• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian internasional yang telah dira (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perjanjian internasional yang telah dira (2)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I A. latar belakang

Kehidupan dalam masyarakat internasional senantiasa bertumpu pada suatu tatanan norma. Pada kodratnya masyarakat internasional itu saling berhubungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melakukan hubungan ini satu sama lain diperlukan suatu kondisi, yaitu keadaan yang tertib dan aman, untuk berlangsungnya keadaan yang tertib dan aman ini diperlukan suatu tatanan norma. Dalam sejarah tatanan norma tersebut telah berproses dan berkembang menjadi apa yang dikenal dengan Hukum Internasional Publik. Kemudian “The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC atau FCCC)” atau disebut juga Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim yang merupakan perjanjian internasional di bidang lingkungan hidup. UNFCCC didirikan dengan tujuan untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer pada tingkatan pencegahan perubahan, yang ditujukan untuk melawan pemanasan global. UNFCCC adalah perjanjian lingkungan hidup internasional dengan tujuan mencapai “stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer pada tingkat yang akan mencegah gangguan antropogenik yang berbahaya dengan sistem iklim.”

Protokol awalnya diadopsi pada tanggal 11 Desember 1997 di Kyoto, Jepang, dan mulai berlaku pada tanggal 16 Februari 2005. Pada April 2010, 191 negara telah menandatangani dan meratifikasi protokol. Di bawah Protokol, 37 negara (“negara-negara Annex”) berkomitmen pada pengurangan empat gas rumah kaca (GRK) (karbon dioksida, metan, asam nitrat, heksafluorida belerang) dan dua kelompok gas (hidrofluorokarbon dan perfluorokarbon) yang dihasilkan oleh mereka , dan semua negara anggota memberikan komitmen umum. Annex I negara sepakat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif sebesar 5,2% dari tingkat tahun 1990. batas Emisi tidak termasuk emisi oleh penerbangan dan pelayaran internasional, tetapi selain gas industri, chlorofluorocarbons, atau CFC, yang diatur di bawah tahun 1987 Protokol Montreal tentang Bahan-bahan yang Merusak Lapisan Ozon.

Patokan tahun 1990 tingkat emisi diterima oleh Konferensi Para Pihak UNFCCC (2/CP.3 keputusan) adalah nilai dari “potensi pemanasan global” dihitung untuk Kedua IPCC Assessment Report.Angka-angka ini digunakan untuk mengubah emisi gas rumah kaca ke berbagai setara CO2 sebanding (CO2-eq) ketika menghitung sumber secara keseluruhan dan tenggelam. Protokol memungkinkan beberapa “mekanisme fleksibel”, seperti perdagangan emisi, mekanisme pembangunan bersih (CDM) dan implementasi bersama untuk memungkinkan negara-negara Annex untuk memenuhi pembatasan emisi gas rumah kaca mereka dengan membeli pengurangan emisi gas rumah kaca kredit dari tempat lain, melalui bursa keuangan, proyek yang mengurangi emisi di non-Annex I negara, dari negara-negara Annex I lainnya, atau dari lampiran I negara-negara dengan tunjangan kelebihan.

(2)

bawah UNFCCC dan Protokol Kyoto. Negara-negara ini mencalonkan seseorang (disebut “otoritas nasional yang ditunjuk”) untuk membuat dan mengelola persediaan gas rumah kaca. Hampir semua non-negara-negara Annex juga membentuk otoritas nasional yang ditunjuk untuk mengelola kewajibannya Kyoto, khususnya “proses CDM” yang menentukan proyek mana yang GRK mereka ingin mengusulkan untuk akreditasi oleh Badan Eksekutif CDM.

A. Tujuan

Adapun maksud dan tujuan penulis dalam menyusun makalah ini tiada lain adalah sebagai tugas mata kuliah Hukum perjanjian Internasional yang di berikan dan Untuk dapat mengetahui seberapa besar pengaruh kerja sama antara pemerintah Indonesia dan pemerintah belanda dalam hukum perjanjian Intrnasional, dan juga Untuk mengetahui penerapan protokol Kyoto dalam perjanjian bilateral antara pemerintah Indonesia dan pemerintah belanda dalam menyepakati kerja sama clean development mechanism (mekanisme pembangunan bersih/CDM) sektor energy. sebagai bahan diskusi dalam proses pembelajaran bersama pada semester enam Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala.

BAB II

(3)

Protokol memungkinkan beberapa “mekanisme fleksibel”, seperti perdagangan emisi, mekanisme pembangunan bersih (CDM) dan implementasi bersama untuk memungkinkan negara-negara Annex untuk memenuhi pembatasan emisi gas rumah kaca mereka dengan membeli pengurangan emisi gas rumah kaca kredit dari tempat lain, melalui bursa keuangan, proyek yang mengurangi emisi di non-Annex I negara, dari negara-negara Annex I lainnya, atau dari lampiran I negara-negara dengan tunjangan kelebihan.

Kyoto dimaksudkan untuk mengurangi emisi global gas rumah kaca.Tujuan dari konferensi perubahan iklim Kyoto adalah untuk membentuk perjanjian internasional yang mengikat secara hukum, dimana semua negara peserta berkomitmen untuk menangani isu pemanasan global dan emisi gas rumah kaca. Target disepakati adalah pengurangan rata-rata 5,2% dari tingkat 1990 pada tahun 2012. Menurut perjanjian itu, pada tahun 2012, negara-negara Annex harus telah memenuhi kewajiban mereka terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca yang ditetapkan untuk periode komitmen pertama (2008-2012) (tercantum dalam Lampiran B Protokol).

komitmen pertama Protokol Kyoto putaran rinci langkah pertama dari Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (Gupta et al, 2007.). Protokol menetapkan struktur bergulir periode komitmen pengurangan emisi, dengan negosiasi pada komitmen periode kedua yang dijadwalkan untuk mulai pada tahun (Grubb dan Depledge, 2001, hal 269). Komitmen pengurangan emisi periode pertama berakhir pada akhir tahun 2012.

Tujuan utama UNFCCC adalah “stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer pada tingkat yang akan mencegah gangguan antropogenik yang berbahaya dengan sistem iklim.” Bahkan jika Annex I berhasil dalam pertemuan putaran pertama mereka komitmen, pengurangan emisi yang jauh lebih besar akan diperlukan di masa depan untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca atmosfer. Inti dari Protokol terletak pada komitmen membangun untuk pengurangan gas rumah kaca yang mengikat secara hukum untuk negara Annex. Pembagian negara-negara dalam kelompok yang berbeda adalah salah satu konsep kunci dalam komitmen yang memungkinkan, dimana hanya negara-negara Annex pada tahun 1997, dipandang sebagai memiliki kemampuan ekonomi untuk melakukan diri mereka sendiri dan industri mereka. Membuat hanya beberapa negara dalam kelompok 1 Annex berkomitmen untuk keterbatasan protokol.

(4)

Negara Berkembang dengan membentuk dana adaptasi untuk perubahan iklim. Akuntansi, Pelaporan dan Review untuk memastikan integritas Protokol.

Tiga puluh sembilan negara-negara Annex I empat puluh telah meratifikasi Protokol. Dari tiga puluh empat telah berkomitmen pada pengurangan gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan oleh mereka untuk target yang ditetapkan dalam kaitannya dengan tingkat emisi 1990, sesuai dengan Lampiran B Protokol. Sasaran berlaku untuk empat gas rumah kaca dioksida karbon, metan, asam nitrat, heksafluorida sulfur, dan dua kelompok gas, hidrofluorokarbon dan perfluorokarbon. Keenam GHG dijabarkan ke dalam setara CO2 dalam menentukan pengurangan emisi. Target ini pengurangan selain gas industri, chlorofluorocarbons, atau CFC, yang diatur di bawah tahun 1987 Protokol Montreal tentang Bahan-bahan yang Merusak Lapisan Ozon.

Di bawah Protokol, hanya negara-negara Annex I berkomitmen untuk target pengurangan nasional atau bersama, (secara resmi disebut “tujuan dihitung emisi pembatasan dan pengurangan” (QELRO) – Pasal 4.1) yang berkisar dari pengurangan bersama 8% untuk Uni Eropa dan lain-lain, untuk 7% untuk Amerika Serikat (tidak mengikat seperti Amerika Serikat bukan penandatangan), 6% untuk Jepang dan 0% untuk Rusia. Perjanjian itu memungkinkan peningkatan emisi sebesar 8% untuk Australia dan 10% untuk Islandia. batas Emisi tidak termasuk emisi oleh penerbangan dan pelayaran internasional. Negara-negara Annex dapat mencapai target mereka dengan mengalokasikan tunjangan tahunan dikurangi menjadi operator utama dalam perbatasan mereka, atau dengan memungkinkan para operator untuk melampaui alokasi mereka dengan offsetting kelebihan melalui mekanisme yang disepakati oleh semua pihak dalam UNFCCC, seperti dengan membeli emisi tunjangan dari operator lain yang memiliki kredit emisi berlebih. 38 dari 39 negara Annex I telah sepakat untuk topi emisi mereka dengan cara ini, dua lainnya diwajibkan untuk melakukannya di bawah kondisi mereka aksesi ke Uni Eropa, dan satu lagi adalah berusaha untuk menjadi sebuah negara Annex I.

(5)

Belanda Sepakati Kerja Sama CDM

Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda menyepakati kerja sama clean development mechanism (mekanisme pembangunan bersih/CDM) sektor energi. Kerja sama tersebut implementasi dari efektifnya Protokol Kyoto untuk mereduksi emisi gas rumah kaca.

Penandatanganan kerja sama dilakukan di sela sidang ke-23 Governing Council/Global Ministerial Environment Forum di Kantor Pusat Program Lingkungan Hidup PBB (UNEP), Nairobi, Kenya, Selasa (22/2). Naskah kerja sama ditandatangani Menteri Negara Lingkungan Hidup (Menneg LH) Rachmat Witoelar dan Menteri Perumahan, Tata Ruang, dan Lingkungan Hidup Belanda Pieter van Geel.

"Kerja sama ini sudah sejak lama dijajaki. Ini sekaligus menjadi kontribusi yang sangat berarti bagi penurunan emisi gas rumah kaca, terkait dengan berlaku efektifnya Protokol Kyoto. Beberapa negara akan menyusul untuk mengikat kerja sama serupa dengan Indonesia," ungkap Rachmat, sebagaimana dilaporkan wartawan Kompas Nasru Alam Aziz dari Nairobi, semalam. Rachmat mengatakan, di samping komitmen terhadap pembangunan lingkungan berkelanjutan, kerja sama dengan Belanda tersebut mengandung nuansa politik. "Belanda memang punya hasrat yang kuat untuk membantu Indonesia melalui bentuk-bentuk bantuan yang logis menurut parlemennya," katanya.

Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa resmi berlaku pada 16 Februari 2005, atau 90 hari setelah Rusia meratifikasi perjanjian internasional tersebut. Indonesia telah meratifikasi Protokol Kyoto melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 pada tanggal 28 Juli 2004.

Lingkup kerja sama CDM Indonesia-Belanda mencakup pertukaran informasi berkaitan dengan proyek-proyek CDM, antara lain berupa metodologi dan mekanisme penurunan emisi gas rumah kaca. Para pihak juga sepakat meningkatkan partisipasi sektor swasta dan pengembangan kapasitas dalam proyek-proyek CDM.

Bagi pihak Belanda sendiri, kesepakatan ini merupakan kontribusi berarti sebagai negara yang ikut meratifikasi Protokol Kyoto. Sementara itu, sebagai salah satu negara yang masuk dalam negara Annex 1, Belanda berkewajiban menurunkan emisi gas rumah kacanya dalam periode komitmen I (tahun 2008-2012).

(6)

Potensi karbon

Menurut Deputi Menneg LH Bidang Pelestarian LH Sudariyono, komitmen pembelian karbon dari Indonesia ini berlaku hingga 31 Desember 2012. Akan tetapi, masih dapat ditingkatkan bila tersedia karbon yang dapat diperjualbelikan. Hingga tahun 2012, potensi karbon Indonesia yang dapat dijual melalui mekanisme CDM itu berjumlah 24 juta ton per tahun dari sektor energi dan 23 juta ton per tahun dari sektor kehutanan.

Sudariyono menyebutkan beberapa perusahaan Indonesia yang siap menjual karbon, di antaranya Indonesia Power dengan potensi 10 juta ton karbon dan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Drajat di Garut yang memiliki potensi 4,5 juta ton karbon.

Sementara itu, kata Sudariyono, beberapa negara juga telah menyampaikan keinginannya untuk bekerja sama melalui mekanisme CDM, seperti Austria, Denmark, dan Kanada. "Sudah ada pembicaraan awal untuk menuju kesepakatan kerja sama," ujarnya. *

Sumber : Kompas (23 Februari 2005) DAFTAR PUSTAKA

Parthiana, I Wayan. 2002. Hukum Perjanjian Internasional Bagian 1.Bandung. Adolf, Haula. 2004. Hukum perdagangan internasional. Bandung

“Konvensi Wina 1969 Tentang Penjanjian Internasional” Foto Copy Naskah Transletnya ke Bahasa Indonesia.

Sumber : Kompas (23 Februari 2005) http://www.energi.lipi.go.id

http://unfccc.int/resource.docs.convkp.kpeng.

Kyoto protocol to the united nations framework Convention on climate change 1998 Grubb, Michael, et. All. 1999. The Kyoto Protocol, a guide and assessment. London:

Royal Institute of International Affairs.

Ministry of Environment, Republic of Indonesia. 2001. National Strategy Study on Clean Development Mechanism in Indonesia.

(7)

Referensi

Dokumen terkait

In the first two sites (non- irrigated winter wheat and irrigated maize fields) seasonal reference ET A data series are obtained by the WinEtro model.. In situ

Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa media interaktif adalah alat perantara yang dirancang dengan pemanfaatan komputer menggunakan unsur seperti

Dennis Ladores Mrs... Dennis Ladores

Berakhlak kepada diri sendiri merupakan bentuk ibadah kepada Allah yang paling mudah karena dilakukan oleh diri sendiri dan manfaatnya dapat secara langsung

Salah satu cara yang paling efektif untuk menambah kemampuan pengamatan dan kesanggupan membeda- bedakan hal-hal yang penting dan yang tidak penting adalah dengan selalu

Pada umumnya murid atau siswa adalah merupakan insan yang masih perlu dididik atau diasuh oleh orang yang lebih dewasa dalam hal ini adalah ayah dan ibu, jika orang

korban berontak dengan cara menggigit bagian lengan terdakwa dan kemudian saksi korban lari namun kembali dikejar, ditangkap dan dipeluk terdakwa, lalu terdakwa menurunkan