• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGANALISIS PERSAINGAN DAN PESAING harga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MENGANALISIS PERSAINGAN DAN PESAING harga "

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

MENGANALISIS PERSAINGAN

DAN PESAING

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Pemasaran

Dosen : Dina Lusianti, S.E., M.M. AAK.

Kelas : V – G

Kelompok 2

1) Maulida Alva Husna

(2014-11-038)

2) Damba Realita

(2014-11-170)

3) Zumaela Safitri

(2014-11-293)

4) Ahmad Torikul Huda (2014-11-414)

5) Riko Novalesa

(2014-11-419)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MURIA KUDUS

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kelihatannya mengidentifikasi pesaing adalah tugas perusahaan yang sederhana, coca-cola tahu bahwa Pepsi Cola adalah pesaing utamanya, dan Sony tahu bahwa Matshushita adalah pesaing utamanya. Namun cakupan pesaing actual dan potensial perusahaan sebenarnya jauh lebih luas. Perusahaan lebih mungkin untuk dikalahkan oleh pesaingnya yang berumunculan atau oleh teknologi baru, dibandingkan oleh pesaingnya saat ini. Di pasar kita dapat membedakan empat tingkatan persaingan berdasarkan tingkat substitusi produk:

1. Persaingan merek: terjadi apabila suatu perusahaan para pesaingnya adalah perusahaaan lain yang menawarkan produk dan jas yang serupa pada pelanggan yang sama dengan harga yang sama.

2. Persaingan Industri: terjadi apabila suatu perusahaan menganggap para pesaingnya adalah sama semua perusahaan yang membuat produk atau kelas produk yang sama.

3. Persaingan Bentuk: terjadi apanila suatu perusahaan yang menganggap para pesaingnya adalah semua perusahaan yang memproduksi produk yang memberikan jasa yang sama. 4. Persaingan Generik: terjadi apabila suatu perusahaan menganggap para pesaingnya adalah

semua perusahaan yang bersaing untuk mendapatkan uang konsumen yang sama.

Sekedar memahami pelanggan saja saat ini tidaklah cukup. Di tahun enam puluhan yang sedang gemilang, perusahaan dapat mengabaikan para pesaingnya karena kebanyakan pasar sedang tumbuh. Di tahun tujuh puluhan yang kacau dan delapan puluhan yang mandeg, perusahaan-perusahaan menyadari bahwa peningkatan penjualan sebagian besar datang dengan merebut pangsa pasar dari para pesaing. Sebagai akibatnya, perusahaan-perusahaan masa kini mulai menaruh perhatian pada upaya mengintai pesaing mereka.

(3)

mengumpulkan informasi? Tetapi, perusahaan yang sadar, memahami pentingnya mengenali para pesaing dan berupaya merancang sistem intelijen untuk maksud ini.

Kenyataannya adalah bahwa mengenali pesaing merupakan hal yang krisis untuk perencanaan pemasaran yang efektif. Perusahaan seharusnya terus menerus membandingkan produk, harga, saluran distribusi dan promosi mereka dengan yang dilakukan oleh para pesaing dekatnya. Dengan cara ini, perusahaan dapat secara jelas melihat bidang-bidang keunggulan dan kelemahan bersaing yang potensial. Perusahaan dapat melancarkan serangan yang lebih mengena terhadap pesaingnya selain juga menyiapkan langkah pertahanan yang lebih kuat terhadap serangan lawan. Oleh karena itu, maka disusunlah makalah yang berjudul “Analisis Persaingan dan Pesaing”.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah 1. Bagaimana pemasar mengidentifikasi pesaing utama?

2. Bagaimana kita harus menganalisis strategi, tujuan, kekuatan, dan kelemahan pesaing?

3. Bagaimana pemimpin pasar dapat memperluas keseluruhan pasar dan mempertahankan pangsa pasar?

(4)

BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. MENGIDENTIFIKASI PARA PESAING

Kelihatannya, mengidentifikasi/mengenali para pesaing merupakan tugas yang mudah bagi perusahaan. Coca-Cola tahu bahwa Pepsi-Cola merupakan pesaing utama; General Motors tahu bahwa Ford adalah pesaing utamanya. Tetapi ragam pesaing perusahaan baik yang aktual maupun yang potensial jauh lebih banyak. Perusahaan harus menghindarkan dirinya dari "myopia pesaing." suatu perusahaan lebih mungkin "ditenggelamkan" oleh pesaing latennya ketimbang oleh pesaing yang sekarang ada. Dibawah ini diberikan empat tingkat pesaing, didasarkan pada konsep substitusi produk:

Perusahaan dapat menganggap pesaingnya sebagai perusahaan lain yang menawarkan produk dan jasa yang serupa kepada pelanggan yang serupa dengan harga yang serupa. Jadi sedan Toyota mungkin menganggap pesaing utamanya adalah Ford, Peugeut, Honda, Renault dan produsen produsen mobil lain dengan harga menengah. Tetapi perusahaan ini tidak memandang dirinya bersaing dengan Mercedes, di satu pihak, atau Suzuki, di pihak lain.

Perusahaan dapat juga melihat pesaingnya secara lebih luas sebagai semua perusahaan yang membuat produk atau kelas produk yang sama. Dalam hal ini Toyota akan menganggap dirinya bersaing dengan semua produsen mobil lainnya.

Perusahaan dapat pula memandang pesaingnya secara lebih luas lagi sebagai semua perusahaan yang menghasilkan produk yang memberikan jasa yang sama. Di sini Toyota akan menganggap dirinya bersaing tidak hanya dengan produsen mobil lainnya, melainkan juga dengan produsen sepeda motor, sepeda dan truk.

Perusahaan masih dapat memperluas lagi ragam pesaingnya dengan memasukkan semua perusahaan yang bersaing memperebutkan uang konsumen yang sama. Jadi Toyota dapat menganggap dirinya bersaing dengan semua perusahaan yang menjual produk-produk konsumen yang bersifat durabel (tahan lama), liburan ke luar negeri, rumah baru, jasa perbaikan rumah dan lain-lain.

1) Konsep Industri tentang Persaingan

(5)

yang erat satu sama lain. Umumnya, kita akan berbicara mengenai industri mobil, industri perminyakan, industri farmasi dan sebagainya. Para ahli ekonomi mendefinisikan "substitusi erat" sebagai produk-produk yang mempunyai elastisitas-silang permintaan yang tinggi. Jadi, jika harga sebuah produk naik dan menyebabkan permintaan akan produk lain meningkat, kedua produk ini merupakan substitusi erat (close substitution). Sebagai contoh jika harga kopi naik dan mengakibatkan orang beralih ke teh, kopi dan teh merupakan produk yang saling mensubstitusikan, walaupun secara fisik kedua produk ini berbeda. Kadang-kadang elastisitas silang permintaan ini tidak segera tampak begitu terjadi perubahan harga, karena konsumen tidak segera menyadari adanya perubahan ini dan juga membutuhkan waktu untuk menyesuaikan bauran pembelian (purchase mix) mereka. Sebagai contoh, jika harga mobil meningkat tajam, masyarakat akan beralih ke angkutan umum, tetapi ini memerlukan waktu. Perusahaan harus berusaha keras untuk memahami pola persaingan dalam industri nya jika ingin menjadi "pemain" yang efektif. Para pakar ekonomi telah merumuskan kerangka yang bermanfaat untuk memahami dinamika industri. Kerangka ini diberikan pada gambar 8-1. Pada pokoknya kerangka ini mengatakan bahwa pemahaman dinamika persaingan suatu industri harus dimulai dengan memahami kondisi dasar yang melandasi permintaan dan penawaran. Kondisi ini akhirnya akan mempengaruhi struktur industri. Struktur industri akan mempengaruhi tingkah laku industri, seperti strategi pengembangan produk, penetapan harga dan periklanan. Perilaku industri (industry conduct) kemudian membentuk unjuk kerja industri, seperti efisiensi, pertumbuhan dan kesempatan kerja dalam industri tersebut.

Faktor utama yang menentukan struktur industri.

Jumlah penjual dan derajat diferensiasi. Titik tolak untuk menjelaskan suatu industri adalah menegaskan apakah disana terdapat satu, beberapa atau banyak penjual serta apakah produk-produk di sana homogen atau sangat terdiferensiasi. Karakteristik ini sangat penting dan memunculkan lima tipe struktur industri yang sudah terkenal.

(6)

ekonomis; persyaratan paten dan lisensi; kelangkaan lokasi, bahan baku atau distributor; kebutuhan akan reputasi; dan sebagainya. Tutur lapar di antara hambatan ini khas untuk industri tertentu, sedangkan yang lainnnya timbul akibat tindakan perusahaan yang ada secara sendiri maupun gabungan yang mengetahui bahwa pesaing baru akan menggerogoti penjualan dan laba mereka. Setelah suatu perusahaan memasuki industri pun, iya mungkin akan menghadapi hambatan mobilitas bila mencoba masuk ke bagian tertentu dari industri tersebut yang lebih menarik.

Hambatan keluar dari penciutan. Idealnya, perusahaan harus bebas untuk keluar dari suatu industri yang labanya tidak lagi menarik, tetapi seringkali mereka menghadapi hambatan keluar. Di antara hambatan keluar adalah kewajiban hukum atau moral terhadap pelanggan, kreditor dan karyawan; larangan pemerintah; nilai sisa aktiva yang rendah karena overspesialisasi atau keusangan; tidak adanya peluang alternatif; terlalu tinggi nya tingkat integrasi vertikal; hambatan emosional; dan sebagainya. Banyak perusahaan bertahan dengan gigih dalam suatu industri selama mereka masih mampu menutup seluruh biaya variabel dan sebagian atau seluruh biaya tetapnya. Tetapi, kehadiran mereka akan mengurangi laba setiap perusahaan yang ada. Perusahaan-perusahaan yang ingin tetap bertahan dalam industri tersebut berkepentingan untuk merendahkan hambatan keluar bagi yang lainnya. Mereka dapat menawarkan untuk membeli aktiva perusahaan tersebut, atau membantu memenuhi kewajibannya kepada pelanggan dan lain-lain. Walaupun seandainya ada perusahaan yang tidak dapat dipaksa keluar, mereka mungkin dapat dipaksa untuk menciutkan ukurannya. Tetapi di sini pun terdapat hambatan penciutan yang mungkin dapat dihilangkan dengan bantuan perusahaan lain yang lebih agresif.

Struktur biaya. Tiap-tiap industri akan mempunyai bauran biaya tertentu yang akan mempengaruhi banyak dari tingkah-laku strategisnya. Sebagai contoh, membuat baja memerlukan biaya produksi dan bahan baku yang sangat tinggi, sedangkan produsen mainan anak-anak memerlukan biaya distribusi dan pemasaran yang tinggi. Perusahaan-perusahaan dalam suatu industri akan menaruh perhatian paling besar terhadap bagian biaya mereka yang tersebar dan akan "bersiasat" untuk menekan atau menertibkan biaya ini. Dengan demikian perusahaan baja yang pabriknya paling modern akan memiliki keunggulan besar dibandingkan perusahaan baja lainnya.

(7)

dimana produsen minyak yang besar melaksanakan kegiatan eksplorasi minyak, pengilangan minyak dan produksi bahan-bahan kimia sebagai bagian dari operasinya. Integrasi vertikal seringkali menyebabkan biaya menjadi lebih rendah dan juga memberikan kendali yang lebih luas terhadap arus nilai tambah (value-added stream). Selain itu, perusahaan-perusahaan ini dapat mengatur harga dan biaya mereka diberbagai segmen bisnisnya guna mendapatkan laba di tempat yang pajaknya lebih rendah. Sampai batas ini, perusahaan-perusahaan yang tidak mampu melakukan integrasi vertikal akan berada dalam posisi lemah.

Jangkauan dunia (global). Beberapa industri bersifat sangat lokal (misalnya usaha perawatan taman) sedangkan lainnya merupakan industri dunia (misalnya minyak mesin pesawat terbang kamera). Perusahaan-perusahaan dalam industri dunia harus bersaing di tingkat dunia jika ingin menikmati skala ekonomis dan mengikuti perkembangan mutakhir dalam teknologi.

2) Konsep Pasar mengenai Persaingan

Selain mengamati perusahaan-perusahaan yang membuat produk yang sama (yang merupakan pendekatan industri), kita dapat pula melihat perusahaan yang mencoba memuaskan kebutuhan pelanggan yang sama atau melayani kelompok pelanggan yang sama. Produsen mesin tik biasanya menganggap pesaingnya adalah produsen mesin tik lainnya. Tetapi, dari sudut pandang kebutuhan pelanggan, para pelanggan sesungguhnya menginginkan "kemampuan menulis." kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan pensil, pena, komputer dan sebagainya. Begitu juga, produsen kalung anjing menujukan produknya kepada sekelompok pelanggan yang kita namakan "pemilik anjing." oleh karena itu, pesaingnya adalah produsen produk-produk lain yang juga ditujukan kepada para pemilik anjing. Secara umum, konsep pasar tentang persaingan membuka mata perusahaan kepada sekelompok pesaing aktual maupun potensial yang lebih luas serta merangsang adanya perencanaan pasar strategis yang berjangka lebih panjang.

(8)

B. MENGIDENTIFIKASI STRATEGI PESAING

Terdapat kaitan yang erat antara siapa saja pesaing perusahaan dengan strategi yang perusahaan lainnya, makin mungkin persaingan diantara mereka. Pada kebanyakan industri, para peserta persaingan dapat dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok yang menerapkan strategi yang berbeda. Kelompok strategis adalah kelompok perusahaan-perusahaan dalam suatu industri yang melaksanakan strategi yang sama atau serupa dalam hal dimensi-dimensi kuncinya.

C. MENENTUKAN SASARAN PARA PESAING

Asumsi awal yang berguna adalah bahwa pesaing akan berusaha keras memaksimalkan labanya dan akan memilih tindakan yang sesuai dengan itu. Asumsi lainnya adalah bahwa tiap-tiap peaing mempunyai bauran sasaran dengan bobot yang berbeda-beda. Sebagai contoh, pesaing yang mengejar keunggulan biaya rendah akan bereaksi jauh lebih keras terhadap terobosan proses produksi oleh perusahaan lain ketimbang terhadap peningkatan kegiatan periklanan perusahaan yang sama. Sasaran seorang pesaing antara lain: dibentuk oleh banyak hal, termasuk besarnya perusahaan, sejarahnya, manajemen saat ini serta situasi ekonomi.

Jika suatu perusahaan merupakan bagian dari perusahaan yang lebih besar, kita perlu mengetahui apakah perusahaan tersebut didirikan untuk mengejar pertumbuhan, atau untuk menjadi sumber dana ataupun untuk diperah oleh perusahaan induk. Jika unit usaha itu tidak penting bagi perusahaan induk (misalnya, jika unit ini merupakan tempat buangan untuk kelebihan kapasitas atau digunakan untuk memanfaatkan saluran distribusi), kita dapat menyerangnya dengan lebih berhasil ketimbang jika unit tersebut merupakan bagian penting dari perusahaan induk. Rothschild berpendapat bahwa pesaing yang paling jelek untuk diserang adalah operasi tingkat dunia dan bisnis ini merupakan satu- satunya atau bisnis utama yang dimiliki.

D. MEMPERKIRAKAN KEKUATAN DAN KELEMAHAN PESAING

Dapatkah para pesaing melaksanakan strategi mereka dan mencapai tujuannya? Ini tergantung pada sumber daya dan kemampuan masing-masing pesaing. perusahaan perlu mengenali kekuatan dan kelemahan setiap pesaing secara akurat.

Sebagai langkah pertama, perusahaan perlu mengumpulkan data nci tentang usaha pesaing selama beberapa tahun terakhir. Variabel-variabel utama adalah (1) penjualan, (2)

(9)

investasi baru, dan (7) pemanfaatan kapaditas. Patut diakui, bahwa beberapa dari informasi ini akan sukar diperoleh. Sebagai contoh, perusahaan barang industri akan mengalami kesulitan untuk memperkirakan pangsa pasar pesaing karena mereka tidak mempunyai jasa pelayanan data sindikat seperti yang tersedia bagi perusahaan produk kemasan (seperti Nielsen di Amerika). Namun demikian, setiap informasi yang dapat diperoleh akan membantu mereka membuat perkiraan yang lebih baik tentang kekuatan dan kelemahan tiap-tiap pesaing. Macam informasi ini membantu perusahaan memutuskan siapa yang akan ditantang dalam pasar pengendali yang dapat diprogramkan (progammable controls market):

Sebuah perusahaan baru-baru ini mengambil keputusan untuk memasuki pasar pengen- dali terprogram. Perusahaan ini mengetahui bahwa ia akan menghadapi tiga pesaing utama, yaitu, Allen Bradley, Texas Instruments dan Gould. Hasil riset perusahaan ini menunjukkan bahwa Allen Bradley menikmati reputasi istimewa dalam industri karena kepemimpinan teknologinya; Texas Instruments menikmati biaya yang rendah dan terlibat dalam pertempuran habis-habisan untuk memperebutkan pangsa pasar; Gould cukup baik tetapi tidak terlalu menonjol. Perusahaan menyimpulkan bahwa sasaran yang paling empuk adalah Gould.

Perusahaan biasanya mempelajari kekuatan dan kelemahan pesaing melalui data sekunder, pengalaman pribadi dan desas-desus atau gossip. Mereka dapat menambah pengetahuan ini dengan menyelenggarakan riset pemasaran primer terhadap pelanggan, pemasok dan penyalur. Pertama, perusahaan itu sendiri harus disertakan dalam penilaian. Manajemen di salah satu perusahaan merasa sangat terkejut ketika mengetahui bahwa para pelanggan menilai perusahaan ini berada pada urutan ketiga dari bawah di antara para pesaingnya untuk sebagian besar atribut. Kedua, penilaian yang diberikan seharusnya diperlihatkan secara lebih rinci. Jelas, tidak semua pembeli menganggap bahwa pesaing B mempunyai mutu yang baik; ini adalah persepsi rata-rata. Mungkin ada 20% di antara mereka yang menilai mutu produk B baik sekali, 40% menilainya baik, 30% menilainya sedang dan 10% menilainya buruk. Akan sangat menarik untuk mengetahui jenis pelanggan seperti apa yang tidak memandang produk B sebagai produk berya, seperti harga, kualitas manajemen dan kemampuan produksi. Masih ada beberapa variabel pemasaran lain yang perlu diamati secara cermat, seperti:

(10)

Posisi dalam ingatan pelanggan (share of mind). Persentase pelanggan yang menyebutkan nama pesaing dalam menjawab pertanyaan, "Sebutkanlah nama peru-sahaan dalam industri ini yang pertama terlintas dalam ingatan Anda."

Posisi dalam pilihan pelanggan (share of heart). Persentase pelanggan yang menyebutkan nama pesaing dalam menjawab pertanyaan, "Sebutkanlah nama peru-sahaan dari mana Anda akan memilih untuk membeli produk ini."

Terdapat hubungan yang menarik di antara ketiga ukuran ini. Kita dapat membuat generalisasi sebagai berikut: Perusahaan yang secara mantap meningkatkan pasisinya dalam ingatan dan pilihan pelanggan pasti akan memperoleh peningkatan dalam pangsa pasar dan kemampulabaan. Oleh karena itu, yang penting bukanlah apakah perusahaan mendapatkan laba yang tinggi atau rendah pada tahun tertentu (begitu banyak faktor yang dapat mempengaruhi hal ini), melainkan apakah perusahaan secara mantap telah membina kesadaran pelanggan dan pilihan pelanggan.

Ukuran lain yang perlu diminati oleh perusahaan dari para persainganya adalah kekuatan dan kelemahan keuangan mereka. Situasi keuangan pesaing dapat terungkap dengan memperhatikan lima rasio pokok:

1. Rasio liluiditas (Liqudity ratio). Yang memberikan indikasi apakah pesaing dapat memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya tanpa banyal kesulitan bila telah jatuh tempo.

2. Rasio struktur leverage-modal (Leverage-capital structure ratio). Yang menunjukkan apakah pesaing mempunyai kemampuan untuk memenuhi komitmen jangka Panjangnya kepada para pemberi pinjaman. Pesaing dapat mengalami kesulitan jika struktur modalnya mengandung terlalu banyak utang jangka panjang dibandingkan dengan modal dari pemegang saham.

3. Rasio kemampulabaan (Profitability ratio). Yang menunjukkan apakah pesaing menghasilkan tingkat laba yang wajar. Ini dapat diamati dengan melihat ukuran-ukuran seperti hasil pengembalian atas aktiva total(return on total assets), laba atas saham(return on equity) atau marjin laba.

(11)

5. Rasio nilai saham (common-stock security ratio). Yang menunjukkan kepada apakah pasar saham menaruh kepercayaan yang besar atau tidak terhadap perusahaan. Rasio ini diukur berdasarkan pergeseran nilai laba persaham atau nilai pasar saham di bandingkan nilai bukunya.

Rasio kemampulabaan dan perputaran dapat digabungkan dalam suatu bagan yang memperlihatkan profil keuangan para pesaing utama-tegasnya, berapa banyak uang yang dihasilkan dari marjin operasi dibandingkan perputaran asset/aktiva. Akhirnya, dalam mencari kelemahan pesaing, kita perlu mencoba mengidentifikasi setiap asumsi yang mereka buat mengenai bisnis dan pasar mereka yang tidak lagi sahih. Beberapa perusahaan yakin bahwa mereka menghasilkan mutu yang terbaik dalam industri, padahal ini tidak lagi benar. Banyak perusahaan yang menjadi korban dari pepatah konvensional seperti "Pelanggan lebih menyukai perusahaan yang menyediakan lini yang lengkap, Armada wiraniaga merupakan satu-satunya alat pemasaran yang penting," "Pelanggan lebih menghargai pelayanan daripada harga." Jika kita mengetahui bahwa pesaing beroperasi berdasarkan asumsi pokok yang keliru, kita dapat memanfaatkannya.

E. MEMPERKIRAKAN POLA REAKSI PESAING

Sasaran dan kekuatan/kelemahan pesaing dapat memberikan banyak penjelasan mengenai kemungkinan gerakan mereka serta reaksinya terhadap tindakan perusahaan seperti penurunan harga, penggalakan promosi atau peluncuran produk baru. Selain itu, tiap-tiap pesaing mempunyai falsafah tertentu dalam menjalankan bisnisnya, mempunyai kultur interen tertentu dan pedoman keyakinan tertentu. Perusahaan perlu memahami secara nmendalam mentaliatas pesaing agar dapat memperkirakan bagaimana pesaing akan bereaksi atau berproduksi. Dibawah ini adalah beberapa profil reaksi yang umum dijumpai diantar para pesaing:

1. Pesaing lamban/laid-back competitor. Beberapa pesaing tidak bereaksi secara cepat atau kuat terhadap gerakan lawannya. Mereka mungkin merasa bahwa pelanggan 2. Pesaing yang selektif. Pesaing yang bereaksi hanya terhadap jenis serangan tertentu

dan tidak terhadap yang lainnya.

3. Pesaing harimau/tiger competitor. Pesaing yang berekasi dengan gesit dan kuat terhadap setiap jalur serangan ke wilayahnya.

(12)

F. MERANCANG SISTEM INTELIJEN PERSAINGAN

Empat langkah utama dalam merancang sistem intelijen persaingan

1. Pembentukan Sistem: mengidentifikasian jenis-jenis infornasi persaingan yang penting, sumber terbaik untuk mendapatkan informasi, penugasan seseorang yang akan mengelola system tersebut dan pelayanan yang dihasilkan

2. Pengumpulan Data: data dikumpulkan secara berkesinambungan dari lapangan (pemasok, tenaga penjual) dari orang-orang yang berbisnis dengan pesaing, pengamatan atas pesaing serta dari data yang dipublikasikan

3. Evaluasi Dan Analisis Data: data diperiksa validitas dan reliabilitasnya, diinterprestasikan, dan diorganisasikan

4. Penyebarluasan Informasi dan Pemberian Tanggapan: informasi utama harus disampaikan kepada pengambil keputsan yang relevan, dan pertanyaan manajer tentang pesaing harus di jawab.

G. MEMILIH PESAING UNTUK DISERANG DAN UNTUK DIHINDARI

Untuk memutuskan pesaing mana yang akan diserang dapat menyelenggarakan analisis nilai pelanggan, analisis nilai pelanggan dapat menyingkapkan kekuatan dan kelemahan perusahaan relative terhadap berbagai pesaing. Perusahaan dapat memusatkan serangannya terhadap satu atau beberapa kelompok pesaing. Setelah melakukan analisis nilai pelanggannya, barulah perusahaan dapat memusatkan serangannya pada salah satu kelas pesaing berikut:

1) Pesaing Kuat dan Lemah. Kebanyakan perusahaan menyerang pesaing yang lemah karena membutuhkan lebih sedikit semberdaya per poin pangsa pasar yang diperoleh. Perusahaan juga harus bersaing dengan pesaing yang kuat, pesaing yang kuat juga memiliki kelemahan untuk diserang dan perusahaan dapat membuktikan dirinya sebagai pesaing yang pantas.

(13)

3) Pesaing yang “Baik” dan Pesaing yang “Buruk”. Poter berpendapat bahwa setiap industri mengandung peserta paersaingan yang “baik” dan “buruk”. Perusahaan yang pandai akan mendukung pesaing yang baik dan menyerang pesaing buruk.

Pesaing yang baik mempunyai sejumlah karakteristik: Mereka bermain menurut aturan yang berlaku dalam industri, mereka membuat asumsi yang realistis mengenai potensi pertumbuhan industri, mereka menetapkan harga yang wajar dalam kaitannya dengan biaya atau meningkatkan diferensiasi dan mereka menerima lokasi umum pangsa pasar dan labanya. Sebaliknya, pesaing yang buruk melanggar aturan-aturan itu: Mereka berusaha memebeli pangsa pasar dan bukan menghasilkannya, mereka mengambil resiko yang besar, mereka melakukan investasi dengan kapasitas berlebihan, dan secara umum, mereka merusak keseimbangan industri. Implikasinya adalah bahwa perusahaan yang “baik” dalam suatu industri harus mencoba menata industrinya agar hanya terdiri dari pesaing-pesaing yang baik saja. Melalui lisensi yang berhati-hati, perlawanan yang selektif dan koalisimereka dapat membentuk industri sehingga (1) pesaing tidak berusaha saling menghancurkan dan bertingkahlaku tidak rasional, (2) mereka mentaati aturan, (3) masing-masing sedikit banyak melakukan diferensiasi dan (4) mereka berusaha mendapatakan pangsa pasar dan bukan memebelinya.

Di balik ini sebenarnya ada hal yang lebih penting, yaitu bahwa suatu perusahaan membutuhkan dan mendapatkan manfaat dari para pesaing. Adanya pasaing memberikan manfaat-manfaat strategis sebagai berikut: (1) mereka menurunkan risiko antitrust, (2) mereka dapat meningkatkan permintaan total, (3) mereka berusaha agar menjadi semakin terdiferensiasi, (4) mereka memeberikan perlindungan biaya bagi produsen yang kurang efisien, (5) mereka memikul bersama biaya pengembangan pasar dan mendukung adanya teknologi baru, (6) mereka meningkatkan kekuatan tawar menawar terhadap tenaga kerja dan membuat peraturan, dan (7) mereka dapat melayani segmen yang kurang menarik.

H. MENYEIMBANGKAN ORIENTASI PELANGGAN DAN ORIENTASI PESAING

(14)

penting. Perusahaan yang berorientasi kepada pesaing daalah perusahaan yang gerak geriknya pada dasarnya ditentukan oleh aksi dan reaksi pesaing. Perusahaan ini banyak menggunakan waktunya untuk mengamati gerakan dan pangsa pasar pesaing pasar demi pasar. Perusahaan seperti ini munyusun rangkaian tindakannya berdasarkan data sebagai berikut:

PERUSAHAAN YANG BERORIENTASI KEPADA PESAING

Situasi :

 Pesaing W berusaha habis-habisan untuk menghancurkan kita di Surabaya.

 Pesaing X memperbaiki liputan distribusinya di medan dan mengganggu penjualan kita.  Pesaing Y telah menurunkan harganya di Semarang dan kita kehilangan bagian pasar

sebanyak tiga persen.

 Pesaing Z telah memperkenalkan jenis pelayanan baru di Padang dan pelanggan kita mulai mengalihkan bisnisnya ke pesaing ini.

Pemecahan:

 Kita akan menarik diri dari Surabaya karena tidak mungkin memenangkan pertarungan ini.

 Kita akan meningkatkan pengeluaran iklan kita di Mesin.  Kita akan mengikuti penurunan harga pesaing Y di Semarang.  Kita akan menambah anggaran promosi penjualan kita di Padang

Nah, mode perencanaan strategi seperti ini mempunyai segi positif dan negatif. Dari segi positif, perusahaan mengembangkan orientasi pejuang (fighter). Perusahaan ini melatih para pemasaranya untuk selalu waspada, mengamati kelemahan dalam posisinya sendiri serta mengamati kelemahan pesaing. Dari segi negatif, perusahaan terlalu menunjukkan pola reaktif. Ketimbang menerangkan strategi yang berorientasi kepada pelanggan secara konsisten, perusahaan menentukan gerak-geriknya berdasarkan gerakan pesaing. Sebgai akibatnya, perusahaan tidak bergerak kearah yang telah ditentukan sebelumnya menuju ke pencapaian tujuan. Perusahaan tidak tahu kemana mereka akan sampai, karena terlalu banyak tergantung pada apa yang dilakukan pesaing.

(15)

PERUSAHAAN YANG BERORIENTASI KEPADA PELANGGAN Situasi:

 Pasar total tumbuh sebesar 4% per tahun.

 Segmen yang tumbuh paling ceoat adalah segmen yang peka-mutu; segmen ini tumbuh sebesar 8% per tahun.

 Segmen pelanggan yang peka hadiah juga berkembang, tetapi pelanggan ini tidak bertahan lama dengan pemasok tertentu.

 Makin banyak pelanggan yang menyatakan minatnya akan pelayanan 24 jam, yang belum disediakan perusahaan mana pun dalam industri.

Pemecahan:

 Kita akan memutuskan upaya lebih besar untuk menjangkau dan memuaskan segmen peka-mutu di pasar; rencana kita adalah membeli komponen yang lebih baik, meningkatkan pengendalian mutu dan mengubah tema iklan ke mutu.

 Kita akan menghindarkan diri dari penurunan harga dan menawarkan hadiah karena kita tidak menginginkan pelanggan yang membeli dengan cara ini.

 Kita akan menyelidiki biaya dan potensi perolehan pangsa pasar dari pelayanan 24 jam dan menyediakan jika kelihatan memeng menjanjikan.

(16)

BAB III

PEMBAHASAN

KERANGKA TEORITIS KEUNGGULAN KOMPETITIF UNTUK UKM DI CHINA DALAM EKONOMI NORMAL BARU

1. Biaya

Soal biaya hampir semua UKM ataupun usaha lain di china membuat produk yang memiliki kualitas rata-rata tetapi harga jual rendah. Ini adalah salah satu strategi persaingan di pasaran yang menjadi daya tarik konsumen. Apalagi antara ASEAN dan China ini sudah free trade maka persaingan antar produk yang ada dipasaran dari UKM Cina dan Indonesia jelas di menangkan Cina karena soal harga jelas China dengan harga murah dengan kualitas rata-rata sangat digemari di Pasaran.

Contoh: UKM di Cina yang telah ada dirumahan dan membuat produk handphone. Seandainya dengan di beri biaya yang sama belum tentu bisa UKM di Indonesia membuat HP

2. Kualitas dan Harga

Persaingan semakin ketat, di mana para penjual saling 'membanting' harga barang yang dijual. Tujuannya adalah, agar bisa memenangkan persaingan sebagai penjual baik online maupun offline. Dari segi kualitas persaingan yang terjadi cenderung pada spesifikasi produk UKM atau produk apa yang dilihat oleh konsumen. Disinilah persaingan terjadi, tetapi kualitas juga di pengaruhi harga. Jadi konsumen lah yang akan memberi nilai dan akan memilih produk yang dibutuhkanya sendiri. Berikut ini adalah yang menjadi alasan mengapa barang-barang dari Cina harganya lebih murah: a. Bahan Baku yang murah

(17)

b. Biaya Kirim Disubsidi Pemerintah

Yang menarik dari produsen Cina adalah, peran serta pemerintah yang ingin memajukan UKM_UKM di Cina. Mereka lebih terfokus untuk menjual produk mereka ke luar negeri, agar uang dari negara lain masuk ke negara mereka. Alhasil, pemerintah pun memberikan subsidi untuk biaya kirim, agar ekspor Cina kian meningkat. Strategi ini bagus untuk perekonomian negara dalam jangka waktu yang panjang, dan itu memang terbukti dengan menguatnya perekonomian Cina.

c. Persaingan yang Krtat antar UKM di Cina

Persaingan yang ketat itu ternyata positif. Positif yang dimaksud adalah bagai konsumen . ketika banyak produsen yang bersaing, maka mereka berlomba-lomba untuk menjadi pemenang di mata konsumen. Caranya adalah, dengan memberikan pelayanan terbaik serta berani membanting harga. Dengan harga yang miring, mereka bisa memenangkan persaingan. Dan hal itu tentunya memberikan efek positif bagi para konsumen.

d. Prinsip orang-orang Cina : “Untung Sedikit Tak Masalah, Asalkan Laris”

Orang-orang Cina sepertinya terlahir memiliki bakat bisnis yang alami. Dalam hal berbisnis, orang-orang Cina memiliki keunggulan dalam banyak hal. Slah satu keunggulan yang dimaksud adalah berani mendapatkan keuntungan yang sedikit. Bagi orang-orang Cina, untung sedikit tak masalah, asalkan laris. Seiring

berjalannya waktu, orang-oarang akan membeli barang di tempat mereka karena harga yang snagat murah. Meskipun murah, jangan pernah remehkan kualitas dari produk-produk Cina.

Contoh:

Produk HP android dari china dan indonesia harganya sangat relatif antara xiaomi dan polytron tetapi untuk spesifikasi yang dimiliki china jelas diunggulkan karena tekhnologi antara china dan indonesia lebih maju china.

3. Kemitraan

Di bidang kemitraan perlu di prioritaskan. Terutama dalam mendapatkan modal, khususnya menjalin kemitraan dengan lembaga keuangan.

4. Sumber Daya Manusia (SDM)

(18)

Cina telah mengirimkan ribuan tenaga mudanya yang terbaik untuk belajar ke beberapa Universitas terbaik di Amerika Serikat, seperti Harvard, Stanford, dan MT. Di Harvard saja, Cina telah mengirimkan ribuan mahasiswanya untuk mempelajari sistem ekonomi terbuka dan kebijakan pemerintahan barat, walaupun Cina masih menerapkan sistem ekonomi yang relatif tertutu. Sebagai hasilnya, Cina saat ini telah memiliki jaringan perdagangan yang sangat baik dengan Amerika.

Untuk di Indonesia sendiri SDMnya masih kurang memumpuni. Penyebabnya bisa jadi karena malas dan takut mengambil resiko untuk berjuang dari nol apabila menjadi pengusaha. Kebanyakan masyarakat kita juga pada umumnya menaruh simpati yang lebih besar pada profesi-profesi yang secara praktis terlihat eksklusif, seperti dokter, akuntan, dan pengacara di banding dengan menjadi wirausaha. Keadaan ini lebih diperburuk dengan sistem pendidikan kita yang cenderung mengabaikan pelajaran tentang kewirausahaan dan kepemimpinan. Hal ini sngat berkebalikan dengan budaya wirausaha yang sangat kental dari penduduk Cina. Selain itu, yang menjadi kendala dunia usaha UKM di Indonesia adalah Teknologi dan metode yang tidak efisien dan jauh tertinggal dari para pesaingnya di luar negeri.

5. Etika Bisnis Orang Cina

Dalam dunia usaha pasti terdapat etika yang berbeda-beda di setiap negara. berikut ini dalah etika bisnis yang diterapkan dinegara Cina:

a. Tidak menggunakan cara-cara kotor untuk menjatuhkan orang lain. b. Kompetisi persaingan yang sehat harus selalu di junjung tinggi. c. Tidak menjelek-jelekkan dan mengganggu kegiatan usaha orang lain.

d. Persaingan haruslah menurut pada faktor moral kejujuran, keselematan, dan kemanusiaan.

(19)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Untuk menyiapkan strategi pemasaran yang efektif, pemasaran yang efektif, perusahaan harus memperhatikan pesaing selain juga pelanggan aktual dan potensialnya, ini terutama penting di pasar yang pertumbuhannya lamban karena penjualan hanya dapat ditingkatkan denngan merebutnya dari pesaing.

Pesaing suatu perusahaan meliputi mereka yang berudaha memuaskan pelanggan dan kebutuhan pelanggan yang sma dan menyediakan penawaranyang serupa kepada pelanggan itu. Tetapi, perusahaan juga harus menaruh perhatian kepada pesaing latennya yang mungkin menawarkan cara baaru atau cara lain guna memuaskn kebutuhan yang sama. Perusahaan harus berusaha an harus berusaha mengidentifikasi para pesaingnya dengna menggunakan baik analisis industri maupun pasar.

Perusahaan perlu mengumpulkan informasi tentang strategi, sasaran, kekuata/kelemahan seta pola reaksi pesaing. Perusahaan perlu mengetahui strategi masing-masing pesaing guna mengidentifikasi pesaing terdekatnyaserta guna mengambil langkah yang tepat. Perusahaan harus mengetahui sasaran pesaingnya guna mengantisipasi gersakan dan reaksi mereka lebih lanjut. Mengetahui kekuatan dan kelelemahan pesaing akan memungkinkan perusahaan untuk mempertajam strategi sendiri guna memanfaatkan kerterbatasan pesaing sambil menhindakan kemungkinan benturan dinmana pesaing dirakasakan kuat. Mengetahui pola reaksi pesaing akan membantu perusahaan untuk memilih jenis dan saat tindakan tertentu.

B. SARAN

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Kotler dan Gary Amstrong. 2001. Prinsip-prinsip Pemasaran. Jilid II. Jakarta. Penerbit Erlangga.

(21)

LAMPIRAN

A THEORETICAL FRAMEWORK OF COMPETITVE

ADVANTAGE FOR SMES IN CHINA UNDER NEW

NORMAL ECONOMY

Dr. Shigang Yan, PhD

China Foreign Affairs University, China

Abstract

Small and medium-sized enterprises (SMEs) have grown to be an important force in promoting the development of the Chinese economy. As China’s economy is making a shift towards new normal stage, Chinese SMEs are facing a myriad of problems and difficulties which have constrained their further development. The research integrates the industry organization approach and resource-based view which have emerged in the literature related to the concept of competitive advantage. Based on these two approaches, a theoretical framework is developed to put forward that Chinese SMEs’ competitive advantage depends upon the identification of appropriate strategy and industry structure as well as developing and creating core capability in order to exploit opportunities and neutralize the threats faced in new normal economy.

Keywords: SMEs, Competitive strategy, New normal economy, China

Introduction:

(22)

country's gross domestic product, generating more than 75 percent of employment opportunities in China. Chinese SMEs have grown to be an important force in promoting the development of the Chinese economy. In addition, they have played an indispensable role in promoting market orientation, improving industry structure, and creating job opportunities.

The new normal economy was presented by Chinese President Xi Jinping at the Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) on 2014. The new normal economy in China has several characteristics. Firstly, the Chinese economy is slowing down after 30 years of hyper-growth. In the 35 years between 1978 and 2013, annual growth of the Chinese economy averaged close to 10 percent and, between 2003 and 2007, it was over 11.5 percent. Chinese economy is in a new normal stage from the double digit growth to growth rates of 7 percent to 8 percent. Secondly, the economic structure in China is constantly improved and upgraded. Finally, China’s economy is making a shift towards innovation-driven development amid the economic new normal of slower growth. Therefore, given the competitive pressures in the market, the fundamental problem that must be resolved by Chinese SMEs pertains to the decision on what capability and strategy to be deployed and developed in order to survive and remain competitive.

Definition of SMEs in China:

Although commonly used, the term ‘small and medium-sized enterprises’, is nevertheless vague, suggesting mainly the idea of a firm which is not large, without being more specific (Goss, 1991). Generally speaking, there are qualitative and quantitative criteria to define SMEs (Jafari et al., 2007). Qualitative criteria refer to those enterprises with a relatively small-scale production and operation. For quantitative criteria, Western countries usually take employment, sales, turnover and invested capital, as measuring standards. Quantitative criteria have been widely used by most countries. In APEC economies, the definition of an SME also varies, but is generally most commonly is based on the number of employees. SMEs commonly employ 100 to 500 enterprises. According to this SMEs standard, specific criteria apply to the agriculture, industrial sector, construction, transportation, wholesale, retail business and etc. According to this SMEs standard, guidelines for the industrial sector requires SMEs to employ between 200 and 1,000 people with annual revenue between RMB 50 million and RMB 2000 million (MIIT, 2011).

Table 1 Definition of SMEs in China

Type of Industries Employment Total assets(RMB) Business revenue (RMB)

Agriculture < 200million

(23)

Wholesale <200 < 400million interactions between internal resources and external environment. Some factors, including entrepreneurs, internal conditions, and external environment, have been reported to influence the growth of Chinese SMEs.

The role of entrepreneurs in Chinese SMEs. The success of Chinese SMEs is largely attributed to top managers’ ability to develop effective strategies that are compatible with environmental conditions. Most SMEs were started by rural entrepreneurs. It is these individuals who have led the SMEs into fairly modern business entities. In the continuous evolution toward a free market, SMEs entrepreneurs have demonstrated a unique role that includes the fundamental entrepreneurial values of high adaptability to change and proactiveness in terms of dynamic market demand. Also Chinese SMEs entrepreneurship is exhibited in an eagerness on the part of top managers to seek unexploited market opportunities as well as a willingness to take risks. With relationship (Guanxi) as an important element in Chinese culture, the entrepreneurs exhibit a strong orientation towards relationship in their behavior and background. Top managers in Chinese SMEs are concerned for employees and getting along well with people. They also establish good networks with different parties like the suppliers, trade association and other professions, and seek advice, assistance, resources and business opportunities through such networks. It is important to note that such relationships are considered to be long-term and built upon trust, rather than short-term or contractual relationships.

(24)

management has meant that inter-firm alliances have produced a ‘networked’ approach to industrial production. Many SMEs have put special emphasis on human resources and product quality. With their autonomous and flexible systems, it is common for them to recruit highly competent engineers and technicians from SOEs, pay them attractive salaries and actively pursue technology improvement and innovation.

In order to maintain and improve SME competitiveness, it is necessary to enhance the management system by expanding the operations of the business and strengthening the marketing function. SMEs in China put much effort into establishing close and good relationship with the buyers and government officials. Though the Chinese economy is now becoming more market-oriented, traditional influences still prevail. Also, when small firms practice marketing by themselves, they have nobody to learn from, except the large state-owned enterprises, which are production-oriented (Siu, 2001). Nevertheless, this specific politico-economic structure also makes SMEs aware of the importance of good relationships with customers, government officials and other business practitioners.

External environment influence on Chinese SMEs. The outstanding performance and development of Chinese SMEs can be attributed to many economic, political and socio-economic factors. During the planned period, China lacked institutional framework and the incentives rather than the capacity to develop a proper industrial sector. Once the reforms took effect in 1980s, enterprises were provided with the opportunity to retain profits, thus providing the first stage of an incentive structure. Some specific policies for SMEs have also been implemented. For example, the Chinese government published the SMEs Promotion Law in 2002, which strengthened the role of SMEs. With the introduction of the SMEs Promotion Law, Chinese SMEs could broaden their financing approach and get favorable taxation policies to support their development. Therefore, these incentives were later enhanced when SMEs assumed responsibility for their own profits and losses, and when profit retention was replaced by taxation.

Actions by local governments play an important role, especially for collective SMEs in the initial development phase. One of the main reasons for this has been the gradual decentralization of the fiscal system, which has allowed local governments’ revenues to be used, in part, to facilitate local socio-economic growth. Once in control community and the long-term prospects for development are more secure. Moreover, Chinese SMEs have access to credit, productive inputs, and information, and possess an advantage when applying for legal permits and arranging market linkages. However, this can produce distortions, often damaging “private” enterprises in investments and markets.

Challenges faced by Chinese SMEs under new normal economy:

(25)

role in promoting economy growth, expanding and creating job opportunities. Despite their rapid development, many SMEs still suffer from a number of challenges in the new normal stage, as highlighted in the following three aspects.

Innovation challenge faced by Chinese SMEs. Innovation capability can be considered as a subset of dynamic organizational capabilities. According to Tidd et al.

(2001), the innovation capability is very important to the company’s business. It is associated with renewal and evolution of the business, renewing what the company has to offer and how it creates this. Innovation capability offers the potential benefits for Chinese SMEs to reduce the cost of production, increase the technical feasibility of Chinese undertakings, and further improve their market growth.

Many Chinese SMEs are family businesses and most of them focus on being suppliers to large companies or serving predictable and stable industries. They suffered from operating inefficiencies due to poor management skills, outmoded equipment and technology, and old operating mechanisms. On the other hand, most SMEs in China haven’t their own R&D department so that they can’t conduct research and experiments in order to pursue innovation. They have to rely on government agencies, research institutes and universities for new technology knowledge transfer. Successful new technology knowledge transfer between these organizations and SMEs is yet still questionable since many SMEs are still having difficulties to run their production smoothly. In the new normal economy, the most important direction of reform and policy orientation is to re-balance the relationship between fairness and efficiency, which is the key to the transition from factor- and investment-driven growth to innovation-driven growth. Therefore, there is a need for Chinese SMEs to improve their innovation capacity so that they could achieve success in the new normal stage.

Inadequate financing for Chinese SMEs. Although the Chinese government implements favorable loan and taxation policies to support SMEs, it is not directly investing in SMEs as it does with large enterprises. Especially, the start-up and growth capital for many Chinese SMEs was usually provided by the owner, with family or friends often helping out. Because large enterprises have substantial capital, and an earnings track record or government guarantees to protect them from loss.

With large enterprises, banks feel comfortable to offer financing. This logic also makes banks unwilling to loan to SMEs which typically lack sufficient history and stability of earnings. For example, only 23.2 percent of bank in china loans were extended to SMEs, and 4.7 percent of short-term loans went to SMEs in 2013(CBRC, 2014). According to Tsai (2015), there are five factors resulted to inadequate financing of Chinese SMEs, including political concerns, developmental priorities of governments on-going financial repression, limited organizational and technical capacity of bank system, and ideological and political sensitivity. Therefore, due to SMEs weakness in scale and limitations in technology, management and especially financing, the development of these enterprises does not go smoothly. To promote employment, economic development and social stability, effective measurements and policies must be adopted to support SMEs in China.

(26)

performance. Improving relative cost position in unsustainable ways may allow a firm to maintain cost parity or proximity, but a firm attempting to achieve low cost strategy must also develop sustainable sources of cost advantage.

Rising labor cost has been a fact of life for SMEs in China for years. According to Gale and Arnade (2015), the labor’s wage has risen dramatically. The rural wage was about RMB 34-35 per day in 2000-2003, and it reached over RMB 100 in 2013. Compared to that in 2013, the rural wage increased about three times. High labor cost is just one element in a series of factors that have led to cost inflation in China. Many other costs that influence business operations of SMEs have also spiked in China recently. In China, land markets using new data based on auction sales from 2003-2011 in 35 major cities, on average the last nine years have seen land values skyrocket in many markets, not just those on the coasts. The typical market has experienced double-digit compound annual growth in real values on average. According to Sirkin et al. (2011), industrial land cost 17.29 US dollars per square foot in Shanghai, $21 in Shenzhen, 11.15 in Ningbo, but the national average in $10.22 per square foot in China in. Industrial land in Tennessee and North Carolina, the price ranges from $1.30 to $ 4.65. Therefore, rising wages, shipping costs, and land prices, combined with a strengthening RMB, are rapidly eroding Chinese SMEs’ cost advantages.

A theoretical framework of competitive advantage for Chinese SMEs:

The concept of competitive advantage has received much academic attention and has become well established in the literature (Barney, 1991; Porter, 1985; Coyne, 1986). Regardless of which theoretical perspective is represented, there is a general agreement that the purpose of strategic competitive activity in the firm is to achieve a sustainable competitive advantage, and thereby enhance a business’ performance (Porter, 1985; Coyne, 1986; Hall, 1993; Bharadwaj et al., 1993).

(27)

Core capability and competitive advantage. As indicated in this framework, core capability has direct impacts on SMEs’ performance. This is consistent with the resource-based view. In the resource-based view, resources in a firm can be classified into financial, physical, human, organizational and technological resources (Man, 2001). However, resources themselves cannot become competitive advantage unless they are organized into capabilities. Core capability represents the potential dimension of competitiveness from the firm’s performance. Premaratne (2001) identifies two types of resources, namely entrepreneurial resources and gratis (supporting) resources, which contribute to SMEs’ success. Hyvonen and Tuominen (2006) argued that sustainable competitive advantage is resulted from the possession of innovation capability, which are further linked to intangible resources. Rangone (1999) developed a model in which superior performance in SMEs is based on innovation capability, market management capability and production capability. Thus, it expects Chinese SMEs with entrepreneurial, marketing and innovation capabilities to have a broader range of possible actions and to be able to exploit numerous resources, thus enhancing organizational performance.

Competitive strategy and competitive advantage. Competitive strategy determines the relative competitive position and performance of Chinese SMEs. This is consistent with the industry organization approach that the firm’s performance is proposed to be determined by firm conduct and industry structure (Porter, 1985; Bharadwaj et al., 1993). The competition strategy is the strategic choice that can influence Chinese SMEs’ performance. In analyzing the strategies of firms, the Porter framework has been the dominant tool for the past two decades. Porter’s (1985) model of the five relevant forces in an industry and his generic strategies are still popular concepts. Sandlberg (1986) found that business strategies and industry structure have direct

(28)

influence on growth performance of SMEs. In addition, such factors as strategic types, the adoption of new technologies, quality products and services, customer relations and other organizational strategy related factors are also revealed to have important influence on superior performance of SMEs. Lee et al. (1999) further suggest that SMEs can free- ride on the bigger firms’ market development efforts and/or they can form strategic alliances to force accommodation by the bigger rivals. Chew et al. (2005) built up a conceptual framework for the competitive strategies for Chinese SMEs, which includes strategic alliances, innovation and differentiation. The framework was also illustrated by a case study of a prominent Chinese SME.

Given the limited resources in terms of finances, human expertise and production process, Chinese SMEs’ can address the scope of competition by adopting a broad or narrow product/service and market approach. Also SMEs can address the mode of competition in an infinite number of ways, but literature points out that the most important ones include: competing on quality of products/services, competing on product/service, and competing on time and cost. The Chinese SMEs’ competitive strategy includes four types of variables: cost, quality, delivery, and partnering. These variables present significant potentials for gaining and sustaining competitive advantage.

Role of Industry Structure and competitive advantage. Industry dynamics provides a window to market opportunities and threats, and Chinese SMEs are a deliberate response to those dynamics. Dethier et al. (2010) stated that the business environment affects the company through its influence on incentives to invest and by inflicting pressure over firms. During economic transition, industry structure in China has revealed several characteristics.

First, growth in sales and profitability varies markedly due to the industrial policy that allows only some sectors to be privatized and also to the deep-rooted imperfections in industry structure. Second, government regulations frequently changed due to idiosyncratic paths of decentralization and government needs for controlling strategically vital industries. Third, competitive pressure varies by the level of equilibrium between market demand and market supply. These three characteristics individually represent different attributes of an industry’s structure and yet collectively reveal this industry’s profile about opportunities and threats. These characteristics of the industry have a direct impact on the nature of competition and the competitive strategy available to Chinese SMEs. Drawing on the literature, two industry structure factors-market entry barriers and competitive pressure, would appear to have a strong moderating effect on the Chinese SMEs’ performance.

Conclusion:

(29)

patterns of core capability, competitive strategy and industry structure on performance of Chinese SMEs.

References:

Barney, J.B. (1991). Firm Resources and Sustained Competitive Advantage,

Journal of Management 17: 99–120.

Bharadwaj, S.G. Varadarajan, P.R. and Fahy, J. (1993). Sustainable Competitive Advantage in Service Industries: A Conceptual Model and Research Propositions, Journal of Marketing, 57 (October), pp. 83-99.

CBRC, 2014, ‘CBRC Vice Chairman Yan Qingmin Attended Small- and Micro-Sized Financial Service Sub-forum of Boao Forum for Asia’. Available at:

http://www.cbrc.gov.cn/chinese/home/docView/C1B3D38F6C61440B024B 7FABEAD15A57.html.

Chang, C. and Wang. Y. (1994). The Nature of the Township-village Enterprise, Journal

of Comparative Economics, 19(3), pp. 434-452.

Chew, D.A.S, Yan, S. and Cheah, C.Y.J. (2005). Analysis of competitive advantage of construction SMEs in China, Proceedings of the CRIOCM International Symposium on Advancement of Construction Management and Real Estate, Hangzhou, China, 30th Oct.-2nd Nov., 2005.

Coyne, K.P. (1986). Sustainable Competitive Advantage—What It Is, What It Isn’t,

Business Horizons, 29 (January--February), 54-61.

Dethier, J., Hirn, M., and Straub, S. (2010). Explaining enterprise performance in developing countries with business climate survey data, The World Bank Research Observer, 26, 258–309.

Hyvonen, S. and M. Tuominen, (2006). Entrepreneurial Innovations, Market

-Driven Intangibles and Learning Orientation: Critical Indicators for Performance Advantages in SMEs, International Journal of Management and Decision Making, 7(6), pp.643-660.

Gale, F. and Arnade, C. (2015). Effects of rising feed and labor costs on China’s chicken price, International Food and Agribusiness Management Review, Vol. 18, Special Issue A, pp. 137-149.

Goss, D. (1991). Small Business and Society, London and New York: Routledge.

(30)

Jafari, M., Fathian M., Akahavan, P. and Hosnavi,R. Exploring KM features and learning in Iranian SMEs, The Journal of Information and Knowledge Management System, Vol. 37, No.2, pp. 207-218.

Lee, K.S., Lim, G. H. and Tan, S. J. (1999). Dealing with Resource Disadvantage: Generic Strategies for SMEs, Small Business Economics12, pp. 299-311.

Man, T. (2001). Entrepreneurial Competencies and the Performance of Small and Medium Enterprises in the Hong Kong Services Sector, Ph.D. dissertation, Hong Kong Polytechnic University.

Ministry of Industry and Information Technology of the People’s Republic of China (2011). Classification Standards on the Small and Medium-sized Enterprises, the 300th Joint Ordinance of National Bureau of Statistics of the People’s Republic of China,

National Development and Reform Commission, and Ministry of Finance of the People’s

Republic of China, 18 June 2011.

Porter, M.E. (1985). Competitive Strategy, The Free Press, New York. Premaratne, S.P. (2001). Networks, Resources, and Small Business Growth: The Experience in Sri Lanka,

Journal of Small Business Management 39 (4), pp. 363-371

Rangone, A. (1999). A Resource-based Approach to Strategy Analysis in Small-medium Sized Enterprises, Small Business Economics12: 233-248.

Sandlberg, W.R. (1986). New Venture Performance: The Role of Strategy and Industry Structure, Lexington.

Sirkin,H. F., Zinser, M. and Hohner, D.(2011) . Made in America, Again, BCG Working Paper, August 2011.

Siu, W.S. (2001). Small Firm Marketing in China: A Comparative Study,

Small Business Economics 16: 279-292.

Tidd, J., Bessant, J., and Pavitt, K. Managing Iinnovation: Integrating Technological,

Market and Organizational Change. Chichester: John Wiley

& Sons, 2001.

Tsai,K.S.(2015). Financing Small and Medium Enterprises in China: Recent Trends and

(31)

Gambar

Table 1 Definition of SMEs in China
Figure 1 CICTheoretical

Referensi

Dokumen terkait

Renegosiasinya terlampau lama melebihi batasan waktu 1 (satu) tahun yang diatur dalam Pasal 169 huruf b Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 karena tidak adanya

Proses penemuan makna hidup bukanlah merupakan suatu perjalanan yang tidak mudah bagi PSK, perjalanan untuk dapat menemukan apa yang dapat mereka berikan dalam

Dari beberapa gaya bertutur dalam film dokumenter tadi, dalam tugas akhir ini penulis mencoba mengangkat tema dokumenter Legiun Mangkunegaran ini dengan cara bertutur

Bila ada sektor-sektor lain yang kurang berkembang maka diharapkan adanya usaha tambang di suatu daerah dapat ikut menumbuhkan sektor-sektor ekonomi lainnya, misalnya berperan dalam

Berdasarkan potensi, peluang dan tantangan terkait konservasi jenis ramin, telah dilakukan penelitian konservasi ramin melalui penyediaan bibit stek ramin pada

membujur pegunungan Meratus Utara dari barat ke timur yang juga menjadi.. batas wilayah Provinsi

Kondisi pemukiman kampung Menteng yang sangat padat, mengakibatkan koridor gang di lingkungan pemukiman dimanfaatkan bukan hanya sebagai area sirkulasi melainkan

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (class room action research). Penelitian ini berlokasi di SMA Negeri 3 Polewali Kecamatan Polewali Kabupaten Polewali