Pasar dan Tantangan Bisnis Broker Properti A. Pasar Bisnis Broker Properti
Dalam kurun waktu 5 tahun, sejak pasca krisis tahun 1998 yang lalu, dunia bisnis broker property semakin marak dengan ditandai banyaknya pemain broker property mulai dari individual sampai dengan berbentuk agen property. Mengapa hal ini terjadi? Salah satu indikatornya adalah kebutuhan akan
property semakin meningkat dimulai dari kebutuhan akan rumah tinggal, ruang kerja kantor, gedung ruko, perkantoran, kaveling tanah, dan lain-lain.
Jika dilihat dari pasar yang akan digarap oleh marketing broker property ada dua macam pasar yang mempunyai prospek cerah di masa yang akan dating, yaitu: 1. Pasar primer (primary), dan
2. Pasar sekunder (secondary).
Untuk menggarap pasar primer, broker dapat memperluas jaringan pemasaran melalui dua hal berikut.
1. Proyek-proyek primary seperti jual atau sewa kompleks pertokoan, ruko, gedung baru ketika penjualan atau penyewaan unit dapat dikelola langsung oleh agen property (in house marketing) yang ditunjuk dari pengelola,
building management, atau property management.
2. Dari penerapan otonomi daerah dan repatriasi ke daerah dengan
pembangunan proyek-proyek gedung perkantoran atau pertokoan baru di berbagai bidang bisnis yang memerlukan tenaga marketing yang andal.
Untuk pasar sekunder, dapat memperluas pemasaran dari pasar yang belum tergarap seperti hal-hal berikut.
1. FISBO (for sale by owner) yang dipasang melalui papan (board), banner, maupun media massa, koran, atau internet.
2. Broker traditional atau broker bebas yang dapat menjadi anggota marketing dari suatu agen property atau mengambil listing dari yang bersangkutan dengan membagi persentase keuntungan kepada broker tradisional. 3. Factor-faktor menarik bagi investor untuk berinvestasi pada property
sekunder.
B. Tantangan Bisnis Broker Properti
Meskipun memiliki prospek bisnis yang cerah di masa yang akan dating, namun bisnis broker property juga mempunyai kendala yang besar saat ini dan untuk masa yang akan dating, yakni dari berbagai segit berikut.
1. Perang komisi
Beberapa broker atau agen property telah menurunkan standar komisi dari 2,5% menjadi 1 % berdasarkan nilai transaksi jual beli dan dari 5% menjadi 3% untuk transaksi sewa-menyewa.
Hal ini tentu saja melanggar kode etik umum system broker di Indonesia yang biasanya memakai standar komisi 2,5% untuk penjualan dan 5% untuk sewa-menyewa.
2. Bajak-membajak
Beberapa marketing atau agen property telah membajak marketing dari agen property lainnya dengan iming-iming pembagian komisi dan prospek yang lebih cerah bagi broker tersebut.
3. Tindakan tidak etis
Penjual dan pembeli bertransaksi sendiri setelah saling mengenal
dikarenakan kurang control dari pihak broker dari suatu agen property atau dari broker lepas/broker tradisional.
Kadang kala broker dari agen property bertransaksi di luar tanpa melibatkan kantor agen property dan membagi keuntungannya sehingga merugikan kantor agen property tersebut.
4. Sikap kurang bijaksana Principal/Member Broker
Adanya sikap yang kurang bijaksana dari principal/member broker terhadap broker berupa hal-hal berikut.
1) Kurang komunikasi/tidak lanar komunikasi antara pihak manajemen dengan broker.
2) Adanya aturan yang di tetapkan secara mendadak (tanpa sosialisasi terlebih dahulu).
3) Banyaknya tuntutan kepada broker tanpa masukan/input pemecahan permasalahannya.
4) Jatuhnya sanksi kepada salah satu broker tanpa tahap yang jelas.
5) Tidak tuntas dalam menyikapi perselisihan antar broker serta perbedaan persepsi yang ada antar broker dengan pihak manajemen (diwakili oleh marketing manajer) atau langsung dengan principal/member broker.
6) Tidak peka terhadap perkembangan terahir yang terjadi dan tidak mau ambil pusing terhadap permasalahan perselisihan yang terjadi di kantor maupun di lapangan.
7) Pembagian komisi yang tidak transparan atau menyimpang dari aturan yang telah di tetapkan.
8) Sikap tidak adil terhadap broker di kantor maupun di lapangan dalam hal pembagian trade area, pembagian komisi, pembagian tugas sesama co-selling, co-listing, atau co-broking.
Hal tersebut di atas kelihatannya masalah sepele tetapi sebenarnya
merupakan penghalang (handicapt) bagi kemajuan suatu agen property yang menyebabkan kinerja broker tidak bagus, baik secara tim/grup maupun individual yang akhirnya akan merugikan pihak manajemen perusahaan agen property.
5. Kurang control dari pihak AREBI
Tidak adanya control dari pihak AREBI untuk mengawasi transaksi maupun kegiatan para agen propreti di lapangan, apakah sudah sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh AREBI atau tidak menyebabkan banyaknya agen
property liar (tidak terdaftar) yang bermunculan dengan menghalalkan berbagai cara untuk closing.