• Tidak ada hasil yang ditemukan

AIR TANAH DAN PAJAK TIMBANGAN UNTUK DAER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "AIR TANAH DAN PAJAK TIMBANGAN UNTUK DAER"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh : Galih

---

Penerapan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia tercermin dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan publik yang didasarkan atas azas Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Ditegaskan bahwa perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintah dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah secara proporsinal, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangan.

(2)

kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan.

Sesuai dengan UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, pembagian urusan wajib yang dikelola oleh pemerintah provinsi meliputi urusan pengendalian lingkungan hidup dan penyediaan sarana prasarana umum, maka segala pembangunan dan pemanfaatan sumber daya dan sarana prasarana umum yang ada harus dikelola dengan baik. Pengelolaan sumber daya air, termasuk air bawah tanah dan penyediaan jalur tranportasi merupakan bagian tugas pemerintah provinsi yang harus diatur pemanfaatan sumber daya alam tersebut agar sesuai dengan koridor yang benar. Pengambilan air bawah tanah yang berlebih tentunya akan berakibat pada turunnya strata tanah dan mengurangi cadangan air dalam bumi. Sedangkan mendukung penyediaan dan pembangunan sarana transportasi yang baik, pemerintah provinsi berhak mengendalikan jumlah muatan barang bagi kendaraan barang yang melintas di jalur dan jalan di wilayah provinsi.

(3)

Bagi Hasil Penerimaan Pajak Air Bawah Tanah

Air tanah mempunyai peran yang penting bagi kehidupan dan penghidupan rakyat Indonesia, karena fungsinya sebagai salah satu kebutuhan pokok sehari-hari. Keberadaan air tanah di Indonesia cukup melimpah, tetapi tidak di setiap tempat terdapat air tanah sesuai dengan kondisi geologi serta curah hujan. Air tanah terdapat di bawah permukaan tanah, letaknya di daratan dengan pelamparan dapat sampai di bawah dasar laut mengikuti sebaran serta karakteristik lapisan tanah atau batuan pada cekungan air tanah. Air tanah dapat berada pada lapisan jenuh air (saturated zone), lapisan tidak jenuh air (unsaturated zone), atau rongga-rongga dan saluran-saluran dalam wujud sungai bawah tanah di daerah batugamping. Dalam cekungan, air tanah dapat mengisi sungai, waduk, atau danau dan sebaliknya air sungai, waduk, atau danau dapat mengisi akuifer. Oleh karena itu pengelolaan air tanah harus dilakukan secara terpadu dengan pengelolaan air permukaan.

Pengelolaan air tanah meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak air tanah. Kegiatan tersebut ditujukan untuk mewujudkan kelestarian, kesinambungan ketersediaan serta kemanfaatan air tanah yang berkelanjutan.

(4)

Peraturan Gubernur Nomor 13 tahun 2006 mengenai Bagi Hasil atas Penerimaan Pajak Air Bawah Tanah telah diatur sedemikian rupa dan telah ditetapkan nominal dengan mempertimbangkan Anggaran dan Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Tengah. Namun demikian lampiran dari pergub tersebut belum memberikan keterangan yang jelas mengenai alokasi prosentase dan besar total dana hasil penerimaan pajak yang diterima.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI nomor 65 Tahun 2001 bahwa pembagian hasil penerimaan pajak dari pemanfaatan air bawah tanah dialokasikan untuk sebagian untuk pemerintah provinsi dan sebagian untuk kabupaten/kota asal, terasa belum optimal jika difungsikan sebagai pendapatan daerah yang menunjang pembangunan. Beberapa kendala terhadap pemungutan pajak air bawah tanah antara lain :

(5)

adanya krisis air bersih. Sementara air bawah tanah menjadi salah satu alternatif favorit dalam mengantisipasi masalah air. Sehingga setiap tahun pasti ada penambahan sektor baru pemanfaatan air bawah tanah. Selain itu, pengawasan sesuai dengan pasal 41 UU No.7 tahun 2004 mengenai sanksi dan ketentuan pidana atas pelanggaran pengelolaan air belum secara tegas diberlakukan.

2. Perketat pemberian ijin rekomendasi atas pengelolaan air bawah tanah. Pemanfaatan sumber daya alam yang sesuai dengan pengelolaan lingkungan dan penataan lingkunga yang belum direkomendasikan secara menyeluruh. Sementara ini, ijin yang diberikan hanya sebatas kajian teknis kelayakan kandungan air dan persyaratan administratif, belum menginjak pada masalah dampak yang mungkin timbul. Pengelolaan sumber daya alam yang baik sesuai dengan AMDAL belum ditindaklanjuti dengan cermat. Masalah konservasi sesuai dengan UU 43 tahun 2008 belum juga banyak diperhatikan, sehingga kemungkinan kerusakan lingkungan bisa saja terjadi.

(6)

mendapatkan kajian teknis. Frekuensi pengelolaan air bawah tanah semakin hari semakin bertambah. Untuk itu, eksistensi tim teknis senantiasa dibutuhkan, jangan sampai akibat di bor disana-sini, tanah tempat kita berpijak menjadi semakin turun.

4. Alokasi anggaran dari hasil penerimaan pajak air bawah tanah dirasa kurang terbuka. Dalam lampiran Pergub Nomor 13 Tahun 2006 hanya dicantumkan bagian yang diterima oleh kabupaten dan kota. Sedangkan bagian yang dikelola pemerintah provinsi tidak tercantum dalam regulasi tersebut. Memang secara umum hasil pendapatan daerah dikumpulkan untuk kemudian menjadi dasar bagi anggaran pendapatan dan belanja daerah yang sebagian dipergunakan sebagai dan pembangunan. Namun berdasarkan UU 43 tahun 2008 pasal 84, menyebutkan bahwa sumber dana hasil dari penerimaan biaya jasa pengelolaan air tanah (air bawah tanah dan air permukaan) digunakan sebagai dasar pembiayaan pengelolaan air tanah itu sendiri yang meliputi biaya sistem informasi, biaya perencanaan, biaya pelaksanaan konstruksi, biaya operasi dan pemeliharaan, biaya pemantauan, evaluasi, dan pemberdayaan masyarakat. Namun demikian, secara rinci dan terbuka belum ada regulasi yang mengatur seberapa besar alokasi dana yang digunakan untuk membangun kembali sarana prasarana pengelolaan air tanah. Dalam era reformasi masyarakat menuntut adanya keterbukaan dan tranparansi, dengan demikian kejelasan alokasi dana hasil dari pajak air bawah tanah selayaknya juga secara jelas disebutkan prosentase alokasi anggarannya. Dengan demikian, kecenderungan terhadap penyelewengan dan praktik KKN bisa ditepiskan.

(7)

tahun 2008 perlu diimplementasikan. Selama ini penyajian informasi mengenai keberadaan dan mekanisme sistem informasi pengelolaan air tanah sebatas pada dinas terkait. Masyarakat secara umum belum banyak mengetahuinya. Untuk itu, sistem informasi pengelolaan tanah diperlukan selain sebagai sarana keterbukaan pemerintah juga media yang dapat menjaring investasi. Pengelolaan Sistem Informasi dilakukan melalui tahapan pengambilan dan pengumpulan data, penyimpanan dan pengolahan data, pembaharuan data, dan penerbitan serta penyebarluasan data dan informasi.

6. Disamping hal tersebut, responsibilitas pemerintah kabupaten/ kota dalam menerbitkan regulasi yang berkaitan dengan pengelolaan air tanah terasa sangat lambat, sehingga masih membutuhkan uluran tangan provinsi, dimana kejelasan mengenai batas-batas kewenagan menjadi kabur. Untuk itu, kabupaten/kota diharapkan segera menyesuaikan dengan regulasi pusat dan provinsi yang telah ada. Walau bagaimanapun daerah lebih mengetahui kondisi yang berkembang di tempat asalnya.

RETRIBUSI IZIN DISPENSASI KELEBIHAN MUATAN

(8)

Jalur transportasi yang ada di Jawa Tengah masih mengalami berbagai kendala dalam pengembangannya. Jalur ganda empat lajur juga belum seluruhnya diterapkan di Jawa Tengah, seperti jalur jalan raya Semarang-Solo, Solo Raya, Brebes, maupun beberapa ruas jalur lintas selatan-selatan. Di sisi lain, kerusakan jalan dan volume kendaraan bermotor yang melintasi Jawa Tengah semakin bertambah setiap tahunnya. Padatnya lalu lintas, hujan dan banjir serta umur jalan yang semakin bertambah menjadi penyebab utama rusaknya jalan raya. Disamping itu, beban muatan kendaraan berat yang berlebih juga menyumbang peran kerusakan jalan.

Mengendalikan kelebihan muatan kendaraan, Pemerintah Provinsi telah mengambil kebijakan sesuai dengan Perda No. 4/2001 tentang Tertib Pemanfaatan Jalan dan Pengendalian Kelebihan Muatan mengatur bahwa kelebihan muatan yang ditoleransi atau diizinkan hanya maksimal 30 persen. Bahkan resume dari pihak Kepolisian bahwa kondisi jalan yang rusak sering kali mengakibatkan kecelakaan, menimbulkan pemikiran ideal untuk mengurangi toleransi kelebihan muatan hingga nol persen di tahun yang akan datang. Namun demikian, mencapai tataran tahap ideal tersebut, ataupun sesuai dengan PERDA No.4/2001, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tampak masih belum optimal.

Tujuan awal ditetapkannya Perda Nomor 4/2001 tentang Tertib Pemanfaatan Jalan dan Pengendalian Kelebihan Muatan atau sering disebut dengan Perda Jembatan Timbang diarahkan pada terciptanya ketertiban muatan angkutan mobil barang sesuai dengan daya angkut yang diizinkan dalam buku uji. Kondisi tersebut diyakini sebagai jaminan tersedianya pelayanan jalan sebagaimana mestinya yang sesuai dengan usia teknis jalan dan kendaraan sesuai standar keselamatan untuk menghindari terjadinya kecelakaan.

(9)

mematuhi tata tertib yang berlaku. Melengkapi Perda tersebut, pemerintah provinsi jawa tengah juga menerbitkan Surat Gubernur Nomor 551.2/01869 tanggal 28 Januari 2005 perihal Tertib Muatan Angkutan Barang di Jateng. Dari regulasi ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para operator dan pengemudi angkutan. Salah satu poinnya yakni kelebihan yang diizinkan hanya sampai 30% dari daya angkut dan dikenakan retribusi izin dispensasi atas kelebihan muatan tersebut.

Ketentuannya, kelebihan muatan 5%-15% dari daya angkut dikenakan retribusi izin dispensasi sebesar Rp 15/kg. Adapun kelebihan muatan 15%-30% dari daya angkut dikenakan retribusi izin dispensasi sebesar Rp 20/kg. Sementara jika lebih dari 30% dari daya angkut, untuk kelebihan muatan 30% tetap dikenakan retribusi, sedangkan selebihnya diperintahkan untuk diturunkan (dengan surat perintah) dan risiko yang ditimbulkan menjadi tanggung jawab pengusaha angkutan. Adapun izin dispensasi khusus sampai 50% dari daya angkut, dikenakan retribusi kelebihan muatan Rp 150.000. Tindakan tersebut mulai berlaku mulai 15 Februari 2005. namun demikian, keadaan jalan dan jembatan masih saja belum memenuhi syarat. Bahkan jalan yang setiap tahun banjir dan rusak juga ditangani dengan teknologi yang itu-itu saja, sehingga antisipasi terjadinya gangguan kenyamanan berkendara, bahkan bisa mengakibatkan kecelakaan masih saja mungkin terjadi.

(10)

Regulasi yang ada memang membatasi gerak pungli yang berkembang di jembatan timbang. Walau masih saja oknum yang memungut retribusi kelebihan tonase kepada sopir, meski sang sopir tidak memuat barang melebihi muatan, tetapi hal tersebut merupakan indikasi pribadi dari pelaku, bukan secara umum ada di Jawa Tengah. Retribusi ilegal tersebut dipaksakan kepada sopir yang harus membayar denda dan menandatangani surat pelanggaran.

Di sisi lain, dari 17 jembatan timbang tersebut, hanya ada beberapa yang memiliki fasilitas gudang penyimpanan barang, seperti di Sarang, Kantonsari, Gubug, Toyoga, Subah, dan Tanjung (Brebes). Padahal dengan kebijakan pemerintah provinsi yang mengeliminir praktek kelebihan muatan dengan sanksi akan menurunkan berat muatan yang melebihi 30% dari tonase, tentunya gudang penyimpanan sangat diperlukan. Belum lagi jika barang yang dimuat adalah barang-barang yang beresiko khusus, seperti hasil bumi yang cepat busuk, perangkat elektronika yang harus disimpan dalam kondisi tertentu, dsb.

Sejak tahun 2005 hingga 2008 belum ada penambahan pembangunan sarana jembatan timbang yang cukup berarti. Gudang merupakan fasilitas yang harus ada. Jika pemerintah tetap eksis untuk menyelenggarakan aturan Perda mengenai toleransi jembatan timbang maksimal 30%, apalagi jika wacana akan mengurangi toleransi kelebihan muatan hingga 0% secara berangsur-angsur diberlakukan, tentunya sanksi untuk menurunkan muatan lebih juga harus diberlakukan. Dengan demikian fungsi gudang sebagai tempat penyimpanan sementara barang-barang yang diturunkan akibat melebih muatan, sangat diperlukan. Dan tentunya gudang yang diperlukan adalah gudang yang layak, sehingga pengusaha angkutan pun juga tidak terlalu dirugikan.

(11)

1. Penghasilan penerimaan retribusi dispensasi kelebihan muatan secara signifikan seharusnya menurun. Dengan penurunan pendapatan tersebut berarti pelanggaran yang terjadi semakin rendah.

2. Alokasi hasil penerimaan retribusi dispensasi kelebihan muatan yang termuat dalam Pergub Bagi Hasil Penerimaan Retribusi Dispensasi Kelebihan Muatan belum sepenuhnya disusun secara terperinci dan terbuka, sesuai dengan anjuran yang termaktub dalam UU 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang seharusnya menyajikan hasil pendapatan daerah dan anggaran pendapatan belanja daerah secara tranparan dan terbuka kepada masyarakat luas.

3. Alokasi sebagian hasil penerimaan retribusi dispensasi kelebihan muatan tersebut dalam suatu bentuk pembangunan di bidang yang serupa. Pembangunan jalan memang telah diselenggarakan secara berkesinambungan dan terus menerus, akan tetapi pembangunan sarana dan prasaran jembatan timbang belum diupayakan secara optimal. Pengembalian sebagian hasil retribusi dari pungutan dispensasi kelebihan muatan ke dalam program pembangunan jembatan timbang sudah selayaknya diupayakan, dengan demikian eksistensi pemerintah menegakkan regulasi mengenai kelebihan muatan angkutan jalan yang idealnya sebesar 0%, tetap terjaga.

(12)

Sebagai bentuk regulasi hasil desentralisasi otonomi daerah, tentunya peningkatan pendapatan daerah melalui sektor pajak air tanah dan retribusi kelebihan muatan barang pada angkutan jalan perlu lebih disempurnakan. Idealisme pemerintahan yang bebas dari KKN, praktek pungli, keterbukaan, dan optimal dalam menggali potensi daerah sebagai indikator good goverment dan clean goverment, perlu ditingkatkan sebagai modal untuk mengembangkan dan memajukan daerah. (G/*)

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Anggono, Teddy. Kajian Kritis Terhadap Permasalahan Hukum yang Timbul Dalam kegiatan Usaha Hulu Migas (Studi Kasus Exxon Mobile

Oil Indonesia Sebagai Lead Operator Blok Cepu);

Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral, Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor: 1480 Tahun 2004.

Dharma, Agus. Perkembangan Kebijakan Sumber Daya Air dan

Pengaruhnya Terhadap Pengelolaan Irigasi.

http://staffsite.gunadarma.ac.id/

Ena. Ilegal Penarikan Retribusi Kelebihan Muatan, Joglosemar 14 Desember 2007;

Kompas, Medagri Batalkan Perda Retribusi Pengendalian Muatan;

Suara Merdeka on line. Masuk Tanpa Bayar pun Merepotkan ;

Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 13 Tahun 2006 tentang Bagi Hasil Penerimaan Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah;

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Air Tanah;

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2001Tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi..

Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2005 Tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2004.

(14)

Perda Nomor 4/2001 tentang Tertib Pengendalian Kelebihan Muatan; Suara Merdeka On line . Retribusi kelebihan Muatan Belum Sesuai Perda;

Surat Gubernur Jawa Tengah Nomor 551.2/01869 tanggal 28 Januari 2005;

Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Dan Retribusi Daerah;

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah; Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah;

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan UU Nomor 18 Tahun 1997;

UU Nomor 22 Tahun 2001.Undang-undang Tentang Minyak Dan Gas Bumi;

UU Nomor 44 Prp Tahun 1960. Undang-undang Tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi;

UU Nomor 8 Tahun 1971.Undang-undang Tentang Pertamina;

UU Nomor 10 Tahun 1974.undang Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971;

UU Nomor 11 Tahun 1967.Undang-undang Tentang Pokok Pertambangan;

Yasin Kara, Mohammad. Reformasi Birokrasi Transportasi;

Referensi

Dokumen terkait

Dari tabel hasil pengujian validitas variabel kinerja karyawan (Y) dapat dilihat bahwa semua indikator yang digunakan untuk mengukur variabel-variabel yang digunakan dalam

Dari pengolahan data yang masih menggunakan cara manual, di mana pada waktu perusahaan akan melakukan pendataan atau penggecekan stok barang dan transaksi

Patricia Endah Pertaningsih. Keefektifan Penggunaan Modul dalam Pembelajaran Matematika pada Materi Peluang terhadap Hasil Belajar dan Keaktifan Siswa di SMA BOPKRI 2

Adanya perkembangan yang terjadi dapat memudahkan pelayanan pada wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya yaitu membayar dan melaporkan pajak penghasilan, tetapi jika

Produksi Olahan Rumput Laut dan Hasil Samping..

Hasil uji korelasi diperoleh hasil bahwa variabel independen tutorial tatap muka yang terdiri dari sub variabel strategi tutorial, materi tutorial, dan efektivitas

Tertanam di benak para pekerja media ini bahwa para jurnalis laki-laki dianggap dapat lebih mendedikasikan waktunya secara total dari pagi hingga tengah malam

“Dalam rangka terselenggaranya praktik kedokteran yang bermutu dan melindungi masyarakat sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, perlu