• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ilmu Tidak Bebas Kepentingan Refleksi Kr (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ilmu Tidak Bebas Kepentingan Refleksi Kr (1)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Ilmu (Tidak) Bebas Kepentingan?

Refleksi Kritis Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan

Kemanusiaan.

Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester Genap 2016/2017 matakuliah Filsafat Ilmu (PSY6001) yang diampu oleh Dr. Arqom Kuswanjono, M.Hum

Pe nulis:

Isman Rahmani Yusron

16/407565/PPS/03333

No.17

Magister Psikologi

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta

(2)

2

Ilmu (Tidak) Bebas Kepentingan?

Refleksi Kritis Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Kemanusiaan.

Oleh: Isman Rahmani Yusron

NIM: 16/407565/PPS/03333

“Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita -cita yang

sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali.” - Tan Malaka

A. Pendahuluan

Perkembangan ilmu pengetahuan arus utama, selalu pongah dengan klaim

bahwa suatu kebenaran hanya dapat diterima jika telah diverifikasi secara empiris

dengan bukti nyata menurut pengalaman. Objektivitas dalam kegiatan ilmiah,

seolah menjadi legitimasi yang berlebihan untuk dijadikan sebagai kebenaran

yang universal dan dapat digeneralisasi pada aspek yang lebih luas. Seolah-olah,

subjektifitas dan rasionalitas subjektif tidak dapat diikutkan dan bermakna

peyoratif dalam dunia ilmu pengetahuan. Paradigma ini, memicu sebuah klaim

yang berlebihan mengenai ilmiah atau tidaknya suatu teori didasarkan

semata-mata pada bukti empirik apa adanya. Bahkan, tradisi pembuktian menurut

pengalaman empiris dan objektif ini menjadi pedoman ekslusif yang

mendikhotomi realitas menjadi “yang ilmiah” dan “tidak ilmiah”. Sesuatu yang

ilmiah dikesankan pada suatu bentuk rigid yang selaras dengan bukti yang

ditemukan secara empirik. Hal-hal yang berkaitan dengan nilai dan kepentingan

masyarakat, seolah dibebaskan bahkan dijauhkan. Akhirnya, jargon fakta ilmiah

bebas nilai, seolah menjadi lazim dan tidak dapat digugat.

Pemisahan ilmu pengetahuan dengan kepentingan, menghasilkan masyarakat

keilmuan yang lari dari tanggung jawab. Ilmu pengetahuan dijadikan sebuah

domain yang tidak boleh tercampuri urusan politis kemanusiaan. Sekaligus,

secara otomatis, ilmu pengetahuan tidak dibentuk untuk secara direktif

menyelesaikan masalah nilai kemasyarakatan. Ilmu pengetahuan hanyalah untuk

ilmu pengetahuan, demi perkembangan ilmu pengetahuan. Pola saintisme

semacam ini, melahirkan sebuah kultur pemisahan ilmu pengetahuan dengan

(3)

3

awang-awang, melesat meninggalkan realitas kehidupan yang –jika tak bisa

dibilang lamban, memerlukan proses kompleks untuk mencapai titik kemajuan

tertentu.

Meski demikian, ketimpangan jarak antara ilmu dan realitas masyarakat, pada

akhirnya menggusur pihak yang lebih lamban untuk mengejar ketertinggalannya.

Sehingga, dalam hal ini realitas kemasyarakatan yang wajarnya bergerak

berproses, dipaksa untuk berubah pesat, serba cepat, mengejar keseimbangan

dengan perubahan cepat ilmu pengetahuan. Kondisi ini menghasilkan sebuah

tatanan masyarakat yang tak pernah selesai mencerna zaman. Kultur kehidupan

berubah dari yang asalnya pendalaman makna alam semesta, menjadi masyarakat

kompetitif yang penuh persaingan mewujudkan ambisi idealnya. Situasi yang

serba berkompetisi dan bersaing ini, lama kelamaan mendistorsi nilai-nilai

kemanusiaan dalam masyarakat. Kehidupan semakin tidak manusiawi, bergerak

seperti mesin dalam sebuah pabrik yang berlomba-lomba untuk terus

berproduksi, serba transaksional dan saling tindas menindas.

Ambisi sebagian orang yang ingin memisahkan ilmu pengetahuan dengan

kepentingan masyarakat, tentunya tak sempat membayangkan implikasi dari hal

itu sedemikian besar. Meskipun, fakta nyata tak terbantahkan dimana kian hari

masyarakat semakin tidak manusiawi. Budaya kolektif masyarakat, digantikan

oleh individulisme yang satu sama lain bersaing mewujudkan idealisme.

Kompetisi menghasilkan kemajuan di satu sisi, dan manusia yang kalah dalam

persaingan dan termarjinalkan di sisi lainnya. Dimana, masyarakat yang kalah

dalam pesatnya perkembangan zaman, semakin sulit mengejar ketertinggalan.

Pada akhirnya, terciptalah sebuah kondisi masyarakat yang serba tertekan dan

depresif, yang pada ujungnya terlahir insane society yang kian lama kian

memprihatinkan. Para praktisi pengembang ilmu pengetahuan semakin jauh

pikirannya dari realitas kehidupan, dan hanya melamunkan suatu utopia

kemajuan manusia yang tak pernah puas pada satu titik. Parahnya,

(4)

4

tertinggal. Mereka semakin tenggelam pada kekaguman temuan-temuan baru

yang tak pernah bertahan lama.

Ilmu pengetahuan yang bergerak liar melesat jauh dari realitas kepentingan

masyarakat, hanya menghasilkan kemajuan-kemajuan semu yang semakin

mekanistik. Pada titik ini, kemanusiaan semakin terdistorsi dan dikur oleh standar

idealisme yang utopis. Kesenjangan masyarakat dalam aspek sosioekonomi,

menjadi jurang dalam yang sulit dilalui oleh pihak yang kalah dalam persaingan.

Pada akhirnya, kehidupan tak ubahnya seperti pertarungan dalam persaingan

dimana yang terlahir dalam kekalahan akan selamanya kalah, yang miskin tak

punya kesempatan untuk menghadapi kehidupan. Ilmu pengetahuan hanya

dapat melanggengkan penindasan, dan tidak berpihak pada realitas masyarakat.

Jikalah pemisahan ilmu pengetahuan dari kepentingan menciptakan situasi

separah ini, maka apa jadinya masa depan bagi masyarakat yang terlahir dalam

kekalahan?

B. Ilmu dan Kepentingan Masyarakat

Pada prinsipnya, ilmu tak harus dipisahkan dari kemanusiaan. Ilmu

pengetahuan harus senantiasa berpihak pada realitas masyarakat. Tak seharusnya

ilmu dan kepentingan masyarakat berjalan sendiri-sendiri, keduanya harus saling

melengkapi dan saling mewarnai. Ilmu pengetahuan tidak boleh terbebas dari

warna kepentingan masyarakat. Keduanya mesti berjalan bersamaan saling

menguntungkan, demi menghilangkan situasi penindasan. Jikalah pada akhirnya

kemajuan ilmu pengetahuan hanya menghasilkan penindasan bagi masyarakat,

sudah sepantasya di kritik dan diluruskan kembali demi kepentingan masyarakat.

Pasalnya, jika ilmu pengetahuan hanya dapat menciptakan masyarakat tertindas,

tak berpihak pada kepentingan kemasyarakatan, suatu hari kemajuan ilmu

pengetahuan akan hanya tinggal retorika yang sulit diwujudkan.

Ilmu pengetahuan, mesti dibentuk dan berorientasi pada keberpihakan pada

realitas kehidupan masyarakat. Dunia ide, tak boleh terlepas dari akarnya:

kemanusiaan. Kenyaataan yang terjadi saat ini adalah ilmu pengetahuan selalu

(5)

5

temuan-temuan tersebut mempertimbangkan implikasi praktis, etis, sosial

kemasyarakatan. Bahkan dengan pongahnya kebanyakan temuan-temuan

penelitian mendeklarasikan diri terlepas dari kepentingan-kepentingan. Padahal,

semestinya bahwa temuan-temuan penelitian mesti berorientasi pada

kepentingan kemasyarakatan. Titik tolak keberangkatan dari penelitian ilmiah

sudah semestinya memang didasarkan pada pertimbangan mendalam pada

kondisi kemasyarakatan dan berbagai kepentingannya. Ilmu tidak boleh sama

sekali bebas dari nilai-nilai kehidupan, sebaliknya ilmu harus dilandasi dan

melandasi nilai-nilai kehidupan. Produksi teori mesti berorientasi pada

pandangan yang memihak pada kepentingan masyarakat. Melalui hal itu,

perkembangan ilmu pengetahuan tidak jauh dan terasing dari realitas.

Kebutuhan manusia, dapat didefinisikan sebagai segala hal yang menyangkut

kepentingan individu untuk bertahan hidup dan mencapai kesejahteraan dalam

kehidupan baik fisik maupun psikis. Dalam arti ini, kehidupan manusia tidak

melulu sebagai perjuangan untuk mempertahankan hidup semata, melainkan

juga kesempatan untuk menghidupi kehidupan yang sejahtera. Termasuk

didalamnya, adalah untuk hidup berdampingan dengan manusia lain secara

selaras, sejajar tanpa adanya kondisi yang saling menindas. Definisi ini cukup

untuk menjadi orientasi utama dari perkembangan ilmu pengetahuan. Dimana,

ilmu pengetahuan senantiasa diciptakan dan dikembangkan dengan bertujuan

untuk memenuhi kebutuhan manusia. Bukan sebaliknya, dimana manusia yang

terus mengejar memenuhi kebutuhan kemajuan ilmu pengetahuan. Posisi

manusia dalam ilmu pengetahuan adalah sebagai subjek, bukan objek, aktif bukan

pasif, dan menjadi tuan bukan jadi budak dari ilmu pengetahuan.

Akar dari tujuan dikembangkannya ilmu pengetahuan, haruslah berdasar

pada asas manfaat kolektifitas manusia bukan berasal dari kepentingan segelintir

orang, apalagi pemodal. Ilmu pengetahuan mesti dikembangkan dengan

mendedikasikan diri pada kesejajaran masyarakat dalam kehidupan. Bolehlah kita

terkagum pada pesatnya ilmu pengetahuan yang menciptakan berbagai

(6)

6

hanya menciptakan jurang kesenjangan yang dalam. Apalah arti kemajuan ilmu

pengetahuan, jika tak semua manusia dapat dengan sejajar merasakan

manfaatnya. Apalah arti kemajuan penggetahuan jika hanya melanggengkan

penindasan. Kemajuan ilmu pengetahuan harus senantiasa memberikan perhatian

yang besar pada kepentingan masyarakat luas demi terbebasnya masyarakat dari

kondisi yang menindas.

Orientasi ilmu pengetahuan mestilah berfokus pada penyadaran manusia

demi terciptanya masyarakat yang sadar. Masyarakat sadar yang dimaksud

adalah masyarakat yang memiliki penguasaan pemahaman akan kondisi dirinya

sendiri dan alam kehidupannya. Masyarakat yang sadar, akan lebih

mementingkan masa depan dari kemanusiaan dibandingkan keuntungan

pragmatis yang sesaat. Sebagai contoh, ketika ilmu pengetahuan tidak berorientasi

pada penyadaran manusia dan melulu hanya memenuhi ambisi pribadi,

pengguna ilmu pengetahuan akan semakin eksploitatif terhadap alam bahkan

terhadap manusia lainnya. Ilmu pengetahuan pada saat itu, praktis menjadi alasan

seseorang menjadi kanibal bagi manusia lainnya. Namun, jika ilmu pengetahuan

berorientasi pada penyadaran manusia, ilmu akan menjadi sumber dari kearifan

menjaga kelestarian alam dan kemanusiaan. Manusia sadar akan kemanusiaannya

sendiri, tidak akan kehilangan dirinya dalam masyarakat apalagi menjadi kanibal

yang eksploitatif bagi manusia lainnya.

Pada titik dimana ilmu pengetahuan berhasil memfasilitasi

kepentingan-kepentingan kemanusiaan, mendasarkan pada realitas kemasyarakatan, dan

berorientasi pada penyadaran manusia, ilmu pengetahuan akan dengan

sendirinya akan menghasilkan peradaban yang manusiawi. Semua bagian

masyarakat dapat mencerna jaman dengan sudut pandang ilmu pengetahuan,

menciptakan keseimbangan dan kesejajaran. Ilmu tidak lagi berada pada area

eksklusif yang jauh dari jangkauan masyarakat. Setiap individu memiliki

kesempatan menikmati dan berpartisipasi pada perkembangan ilmu

pengetahuan. Masyarakat tidak sulit memahami setiap kemajuan perkembangan

(7)

7

yang berasal dari keseharian hidup manusia. Metode-metode keilmuan membumi

dan mudah dikuasai manusia karena berakar pada problematika nyata

kehidupan. Hasil-hasilnya berimplikasi pada praxis, etis, sosal kemasyarakatan

dan mendeklarasikan diri berpihak pada kepentingan kemanusiaan.

Masa depan peradaban manusia yang manusiawi dan memanusiakan, tidak

lagi menjadi utopia jika ilmu pengetahuan memfasilitasinya. Dalam arti,

perkembangan ilmu pengetahuan yang berorientasi pada kepentingan

masyarakat dan berdasar pada realitasnya, akan menghasilkan produk-produk

pemikiran yang mementingkan kepentingan masyarakat dan kemanusiaan. Batu

uji ilmiah suatu kebenaran adalah sejauh mana implikasi kebenaran tersebut

berguna bagi penyadaran dan kegunaan praktis di masyarakat luas. Sebuah

tatanan sistem keilmuan yang tidak lagi relevan bagi manfaat kemasyarakatan dan

malah menciptakan sistem yang menindas, mesti direvisi dan disempurnakan ke

arah emansipasi masyarakat dan menciptakan sistem yang egaliter. Ilmu

pengetahuan berkembang pada koridor kepentingan kemasyarakatan tanpa

memandang kelas. Ilmu pengetahuan dikembangkan untuk kepentingan

pembebasan masyarakat, bukan untuk segelintir orang yang bertendensi

mengehegemoni manusia lainnya.

C. Penutup

Implikasi praktis dari cita-cita mengembalikan ilmu pengetahuan untuk tidak

jauh dari kepentingan manusia dan masyarakat, pertama-tama adalah dengan

menyandarkan penelitian ilmiah pada pendalaman yang komprehensif mengenai

kebutuhan masyarakat dan kemanusiaan. Kepekaan seorang ilmuan pada kondisi

sosial kemasyarakatan serta menempatkan diri sebagai bagian dari masyarakat

dibanding sebagai pengamat, akan menciptakan sudut pandang orientasi

keilmuan yang berpihak pada masyarakat. Ilmuwan mendedikasikan diri pada

kepentingan masyarakat dan berbagai situasi yang dialaminya, sehingga

menghasilkan temuan-temuan penting bagi kemajuan dan pembebasan

(8)

8

Selanjutnya, paradigma ilmu pengetahuan mesti sepakat menolak

pengembangan ilmu pengetahuan yang bertendensi memicu kesenjangan dan

penindasan diantara masyarakat. Ilmuwan mesti memiliki keberanian untuk

memfalsifikasi suatu klaim kebenaran jika pada akhirnya menimbulkan

ketertindasan pada masyarakat. Betapapun bergunanya sebuah temuan dan

terbukti empirik, jika pada akhirnya hanya mempertahankan status quo di

masyarakat dan melanggengkan ketidakadilan, maka mesti direvisi dengan

mempertimbangkan kepentingan masyarakat. Ilmu pengetahuan mesti menjadi

alat untuk pembebasan alih-alih dimanfaatkan sebagai alat penindasan. Kegunaan

praktis juga mesti selaras dengan kepentingan yang lebih luas.

Ilmu pengetahuan mesti berorientasi juga pada penyadaran masyarakat.

Dimana ilmu pengetahuan, dikembangkan dengan tujuan untuk masyarakat

memahami kondisinya sendiri dan menyadari perubahan. Ilmu pengetahuan

mesti berkembang dalam koridor memahamkan masyarakat pada realitas yang

menindas, untuk menyadarkan masyarakat agar mendobrak sistem yang secara

tidak disadari melanggengkan penindasan. Ilmu pengetahuan merangsang

masyarakat untuk emansipatif berkontribusi memperbaiki tatanan sistem

kemasyarakatan yang adil dan egaliter. Sehingga, seluruh masyarakat tanpa

terkecuali menjadi subjek dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Penelitian-penelitian ilmiah mesti berlatar belakang pada realitas kebutuhan

dan kepentingan masyarakat luas. Peneliti bertugas menggali dan menerjemahkan

dalam bahasa yang sederhana pada ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat.

Melalui pijakan yang bersumber dari kepentingan masyarakat dan fenomena

kemasyarakatan yang tidak adil, penelitian dikembangkan agar didapatkan solusi

praktis menyelesaikannya. Penelitian ilmiah mesti dijauhkan dari sifat ahistoris

yang tak berakar pada sejarah kemanusiaan, dan juga dijauhkan dari sifat asosial

yang tidak menyandarkan diri pada kepentingan-kepentingan sosial.

Metode-metode ilmiah mestilah metode yang mudah dipraktikan oleh

masyarakat awam, sehingga metode tidak hanya sebatas jalan melainkan juga

(9)

9

diterjemahkan dalam prosedur yang ramah bagi masyarakat termasuk

memudahkan dan sangat memungkinkan untuk dilakukan (feasible). Masyarakat

mesti memahami kenapa metode yang sistematik mesti dilakukan, yang oleh

karenanya mesti berbentuk sederhana dan mudah difahami.

Terakhir, yang terpenting adalah hasil dari penelitian ilmiah mesti

mengandung implikasi-implikasi praktis, teoretis, etis, moral dan berpihak pada

kepentingan masyarakat. Hasil penelitian ilmiah menghasilkan nilai guna praktis

untuk kemajuan hidup masyarakat tanpa terkecuali. Kebenaran ilmiah dari hasil

penelitian disandarkan pada sejauh mana hasilnya memiliki kebermanfaatan bagi

nilai kehidupan sosial. Sehingga akar dari segala ilmu adalah masyarakat, dimana

perkembangannya berada tidak jauh dalam jangkauan masyarakat. Hasil

penelitian tidak berhenti pada temuan dan kesimpulan, melainkan pada implikasi

pada praxis dan kepentingan dalam kehidupan masyarakat.

Referensi:

Fox,D. & Prilletensky,I. (2005). Psikologi Kritis: Metaanalisis Psikologi Modern

(terj). Jakarta: Teraju.

Hardiman, F.B. (2009). Kritik Ideologi: Menyingkap Pertautan Pengetahuan dan Kepentingan Bersama Jurgen Habermas. Yogyakarta: Kanisius.

Referensi

Dokumen terkait

Fasilitas yang terdapat pada unit ini yaitu 5 kamar tidur, ruang bersantai atau lounge, ruang media, ruang makan, dapur, sebuah perpustakaan dan kolam renang

Berdasarkan penelitian tentang Perbedaan Efek Fisiologis Pada Pekerja Sebelum Dan Sesudah Bek- erja Di Lingkungan Kerja Panas diperoleh simpulan sebagai berikut: Ada perbedaan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada hubungan antara suhu ruangan (p=0,000), umur (p=0,004), lama kerja (p=0,000), masa kerja (p=0,000), waktu istirahat (p=0,000) dan

Gardner (1986), dikutip dari swanburg (2001) mendefinisikan kepemimpinan sebagai “suatu proses persuasi dn memberikan contoh sehingga individu (atau pimpinan kelompok)

Pada proses pembacaan 10 email dalam skenario 2, Yahoo memberi beban tambahan terhadap jaringan sebesar lebih dari 1 MB, yang berbeda sangat signifikan dengan Zimbra

Pada proses ini, penulis menggunakan pengujian dengan metode black box pada halaman login admin, tambah data admin ubah data admin, pendaftaran pelanggan, login pelanggan,

yang terjual atau bagian atau bagian dari pendapata dari pendapatan. Penent Penentuan bauran uan bauran penju penjualan memungk alan memungkinkan inkan untuk mengkonversi

Menurut Manuaba (2008; h.389) disebutkan perdarahan terjadi karena gangguan hormon, gangguan kehamilan, gangguan KB, penyakit kandungan dan keganasan genetalia. 55)