LAPORAN PENDAHULUAN
PADA KLIEN DENGAN POST OP SECTIO CAESAREA
A. KONSEP TEORI 1. Pengertian
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio Caesarea ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006).
Sectio Caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002).
2. Etiologi
a. Riwayat SC
Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi untuk melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri. Risiko ruptur uteri meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya, klien dengan jaringan perut melintang yang terbatas disegmen uterus bawah, kemungknan mengalami robekan jaringan parut simtomatik pada kehamilan berikutnya. Wanita yang mengalami ruptur uteri berisiko mengalami kekambuhan, sehingga tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan persalinan pervaginam tetapi dengan beresiko ruptur uteri dengan akibat buruk bagi ibu dan janin.
b. Indikasi Ibu: 1) Panggul sempit
2) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi 3) Stenosis serviks uteri atau vagina
4) Plassenta praevia
7) Partus tak maju
8) Incordinate uterine action c. Indikasi Janin
1) Kelainan Letak: a) Letak lintang
b) Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi) c) Letak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang d) Presentasi ganda
e) Kelainan letak pada gemelli anak pertama 2) Gawat Janin
3) Kontra Indikasi (relative) a) Infeksi intrauterine b) Janin Mati
c) Syok/anemia berat yang belum diatasi d) Kelainan kongenital berat
3. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim.
4. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)
a. Abdomen (SC Abdominalis)
1) Sectio Caesarea Transperitonealis
a) Sectio caesarea klasik atau corporal: dengan insisi memanjang pada corpus uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan:
1. Mengeluarkan janin lebih memanjang
Kekurangan:
1. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang baik.
2. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
3. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
4. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
b) Sectio caesarea profunda (Ismika Profunda): dengan insisi pada segmen bawah uterus.Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan:
1. Penjahitan luka lebih mudah
2. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga perineum
4. Perdarahan kurang
5. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil
Kekurangan:
2. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi. 2) Sectio caesarea ekstraperitonealis.
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, Sectio Caesarea dapat dilakukan apabila:
1) Sayatan memanjang (longitudinal) 2) Sayatan melintang (tranversal) 3) Sayatan huruf T (T Insisian)
5. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan klien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan klien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri klien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
6. Pathway
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang. b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan. c. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT. d. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak. e. Uji laboratorium
1) Fungsi lumbal: menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap: mengevaluasi trombosit dan hematokrit 3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin 5) AGD
6) Kadar kalsium darah 7) Kadar natrium darah 8) Kadar magnesium darah
9. Penatalaksanaan Medis
a. Perawatan awal
1) Letakan klien dalam posisi pemulihan
2) Periksa kondisi klien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
5) Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
b. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
c. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh. d. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
e. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
f. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik. Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria: ketopropen sup 2x/24 jam b) Oral: tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi: penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu 3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
g. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti.
h. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
i. Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri. (Manuaba, 1999)
j. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
2) Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
3) Klien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
4) Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis. 5) Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadinya infeksi. 6) Perhatikan jenis anastesi yang diberikan:
- Anastesi umum: mempunyai pengaruh pada pusat pernafasan janin
- Anastesi Spiral: baik buat janin tapi tekanan darah klien dapat menurun
- Anastesi local: cara yang paling aman tidak mempengaruhi janin dan klien
10. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Komplikasi-komplikasi lain seperti : 6) Luka kandung kemih
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah klien, membuat perencanaan, untuk mengatasi, serta pelaksanaan dan evaluasi keberhasilan secara efektif, terhadap masalah yang diatasinya (Effedi, Nasrul,1995: 3).
Proses keperawatan pada dasarnya adalah metode pelaksanaan asuhan keperawatan yang sistematis yang berfokus pada respon manusia secara individu, kelompok dan masyarakat terhadap perubahan kesehatan baik actual maupun potesial.
Proses keperawatan terdiri dari empat tahap yaitu : Pengkajian, Perecanaan, Implementasi dan Evaluasi, dimana masing-masing tahap saling berkaitan dan berkesinambungan satu sama lain.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy, 1995 : 18).
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan awal dari pengkajian untuk mengumpulkan informasi tentang klien yang akan dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta kebutuhan kesehatan klien sehari-hari meliputi:
1) Identitas
b) Identitas penanggung jawab terdiri dari : nama, umur, suku/bangsa, pendidikan terakhir, pekerjaan, agama, hubungan dengan klien, alamat.
2) Status Kesehatan
a) Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Biasanya klien akan mengeluh nyeri pada daerah luka operasi.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang dirasakan klien. Biasanya nyeri akan bertambah bila bergerak/mengubah posisi, nyeri berkurang jika klien diam atau istirahat, nyeri dirasakan seperti diiris-iris/disayat-sayat, nyeri akan megganggu aktivitas terutma pada hari pertama post operasi, skala yer bervsariasi dari 2-4 (0-5). Dijabarkan dengan PQRST.
c) Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Yang perlu dikaji riwayat kesehatan dahulu pada klien post seksio sesarea, apakah pernah mengalami operasi sebelumnya, riwayat penyakit infeksi, alergi obat-obatan, hypertensi, penyakit system pernafasan, diabetes mellitus.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dikaji dalam keluarga apakah keluarga mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes mellitus, hypertensi, jantung, penyakit kelainan darah dan riwayat kelahiran kembar dan riwayat penyakit mental.
e) Riwayat Obstetri dan Ginekologi
(1) Riwayat ginekologi
(a) Riwayat menstruasi
(b) Riwayat perkawinan
Riwayat perkawinan (suami dan istri) meliputi usia perkawinan, umur klien saat menikah, pernikahan ke berapa.
(c) Riwayat keluarga berencana
Apakah klien sudah pernah menggunakan alat kontrasepsi sebelumnya, jenis kontrasepsi, berapa lama, rencana KB setelah melahirkan, untk dapat hamil lagi klien post seksio sesarea minimal 3 tahun.
(2) Riwayat obstetri
(a) Riwayat kehamilan, persalinan,
nifas yang lalu
Perlu dikaji riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu, apakah kehamilan, tanpa penyulit, control teratur, melahirkan dimana, ditolong oleh siapa, umur kehamilan, jenis persalinan, berat anak waktu lahir, masalah yang terjadi dan keadaan anak. Penyakit kandungan yang pernah dialami.
(b) Riwayat kehamilan sekarang
Usia kehamilan, keluhan selama hamil terutama yang dirasakan pada trimester pertama biasanya akan mengalami morning sikness, muntah, lesu dan sering kencing. Pada trimester kedua mulai dirasakan gerakan janin. Apakah ibu control secara teratur, riwayat pemberian TT dan obat yang dikonsumsi setiap hari, apakah keadaan janin selama kehamilan tidak ada kelaian, pernah dilakukan pemeriksaan panggul, keadaan panggulnya, keadaan uterusnya sehingga klien harus menjalani operasi seksio sesarea.
(c) Riwayat persalinan sekarang
operasi, jenis anesthesi, jenis operasi seksio sesarea. Kaji keadaan bayi saat partus, berat badan, panjang badan, kelainan congenital, nilai APGAR dalam satu menit pertama dan lima menit selanjutnya. Apakah bayi mengalami aspixia. Bagaimana involusi dan konsistensi uterus, apakah terjadi perdarahan, jumlahnya, keadaan ibu saat setelah operasi.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan ibu
(1) Keadaan Umum
Pada klien post operasi seksio sesarea hari kedua biasanya klien masih lemah, tigkat kesadaran pada umumnya compos mentis, tanda-tanda vital biasanya sudah stabil, tingkat emosi mulai stabil dimana ibu mulai masuk dalam fase taking hold. BB biasanya mendekati BB sebelum hamil.
(2) Sistem Respirasi
Respirasi kemungkinan meningkat sebagai respon tubuh terhadap nyeri, perubahan pola nafas terjadi apabila terdapat penumpukan secret akibat anesthesi.
(3) Sistem Kardiovaskuler
di sekitar betis perasaan tidak nyaman pada ekstremitas bawah, kaji ada tidaknya tanda-tanda humans positif dorso fleksi pada kaki.
(4) Sistem Saraf
Kaji fungsi persarafan, kesadaran terutama sensasi pada tungkai bawah pada klien dengan spinal anesthesi.
(5) Sistem Pencernaan
Kaji keadaan mulut, pada hari pertama dan kedua keadaan mulut biasanya kering arena klien puasa pada klien dengan anesthesi umum, fungsi menelan baik, kecuali klien merasa tenggorokan terasa kering. Berbeda pada klien dengan anesthesi spinal tidak perlu puasa, kaji bising usus, apakah ada tanda distensi pada saluran cerna, apakah klien sudah BAB, atau flatus.
(6) Sistem Urinaria
Bagaimana pola berkemih klien, berapa kali frekuensinya, kaji keadaan blass apakah ada distensi, bagaimana pola BAK klien, kecuali terpasang kateter, kaji warna urine, jumlah dan bau urine.
(7) Sistem Reproduksi
Kaji bagaimana keadaan payudara, apakah simetris, adakah hyperpigmentasi pada areola, putting susu menonjol, apakah ASI sudah keluar.
Kaji tinggi fundus uteri pada pinggir abdomen, karena pada bagian tengah abdomen terdapat luka, kaji kontraksi uterus, perasaan mulas adalah normal karena proses involusi. Tinggi fundus uteri pada post partum seksio sesarea hari kedua adalah 1-2 jari dibawah umbilicus atau pertengahan antara sympisis dan umbilical.
kental (lochea rubra). Kaji pengetahua klien tentang cara membersihkannya, berapa kali mengganti pembalut dalam sehari.
(8) Sistem Integumen
Kebersihan rambut biasanya kurang, karena sejak post operasi klien belum melakukan aktivitas seperti biasa, kaji muka apakah ada hyperpigmentasi, kloasma gravidarum, kaji keadaan luka operasi, balutan dan kebersihannya, luka balutan biasanya dibuka pada hari ke tiga.
(9) Sistem Muskuloskletal
Bagaimana keadaan klien apakah lemah, adakah pergerakan klien kaku, apakah ekstremitas simetris, apakah klien mampu melakukan pergerakan ROM, tonus otot biasanya normal, tapi kekuatan masih lemah, terutama karena klien dipuasakan pada saat operasi. Pergerakan sendi-sendi biasanya tidak ada keterbatasan. Kaji apakah ada diastasis rektus abdominalis.
(10) Sistem Endokrin
Kaji apakah ada pembesaran tyroid, bagaimana produksi ASI, pada post partum akan terjadi penurunan hormone estrogen dan progesterone sehingga hormone prolaktin meningkatyang menyebabkan terjadinya produksi ASI dan hormone oksitosin yang merangsang pengeluaran ASI. Sehingga pada masa ini akan terjadi peningkatan produksi ASI dan akan terjadi pembengkakan payudara bila bay tidak segera diteteki.
4) Pola Aktivitas Sehari-hari
a) Nutrisi
Kaji frekuensi makan, jenis makanan yang disukai dan tidak disukai, apakah makanan pantangan atau alergi, bagaimana nafsu makan klien, porsi makan (jumlah).
b) Eliminasi
Kaji frekuensi BAB, warna, bau dan kosistensi feses serta masalah yang dihadapi klien saat BAB. Kaji frekuensi BAK, warna, bau dan jumlah urine.
c) Pola tidur dan istirahat
Klien post partum seksio sesarea membutuhkan waktu tidur yang cukup, tapi sering mengalami masalah tidur karena perasaan yeri dan suasana rumah sakit.
d) Personal hygiene
Data yang perlu dikaji adalah mandi, gosok gigi, keramas dan gunting kuku. Pada klien dengan post partum seksio sesarea hari ke 1-2 masih memerlukan bantuan dalam personal hygiene.
e) Ketergantungan fisik
Apakah klien suka merokok, minum-minuman keras, serta kaji apakah klien mengkonsumsi obat-obatan terlarang.
5) Aspek Psikososial
a) Pola pikir dan persepsi
Yang perlu dikaji adalah hubungan ibu dan bayi, respon ibu mengenai kelahiran, kaji pengetahuan klien tentang kondisi setelah melahirkan/setelah seksio sesarea. Dan hal apa yang perlu dilakukan setelah operasi seksio sesarea, kaji pengetahuan klien tentang laktasi, perawatan payudara dan perawatan bayi.
Kaji tingkat kecemasan dan sumber yang menjadi pencetus kecemasan, kaji rencana ibu setelah pulang dari rumah sakit untuk merawat bayi dan siapa yang membantunya dalam merawat bayi di rumah.
c) Konsep diri
Terdiri dari body image, peran diri, identitas diri, harga diri dan ideal diri klien setelah menjalani seksio sesarea.
d) Hubungan komunikasi
Kesesuaian antara yang diucapakan dengan ekspresi, kebiasaan bahasa dan adat yang dianut.
e) Kebiasaan seksual
Kaji pengetahuan klien tentang seksual post partum, terutama setelah seksio sesarea. Biasanya dapat dilakukan setelah melewatiperiode nifas (40 hari).
f) Sistem nilai dan kpercayaan
Kaji sumber kekuatan klien, kepercayaan klien terhadap sumber kekuatan, kaji agama yang klien anut, apakah klien suka menjalankan ibadah selama sakit.
g) Pemeriksaan penunjang
Klien post partum dengan seksio sesarea perlu pemeriksaan hemoglobin, hematokrit dan leukosit.
h) Therapi
Biasanya klien mendapatkan antibiotic, analgetik dan vitamin.
b. Analisa Data
Jadi analisa data adalah membuat kesimpulan dari data-data yang terkumpul. Adapun masalah-masalah yag ditemukan pada klien post seksio sesarea adalah:
1) Resiko perdarahan
Adanya tindakan operasi megakibatkan terjadiya perdarahan, yang akan menurunkan tekanan pengisian sistemik rata-rata dan akan menurunkan aliaran balik vena. Sebagai akibat, curah jantung turun dibawah normal dan volume darah berkurang untuk dipompakan ke seluruh tubuh sehingga mengakibatkan sirkulasi darah tidak memadai yang pada akhirnya terjadi hypovolemik.
2) Resiko tidak efektifnya jalan nafas
Klien yang dioperasi dengan pemberian anesthesia umumpada saat operasi dilakukan pemasangan alat dan obat-obatan yang merangsang mukosa yang mengakibatkan pengeluaran secret dalam jalan nafas yang akan menghalangi jalan nafas sedang pada klien dengan spinal aesthesi hal ini tidak terjsadi.
3) Gangguan rasa nyaman nyeri pada daerah operasi
Karena adanya tindakan seksio sesarea menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan sehingga merangsang pengeluaran zat proteolitik : serotonin dan bradikinin kemudian impuls nyeri dihantarkan melalui medulla spinalis ke ganglia radiks posterior (subtansia gelatinosa sebagai reseptor nyeri) diteruskan ke thalamus melalui conue posterior traktus lateral spinothalamikus dan diinterpretasikan oleh kortex, sehingga nyeri dipersepsikan sebagai akibatnya terjadi gangguan rasa nyaman : nyeri.
4) Resiko terjadinya infeksi
Dengan adanya luka sayatan pada daerah abdomen merupakan media yang baik untuk invasi mikroorganisme pada daerah luka operasi sehingga resiko untuk terjadinya infeks
Klien post operasi dilakukan pemasangan kateter, apabila posisi kateter tidak tepat mengakibatkan pengeluaran urine tidak lancer bahkan tersumbat, sehingga urine tidak dapat keluar dan tertahan di dalam blass yang mengakibatkan blass tegang (distensi).
6) Resiko/actual gangguan proses laktasi
Klien post seksio sesarea diraat terpisah dengan bayinya utuk sementara. Rangsangan hisapan bay sangat mempengaruhi laktasi. Tidak adanya hisapan bay mengakibatkan tidak ada rangsangan pada hypothalamus sehingga oksitosi tidak terangsag untuk dikeluarkan dan tidak dapat mengalir tetapi membendung dalam duktus laktoferus yang menyebabkan terhambatnya sirkulasi dalam vena dan limfe sehingga proses laktasi terganggu.
7) Resiko gangguan involusi uterus
Proses involusi totalnya terjadi dalam 6 minggu yang dimulai segera setelah melahirkan dengan didahului oleh kontraksi uterus yang kuat. Pada keadaan subinvolusi yaitu factor yang menyebabkannya antara lain karena ketinggalan sisa-sisa plasenta dalam uterus dan endometritis, sehingga akan menghambat kotraksi uterus yang mengakibatkan gangguan involusi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (actual) dan kemungkinan akan terjadi (resiko) dimana pemecahannya dalam batas wewenang perawat.
Diagnosa keperawatan yag mungkin muncul pada klien seksio sesarea antara 1 jam sampai 5 hari post operasi adalahj sebagai berikut : (Dongoes, 2001: 381-413).
a. Tidak efektif pola nafas berhubungan dengan pengaruh anesthesi, imobilisasi, infeksi paru.
c. Resiko tromboemboli berhubungan dengan imobilisasi, haemokonsentrasi akibat kehilangan plasma darah dan peningkatan bekuan darah.
d. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan
luka insisi, distensi abdomen, after pains, distensi kandung kemih. e. Resiko infeksi: peritonitis, endometritis, cystitis,
nefritis berhubungan dengan luka yang basah, keterlambatan involusi uterus, rupture me,bran lebih dari 6 jam sebelum seksio sesarea, terpasang dower kateter.
f. Gangguan pemasukan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
g. Gangguan eliminasi BAB: konstipasi berhubungan
dengan penurunan gerakan usus akibat anesthesia, imobilisasi, penekanan usus akibat penumpukan gas, diet asupan cairan.
h. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan terpasangnya kateter, retensi urine.
i. Aktivitas intoleran berhubungan dengan efek anesthesia, terpasang infus.
j. Kurang pengetahuan tentang cara perawatan diri dan bayi : perubahan post seksio sesarea, laktasi, seksual post seksio sesarea, ambulasi dini berhubungan dengan kurang informasi pada nulipara/primipara.
k. Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang status kesehatan bayi, peralihan sebagai orang tua, tidak bisa melahirkan pervaginam dan tindakan seksio sesarea.
l. Gangguan konsep diri: harga diri rendah, gambaran diri rendah berhubungan dengan perasaan tidak adekuat karena melahirkan seksio sesarea.
3. Intervensi
Rencana keperawatan merupakan mata rantai penetapan kebutuhan pasien dan pelaksanaan tindakan keperawatan. Dengan demikian rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien sesuai dengan kebutuhan berdasarkan diagnosa keperawatan, rencana asuhan keperawatan pada klien post partum dengan seksio sesarea menurut (Dongoes, 1994: 417).
a. Tidak efektifnya pola
nafas berhubungan dengan pengaruh anesthesia, imobilisasi, infeksi paru.
Tujuan: Dalam waktu 24 jam pertama post operasi, pola nafas tidak terganggu.
Kriteria Evaluasi:
- Respirasi rate normal (18-24x/menit), suara paru vesikuler.
Intervensi Rasional
Kaji ulang denyut nadi and frkuensi nafas setiap 4 jam sekali dan bila sudah satbil atau kondisi membaik setiap 8 jam sekali.
Kaji ulang suara nafas tiap 4 jam sekali, catat adanya rales, dispnea, nyeri dada, sputum mukopurulen, serta retraksi interkostalis atau adakah pernafasan cuping hidung.
Anjurkan nafas dan batuk efektif setiap 2 sampai 4 jam sekali sambil menekan luka insisi dengan tangan
Tachikardi dan peningkatan
respirasi menandakan
hypoksia.
Rales menandakan secret bertumpuk dan biasanya terjadi dalam 24 jam pertama post seksio sesarea. Tiadaka ada suara paru menandakan ateleksitasis atau pneumonia.
Adanya retraksi otot
pernafasan yang berlebih.
Nafas dalam dapat
meningkatkan volume paru dan
Berikan pasien posisi semi fowler (30-45º c) stelah anesthesia hilang.
Berikan pasien minum air hangat setelah 6 jam post operasi (setelah klien boleh minum) sedikt demi sedikit atau bertahap.
Anjurkan untuk meningkatkan aktivitas sesuai dengan kemampuan.
bronchus atau jalan nafas.
Untuk meningkatkan diameter dada dan mengurangi penekanan diafragma oleh perut.
Air hangat dapat
mengencerkan secret. Setelah 6 jam reaksi atau pengaruh obat anesthesia berkurang shingga aspirasi dapat dicegah.
Aktivitas dapat meningkatkan kebutuhan oksigen dan meningkatkan pernafasan.
b. Resiko syok
hipovolemik berhubungan dengan perdarahan akibat tindakan operasi seksio sesaria
Tujuan: Dalam waktu 48 jam syok hipovolemik tidak terjadi Kriteria Evaluasi:
- Tanda – tanda vital normal (tensi: Systol tidak kurang dari 100 mmHg, diastole tidak kurang dari 60 atau 70 mmHg).
- Haemoglobin normal 12-16 gr/dl, Hematokrit dalam batas normal (tidak kurang dari 33%).
Intervensi Rasional
urine, konsentrasi dan kandungannya.
kelelahan myometrium, insisi klasik.
keadaan kulit setiap 4 jam sekali, bila
stabil setiap 8 jam sekali, serta keadaan konjungtiva dan CRT.
dan tanggal bila perdarahan banyak.
keluar.
hipertensi, hipotensi dan tachichardi menandakan dehidrasi atau shock, kulit dingin menandakan hilangnya volume darah 30-50%. Keadaan konjungtiva dan CRT menunjukan efektif atau tidaknya aliran darah pada dari gumpalan, fundus berada dibawah umbilicus dan kontraksi teratur.
c. Resiko Thromboemboli
berhubungan dengan immobilisasi, Hemokonsentrasi, akibat kehilangan plasma darah dari peningkatan darah.
Tujuan: Dalam waktu 2 hari tidak terjadi thromboemboli Kriteria Evaluasi:
- Tidak terdapat tanda-tanda kemerahan, bengkak, panas.
- Klien melakukan mobilisasi
Intervensi Rasional
tanda-tanda thromboemboli yaitu terasa hangat dan merah.
kehilangan plasma darah yang banyak pengaruh anesthesia atau immobilisasi
statis pada ekstremitas bawah untuk menghindarkan resiko thromboemboli.
d. Gangguan rasa nyaman:
nyeri berhubungan dengan luka insisi, distensi abdomen, after pains, distensi kandung kemih.
Tujuan: Dalam waktu 3 hari, rasa nyeri berkurang atau hilang Kriteria evaluasi:
- Tanda-tanda vital normal (nadi 60-80 x/menit, respirasi 18-24 x/ menit), tidak meringis, kegiatan tidak terganggu dengan rasa nyeri.
Intervensi Rasional
nyeri, pantua tekanan darah, nadi dan pernafasan setiap 4 jam.
teknik relaksasi dan nafas dalam serta teknik distraksi (untuk nyeri ringan dan sedang).
kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
mengurangi ketegangan otot dan menghambat rangsang nyeri serta menambah pemasukan oksigen. Distraksi mengganggu stimulus nyeri tetapi tidak mengubah intensitas nyeri, paling baik untuk periode pendek.
reseptor nyeri, sehingga persepsi nyeri berkurang/hilang
e. Resiko Infeksi:
keterlambatan involusi uterus, rupture membrane lebih dari 6 jam sebelum seksio sesaria
Tujuan: Dalam 3 hari post operasi, infeksi tidak terjadi Kriteria evaluasi:
- Tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi 60-80 x/menit, suhu tidak lebih dari 38 0C), Insisi kering, lochea tidak berbau busuk,
uterus tidak lembek.
Intervensi Rasional
teknik aseptic dan anti septic.
pada daerah luka : dolor, kalor, rubor dan function laesa.
kolaborasi untuk pemeriksaan leukosit.
tinggi protein, vitamin C dan zat besi.
mencegah kontaminasi dan
atau masuknya
dan adanya leukositosis merupakan salah satu tanda
f. Gangguan pemasukan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat.
Tujuan: Dalam Waktu 3 Hari nutrisi terpenuhi Kriteria Evaluasi:
- Nafsu makan bertambah dan asupan nutrisi adequate.
Intervensi Rasional
pemberian infuse
dari cair , lunak dan makanan bila bising usus sudah normal
sering.
memungkinkan atau bising usus sangat lemah.
g. Gangguan eliminasi
BAB: konstipasi berhubungan dengan penurunan gerak usus akibat anesthesia, Immobilisasi, penekanan usus akibat penumpukan gas, diet asupan cairan.
Tujuan: Dalam waktu 3 hari tidak terjadi konstipasi Kriteria Evaluasi:
- Bising usus normal (6-12 x/menit), klien dapat BAB pada hari ke 3 post partum.
Intervensi Rasional
area selama 1 menit setiap 4 jam sekali. Bila normal tiap 8 jam sekali.
pada hari ke 2 dan aktif pada hari ke 3.
meningkatkan absorpsi cairan di usus dan kolon dan cairan menghindari faeces yang keras.
mengencerkan Faeces.
h. Gangguan pola
- Klien dapat Buang air kecil setelah diangkat kateter dan terhindar dari infeksi system urine.
Intervensi Rasional
setelah diangkat kateter seperti siram daerah kandung kemih dengan air dan anjurkal klien duduk.
biasanya 6-12 jam post operasi
mendukung pertumbuhan
bakteri.
sehingga tidak tumbuh bakteri.
kecil setelah 6-8 jam setelah pengangkatan kateter. Posisi duduik dapatmenimbulkan rasa
berhubungan dengan efek anesthesia, terpasang infuse. Tujuan: Dalam waktu 3 hari aktivitas tidak terganggu. Kriteria Evaluasi:
- Klien dapat melakukan personal Hygiene (ADL)
Intervensi Rasional
sampai 2 jam sekali, anjurkan nafas dalam dan latihan kaki
memenuhi ADL.
anestesi anjurkan klien tidur 6-8 jam
setelah bedah seperti dekubitus dan tromboemboli.
klien dan memenuhi kebutuhan klien
j. Kurang pengetahuan tentang cara perawatan diri dan bayi : perubahan post seksio sesaria, laktasi, seksual post seksio, ambulasi dini berhubungan dengan kurang informasi nulipara
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi berupa penyuluhan dan demonstrasi (minimal 3 kali pertemuan) pengetahuan klien bertambah tentang perawatan diri dan bayi.
Kriteria evaluasi:
- Klien mengetahui dan mendemontrasikan tentang perawatan diri dan bayi.
Intervensi Rasional
diri seperti perawatan vulva, perawatan luka, dan kebersihan diri.
seperti tali pusat dan memandikan
seksio sesaria
laktasi/menyusui dan perawatan payudara
seksual post partum dan pemakaian alat kontrasepsi
infeksi dan mempercepat kesembuhan
keterlibatan klien dengan bayi
pandangan positif tentang seksio sesaria
k. Cemas berhubungan
dengan kurang informasi tentang status kesehatan bayi, peralihan sebagai orang tua
Kriteria Evaluasi:
- Klien dan keluarga mengungkapkan perasaannya dan mempunyai cara untuk mengatasinya.
Intervensi Rasional
l. Gangguan konsep diri :
harga diri rendah berhubungan dengan perasaan tidak adekuat karena melahirkan melalui seksio sesaria
Tujuan: Setelah diberi penjelasan dan motivasi selama minimal 3 kali pertemuan harga diri klien tidak terganggu
Kriteria Evaluasi:
- Klien dapat mengungkapkan perasaan dan pandangan terhadap kelahiran.
m. Actual atau potensial gangguan hubungan orang tua dan anak berhubungan dengan persepsi diri yang negative terhadap kalahiran seksio sesaria
Tujuan: Dalam waktu 24 jam tidak ada hubungan antara orang tua dan bayi
Kriteria Evaluasi:
- Klien ikut dalam perawatan bayi.
Intervensi Rasional
mengungkapkan perasaan negative.
mengungkapkan perasaan negative tentang bayi dan dirinya
bayinya
menerima proses persalinan
masalah hubungan orang tua dan bayinya
klien dan orang tua
bayinya bila sudah siap
4. Implementasi
Kegiatan pada tahap ini merupakan pelaksaan dari rencana yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaannya perawat menerapkan pengetahuan, sikap dan keterampilan berdasarkan Ilmu-ilmu keperawatan dan ilmu yang terkait secara terintegrasi.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk mengukur keberhasilan dari tujuan yang ingin dicapai selanjutnya dilakukan penilaian tiap hari melalui catatan perkembangan. Evaluasi yang diharapkan pada pasien post SC adalah
b. Involusi berlanjut secara normal.
c. Bounding telah dilakukan dan dimulai antara ibu dan anak.
d. Ibu memahami perawatan luka insisi, perawatan payudara, perawatan tali pusat.
6. Dokumentasi
DAFTAR PUSTAKA
Abdul bari, Saifuddin. 2002. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.YBPSP. Jakarta
Aria wibawa dept obstetri dan ginekologi FKUI-RSUPN CM
Bobak. 2000. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC
Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta. EGC
Cunningham, F.G., Et all. 2005. William Obstetrics, 22nd edition. Chapter 21 Disorders of Aminic Fluid Volume. Pages 525-533. USA: McGRAW-HILL Doengoes, M E, 2000, Rencana Askep pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta : EGC Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. . Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal . Jakarta: YBP-SP