• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Antioksidan Bulbus Bawang Dayak (Eleutherine americana Merr) Pada Umur Berbeda Evi Mintowati Kuntorini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Kemampuan Antioksidan Bulbus Bawang Dayak (Eleutherine americana Merr) Pada Umur Berbeda Evi Mintowati Kuntorini"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Semirata 2013 FMIPA Unila |297

Kemampuan Antioksidan Bulbus Bawang Dayak (

Eleutherine

americana

Merr) Pada Umur Berbeda

Evi Mintowati Kuntorini

Program Studi Biologi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat email :evimintowati@yahoo.com

Abstrak. Penelitian ini bertujuan mengetahui aktivitas antioksidan bulbus bawang dayak (Eleutherine americana Merr) pada umur berbeda. Bulbus bawang dayak ditanam pada ukuran yg hampir sama sebagai bibit dan dilakukan uji antioksidan pada usia tanaman 6 minggu (P1) dan 12 minggu (P2) setelah tanam (mst). Uji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH. Hasil aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa P2(12 mst) (IC50 = 50,42 ppm) memiliki aktivitas antioksidan lebih kuat dibandingkan P1(6 mst) (IC50 =

93 ppm) namun lebih lemah dibandingkan vitamin C (IC50 = 3,03 ppm) dan BHT (IC50 =

5,52 ppm) sebagai kontrol.

Kata kunci: antioksidan , DPPH, Eleutherine americana Merr,

PENDAHULUAN

Bawang dayak (Eleutherine americana Merr) merupakan tumbuhan di hutan Kalimantan yang biasa digunakan oleh masyarakat pedalaman menjadi ramuan atau obat tradisional. Bulbus tumbuhan genus Eleutherine ini dari beberapa penelitian diketahui mengandung senyawa metabolit sekunder golongan naftokuinon (elecanacin, eleutherin, elutherol, eleutherinon).

Beberapa senyawa turunan naftokuinon diketahui memiliki fungsi sebagai antioksidan. Hasil penelitian ekstrak etanol bulbus bawang dayak yang tumbuh liar asal Banjarbaru memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 25,33 ppm dan berdasarkan skrining fitokimia bulbus bawang dayak mengandung triterpenoid dan kuinon.

Pada tumbuhan pembentukan metabolit sekunder merupakan suatu proses yang kompleks, terjadi interaksi antara proses biosintesis, degradasi, serta biasanya ditemukan hanya dalam organisme tertentu atau kelompok organisme. Proses pembentukan tersebut sangat tergantung pada kondisi fisiologis seperti umur dan tahap-tahap perkembangan tumbuhan yang

berbeda-beda. Metabolit sekunder dihasilkan oleh tanaman salah satunya sebagai suatu bentuk pertahanan dari serangan predator. Tumbuhan tidak selalu memproduksi metabolit di setiap sel. Tumbuhan biasanya melakukan biosintesis pada organ spesifik, sedangkan produknya dapat diakumulasi di dalam vakuola sel.

METODE PENELITIAN

Penanaman

Bulbus bawang dayak yang ditanam mempunyai diameter 0,3-0,5 cm. Ditanam pada bak kayu ukuran 6 m x 1,5 m x 15 cm yang berisi 900 bulbus dengan jarak tanam 10 cm x 10 cm, untuk sampel tanah dianalisis kandungan N, P, dan K di laboratorium tanah BALITTRA (Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa). Hasil analisis tanah digunakan sebagai data pendukung.

Waktu Pemanena bulbus

(2)

%

Ekstraksi sampel bulbus bawang dayak menggunakan metode maserasi. Serbuk bulbus bawang dayak sebanyak 31 g dimasukkan dalam labu erlenmeyer 200 mL dan ditambah pelarut etanol 70 mL. Selanjutnya, ekstrak dimaserasi selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah 24 jam, ekstrak dipisahkan (difiltrasi) dengan menggunakan kertas saring, ampasnya dimaserasi kembali selama 24 jam dan disaring, perlakuan diulang sampai tiga kali. Filtrat pertama, kedua, dan ketiga digabung dan dievaporasi menggunakan rotary vacuum evaporator hingga diperoleh ekstrak kental.

Uji Aktivitas Antioksidan

Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH. Ekstrak pekat bulbus bawang dayak ditimbang sebanyak 0,0085 g untuk sampel P1 (6 mst) dan 0,005 g untuk sampel P2 (12 mst) kemudian masing-masing dimasukkan kedalam gelas beaker dilarutkan dengan metanol. Selanjutnya dimasukkan kedalam labu dan ditambahkan metanol sampai tanda tera, hingga didapatkan konsentrasi larutan ekstrak metanol sampel pada sampel P1 (6 mst) sebesar 170 ppm dan sampel P2 (12 mst) sebesar 100 ppm. Dari konsentrasi 170 ppm sampel P1 (6 mst) kemudian diencerkan untuk didapatkan deret standar dengan konsentrasi 160 ppm, 120 ppm, 80 ppm, dan 40 ppm. Untuk konsentrasi 100 ppm sampel P1 (12 mst) diencerkan menjadi 70 ppm, 50 ppm, 30 ppm, dan 10 ppm. Pengenceran tersebut dilakukan menggunakan metanol pada labu ukur 10 ml. Selanjutnya dipindahkan ke gelas beaker ditambahkan kedalam 1 ml larutan DPPH 1 mM, diinkubasi selama 30 menit kemudian serapannya diukur pada panjang gelombang 515 nm. Sebagai kontrol positif dan untuk pembanding digunakan asam askorbat (konsentrasi 2, 3, 4 dan 5 ppm)

dan BHT (konsentrasi 2, 4, 6 dan 8 ppm) yang dilakukan dengan perlakuan yang sama seperti pada ekstrak.

Pengolahan data: melakukan analisis aktivitas antioksidan sampel ditentukan oleh besarnya hambatan serapan radikal DPPH melalui perhitungan % daya antioksidan dengan menggunakan rumus;

Keterangan :

Ablanko : Serapan radikal DPPH 1 mM dalam metanol pada panjang gelombang 515 nm

Asampel : Serapan radikal DPPH 1 mM yang diberi perlakuan sampel dalam metanol pada panjang gelombang 515 nm

Uji Fitokimia

Skrining fitokimia digunakan untuk merujuk senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang berpotensi sebagai antioksidan. Uji fitokimia dilakukan sebagai data pendukung kualitatif. Uji beberapa senyawa kimia pada ekstrak etanol bulbus bawang dayak meliputi golongan steroid, triterpenoid, alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan kuinon dengan menggunakan pereaksi yang sesuai.

Analisis Data

Analisis uji aktivitas antioksidan menggunakan regresi linier

HASIL DAN PEMBAHASAN

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK BULBUS BAWANG DAYAK

(3)

Semirata 2013 FMIPA Unila |299 sebesar 93 ppm yang berarti bahwa

aktivitas antioksidan pada P2 (12 mst) lebih kuat dibandingkan dengan aktivitas antioksidan P1 (6 mst) (Gambar 1 dan 2). Hal ini menunjukkan bahwa fase pertumbuhan (umur tanam) berpengaruh terhadap metabolit sekunder yang mempunyai senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan. Apabila dibandingkan dengan kontrol positif vitamin C dan BHT, sampel memiliki aktivitas antioksidan lebih lemah.

Gambar 1. Grafik hubungan antara konsentrasi ekstrak bulbus P1 (6 mst) (ppm) dengan % daya antioksidannya

Gambar 2. Grafik hubungan antara konsentrasi ekstrak bulbus P2 (12 mst) (ppm) dengan % daya antioksidannya

Pada P1 (6 mst) memiliki aktivitas antioksidan yang lebih lemah dibandingkan P2 (12 mst) hal ini dimungkinkan karena pada umur tersebut tanaman masih menunjukkan perkembangan awal. Pada P1 (6 mst) ditemukan berkas pengangkut yang memiliki ukuran sel yang masih kecil dan jumlah sel yang masih sedikit, sehingga transport dan akumulasi metabolit sekunder yang tertimbun masih belum banyak. Selain itu, dari pengamatan struktur anatomi menunjukkan terjadinya peningkatan tebal jaringan parenkim pada P2 (12 mst), dimana peningkatan tebal jaringan ini ditandai dengan penambahan ukuran sel.)

Penambahan ukuran sel disebabkan oleh vakuola yang mengembang. Vakuola merupakan organel yang paling besar volumenya pada sel tumbuhan dewasa, di dalamnya terdapat air dan zat terlarut. Pada bawang dayak tidak ditemukan adanya sel sekresi, sehingga diasumsikan penimbunan metabolit sekunder terjadi di vakuola.

Beberapa tanaman yang termasuk dalam famili Plumbaginaceae, Juglandaceae, Ebenaceae, Boranginaceae, dan Iridaceae, senyawa metabolit sekunder yang terkandung khususnya naftokuinon biasanya tersimpan di vakuola.

Perbedaan aktivitas antioksidan pada umur yang berbeda juga dikarenakan perbedaan konsentrasi dari metabolit sekunder tersebut. Semakin banyak metabolit sekunder yang dikandung maka akan semakin kuat aktivitas antioksidannya, diperkirakan bahwa pada P2 (12 mst) memiliki konsentrasi metabolit sekunder yang lebih banyak dibandingkan P1 (6 mst), sehingga aktivitas antioksidannya lebih kuat. Hal ini didukung oleh penelitian pada bawang dayak yang ditanam di rumah kaca dan tempat terbuka pada umur 4 mst dan 12 mst, menunjukkan peningkatan kandungan metabolit sekunder (bioaktif) naftokuinon pada bulbus umur 12 minggu.

(4)

bulbus bawang dayak, diketahui bahwa pada P1 (6 mst) dan P2 (12 mst) memiliki hasil yang sama pada metabolit sekunder yang dikandung yaitu positif steroid, tanin, kuinon, dan flavonoid. Pada penelitian ini pengujian fitokimia hanya dilakukan secara kualitatif tidak berdasarkan kuantitatif sehingga hanya diketahui metabolit sekunder yang terdeteksi berdasarkan perubahan warna ketika direaksikan.

Beberapa spesies yang menunjukkan terjadinya peningkatan kandungan metabolit sekunder seiring dengan bertambahnya umur diantaranya adalah Cinnamomum camphora, kampora terakumulasi pada kayu tanaman tua dan Blumea balsamifera dipanen pada saat daun telah tua.

Metabolit sekunder yang terdeteksi dalam penelitian ini salah satunya adalah kuinon. Menurut hasil penelitian ekstrak etanol bulbus bawang dayak asal Banjarbaru berdasarkan skrining fitokimia mengandung kuinon Kuntorini & Astuti (2010). Kuinon kemungkinan besar berasal dari oksidasi komponen fenol yang sesuai, yaitu katekol (1,2 dihidroksibenzen) menghasilkan ortho-kuinon dan kuinol (1,4 dihidroksibenzen) menghasilkan para kuinon, sehingga kuinon dapat terbentuk dari sistem fenol yang dihasilkan melalui jalur asetat atau sikimat. Kimafilin, plumbagin, eleutherine adalah tumbuhan yang diketahui mengandung naftokuinon dan telah digunakan sebagai obat dan racun sejak zaman prasejarah. Senyawa naftokuinon diketahui bersifat sangat toksik, biasanya digunakan antara laian sebagai antimikroba dan antioksidan.

Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui nilai IC50 bulbus bawang dayak dari Kabupaten Tanah Laut yang mengandung naftokuinon adalah 29,18 - 51,11 ppm. Pada penelitian ini diketahui nilai IC50 pada P2 (12 mst) sebesar 50,42 ppm, nilai aktivitas antioksidan ini berada dalam kisaran seperti pada habitat liar (Kabupaten Tanah Laut).

Hasil uji fitokimia penelitian ini selain senyawa naftokuinon, juga terdeteksi senyawa flavonoid. Kelompok flavonoid

mempunyai kemampuan untuk

bertransformasi menghasilkan senyawa-senyawa yang mempunyai aktivitas lebih tinggi yang mempunyai aktivitas antioksidan. Flavonoid diketahui sebagai antioksidan yang baik karena mempunyai sedikitnya dua gugus hidroksil pada posisi orto dan para.

KESIMPULAN

Bulbus pada umur 12 mst (IC50 = 50,42 ppm) memiliki aktivitas antioksidan lebih kuat dibandingkan umur 6 mst (IC50 = 93 ppm) namun lebih lemah dibandingkan vitamin C (IC50 = 3,03 ppm) dan BHT (IC50 = 5,52 ppm) sebagai kontrol.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan terimakasih kepada Misrina, Julista dan staf laboran Biologi laboratorium dasar FMIPA

UNLAM atas bantuannya selama

penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Galingging, R.Y. 2009. Bawang Dayak (Eleutherine americana Merr.) Sebagai Obat Multifungsi. Http://kalteng litbang deptan.go.id/bawang-dayak/pdf

Diakses pada tanggal 20 Oktober 2010.

Alves, T.M.A., H. Kloos & C.L. Zani. 2003. Eleutherine A Novel Fungiside Napthoquinon From E. bulbosa (Iridaceae). Mem. Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro. Vol. 98(5):709-712.

(5)

Semirata 2013 FMIPA Unila |301 Eleutherine americana. Chemical and

Pharmaceutical Bulletin. Vol. 45(10):1714-1716.

Babula, P., V. Adam, L. Havel & R. Kizek.

2009. Noteworthy Secondary

Metabolites Napthoquinones – their Occurrence, Pharmacological Properties and Analysis. Current Pharmaceutical Analysis. Vol. 5(1):47-68.

Kuntorini, E.M & M. D. Astuti. 2010. Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak

Etanol Bulbus Bawang Dayak

(Eleutherine Americana Merr.). Sains Dan Terapan Kimia, Vol.4(1):15-22. Dewick, P.M. 2002. Medicinal Natural

Product, A Biosynthetic Approach Second Edition. John Wiley & Son, LTD. England.

Baikar, S. & N. Malpathak. 2010. Secondary Metabolites As DNA Topoisomerase I nhibitors: A New Era Towards Designing Of Anticancer Drugs. Pharmacognosy Review. Vol. 4(7):12-26.

Soetarno, S. 1997. Ekstraksi Dan Isolasi Preparatif Bahan Alam. Prosiding Temu Ilmiah Nasional Bidang Farmasi Volume II. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung, Bandung. hlm. 11-35

Cseke, L.J., A. Kirakosyan, P.B. Kaufman, S.L. Warber, J.A. Duke & H.L. Brielmann. 2006. Natural Products From Plants Second Edition. Taylor & Francis Group. United States of America.

Dixon, R. A. 2001. Natural Products and Plant Disease Resistance. Nature. Vol 411: 843-847

Hanani, E., A. Mun‘im, & R. Sekarini.

2005. Identifikasi Senyawa Antioksidan

Dalam Spons Callyspongia Sp Dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. II (3):127-133.

Andayani, R., Maimunah, & Y. Lisawati. 2008. Penentuan Aktivitas Antioksidan, Kadar Fenolat Total Dan Likopen Pada Buah Tomat (Solanum lycopersicum L). Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. Vol. 13(1):31-37.

Salisbury, F.B. & C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 2. Penerbit ITB. Bandung.

Hidayat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Penerbit ITB. Bandung.

Babula, P., R. Mikelovab, D. Potesilb, V. Adam, R. Kizek, L. Haveld & Z.

Sladkya. 2005. Simultaneous

determination of 1,4 naphtoquinone, lawsone,juglone and plumbagin by liquid chromatography with UV detection. Biomed Paper. Vol 149: 25-28.

Kuntorini, E.M & L.H. Nugroho. 2009. Structural Development And Bioactive Content Of Red Bulb Plant (Eleutherine americana) A Traditional Medicines For Local Kalimantan People. Biodiversitas. Vol.11(2):102-106.

(6)

Gambar

Gambar 1. Grafik hubungan antara konsentrasi ekstrak bulbus P1 (6 mst) (ppm) dengan % daya antioksidannya

Referensi

Dokumen terkait

Mambaul Ulum Bata-Bata, bahwa ketidak berhasilan bukan semata berangkat dari siswa itu sendiri, namun kurangnya motivasi yang diberikan oleh guru termasuk

Jumlah dan Prosentase Antibiotika Tunggal/ Kombinasi Yang Diterima Penderita Rawat Inap Pneumonia Tanpa Penyakit Penyerta di Sub Departemen Anak Rumkital Dr.. Jenis Rute

Namun, pada saat yang sama kenaikan pendapatan per kapita tersebut juga telah menyebabkan indeks Gini perdesaan (RGINI) maupun indeks Gini perkotaan (UGINI) mengalami kenaikan

Setelah diketahui persen aktivitas antioksidan dari ekstrak daun bawang dayak kemudian dapat ditentukan nilai IC 50 , yang merupakan konsentrasi yang dibutuhkan untuk

Mata kuliah mengantar pemahaman mahasiswa akan pengertian Sistem Otonomi, Pengertian Pemerintah Daerah, konsep-konsep yang mendasari pembentukan Pemerintahan Daerah,

1) Bersifat memberikan penguatan (reinforcement) karena diterapkan pada siswa yang telah memiliki pengalaman belajar Sejarah Kebudayaan Islam sebelumnya. 2) Permainan

Untuk mengatasi permasalahan gangguan kesehatan yang dihadapi para santri karena tidak memiliki tempat tidur/ dipan maka dapat dilakukan upaya melatih guru dan santri Pondok

Jika harga transaksi memberikan bukti terbaik atas nilai wajar pada saat pengakuan awal, maka instrumen keuangan pada awalnya diukur pada harga transaksi dan selisih antara