• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNIKASI BUDAYA TIMUR Dalam novel Born

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KOMUNIKASI BUDAYA TIMUR Dalam novel Born"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI BUDAYA TIMUR

Dalam novel: Born Under A Million Shadows (Dalam Sejuta Bayangan) Karya: Andrea Busfield

Oleh:Fitriawati Zandra

A. Budaya Timur

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yakni unsur agama, politik adat istiadat, bahasa pakaian, bangunan dan karya seni lainnya.

Budaya bangsa timur identik dengan tutur kata yang lemah lembut dan sopan dalam bergaul maupun berpakaian. Budaya bangsa timur juga erat kaitannya dengan rasa sosialisasi dan rasa solidaritas yang tinggi. Misalnya saling tolong menolong dan bergotong royong. Orang timur mempunyai manner yang khas yang membedakan dengan bangsa barat. Bangsa timur sangat terkenal dengan keramahtamahannya terhadap orang lain. Bangsa timur juga sangat menjunjung tinggi nilai-nilai atau norma-norma yang tumbuh di lingkungan masyarakat.

Budaya timur terlihat pada beberapa faktor yakni: 1.Hati menjadi pusat spiritualitas dan emotionilitas.

2. Menekankan kolektivitas atau kerja sama dan gotong royong, 3. Lebih menggunakan komunikasi tidak langsung,

4. Bersifat komunikasi konteks tinggi.

5. Sangat respek terhadap orang lain dan lingkungan,

(2)

Sebelum meneliti mengenai komunikasi budaya timur dalam Novel Born under a million shadows, ada baiknya kita mengetahui dulu budaya Afghanistan yang menjadi latar dalam novel tersebut.

Afghanistan adalah sebuah negara di Asia Tengah yang berbatasan langsung dengan Iran di sebelah barat, Pakistan di selatan dan timur, Tajikistan, Turkmenistan, Uzbekistan di utara, dan Republic Rakyat Cina di ujung timur. Afghanistan sendiri merupakan negara yang porak-poranda akibat dilanda perang. Akibatnya, negara ini pun menjadi salah satu negara termiskin di dunia.Berbagai macam etnis tersebut membawa keragaman mereka sendiri dan berperan besar dalam menyumbang kekayaan budaya Afghanistan. Afghanistan merupakan negara Islam dengan mayoritas penduduk menganut agama Islam. Orang-orang dari agama lain, seperti Sikh dan Hindu juga terdapat di negara ini meskipun jumlah mereka amat sedikit.

(3)

Secara tradisional, pakaian Afghanistan biasanya ditandai dengan desain yang indah dan menampilkan berbagai warna. Namun, syariah Islam menetapkan norma-norma yang ketat tentang cara berpakaian orang di Afghanistan. Para pria biasanya mengenakan salwar-kameez, sedangkan perempuan diharapkan mengenakan burqa. 2. Bahasa

Afghanistan memiliki 2 bahasa nasional yaitu Dari dan Pashto. Bahasa Dari merupakan dialek dari bahasa Persia yang secara luas digunakan di wilayah utara dan tengah Afghanistan, sedangkan penggunaan Pashto lebih menonjol di wilayah selatan. Selain dua bahasa tersebut, sebagian populasi Afghanistan juga menggunakan bahasa lain seperti Uzbekistan, Balochi, dan Turkmen.

3. Kesenian dan Karya Sastra

Afghanistan juga memiliki kekayaan seni dan sastra. Puisi dalam bahasa Persia telah mendominasi bagian sastra Afghanistan, meskipun bahasa lain juga memberikan andil. Mushaeras atau kompetisi puisi menjadi tradisi yang umum diselenggarakan. Afghanistan juga menjadi tempat kelahiran beberapa penyair besar seperti Rabi’ah Balkhi – penyair pertama dari puisi Persia. Farrukhi Sistani – penyair kerajaan Ghaznavid, serta Jami Herat dan Ali Sher Nava’i. Demikian pula musik juga cukup populer dengan sebagian besar lagu-lagu ditulis dalam bahasa Persia dan Pashto.

4. Identitas

(4)

kadang Pashtun yang disebut sebagai Afghanistan. Di antara banyak kelompok tampaknya satu-satunya kesamaan di masyarakat adalah bahwa hampir semua dari mereka adalah Muslim.

(5)

Judul Buku: Born Under a Million Shadows (Dalam Sejuta Bayangan) Penulis: Andrea Busfield (2009)

Penerjemah: Septina Ferniati Tebal: 376 hlm; 20 cm

Cetakan:1, Mei 2012

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

(6)

laki-laki Pashtun bermata hijau besar bernama Fawad. Bersama Mariya, ibunya, Fawad meninggalkan kampung halamannya dan pergi ke Kabul

Georgie, perempuan asal Inggris yang bekerja di sebuah LSM mengajak Mariya untuk mengurus rumah yang ditempatinya. Selain Georgie, di rumah itu juga tinggal May, insinyur lesbian asal Amerika, dan James yang bekerja sebagai jurnalis. Setelah Fawad dan ibunya tinggal di sana, Fawad mendapatkan teman-teman orang dewasa.

Haji Khalid Khan, kekasih Georgie adalah seorang pria kaya, berkuasa, dan disegani di Afghanistan. Ia memiliki reputasi luar biasa sehubungan dengan usahanya melawan Taliban. Setelah tiga tahun berhubungan, Georgie dan Khalid belum menikah.

Selain kisah cinta orang-orang dewasa, novel ini juga menghadirkan persahabatan Fawad dengan anak-anak Afghanistan lain yang lahir di bawah bayang-bayang kaum Taliban. Ada Jamilla, anak perempuan dari keluarga miskin yang selalu dipukuli ayahnya yang keranjingan opium. Fawad membuka jalan bagi Jamilla untuk bekerja di toko tempatnya bekerja. Ada juga Spandi (nama aslinya Abdullah), anak piatu yang mencari uang dengan menjual kartu telepon. Dan ada juga Mulallah, gadis yang dijual ayahnya gara-gara kalah judi. Salah satu dari ketiga sahabat Fawad ini bernasib apes karena tewas dalam ledakan bom bunuh diri.

Yang paling menarik dalam novel ini sebenarnya penggunaan anak-anak sebagai narator. Busfield mengindikasikan Fawad sebagai narator anak-anak yang cerdas dan memiliki kemampuan istimewa dalam mengobservasi kehidupan manusia dan negaranya.

(7)

Penerjemahan yang apik didukung penyuntingan yang prima menghasilkan edisi yang bersih dari typo dan kalimat-kalimat rancu.

(8)

D. Komunikasi budaya timur dalam novel: Born Under A Million Shadow.

Budaya timur tampak begitu melekat dalam novel yang menceritakan kehidupan masyarakat di Afghanistan. Hal ini tampak dari rangkuman di bawah ini:

1. Hati dan Perasaan Menjadi Pusat Spiritualisme dan Emotionalisme. Dalam hal ini yang termasuk didalamnya adalah:

a. Ajaran agama.

Agama dan budaya merupakan hal penting yang tak bisa dipisahkan dan selalu menjadi acuan dalam kehidupan masyarakat Afghanistan. Hal ini tampak pada saat memutuskan sesuatu yang terlihat dalam novel tersebut yakni:

“Georgie lembut dan lucu dan tampaknya senang bersamaku. Diapun sangat cantik dengan rambut lebatnya yang nyaris berwarna hitam dan matanya yang gelap.Kuharap suatu hari aku bisa menikahinya-begitu dia berhenti merokok dan pindah ke satu-satunya agama yang benar, tentu saja,” (Hal. 28)

Tampak bahwa fawad memandang, kecantikan saja tidak cukup tanpa disertai dengan ajaran agama yang harus dianut oleh georgie untuk dapat ia jadikan istri.

(9)

minum alcohol danmenikah dengan non muslim tampak pada:

“Minum alkohol bertentangan dengan ajaran agama islam,” dia mengingatkanku. “Sekarang kau harus menebus dosa dalam api neraka.Usiamu mungkin belum sampai sepuluh tahun Fawad.Diusia itu kau akan terbakar selamanya bersama semua orang asing yang tak bertuhan!” (Hal. 38)

"Aku seorang kafir yang tak bertuhan, Fawad. Khalid seorang Muslim. Bagaimana kami bisa menikah di Afghanistan saat ini?"kata Georgie (hlm. 170).

b. Gaya berbusana, budaya malu dan Kehormatan

(10)

bisa mengintip dunia. Semua mengenakan model yang sama, seperti seragam, dengan warna-warna yang itu-itu saja.

Burqa adalah bagian dari tradisi kehormatan mereka, yang mereka sebut sebagai nang dan namus (kebanggaan dan kehormatan). Burqa, kata mereka adalah untuk melindungi perempuan, seperti halnya melindungi bunga-bunga indah rumah mereka supaya tidak dipandangi oleh tatapan mata kotor lelaki liar. Itulah impresi utama perempuan Afghan yang dikenal dunia. Pemakai burqa menjadi sosok anonim. Namun mereka justru merasa nyaman dengan menjadi tak kasat mata. Bagi para lelaki, lain lagi ceritanya. Burqa adalah simbol kehormatan. Menurut tradisi Pashtun yang konservatif, tidak ada bagian dari tubuh perempuan yang boleh dilihat lelaki lain.

(11)

Cerita mengenai burqa terdapat pada kutipan berikut:

“Ibu berjalan lebih jauh memasuki halaman, tempat dia merasa bebas menanggalkan burqa.”. (hal. 21)

Sementara bagi para pria, di afghanistan tidak ada laki-laki yang bertelanjang dada di depan oranglain karena hal itu dianggap tabu atau dianggap gila. Hal ini tampak dalam kutipan berikut:

“Tapi kemudian kulihat seorang lelaki berdiri di tengah tengah pemandangan elok ini dengan dada telanjang, persis Pir si Orang gila yang bermain dengan anjing-anjing di taman shahr-e Naw.” (hal. 22)

“Aku tahu kemudian bahwa aku suka pada lelaki itu, pada james. Dia jangkung dan kurus dan jenggotnya berwarna gelap.Orang akan langsung mengira James warga Afghan jika dia selalu memakai baju.” (hal. 23)

(12)

Dalam budaya kolektif, orang-orang pada dasarnya melihat diri mereka sendiri sebagai bagian dari suatu kelompok dibandingkan sebagai individu yang bebas. Mereka peduli tentang mereka dan kelompok. Aktivitas mereka lebih cendrung dilaksanakan dalam kelompok.

Dalam kehidupan masyarakat Afghanistan sehari-hari, unsur kolektifitas sangat terasa. Hal ini juga digambarkan dalam novel tersebut yakni dalam kalimat-kalimat Allah dan mengucapkan tawaran bantuan dan harapan padanya. Ketika mereka mengalirkan cinta melalui jabat tangan dan bisikan, kulihat tubuh ayah Spandi lebih besar dibandingkan terakhir kali aku melihatnya yang nyaris hancur.” (Hal: 260)

(13)

3. Komunikasi Konteks Tinggi

a. Puisi dalam kehidupan masyarakat Afghanistan

Dalam berkomunikasi, masyarakat afghanistan bersifat high konteks culture. Hal ini dapat dilihat dari kekaguman orang Afghanistan kepada puisi. Tampak dalam kutipan di bawah ini:

“Puisi dan cinta kami atasnya adalah satu hal yang paling gila yang berhubungan dengan Afghanistan. Laki-laki akan menembak kepala orang tanpa fikir dua kali, keluarga akan menjual anak-anak perempuannya dalam perkawinan demi seember pasir dan siapa pun akan membuang kotorannya kearah mayat musuh kalau diberi kesempatan sedikit saja, tapi mendengar sajak yang ditulis dengan baik, seorang laki-laki afghan akan lemah seperti perempuan.

(14)

“Salah seorang penyair asal pasthun paling terkenal bernama Rahman Baba atau dikenal dengan sebutan Bulbul Afghanistan. Dia sebagai seorang afghan, dan meskipun sudah tiada lebih dari tiga ratus tahun lalu, orang masih mengingatnya dan mengadakan perayaan untuk menghormati rahman baba, setiap sekolah memajang paling tidak salah satu puisinya di dinding. Menurut legenda, sang pujangga biasa mengguratkan puisi dalam lumpur sungai bara, yang pasti membuat orang lebih mencintainya karena diapun miskin seperti kami.” (hal 104)

Budaya berpuisi di kehidupan masyarakat afghanistan bukan hanya pada keadaan biasa saja namun juga bisa dilakukan pada saat marah, hal ini tampak pada kutipan berikut:

“Kau orang bodoh,bodoh,bodoh luar dalam! Jerit haji Khan ke arahnya sambil menghantamkan kemurkaan ke wajah sang dokter. “Kau pikir kau sedang jatuh cinta pada georgie? Kau pikir? Yah akan kukatakan sesuatu: akulah georgie! Perempuan itu adalah hatiku; dia terkunci di dalam tulang belulangku dalam gigiku bahkan dalam helai-helai rambutku. Setiap inci dirinya adalah aku dan setiap inci dirinya adalah milikku. Dan kau? Datang ke sini dengan anak sekolah ini bermimpi untuk menyakinkanku agar aku mundur?. Kau sudah gila? Apa kau memang sudah gila?” (hal.310)

(15)

Selain Budaya berpuisi yang biasanya lebih ditekankan kepada kesengsaraan hidup yang berkepanjangan akibat peperangan yang terjadi di Afghanistan tersebut, juga terdapat pernyataan, lelucon dan slogan di negara tersebut. Misalnya tampak pada kutipan berikut ini:

"Ayahku terbunuh, kakak-kakak lelakiku tiada dan kakak perempuanku hilang. Tapi di Afghanistan, semua itu hanya akan ditanggapi ucapan bernada tinggi "lalu kenapa?" (hlm. 134).

“Di Afghanistan, kami tidak merayakan ulang tahun. Kami hanya mengenang kemenangan dan kematian.“ (hal 5)

Perilaku seperti ini juga membuat adanya lelucon khas yang ada di Afghanistan yakni mengenai nilai dari nyawa manusia.

Lelucon Afghanistan:

“Berapa harga kepala kambing ini? ” Tanya seorang pembeli

“Lima puluh afghani,” jawab penjual

(16)

“Apa? Dua puluh? Kamu gila? Kamu kira ini kepala manusia?”

**lelucon dari Kandahar, Afghanistan.

Slogan

Selain lelucon, di Afghanistan juga terkenal slogan “ Zinda Boshi” yang artinya Hiduplah kau selalu orang Afghanistan, saudara ku.

c. Panggilan kesayangan

Jan (Persia: ناج) atau Jaan (diucapkan seperti John) adalah kata Persia yang awalnya berarti 'kehidupan' dan 'jiwa', juga digunakan sebagai nama dengan makna yang disebarkan 'yang dikasihi' atau 'disayangi'.

Di Farsi, sering ditambahkan ke akhir nama yang diberikan sebagai alat untuk menyampaikan kasih sayang, misalnya Ahmad Jan (dear Ahmad). Hal ini juga ditambahkan ke akhir kata-kata untuk bibi atau paman, misalnya "Amoo jan" (paman sayang). Hal ini juga sering digunakan sebagai bagian dari nama-nama yang mengacu pada nenek atau kakek, seperti Khanoom jan dan Agha jan (Dear lady and Dear Sir), karena nama depan kakek nenek tidak pernah digunakan sebagai tanda penghormatan.

(17)

"My dear sir" dapat digunakan dalam bahasa Inggris. Penggunaan kata Jan pada novel ini tampak di kutipan berikut:

“Dah, Jahid!” aku berteriak kebelakang. “Dah, Fawad Jan!”. Aku menoleh terkejut mendengar sebutan jan yang diucapkan penuh kasih saying dan tepat saat itu kulihat Jahid menyeka sebelah matanya yang normal.” (Hal.16)

“Maaf Fawad Jan,” ujarnya sebelum menerima telepon itu.“Tak apa,” aku masih berbohong. Ku dengar suara seorang lelaki di ujung saluran telepon. Lebih buruk lagi karena kudengar dia menggunakan kata Jan.” (Hal 53-54)

4. Komunikasi tidak langsung sering dilakukan

Dalam novel ini banyak bagian-bagian yang menjelaskan bahwa masyarakat Afghanistan susah berterus terang. Hal ini tampak dalam beberapa kutipan berikut:

(18)

Yang menjadi siksaan ketika kau berhenti memikirkan semua pertanyaan yang berteriak-teriak dalam kepala, namun menuntut dijawab” (hal 286)

5. Sangat respek terhadap orang lain dan lingkungan

Hal ini tampak pada tingkat kepatuhan dan hormat kepada orang tua. Di Afghanistan, seorang anak hormat kepada orang tuanyanya terlebih kepada ibunya. Hal ini tampak pada kutipan berikut:

“Sebelum meninggalkan rumah, dia melontarkan daftar perintah yang selalu dimulai dengan”pergi ke sekolah” dan diakhiri dengan “menjauhlah dari Jahid”. “Pada prinsipnya itu adalah perintah yang coba kau patuhi demi rasa hormat kepada Ibu- di Afghanistan Ibu kami jauh lebih berharga dari semua emas yang tersembunyi di ruang bawah tanah istana presiden” (Hal 8)

Selain hal tersebut, di Afghanistan permasalahan gender juga sering dikedepankan. Para Orang tua dari masyarakat Afghanistan bangga jika memiliki anak laki-laki, hal ini tampak dalam kutipan:

(19)

Di Afghanistan, perempuan dipandang sebagai orang yang harus bisa memasak dan mengerjakan tugas rumah tangga lainnya. Hal ini tampak pada obrolan ibu Fawad dan Fawad:

“ Apa dia bisa menjahit?’

“Tidak.”

“Bisa Masak?”

“Tidak”

‘Apa dia sudah bersuami?”

“Tidak”

Referensi

Dokumen terkait

Pin-pin arduino uno yang dipakai untuk berkomunikasi dengan ethernet shield tidak dapat digunakan untuk kemperluan yang lain.Arduino Web Server bertindak sebagai

Salah satu kompetensi inti dalam melakukan praktek kolaborasi interprofesional adalah dengan melakukan komunikasi interprofesional dimana untuk melakukan kolaborasi dan

Berdasarkan hasil yang telah dilakukan terbukti bahwa analisis dengan cara kalibrasi pada perhitungan magnitude semu pada software IRIS mendekati nilai yang didapatkan

Perte- muan keduanya sangat tampak dalam ungkapan puisi sufistik (syair dan dangding) yang dijejakkan dalam latar budaya dan simbolisme lokal Nusantara. Kajian ini sangat

9 Jumah penelitan terapan berbasis kebutuhan industri yang mendukung teaching factory. 10 Jumlah lulusan yang diserap oleh mitra Dunia Kerja 11 Indikator yang relevan

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus karena skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan, Kompensasi, Corporate Governance terhadap Manajemen Laba (Studi

Karena dengan disimulasikan tentang tingkat pelayanan mesin maka perusahaan dapat mengoptimalkan proses produksi dan kapasitas produksi mesin- mesin yang digunakan untuk

Berdasarkan paparan tersebut di atas, maka masalah penelitian ini adalah “Adakah hubungan antara persepsi orangtua dengan perilaku kekerasan pada anak di Desa Parereja