Sur plus Media vs. Defisit Demokrasi:
Paradoks Demokratisasi di Era Media Bar u
Penelit i Ut ama:
Hizkia Yosie Polimpung
Asist en Penelit i:
Mita Yesyca
Levr iana Yustr iani
PACI VI S Center for Global Civil Society Studies
Lat ar Belakang
‘Paradoks Dem okrat isasi di Era Media Baru’
Surplus Pengguna Media Baru (Social Media)
Def isit Part isipasi Dem okrasi
Rum usan Perm asalahan
“Mengapa di era ket erbukaan inf orm asi dim ana ham pir seluruh orang dapat m engart ikulasikan pendapat nya secara bebas m elalui m edia, m alah m uncul wacana def isit dem okrasi?”
Bagaim anakah pola part isipasi yang act ually exist ing t erjadi dalam prakt ik dem okrasi m elalui m edia baru?
Dalam kondisi apa dim ungkinkan bent uk part isipasi dem ikian?
Tujuan Penelit ian
Memetakan pola umum yang menggambarkan
kecenderungan dominan masyarakat dalam menggunakan saluran media baru sebagai medium partisipasinya.
Menunjukkan faktor-faktor yang inheren terdapat dalam media baru itu sendiri yang memungkinkan dan/ atau membatasi bentuk-bentuk pilihan partisipasi demokrasi melalui media.
Kerangka Pem ikiran
Psikoanalisis dan Prilaku Partisipatif
Dorongan hasrat dan obyek hasrat
Tipologi Identitas Hasrat Lacanian
Modus Artikulasi Dorongan Hasrat (dalam Wacana)
Diskursus Universitas
Diskursus Penguasa
Diskursus Histerik
Diskursus Analis
Identitas Hasrat
Narsistik A naklitik
Aktif Pasif Aktif Pasif
Imajiner Narsistik Aktif
Imajiner
Narsistik Pasif Imajiner
Anaklitik Aktif Imajiner
Anaklitik Pasif Imajiner
Simbolik Narsistik Aktif
Simbolik
Narsistik Pasif Simbolik
Anaklitik Aktif Simbolik
Anaklitik Pasif Simbolik
Met ode
1000 tweets di seputar Pemilihan Gubernur DKI Jakarta
gelombang kedua, dengan protokol sortir sbb.:
Topik yang “ dikicaukan” adalah seputar pilkada/ pilgub DKI Jakarta dan bukan di daerah lain.
Kicauan atau tweet bukan merupakan berita/ informasi, serta bukan pengulangan atau retweet dari berita/ informasi.
Meski menggunakan kata kunci ‘pilkada’ atau ‘pilgub’, topik yang disinggung oleh para pengguna Twitter dapat berbeda-beda namun masih seputar pilkada/ pilgub DKI Jakarta. Untuk itu, Peneliti
membagi topik kicauan lebih detil ke dalam lima hal terkait
pilkada/ pilgub DKI Jakarta, yakni: event pilkada/ pilgub itu sendiri, pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur dalam pilkada putaran kedua, rakyat/ Jakarta/ Indonesia, demokrasi, serta lain-lain yang tidak termasuk ke dalam empat hal sebelumnya.
Setiap pengulangan dari tweet (retweet, RT) yang lolos protokol seleksi di atas akan dihitung sebagai satu data.
Met ode (lanjut an)
Data dikategorisasikan berdasar:
Obyek Hasrat:
‘Pilkada/ Pilgub’, ‘Pasangan’, ‘Jakarta/ Indonesia’, ‘Demokrasi’, ‘Lainnya’.
Motivasi/ Identitas Hasrat
12 tipe hasrat
Struktur Artikulasi Hasrat melalui Diskursus
Obyek kemana masyarakat memproyeksikan hasratnya saat berpartisipasi melalui Twitter:
‘Pilkada/ Pilgub’: 521, 52%
‘Kandidat/ Pasangan’: 195, 20%
521
195
97 91 96
Sebaran Objek Hasrat Pilkada/ Pilgub
52%
Pasangan 19% Rakyat/ Jakarta
/ Indonesia 10%
Demokrasi 9%
Lainnya 10%
Aktif-Narsistik-Imaginer
Sebaran M otif Hasrat
Hasrat masyarakat dalam partisipasi melalui media sosial didominasi oleh motivasi bentuk aktif dan anaklitik,
khususnya:
Aktif-anaklitik-simbolik: 500, 50%
Aktif-anaklitik-imajiner: 347, 35%
Struktur diskursus-hasrat, berturut-turut dari yang paling dominan adalah:
Histerik: 402, 40%
Universitas: 308, 31%
Penguasa: 267, 27%
Analis: 23, 2%
University Discourse
31%
Master Discourse
27% Hysteric
Discourse 40% Analyst
Discourse 2%
Sebaran Struktur W acana
University Discourse
Tren Obyek dan Mot ivasi
Hasrat dalam set iap
Motivasi dominan dalam Struktur Histerik adalah:
Aktif-Anaklitik Simbolik: 218, 54%
Aktif-Anaklitik Imajiner: 147, 37%
Aktif-Narsistik-Sebaran M otif Hasrat Berdasarkan Struktur W acana Histerik
Obyek Hasrat dominan dalam Struktur Histerik adalah:
Pilkada/ Pilgub: 521, 52%
Pasangan/ Kandidat: 195, 20%
57% 21%
7%
6%
9%
Objek Hasrat per Struktur Histerik
Pilkada Pasangan Jakarta/ Indonesia Demokrasi Lainnya
229
83
Motivasi dominan dalam Struktur Universitas adalah:
Aktif-Anaklitik Simbolik: 120, 39%
Aktif-Anaklitik Imajiner: 124, 40%
Aktif-Narsistik-Imaginer
3% Aktif-Narsistik-Simbolik Aktif-A naklitik-Imaginer Aktif-A naklitik-Simbolik Aktif-A naklitik-Real Pasif-Narsistik-Imaginer
Obyek Hasrat dominan dalam Struktur Universitas adalah:
Pilkada/ Pilgub: 521, 52%
Pasangan/ Kandidat: 195, 20%
50%
20% 14%
7% 9%
Objek Hasrat per Struktur Universitas
Pilkada Pasangan Jakarta/ Indonesia Demokrasi Lainnya
155
61
43
Im plikasi
Melihat obyek hasrat yang dominan muncul, yaitu pemilu itu sendiri (521, 52%) dan para kandidatnya (195, 20%) maka hal ini menunjukkan betapa masyarakat kebanyakan
menghasrati akan suatu pemilu berikut kandidat yang ideal.
Kenyataan dominannya struktur histerik ini menunjukkan bahwa terdapat ketidak-puasan terhadap dua obyek hasrat ini—pilkada dan pasangan.
Partisipasi Histerik?
Tidak lebih dari pelampiasan kekesalan
Im plikasi (lanjut an)
Tingginya bentuk simbolik dan imajiner dari kedua macam identitas hasrat tesebut, berarti pada dua hal: krisis sistemik dan krisis sosok ideal.
Sistemik Sistem formal/ birokrasi (mengacu temuan obyek
dominan struktur ini)
Bukan para kandidat itu yang dituju para subyek hasrat,
melainkan adalah kemampuan mereka untuk mengakomodir gagasan ideal yang dihasrati para subyek tersebut.
Di satu sisi melahirkan cult of personality, di sisi lain, politik
Im plikasi (lanjut an)
Tampak dengan jelas bahwa bagi masyarakat, yang bermasalah adalah semata-mata orang dan aparatur/ birokratik sistemiknya!
Mereka tidak melihat kesalahan pada sistem demokrasi dan atau negara
itu sendiri.
Ini menunjukkan betapa parokhial dan reaksionernya masyarakat dalam
memahami permasalahan.
Tingginya artikulasi Diskursus Universitas dalam
Wacana-wacana pelipur-lara; moralisasi, relijiusisasi; utopianisme,
naivisme
Hal ini berbahaya, karena akan membawa artikulasi politikdalam
demokrasi ke hal-hal yang sifatnya moralistik dan etis.
Politik menjadi jika bukan khotbah Jum’at, atau seminar Mario Teguh
Melahirkan pemimpin-pemimpin berkarisma ratu adil, tanpa
mempertanyakan kualitas.
Tesis
Keterbukaan informasi dan kebebasan berpendapat melalui media baru tidak serta merta meningkatkan partisipasi politik, karena:
1. Dalam berpartisipasi demokrasi, sebenarnya orang tidak
memusingkan substansi partisipasinya, melainkan hanya kenyataan bahwa ia sedang/telah berpartisipasi
Sensasi Partisipasi
Orang tidak perlu berpartisipasi secarea aktual dalam proses demokrasi;
mereka hanya perlu merasa seolah-olah berpartisipasi.
2. Media, terutama media baru, tidak serta merta menjadi faktor penentu sukses tidaknya demokrasi
Karena: media baru tidakmenawarkan saluran partisipasi demokrasi,
melainkan hanyalah media penyaluran hasrat untuk berpartisiapasi yang ditukarkan dengan rupa-rupa sensasi partisipasi.
Media baru bukanlah sebentuk public sphere, melainkan ....
Media baru adalah sebentuk sirkuit hasrat untuk menjebak energi orang
dalam mewujudkan hasrat untuk berpartisipasinya.