• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN INFEKSI KU NEONATORUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN INFEKSI KU NEONATORUM "

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN INFEKSI NEONATORUM

A. Konsep Dasar Infeksi Neonatus 1. Definisi

a. Infeksi neonatus adalah infeksi yang terjadi pada neonatus, dapat terjadi pada masa antenatal, perinatal dan post partum. Infeksi neonatorum atau infeksi adalah infeksi bakteri umum generalista yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Infeksi adalah sindroma yang dikarakteristikkan oelh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septic (Doenges, Marlyn E, 2000). b. Infeksi neonatorum adalah infeksi pada neonatus yang terjadi pada masa neonatal,

intranatal dan postnatal.Inkfesi Neonatorum atau Infeksi adalah infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan. yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir.Infeksi adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. Infeksi merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain. Infeksi terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab dari 30% kematian pada bayi baru lahir.

c. Infeksi neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).

B. Etiologi

1. Menurut Blane (1961) infeksi pada neonatus bisa melalui beberapa cara : a. Infeksi antenatal

Kuman mencapai janin melalui peredaran darah ibu ke placenta. Kuman melewati placenta dan mengadakan intervilositas masuk ke vena umbilicus samapi ke janin kuman teresebut seperti : virus : rubella, poliomelisis, koksakie, variola, dll. Spirokaeta : sifilis. Bakteri : jarang sekali kecuali E. Colli dan listeria.

(2)

1) Pemeriksaan vaginal yang terlalu sering 2) Partus yang lama

c. Infeksi post partum.

Penggunaan alat-alat perawatan yang tidak steril d. Cross infection

Infeksi yang telah ada di rumah sakit. C. Tanda dan gejala.

1. Umum : panas, hipoermia, tampak tidak sehat, malas minum, letargi, sklerema. 2. Saluran cerna : distensi abdomen, anoreksia, muntah, hipotomegali.

3. Saluran nafas : apnea, dispnea, takspnea, retraksi, nafas cuping hidung, merintih sianosis.

4. Sistem kardiovaskuler : pucat, sianosis, kulit marmoratu, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardia.

5. Sistem saraf pusat : invitabilitas, tremor, kejang, hiporeflerksi, malas minum, pernapasan tidak teratur, ubun-ubun menonjol, high pitched cry

6. Hematologi : Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan (Kapita Selekta Kedokteran Jilid II)

Gejala infeksi yang terjadi pada neonatus anatar lain, bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantung lambat, suhu tubuh naik turun. Gejala –gejala lainnya dapat berupa gangguan pernapasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung, Gejala dan infeksi neonatorum juga tergantung kepada sumbber infeksi dan penyebaran : 1. Infeksi pada tali pusat (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari

pusar.

2. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang, epsitotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun. 3. Infeksi pada tulang (ostemiolisis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan

atau tungkai yang terkena Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang terkena teraba hangat.

(3)

D. Patofisiologi

Infeksi dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endoskrin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolic yang progresif. Pada infeksi yang tiba-tiba dan berat, complement cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan fungsi jaringan, asidosis metabolic dan syok. Yang menyebabkan disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC) dan kematian. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga kelompok, yaitu :

1. Faktor maternal

a. Status social ekonomi ibu, ras dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alas an yang tidak diketahi sepenuhnya. Ibu yang berstatus social ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis.

b. Status paritas.

Wanita multipara atau gravid lebih dari 3 dan umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 30 tahun.

c. Kurangnya perawatan prenatal. d. Ketuban pecah dini

e. Prosedur selama persalinan 2. Faktor Neonatal

a. Prematuritas (berat badan bayi kurang dari 1500 gram)

(4)

Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati placenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut aktivitas lintasan komplemen terhambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penururnan antibodi total dan spesifik bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.

c. Laki-laki dan kehamilan kembar

Insiden infeksi pada bayi laki-laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.

3. Faktor lingkungan

a. Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur invasive, dan memerlukan waktu perawatan dirumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/arteri maupun kateter nutrisi parental merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.

b. Paparan terhadap obat-obatan tertentu, seperti steroid, bisa menimbulkan resiko pada nonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotic spectrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spectrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.

c. Kadang-kadang di ruang perawatan terhadap epidemic penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas (infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan. d. Pada bayi yang minum ASI, spesies lactobacillus dan E. Colli di temukan hanya di

dominasi oleh E. Colli saja.

Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara, yaitu :

(5)

influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis, dan toxplasma.

2) Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amnonitis dan korionitis , selanjutnya kuman melalui umbilicus masuk ke tubuh bayi. Cara lain yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke dalam traktus digestives dan traktus respiratoris, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diatas infeksi pada janin dapat melalui kulit bayi atau “ port de entre” lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (misal : herpes genetalis, candida albican dan gonorrhea).

3) Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah persalinan/ kelahiran umunya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahin (misal : melalui alat-alat pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasagastrik, botol minuman, atau dst). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosocomial.

E. Penatalaksanaan 1. Suportif

a. Lakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa.

b. Berikan koreksi jika terjadi hipovdemia, hipokalsemia dan hipoglikemia.

c. Bila terjadi SIADN (Syndrome of Inappropiate Anti Dieuretik Hormon) batasi cairan.

d. Atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolic. e. Awasi adanya hiperbilirubinemia.

f. Lakukan transfuse tukar bila perlu.

g. Pertimbangkan nutrisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima nutrisi enteral. 2. Kausatif

(6)

aminoglikosida atau sefalosforin generasi ketiga.Setelah dapat hasil biakan dan uji sistematis di berikan antibiotic yang sesuai. Terapi dilakukan selama 10 – 14 hari. Bila terjadi meningitis, antibiotic diberikan selama 14 – 21 hari dengan dosis sesuai untuk meningitis. Pada masa antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan, terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu. Asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin. Rujuk ke tempat pusat kesehatan bila diperlukan. Pada masa persalinan, perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara akseptic. Pada masa pasca persalinan rawta gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, juag lingkungan dan peralatan tetap bersih, perawatan lukan umbilicus secara steril.

F. Pemeriksaan Penunjang.

Menegakkan diagnosis infeksi perlu dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut : 1. Hitung darah lengkap dengan turunannya

Yang terpenting adalah jumlah sel darah merah (WBC).septik neonatus biasanya menunjukkan penurunan jumlah white blood cell (WBC), yaitu kurang dari 500 mm. Hitung jenis darah juga menunjukkan banyak WBC tidak matang dalam aliran darah. Banyaknya darah tidak matang dihubungkan dengan jumlah total WBC diidentifikasikan bahwa bayi men galami respons yang signifikan.

2. Platelet

Biasanya 150.000 sampai 300.000 mm pada keadaan sepsis platelet munurun, kultur darah gram negatif atau positif, dan tes sensitivitas.

Hasil dari kultur harus tersedia dalam beberapa jam dan akan mengindikasikan jumlah dan jenis bakteri. Kultur darah atau sensitivitas membutuhkan waktu 24 – 48 jam untuk mengembangkan dan mengidentifikasikan jenis patogen serta antibiotik yang sesuai.

3. Lumbal pungsi untuk kultur dan tes sensitivitas pada cairan serebrospinal. Hal ini dilakukan jika ada indikasi infeksi neuron.

4. Kultur urine

a. Kultur permukaan (surface culture)

(7)

Cara pencegahan pada neonatus dapat dibagi sebagai berikut : 1) Cara umum

a) Pencegahan infeksi neonatus sudah harus dimulai dari periode antenatal infeksi ibu harus diobati dengan baik, misalnya infeksi umum, lekorea, dan lain –lain. Di kamar bersalin harus ada pemisahan yang sempurna antara bagian yang sepsis dengan aseptik. Pemisahan ini mencakup ruangan, tenaga perawatan, serta alat kedokteran dan alat perawatan. Ibu yang akan melahirkan sebelumnya masuk kamar bersalin. Pada kelahiran bayi, pertolongan harus dilakukan secara aseptik. Suasana kamar bersalin harus sama dengan kamar operasi. Alat yang digunakan harus steril.

b) Di kamar bayi yang baru lahir harus ada pemisahan yang sempurna untuk bayi yang baru lahir dengan partus aseptik dan partus septik. Pemisahan ini harus mencakup personalia, fasilitas perawatan, dan alat yang digunakan. Selain itu juga dilakukan pemisahan terhadap bayi yang menderita penyakit menular. Perawat harus mendapat pendidikan khusus dan mutu perawatan harus baik, apalagi bila kamar perawatan bayi merupakan suatu kamar perawatan yang khusus. Sebelum dan sesudah memegang bayi harus cuci tangan. Mencuci tangan dengan menggunakan sabun antiseptik atau sabun biasa asal cukup lama, dalam ruangan harus memakai jubah steril, masker, dan sandal khusus. Dalam ruangan bayi, kita tidak boleh banyak bicara, dan bila menderita sakit saluran pernapasan atas, tidak boleh masuk kamar bayi.

c) Dapur susu harus bersih dan cara mencampur harus aspetik air susu ibu yang dipompa sebelum diberikan kepada bayi harus dipasteurisasi dulu. Setiap bayi harus punya tempat pakaian tersendiri, begitu juga inkubator harus sering dibersihkan dan lantai ruangan setiap hari harus dibersihkan serta setiap minggu dicuci dengan menggunakan antiseptik.

2) Cara khusus

a) Pemakaian antibiotik hanya untuk tujuan dan indikasi yang jelas.

(8)

akan digunakan antibiotik secara prokfilaksis. Penggunaan antibiotik yang banyak dan tidak terarah dapat menyebabkan timbulnya jamur yang berlebihan, misalnya kandida albikans. Sebaliknya jika terlambat memberikan antibiotik pada penyakit infeksi neonatus, seringmberakibat kematian.

ASUHAN KEPERAWATAN

( Infeksi neonatorum )

A.

Pengkajian.

Perawat mempunyai tugas yang penting dalam mengkaji tanda-tanda infeksi pada neonatus, tanda dan gejala sepsis pada neonatus sering tak terlihat dan dikenali oleh pemberi keperawatan profesional. Perawat neonatus mempunyai tanggung jawab untuk mengenali tanda-tanda, sehingga diagnosis dan perawatannya dapat diberikan segera.

1. Biodata bayi.

2. Riwayat kesehatan sekarang a. Sistem saraf pusat

1) Fontanel yang menonjol. 2) Letargi.

3) Temperatur yang tidak stabil. 4) Hipotonia.

5) Tremor yang kuat. b. Sistem pencernaan

1) Hilangnya keinginan untuk menyusui. 2) Penurunan intake melalui oral.

3) Muntah. 4) Diare.

5) Distensi abdomen. c. Sistem integumen

(9)

2) Adanya lesi. 3) Ruam.

d. Sistem pernapasan 1) Apnea.

2) Sianosis. 3) Takipnea.

4) Penurunan saturasi oksigen.

5) Nasal memerah, mendengkur, dan retraksi dinding dada. e. Sistem kardiovaskular

1) Takikardi.

2) Menurunnya denyut perifer. 3) Pucat.

d. Riwayat kesehatan keluarga

1) Apakah ada anggota keluarga yang menderita sifilis. e. Data psikologi

f. Keluhan dan reaksi bayi terhadap penyakitnya. g. Tingkat adaptasi bayi terhadap penyakitnya.

B.

Diagnosis keperawatan

Diagnosis keperawatan yang mungkin ditemukan pada infeksi neonatus :

1. Tidak efektifnya pola napas yang berhubungan dengan meningkatnya sekret di saluran napas.

2. Perubahan suhu tubuh yang berhubungan dengan proses infeksi.

3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan malas minum, diare, dan muntah.

4. Kurangnya volume cairan yang berhubungan dengan diare dan malas menyusui. 5. Gangguan rasa nyaman dan aman yang berhubungan dengan infeksi.

C.

Intervensi keperawatan

1. Diagnosis 1: tidak efektifnya pola napas yang berhubungan dengan meningkatnya sekret di saluran napas.

(10)

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan ketidakefektifan pernapasan dapat diatasi.

Kriteria hasil: bayi tidak sesak lagi, bayi tenang, frekuensi pernapasan menurun, sekret di saluran napas tidak ada lagi.

Intervensi:

a. Tempatkan bayi pada posisi yang nyaman, kepala ditinggikan (misalnya digendong).

Rasional: posisi yang baik dapat membantu melonggarkan jalan napas. b. Berikan O2 dan bersihkan jalan napas dari sekret.

Rasional: O2 mengatasi kebutuhan tubuh akan oksigen dan membersihkan jalan napas akan mengurangi sumbatan di saluran napas.

c. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian antibiotik. Rasional: antibiotik dapat mengatasi infeksi.

2. Diagnosis 2: gangguan pemenuhan nutrisi yang berhubungan dengan malas minum, diare, dan muntah.

Data objektif: bayi malas minum atau menyusui, muntah, diare, berat badan menurun, dan gelisah.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, gangguan pemenuhan nutrisi dapat diatasi.

Kriteria hasil: muntah dan diare berhenti, bayi mau disusui. Intervensi:

a. Anjurkan pada ibu untuk tetap memberikan ASI.

Rasional: ASI mengandung IgA dalam jumlah tinggi yang dapat memberikan imunitas.

b. Auskultasi bising usus.

Rasional: penurunan aliran darah dapat menurunkan peristaltik usus.

c. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat-obatan seperti antibiotik dan pemberian cairan.

d. Rasional: antibiotik dapat mengatasi infeksi yang akan memperberat infeksi. 3. Diagnosis 3: kurangnya volume cairan tubuh yang berhubungan dengan diare,

(11)

Data objektif:

a. Turgor buruk dan kulit kering. b. Membran mukosa kering. c. Hipertermi.

d. Masa menyusui. e. Diare

f. Muntah.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, volume cairan kembali normal. Kriteria hasil: suhu normal,membran mukosa dan kulit tidak lagi kering.

Intervensi:

a. Anjurkan pada ibu tetap memberikan ASI.

Rasional: ASI mengandung IgA dalam jumlah tinggi dapat memberikan imunitas.

b. Awasi masukan dan pengeluaran, catat dan ukur frekuensi diare, dan kehilangan cairan.

Rasional: perubahan pada kualitas susu sangat mempengaruhi kebutuhan cairan dan peningkatan risiko dehidrasi.

c. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat-obatan dan terapi cairan. Rasional: terapi cairan dapat membantu mengurangi gangguan cairan tubuh. 4. Diagnosis 4 : perubahan suhu tubuh yang berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, suhu tubuh bayi kembali normal. Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda hipertermi

Intervensi :

a. Pantau suhu pasien (derajat dan pola ) ; perhatikan bunyi menggigil / diaforesis. Rasional : suhu 38,9 derajat sampai 41 derajat menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis.

b. Pantau suhu lungkunagn, batasi atau tambahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi.

Rasional : suhu ruangan atau jumlah selimut harus di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.

(12)

Rasional : dapat membantu mengurangi demam d. Kolaborasi :

1) Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (tylenol).

Rasional : digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme, dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi.

2) Berikan antibiotic

Rasional : antimikroba mengobati infeksi yang menjadi penyebab penyakit. 5. Diagnosis 5 : Gangguan rasa nyaman dan aman yang berhubungan dengan infeksi.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, bayi tidak rewel Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda nyeri,bayi nampak tenang. Intervensi :

a. Menjelaskan proses terjadinya infeksi kepada keluarga klien. Rasional : agar tidak adda kekhawatiran saat terjadi sesuatu b. Beri lingkungan tenang dan nyaman.

Rasional : menurunkan reaksi terhadap terhadap stimulus dari luar agar dapat meningkatkan istrahat atau relaksasi.

D.

Implementasi keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.

Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas putunjuk tenaga kesehatan lain.

Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.

E.

Evaluasi keperawatan

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3 . Jakarta : EGC

Gale, Danielle & Charette, Jane. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta : EGC

hidayat2.wordpress.com/2009/07/14/askep-ca-colon. Di akses 8 januari 2011

Mansjoer Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta.: FKUI Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta :Salemba Medika

Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M., 2005. Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses–Proses Penyakit .Vol. 1, Edisi 6, Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G., 2002 . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Vol. 2, Edisi 8, Jakarta : EGC

www.daceband.com/read.../asuhan-keperawatan-askep-ca-colon. di akses 8 januari 2011 www.ilmukeperawatan.com/askep.htm. di akses 8 januari 2011

Referensi

Dokumen terkait

Untuk dapat mengetahui hasil belajar passing atas permainan bola voli siswa melalui modifikasi media bola karet maka digunakan Panduan Acuan Norma (PAN)

Kantor Pengadilan Tinggi Agama Mataram, , berdasarkan Berita Acara Evaluasi Penawaran Nomor:.. 06-Jakon/Pokja.PTA-Mtr/IV/Z016 tanggal Z6 April Z016 dan Undangan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan yang berkaitan dengan bentuk ketidakadilan gender dalam novel Sang Maharani karya Agnes Jessica,

Berdasarkan sampel telur hama penggulung daun pisang yang diambil dari lapangan dan dipelihara di laboratorium dapat diketahui bahwa mortalitas stadia telur diseb abkan

Adapaun alasan dipilihnya keempat merek mobil tersebut adalah karena keempat mobil tersebut memiliki harga yang cukup mahal sehingga dapat dikategorikan sebagai mobil mewah

• Pembenahan pada sisi manajemen, efisiensi proses produksi, mutu dan desain produk persepatuan nasional melalui 5 (lima) misi utama yaitu, Pelatihan, Konsultasi, Pengembangan

(5) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3 dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima