulis setidaknya sekali setiap minggu (tergantung intensitas penggunaan media sosial masing-masing) menggunakan kosakata bahasa gaul dalam sebagian "kicauan" mereka.

Peranan metode pencelupan (immersion method) memang sangat bermanfaat dalam perkembangan keterampilan setiap pemelajar bahasa asing. Kamus bahasa gaul memang ada, tetapi acapkali cepat tertinggal zaman karena perkembangan bahasa gaul sangatlah cepat dan dinamis di setiap tahunnya (Burke, 1991). Untuk itu, siswa BIPA perlu untuk sering turun dan mengalami sendiri interaksi bahasa dan budaya.

Namun sebaiknya pengajar BIPA juga mampu memilah kapan materi bahasa gaul disampaikan. Fokus utama pengajar BIPA dalam mengenalkan bahasa gaul adalah memandu siswa BIPA agar mampu memilah dan menggunakan ragam bahasa formal dan informal. karena pada hakikatnya Bahasa gaul diajarkan sebagai pengayaan dari bahasa formal supaya mereka mampu berinteraksi lebih cair, lancar, sesuai pada tempatnya serta tidak berbicara seperti "buku teks berjalan"

4. Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, bahasa gaul penting untuk diketahui oleh pemelajar BIPA dikarenakan intensitas penggunaannya yang tak terpisahkan dari kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Bahasa gaul berkembang pesat di semua lini mulai dari kehidupan sehari-hari, tempat kerja, sekolah, sampai di media sosial. Walaupun begitu, mengajarkan bahasa gaul bukanlah fokus utama seorang pengajar. Sehingga materi bahasa gaul jangan sampai tumpang tindih dengan pengajaran bahasa formal. Bahasa formal adalah inti dari pengajaran setiap bahasa asing dan bahasa gaul adalah pengayaan dari bahasa formal.

(8)

tersebut secara keseluruhan dapat membantu siswa untuk mengembangkan kecakapan berbahasa Indonesia mereka serta membantu siswa BIPA untuk merasa lebih menyatu secara budaya dengan komunitas penutur jati di lingkungan tempat tinggal mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Burke, D. (1991). Street Talk: How to Speak and Understand American Slang. Optima Books.

Cakir, Ismail (2006). Developing Cultural Awareness in Foreign Language Teaching. Turkish Online Journal of Distance Education volume 7.

Council of Europe. 2012.Common European Framework of Reference for Languages: Learning,Teaching, Assesment. diunduh dari http://www.coe.int/t/dg4/linguistic/cadre1_en.asp

Harimurti, Kridalaksana.(2008) Kamus Linguistik (edisi ke-Edisi Keempat). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.)

Homuth. J., & Piipo. A., (2011). Slang in the ESL Classroom. MITESOL Proceeding.

Liliana. M. (2013). Standarisasi Materi Ajar BIPA: Sebuah Alternatif. Jakarta. Rapat Koordinasi Program BIPA Nasional

Maesaroh. R. (2011). Kompilasi Bahan Ajar BIPA Tingkat Dasar. Bandung: Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia

Mitchell, R., & Myles, F. (2004). Second Language LearningTheories (2nd ed.). London: Arnold

Nurasiawati. S. (2011). Kompilasi Bahan Ajar BIPA Tingkat Menengah. Bandung: Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia

(9)

Gambar

Tabel 5. Contoh Pengelompokkan Artikel dalam Bahasa Gaul

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan hal itu, dalam rangka pengelolaan keuangan negara, pemerintah dalam hal ini mengambil kebijakan baik dalam kerangka administrasi negara maupun kerangka

Motif adalah daya dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu atau keadaan seseorang atau organisme yang menyebabkan kesiapan untuk memulai

Pembaharuan kehidupan bermasyarakat, manusia memiliki kebiasaan-kebiasaan sebagai suatu tradisi yang dilakukan dalam pergaulan hidup bermasyarakat serta memerlukan

Analisis Faktor merupakan nama umum yang menunjukkan suatu kelas prosedur, utamanya dipergunakan untuk mereduksi data atau meringkas, dari variabel yang banyak

Sekali beberapa job telah ditugaskan (loading) pada pusat kerja tertentu, maka langkah berikutnya adalah menentukan urutan-urutan memprosesnya. Pemrosesan order merupakan hal

Di Malaysia, daging ayam hutan masih kurang menjadi pilihan pengguna mungkin disebabkan ia dilindungi dibawah Akta Pemuliharaan Hidupan Liar 2010 (Akta Pemuliharaan Hidupan

Namun, di sinilah letak keunikkan dari istilah yang digunakan oleh si penulis, karena penggunaan istilah kamu, lalu dalam penulisannya disingkat atau dipenggal, maka yang

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang good corporate governance yang selama ini penulis peroleh dari artikel, jurnal