Emisi CO
2dari Konsumsi Energi Domestik
Abstrak
Protokol Kyoto 1997 yang baru-baru ini diratifikasi oleh 141 negara, termasuk Indonesia, menyatakan perlunya pengurangan emisi sebesar 5,2 persen dari tingkat pada tahun 1990, sebelum tahun 2012.
Estimasi emisi CO2 dunia tahun 1989 yang dihasilkan dari aktifitas manusia sebesar
5,8 – 8,7 juta ton, dimana 71% - 89% berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Konsumsi energi memberikan kontribusi sebesar 75% terhadap emisi CO2
antropogenik dunia.
Makalah ini memaparkan hasil survei mengenai kontribusi konsumsi energi rumah tangga terhadap emisi CO2 di salah suatu kawasan permukiman di Kota Cirebon yang
melibatkan 200 responden. Konsumsi energi rumah tangga meliputi konsumsi energi listrik dan bahan bakar untuk keperluan rumah tangga yang bukan untuk keperluan produksi. Konsumsi energi listrik diperhitungkan sebagai emisi tidak langsung sedangkan penggunaan bahan bakar sebagai emisi langsung. Estimasi emisi CO2 dari
konsumsi energi diperoleh dari hasil kali antara volume penggunaan energi (misal, listrik dalam satuan kWh) dengan faktor emisi CO2 rata-rata (contoh, faktor emisi
energi listrik dalam satuan kg CO2/kWh).
Hasil survei, dari konsumsi energi listrik diperoleh emisi CO2 sebesar 121,63 kg per
rumah per bulan. Dari survei ini tidak diperoleh korelasi yang kuat antara pendapatan keluarga, kelas daya terpasang, dan konsumsi energi listrik. Artinya sebagian besar rumah tangga memiliki pola penggunaan energi listrik yang relatif sama. Estimasi emisi CO2 dari konsumsi bahan bakar dibedakan berdasarkan jenis bahan bakar yang
digunakan. Rata-rata emisi dari konsumsi bahan bakar rumah tangga adalah sebesar 74,8 kg CO2 per rumah per bulan. Lebih jauh, emisi rata-rata dari penggunaan gas
yang berasal dari perusahaan gas negara sebesar 55 kg CO2 per bulan, keluarga yang
menggunakan gas tabung menghasilkan emisi rata-rata 48 kg CO2 per bulan, dan
keluarga yang menggunakan minyak tanah rata-rata mengemisikan 96 kg CO2 per
bulan.
Diperlukan upaya-upaya untuk mengurangi emisi CO2 dari konsumsi energi rumah
tangga, baik dari aspek teknologis seperti meningkatkan efisiensi pembangkit listrik maupun aspek non teknologis berupa kebijakan kebijakan yang mengatur penggunaan energi.
Kata kunci: emisi CO2antropogenik, emisi langsung, emisi tidak langsung, faktor
Emisi CO
2dari Konsumsi Energi Domestik
Fefen Suhedi
Pusat Litbang Permukiman
Pendahuluan
Protokol Kyoto 1997, yang bertujuan untuk memperlambat pemanasan global telah diberlakukan sejak Rabu 16 Februari 2005, tujuh tahun setelah tercapai kesepakatan untuk menerapkan pembatasan pada emisi karbon dioksida dan gas-gas lain yang menurut para ilmuwan menyebabkan naiknya suhu dunia, melelehkan gletser, dan membuat permukaan laut naik. Kesepakatan itu menyatakan perlunya pengurangan emisi sebesar 5,2 persen dari tingkat pada tahun 1990, sebelum tahun 2012.
Sejak 1800 konsentrasi CO2 di atmosfer bumi meningkat dari sekitar 280 ppm
(volume) menjadi hampir 370 ppm pada saat sekarang. Kenaikan ini dipercepat dengan industrialisasi dan banyak bukti yang menunjukkan bahwa emisi CO2 berasal
dari kegiatan manusia. Kontributor utama terhadap emisi CO2 ke atmosfer adalah
pembakaran bahan bakar fosil (seperti pembangkit listrik, kendaraan) dan pembakaran hutan (terutama di daerah tropis). Estimasi emisi CO2 tahun 1989 yang dihasilkan dari
dari aktifitas manusia sebesar 5,8 – 8,7 juta ton, dimana 71% - 89% berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan 10% - 28% dari pembakaran hutan.
Makalah ini memaparkan hasil survei yang dilaksanakan di kota Cirebon. Dalam makalah ini akan dilihat seberapa besar peranan konsumsi energi dari sektor domestik terhadap emisi CO2.
Ruang Lingkup
Emisi yang diperhitungkan di sini hanya emisi CO2 antropogenik, yaitu emisi gas
rumah kaca yang dikaitkan dengan aktifitas manusia. Konsumsi energi dibatasi pada penggunaan bahan bakar dan energi yang digunakan untuk keperluan rumah tangga (misal memasak), tidak memperhitungkan konsumsi energi untuk kendaraan pribadi dan keperluan produksi (misal industri makanan skala rumah tangga). Selanjutnya, dari data-data penggunaan energi rumah tangga yang diperoleh, dikonversi menjadi jumlah emisi CO2 yang dihasilkan dari aktifitas penggunaan energi tersebut, baik
emisi langsung maupun tidak langsung.
Emisi CO2 dapat dikategorikan menjadi:
emisi langsung, adalah emisi yang keluar langsung dari aktifitas atau sumber dalam ruang batas yang ditetapkan. Contoh: emisi CO2 dari kendaraan bermotor.
emisi tidak langsung, merupakan hasil dari aktifitas di dalam ruang batas yang ditetapkan. Contoh: konsumsi energi listrik di rumah tangga.
Secara geografis, emisi dibedakan menjadi
emisi on-site, emisi yang terjadi di lokasi aktifitas/projek
emisi off-site, emisi yang dihasilkan dari aktifitas di tempat lain.
Metodologi
Estimasi emisi CO2 dari konsumsi energi diperoleh dari hasil kali antara volume
penggunaan energi (misalnya, kWh listrik, liter bahan bakar) dengan faktor emisi CO2
rata-rata (contoh, faktor emisi energi listrik dalam satuan kg CO2/kWh).
Data-data konsumsi energi rumah tangga diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan kepada 200 responden. Lokasi survei adalah dua kawasan perumahan di Kota Cirebon yang dibangun oleh Perumnas atau yang setara: 1) Perumahan Perumnas dan sekitarnya, masuk wilayah Kecamatan Harjamukti, dan 2) Perumahan Griya Sunyaragi Permai dan sekitarnya, masuk wilayah Kecamatan Kesambi.
Gambar 1 Kategori emisi
CO2 dari bahan bakar
Bahan bakar yang dimaksud adalah bahan bakar yang digunakan untuk keperluan domestik, seperti memasak. Pada kasus ini, bahan bakar dibedakan menjadi bahan bakar gas (BBG) dan minyak tanah, dimana BBG dibedakan pula menjadi BBG yang berasal dari Perusahan Gas Negara yang disalurkan memalui pipa-pipa langsung ke rumah-rumah (diukur dalam satuan meter kubik, m3) dan gas yang dijual per tabung
berupa gas cair (dalam satuan kilogram) dari distributor gas.
Untuk mengkonversikan konsumsi bahan bakar menjadi emisi CO2 digunakan faktor
emisi sebagai berikut:
Gas
a. Gas alam dari Perusahaan Gas Negara. Asumsi : komposisi gas alam terdiri dari gas propan, massa jenis gas = 0,677 kg/m3, semua atom C dikonversi menjadi CO2.
Jumlah atom C dalam gas alam = 81,818% (fraksi berat)
Langsung / off-site
Tak langsung/ off-site Langsung / on-site
Jumlah atom C dalam 1 m3 gas alam = 0,677 kg x 0,81818 = 0.55391 kg.
Kandungan CO2 dalam 1 m3 gas alam = (44/12) x 0,55391 kg = 2.031 kg.
Jadi, faktor emisi untuk gas alam adalah 2,031 kg CO2/m3 gas alam.
b. Gas cair.
Jumlah atom C dalam 1 kg gas cair = 0.81818 kg
Kandungan CO2 dalam 1 kg gas = (44/12) x 0,81818 kg = 2.99999 kg.
Jadi faktor emisi untuk gas dalam kemasan tabung adalah 3 kg CO2/kg gas.
Minyak tanah
Minyak tanah memiliki atom C sebanyak 10 – 12 per molekul. Diasumsikan, kandungan C dalam minyak tanah adalah 85% (fraksi berat), massa jenis minyak tanah sebesar 0,8136 kg/liter, maka faktor emisi minyak tanah dapat dihitung sebagai berikut:
Berat 1 liter minyak tanah = 0,8136 kg.
Kandungan aton C dalam 1 liter minyak tanah = 0,8136 kg x 85% = 0.6916 kg
Kandungan CO2 dalam 1 liter minyak tanah = (44/12) x 0,6916 kg = 2.5359 kg
Jadi faktor emisi minyak tanah adalah sebesar 2,5359 kg CO2/liter.
Dari hasil survei, dengan jumlah anggota keluarga rata-rata 3 – 4 orang diperoleh data emisi CO2 dari bahan bakar seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Emisi CO2 dari konsumsi bahan bakar rumah tangga
Jenis Bahan Bakar yang Digunakan Rata-rata Biaya/bulan(Rp) Rata-rata Emisi CO2 (kg
CO2/rumah/bulan)
Gas (sambungan gas kota) 20.660,38 53.54
LPG (gas tabung) 55.170,73 47.74
Minyak tanah 34.047,89 78.49
LPG dan minyak tanah 74.900,00 94.84
Sumber: Data Primer
CO2 dari konsumsi energi listrik
Konsumsi energi listrik tidak secara langsung berkontribusi terhadap emisi CO2, akan
tetapi berperan dalam menghasilkan CO2 di pusat pembangkit listrik yang berbahan
Gambar 2 Konsumen bertanggung jawab atas emisi CO2 dari konsumsi energi listrik
Mengaitkan emisi CO2 dengan konsumsi energi listrik rumah tangga mengandung tiga
kerancuan besar. Pertama, energi listrik dibangkitkan dari sejumlah sumber pembangkit utama yang berbeda-beda, dimana sangat mungkin suatu pembangkit merupakan sumber utama emisi CO2 (misal pembangkit berbahan bakar batu bara)
sementara pembangkit lainnya hampir mendekati nol emisi (hydropower). Kedua, kombinasi sumber pembangkit yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik berbeda-beda sesuai dengan waktu dan keadaan musim. Ketiga, energi listrik didistribusikan melintasi jarak yang jauh dengan menggunakan sistem transmisi dan distribusi yang kompleks, sehingga emisi CO2 yang dikaitkan dengan penggunaan
energi listrik sebenarnya terjadi di lokasi yang jauh dari daerah dimana energi tersebut dikonsumsi.
Inventarisasi emisi CO2 untuk pembangkitan energi listrik dihitung berdasarkan emisi
CO2 dari pembakaran energi final dengan menggunakan pendekatan GHG Inventory,
IPCC 1996.
Emisi = Penggunaanenergi x Kandungan Karbonenergi x Rasio Oksidasi x(44/12)
Kandungan karbon dari masing-masing jenis energi menggunakan spesifik emisi default dari IPCC.
Kandungan karbon dari setiap bahan bakar (ton Karbon per Terajoule) diperlihatkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan karbon bahan bakar
Jenis Bahan Bakar Ton C per TJ
Untuk mendapatkan faktor emisi per satuan energi listrik yang digunakan oleh pengguna energi akhir, diperoleh dari data pembangkitan energi listrik dan data emisi CO2 yang dihasilkan dari pembangkitan tersebut . Nilai pembangkitan ini berasal dari berbagai jenis pembangkit yang ada seperti, PLT Air, PLT Panas Bumi, PLT Gas, PLT Gas Uap, PLTU Batubara, PLTU Minyak, PLTU Gas, dan PLTD. Kontributor terbesar terhadap emisi CO2 adalah pembangkit berbahan bakar batubara, minyak, dan gas.
Sedangkan pembangkit lainnya seperti PLTA dan PLT Panas Bumi diasumsikan mendekati hampir zero emission. Selanjutnya, berdasarkan data-data tersebut diperoleh harga faktor emisi CO2 untuk setiap satuan energi listrik yang dikonsumsi
(Lihat Tabel 2). Berdasarkan data tahun 2000 diperoleh faktor emisi CO2 dari
pembangkitan listrik sebesar 0,719 kg CO2/kWh.
Tabel 2 Emisi CO2 dari Pembangkitan Energi Listrik
Tahun Produksi tenaga listrik(GWh) (Juta Ton CO2)Emisi CO2 Faktor emisi CO2(kg CO2/kWh)
1990 32.293,2 24,20 0,749
Diolah dari Statistik PLN dan Dept. ESDM
Data pengunaan energi listrik dikonversi dari jumlah tagihan listrik rata-rata per bulan dengan pendekatan perhitungan Tarif Dasar Listrik (TDL) berdasarkan Keppres No.89 tanggal 31 Desember tahun 2002. Dengan menggunakan faktor emisi 0,719 kg CO2/kWh, laju emisi CO2 dari konsumsi energi listrik ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Emisi CO2 dari konsumsi listrik rumah tangga
Penghasilan per
Karbon diaoksida (CO2), gas yang disinyalir oleh para ahli lingkungan berperan besar
dalam terjadinya pemanasan global, telah menjadi isu dunia. Berbagai upaya untuk mengurangi emisi CO2 ke atmosfir terus dicari. Memahami faktor-faktor penentu
dibalik emisi CO2 menjadi penting sebelum menetapkan kebijakan sebagai upaya
pengurangan emisi.
dimana konsumsi listrik rumah tangga mencapai 38,6% dari konsumsi energi listrik nasional (lihat Tabel 4).
Sumber: Departemen ESDM
Gambar 3 Emisi CO2 nasional
Tabel 4 Penjualan Energi Listrik
(GWh)
Kelompok
Tarif 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Rumah
Tangga 22.739 24.866 26.884 30.563 33.340 35.836 37.775 Bisnis 7.250 8.667 9.330 10.576 11.395 11.845 36.497
Industri 30.709 27.985 31.338 34.013 35.593 36.831 13.224
Lain-lain 3.554 3.743 3.780 4.012 4.192 2.576 2.945
TOTAL 64.252 65.261 71.332 79.164 84.520 87.088 90.441 Sumber: PLN
Jumlah emisi CO2 yang dihasilkan dari suatu aktifitas dapat dituliskan sebagai
persamaan:
ECO2 = A x FE
ECO2 = emisi CO2
A = data aktifitas (kWh listrik, liter minyak tanah, dsb)
FE = faktor emisi (kg CO2/kWh, kg CO2/liter minyak tanah, dsb)
Faktor utama yang mempengaruhi emisi CO2 dari pembangkitan energi listrik adalah kebutuhan energi, jenis bahan bakar yang digunakan, dan efisiensi termal power plant. Sejumlah faktor-faktor lainnya yang berpengaruh terhadap emisi antara lain: pertumbuhan ekonomi, harga energi listrik, iklim, harga bahan bakar, dan jumlah energi listrik yang dapat diperoleh dari pembangkit listrik tenaga air, sumber-sumber yang dapat diperbarui, dan tenaga nuklir.
Faktor-faktor yang mempengaruhi emisi dapat dikelompokkan menjadi driving force
dan technology response. Driving force adalah faktor-faktor yang mendorong peningkatan aktifitas ekonomi dan kenyamanan konsumen, yang kesemuanya akan meningkatkan permintaan kebutuhan energi; sedangkan technology response
menawarkan peluang penurunan emisi per satuan energi (intensitas karbon) yang digunakan.
Secara umum, intensitas karbon dipengaruhi oleh tiga komponen: 1) intensitas pengguna akhir energi, 2) jenis bahan bakar, dan 3) emisi per satuan energi listrik yang diproduksi. Adapun faktor pendorong dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi, ukuran rumah, kepemilikan kendaraan pribadi, jarak perjalanan, dsb. Dalam penentuan kebijakan pengurangan emisi harus memperhatikan faktor pendorong dan faktor teknologi yang ada. Kebijakan pengurangan emisi dapat diarahkan pada:
1) penggunaan energi yang lebih efisien
2) penggunaan jenis bahan bakar dengan kandungan karbon rendah
3) peningkatan penggunaan energi terbarukan atau teknologi konversi energi rendah emisi
4) pengurangan aktifitas, misalnya mengurangi jumlah perjalanan dengan kendaraan pribadi.
Bahan Bacaan
1. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, ”Statistik Ekonomi Energi Indonesia 2002”.
2. Department of Energy, “Carbon Dioxide Emissions from the Generation of Electric Power in the United States”, Washington DC, Juli 2000
3. Jesper Munksgaard, et al., “Environmental Impact from Private Consumption”, www.akf.dk/eng98/miljoeff.htm
4. Koichi Kitamura, “Indirect Emission from Electricity Consumption”, Kansai Electric Power Co.,Inc.”, handout presentasi, 1 Maret 2003
5. KOMPAS Kamis, 17 Februari 2005, “Protokol Kyoto Mulai Berlaku” 6. Lew Fulton, et al., “CO2 Emission Trends and Reduction Opportunities in
Transport, Household and Commercial Sectors”, UNFCC Workshop on Policies and Measure, Copenhagen. Tanpa tahun.
7. Lynn Price et al, “Development of Methodologies for Calculating Greenhouse Gas Emissions from Electricity Generation for the California Climate Action Registry”, Lawrence Berkeley National Laboratory
9. New Zealand Business Council for Sustainable Development, “Emission Factors For New Zealand Businesses”, www.nzbcsd.org.nz/climatechange 10. Royal Society, “The role of land carbon sinks in mitigating global climate
change”, Policy document 10/01, Juli 2001 11. PLN official website, www.pln.or.id