• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Graduate School of International S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Graduate School of International S"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Peran

Graduate School of International Studies

(GSIS)

dalam Dinamika Dunia Pendidikan di Korea:

Pandangan Sekilas

Suray Agung Nugroho1

1. Pengantar

Membicarakan tentang Graduate School of International Studies di Korea, maka saya sebagai seseorang yang juga lulusan dari salah satu GSIS di Korea (dalam hal ini

Graduate School of International and Area Studies, Hankuk University of Foreign Studies-HUFS) dapat menyatakan bahwa GSIS sudah menjadi semacam ciri khas eksistensi dan daya saing perguruan tinggi di Korea—dalam artian suatu universitas yang memiliki GSIS mendapatkan nilai tambah dan daya saing lebih dibandingkan universitas lain yang tidak atau belum memilikinya. Ditilik dari sejarahnya, keberadaan GSIS di Korea belumlah lama dibandingkan dengan sekolah-sekolah pasca sarjana yang terlebih dulu ada. Sebagai ilustrasi, sekolah pasca sarjana (Graduate School) dengan berbagai programnya telah lama ada beriringan dengan munculnya universitas-universitas di Korea. Misalnya, HUFS

Graduate School telah ada sejak tahun 1961, namun GSIAS di HUFS sendiri baru berdiri pada tahun 1996. Begitu pula yang terjadi di universitas-universitas SKY—akronim tiga universitas terbaik Korea yang sering didengungkan di Korea Selatan, yaitu Seoul National University, Korea University dan Yonsei University. Ketiga universitas tersebut secara berurutan juga baru memiliki GSIS pada tahun 2003, 1991, dan 1987.2 Sebagai perintis

adanya program internasional dalam bentuk GSIS, Yonsei University dapat dikatakan sebagai universitas yang sampai saat ini bersama dengan berbagai universitas ber-GSIS lainnya terus berbenah untuk memenuhi adanya tantangan global untuk menciptakan individu-individu yang memiliki kemampuan menjadi ahli di bidangnya dan individu yang bisa menjadi pemimpin intelektual saat berhadapan dengan masalah sosial dan masalah-masalah internasional. Inilah salah satu tujuan utama yang dijadikan ciri semua GSIS di Korea.

Bila dilihat dari sejarah pendidikan di Korea, maka ada yang menarik bahwa ide adanya sebuah institusi khusus yang bertujuan mencetak pemimpin-pemimpin masa depan telah ada pada era Dinasti Jeoseon. Saat itu pada tahun 1396 ada sebuah lembaga yang disebut Seonggyungwan yang menjadi cikal bakal universitas di Korea. (Choi Wan Gee: 132 – 136). Kokoh berdirinya Seonggyungwan selama dinasti Jeoseon dari awal abad ke-14 hingga awal abad ke-20 inilah yang melatarbelakangi Korea memulai sejarahnya membuka sebuah universitas atau lembaga tinggi yang didedikasikan untuk mengajarkan calon-calon pemimpin Korea berbagai hal dari sejarah Korea, sejarah dunia, geografi Korea, dan geografi dunia. Dilihat dari kurikulum saat itu yang telah memasukkan pengetahuan geografi dan sejarah dunia, Korea yang dulu dikenal sebagai Kerajaan Pertapa atau the Hermit Kingdom ternyata dari dalam sebenarnya juga melirik dunia luar untuk dipelajari. Saat ini nama dan kebesaran Seonggyunggwan diabadikan menjadi Universitas Sungkyunkwan yang ada di Korea.

Sampai pada tahun 2010 ini berbagai universitas papan atas dan universitas lain di Korea terus berlomba untuk membuka, mempertahankan, meningkatkan, dan meneruskan eksistensi GSIS ini. Universitas-universitas lain di ibukota Seoul yang memiliki GSIS

1 Sekretaris Pusat Studi Korea & Ketua Program Studi Bahasa Korea, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Gadjah Mada

2 Informasi lebih lanjut mengenai universitas yang termasuk dalam SKY dapat dilihat di website

(2)

antara lain adalah Chung-Ang University, Ehwa Womans University, Hansung University, dan Hanyang University. Sementara itu universitas di daerah pun tak ketinggalan untuk mendirikan sekolah pasca dengan konsentrasi yang sama, misalnya Ajou University di Suwon, Hallym University di propinsi Gangwon, Kwandong University di Gangneung, propinsi Gangwon, Kyonggi University di Suwon, propinsi Gyeonggi, KyungHee University3, Pusan National University in Pusan, dan Tamna University di propinsi Jeju.

Kemungkinan besar beberapa universitas lain juga menyelenggarakan sekolah pasca sarjana yang sama namun dengan sebutan lain.

Dari gambaran singkat di atas dapat terlihat luasnya minat universitas di ibukota dan daerah untuk menyelenggarakan sekolah pasca berkompetensi khusus yang bertaraf internasional baik dari segi nama maupun kompetensi yang diajarkan. Tak berlebihan karena GSIS memang memiliki ciri khusus, yaitu dilaksanakannya perkuliahan dalam bahasa Inggris bahkan untuk program-program studi Korea sekali pun. Hal ini dikarenakan mahasiswa di GSIS adalah gabungan antara mahasiswa Korea dan mahasiwa asing dari berbagai negara yang dengan biaya sendiri maupun beasiswa berkumpul dalam satu wadah sekolah untuk menuai ilmu di Korea Selatan—negara di Asia Timur yang pada dekade terakhir ini berupaya keras menjadi dan dalam tataran tertentu sudah dapat dikatakan menjadi salah satu negara tujuan pendidikan tinggi di dunia.

2. Peran GSIS dalam Menunjang Dunia Pendidikan di Korea

Ada sedikit kendala dalam membicarakan hal ini secara umum karena setiap GSIS di masing-masing universitas memiliki ciri dan kompetensi khusus yang ingin dijadikan patokan atau wajah sekolah pasca sarjana mereka. Untuk itu, dalam membeberkan peran GSIS di dalam dunia pendidikan Korea, saya akan mencoba menampilkan terlebih dahulu isu-isu atau hal-hal penting yang terjadi di tiga GSIS saja. Hal ini untuk memberikan gambaran awal tentang bagaimana perkembangan di GSIS tersebut dan apa saja hal penting yang perlu diketahui sehingga dapat dijadikan bahan pembelajaran untuk kepentingan perkembangan dan peningkatan dunia pendidikan di Indonesia. Setelah itu akan ditarik persamaan di antara GSIS tersebut untuk dijadikan acuan gambaran sekolah-sekolah pascasarjana itu.

Yang perlu diketahui lagi adalah fakta bahwa peningkatan jumlah sekolah pasca di Korea termasuk GSIS ini tak lepas dari adanya program Brain Korea 21 yang digawangi oleh Kementerian Pendidikan atau yang di Korea lebih dikenal dengan sebutan MEST (Ministry of Education, Science, and Technology). Dengan proyek ini pemerintah memberikan bantuan kepada universitas-universitas terpilih untuk mencapai world-class status di dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Walaupun pada saat awal dikeluarkannya proposal Brain Korea 21 ini banyak tantangan dan oposisi dari beberapa universitas yang mengkhususkan diri di bidang humaniora dan ilmu-ilmu sosial, pada akhirnya semua bidang dapat merasakan manfaat yang sama dari program ini.

Berikut ini adalah gambaran GSIS di Yonsei University, Hankuk University of Foreign Studies, dan Korea University.

a. GSIS di Yonsei University

Sekolah pascasarjana ini mendapatkan penghargaan dari Kementrian Pendidikan Korea pada tahun 1999 sebagai institusi yang menghasilkan para ahli internasional karena program-program doktoralnya yang sangat kompetitif. Sekolah ini telah berkontribusi dalam menghasilkan banyak ahli di bidang perdagangan, keamanan, perdamaian, dan kerjasama internasional. Satu program studi yang menjadi daya jual dan salah satu keistimewaannya adalah Korean Studies. Yang menarik adalah bahwa program studi

(3)

Korean Studies ini dimasukkan menjadi salah satu bagian di GSIS karena memang program ini dikhususkan untuk menarik mahasiswa Korea dan internasional yang berminat mendalami ilmu ke-Korea-an dari berbagi aspeknya. Dengan didukung para ahli Korea yang kompeten serta penyampaian materi dalam bahasa Inggris, maka program studi ini memang sengaja diciptakan untuk menginternasionalisasikan eksistensi Korea sebagai suatu kajian yang penting di dunia.

Berkaitan dengan prodi Korean Studies ini, yang lebih menarik lagi adalah adanya program studi yang berbeda tapi memiliki beberapa kesamaan, yaitu dengan nama Korean Language and Literature yang khusus ditujukan bagi para mahasiswa Korea dan sebagian mahasiswa asing yang memang berminat dan siap. Perbedaannya terletak pada penyelenggaraan kuliah yang disampaikan dalam bahasa Korea. Namun, prodi ini tidak berada di bawah payung GSIS; melainkan di bawah Yonsei University Graduate School. Begitu pula untuk program-program lain di bawah GSIS: program studi niaga pun ada di sekolah pascasarjana yang umum, namun bedanya dengan yang ada di GSIS adalah atmosfer berkumpulnya para ahli internasional berdampingan dengan para profesor Korea yang menjadi profesor di bidang tersebut. Ditambah lagi dengan adanya bercampurnya mahasiswa Korea dan internasional di kelas-kelas GSIS. Inilah yang menjadi ciri khas GSIS

b. GSIAS di Hankuk University of Foreign Studies

Sama halnya dengan GSIS di Yonsei, Hankuk juga menawarkan berbagai macam program di bawah bendera GSIAS. Yang menarik adalah GSIAS adalah satu-satunya sekolah pasca sarjana di Korea yang menawarkan program studi area yang komprehensif karena mencakup hampir semua wilayah di dunia. Hal ini karena dari program S1-nya saja HUFS telah memiliki wadah dan pakar bahasa yang mencakup negara-negara besar dan bahkan negara-negara kecil di kawasan Asia, Afrika, Eropa Tengah, Amerika Latin, dan Timur Tengah. Untuk itulah, GSIAS mengajarkan pengetahuan mengenai keadaan politik, ekonomi, sosial, dan budaya berbagai negara di wilayah-wilayah tersebut. Bahkan sebagian dari para pengajarnya juga ahli-ahli yang khusus diundang dari kawasan tersebut. Hal itu ditunjang juga dengan diselenggarakannya semua kelas dalam bahasa Inggris dan bahasa regional yang dipelajari oleh masing-masing mahasiswa. Dengan skema seperti itu maka pendekatan interdisipliner pun menjadi hal mutlak dalam GSIAS ini. Terlebih mahasiswa pun juga diberikan kesempatan untuk mengambil matakuliah di GSIS-GSIS lain di Korea dan juga mendapatkan kesempatan untuk melakukan pertukaran kredit dengan mengikuti kelas di universitas lain di luar negeri. Dengan kata lain, GSIAS yang melandasi pengajarannya dalam nuansa multidisipliner ini menawarkan program pertukaran kredit dengan universitas lain di Korea dan luar negeri melalui sistem 3+1. Melalui program ini para mahasiswa pasca dimungkinkan selama 1 semester menempuh ilmunya di universitas mitra kerjasama terutama di kawasan yang dia minati.

Sama halnya dengan yang ada di Yonsei, Korean Studies Program pun juga menjadi hal yang dijadikan salah satu daya saing GSIAS ini untuk menarik minat para mahasiswa asing belajar mengenai Korea. Keberadaan GSIAS ini menambah deretan sekolah pasca sarjana yang ada di HUFS seperti Graduate School, Graduate School of Interpretation and Translation, Law School, Graduate School of Education, Graduate School of Education, Graduate School of Business, Graduate School of Politics Government and Communication, dan Graduate School of TESOL.

c. GSIS di Korea University

(4)

mancanegara. Di dalamnya terdapat beberapa program khusus seperti KIEP (Korea Institute for International Economy Policy) – KU GSIS dan KOICA-KU GSIS International Program. Yang pertama adalah bagian program studi area yang menaruh perhatian pada kuliah mengenai negara-negara seperti Cina, Jepang, kawasan Asia Tenggara, Uni Eropa dan AS. Yang kedua adalah skema pemberian beasiswa lewat KOICA bagi para pemerhati Korea.

Selain itu, seperti halnya GSIS-GSIS lainnya, Korea University juga menawarkan

Korean Studies dan International Studies yang ditujukan untuk mahasiswa Korea dan internasional di mana mereka dapat belajar lebih jauh tentang sejarah Korea, pergerakan sosial dan perubahan dunia politik Korea, masalah sosial, ekonomi, perfilman Korea dalam konteks global, dan dinamika manajemen Korea.

Setelah memandang contoh beberapa GSIS di atas, berikut adalah beberapa kesamaan yang dimiliki oleh semua GSIS.

Pertama, semua mata kuliah yang ditawarkan disampaikan dalam bahasa Inggris. Hal ini memang mutlak karena inilah yang mencirikan GSIS dibanding dengan sekolah pasca umum (general graduate school) yang telah banyak ada di berbagai universitas.

Kedua, para mahasiswa terdiri dari mahasiswa Korea sendiri yang berbaur dengan mahasiswa internasional. Hal ini memberikan kondisi yang kondusif bagi para mahasiswa untuk terpapar dalam atmosfer global.

Ketiga, disediakannya Career Development Center yang membantu para mahasiswa mencari kegiatan magang atau penempatan di organisasi-organisasi nasional dan internasional, lembaga swadaya, dan sektor-sektor pemerintah maupun swasta yang beroperasi di Korea dan ada juga yang di luar negeri. Di tempat ini pulalah mahasiswa dapat mengetahui bagaimana dan apa yang harus mereka lakukan bila ingin melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi (Ph.D, misalnya).

Keempat, adannya program studi Korean Studies yang ditujukan untuk orang asing. Di sini para mahasiswa asing dapat melakukan kajian mendalam tentang Korea dengan segala aspeknya dalam suasana akademis yang tinggi. Mereka mendapat akses penuh ke perpustakaan baik di kampus maupun di luar kampus. Selain itu, mereka juga memiliki kesamaan dalam hal kewajiban mereka untuk lulus ujian kemampuan bahasa Korea atau KPT (Korean Proficiency Test) paling tidak level 3—bahkan beberapa universitas mensyaratkan level 4.

Berkaitan dengan hal ini, perlu diketahui bahwa kewajiban mahasiswa asing untuk lulusa KPT sama dengan bagaimana dunia internasional mengakui TOEFL atau IELTS sebagai prasyarat untuk menunjukkan kemampuan berbahasa Inggris mahasiswa internasional di universitas-universitas di AS dan Australia. Di sinilah letak kegigihan dan keunikan Korea yang juga ingin menunjukkan identitas dirinya di mata internasional4.

Mahasiswa asing juga harus mengetahui budaya Korea apalagi bahasa Korea ditunjang eksistensinya dengan alfabet Hangeul yang memang menjadi identitas Korea. Tak pelak lagi, Korea telah menjadi segelintir negara dunia yang telah mampu menerapkan kebijakan ini untuk mahasiswa asing—suatu pencapaian yang patut dipandang serius.

Kelima, tersedianya para ahli atau pengajar internasional yang khusus didatangkan untuk menjadi staf pengajar di GSIS. Hal ini untuk memberikan mahasiswa kesempatan mengenal dan memahami perspektif yang berbeda dari para pakar luar negeri.

Keenam, banyaknya beasiswa yang ditawarkan untuk para mahasiswa dengan berbagai sistem pendanaan dan fasilitas yang menguntungkan mahasiswa. Beasiswa ini berasal dari universitas terkait maupun dari pemerintah dan lembaga-lembaga lain di

4 Pandangan ini disarikan dari makalah ‘Korea Dulu dan Sekarang: Sebuah Refleksi untuk Melihat

(5)

Korea, seperti Korea Foundation, NIIED (National Institute for International Education Development), KOICA, Posco, dan lain lain. Secara rata-rata dapat dipaparkan bahwa beasiswa yang tersedia untuk mahasiswa baik Korea maupun internasional adalah pemberian bantuan sebesar 50% -100% dari uang kuliah berdasarkan prestasi akademiknya. Berikut ini adalah data beasiswa yang rata-rata ada di GSIS di Korea.

Beasiswa untuk para mahasiswa internasional di GSIS *(keadaan dan persyaratan tidak sama di setiap GSIS, namun secara garis besar sama dan rata-rata tersedia hal-hal seperti di bawah ini)

GSIS Int’l Students

Scholarship A/B KT&G FellowKT&G foundation sponsored by

POSCO Asian Fellow

sponsored by POSCO TJ Park Foundation

Eligibility All international students Nationality: Turkey, Iran, Kazakhstan, Russia, or

Indonesia Any Asian nationality Program Master/Doctor Master Master

Number of Fellow

All int’l students who are admitted to GSIS

Master/Doctor program Four students per year Five students per year

Semester Every semester (application period: 3/15-5/15 or 9/1-11/15) considered as a candidate for

International Students considered as a KT&G Fellow.

No separate application required:

Any Asian students who will be ranked top five of the

Scholarship award for the first semester will be decided according to the admission score ranked by GSIS Admission Committee and announced upon the notice of the admission result

Apply for GSIS Master Program → Admission committee review and recommend the candidates to KT&G foundation → KT&G foundation select the fellow Scholarship A: 100% of the tuition (including Admission Fee)

GSIS Int’l Students Scholarship B: 50% of the tuition (including Admission scholarship type (A/B) will be decided based on the previous

(6)

Fellow Process

KOICA Scholarship 20 per year Full Tuition fee and Monthly Stipend Roundtrip airfare

Data tentang banyaknya beasiswa yang ditawarkan oleh pemerintah Korea kepada mahasiswa asing memang telah menjadi bagian dari strategi pemerintah Korea untuk meningkatkan citranya di mata internasional. Melalui Study in Korea Project tahun 2004 dan Achievement Plan for Study in Korea Project tahun 2008, Korea bertekad untuk menarik sebanyak mungkin mahasiswa asing ke negaranya. Korea ingin menjadikan dirinya sebagai hub dalam bidang peningkatan kekuatan SDM di Asia Timur. Selain itu, Korea juga ingin memperkuat daya saing sistem pendidikan tingginya. Untuk membiayai program pelatihan bahasa Korea untuk mahasiswa dan pegawai pemerintahan dari negara lain. Tak ketinggalan pula, penyederhanaan proses pengajuan visa dan prosedur imigrasi untuk mahasiswa asing juga telah membantu meningkatnya mahasiswa asing di Korea.

3. Pemikiran Tambahan

(7)

mungkin lebih tinggi dari yang ada di Korea. Yang diperlukan hanyalah kemauan dan tindakan bersama untuk menjadikan pendidikan sebagai pilar bangsa di masa depan.

Melihat bagaimana Korea menjadi pada tahap ini, salah satu yang harus dilihat adalah seriusnya pemerintah meningkatkan anggaran pendidikan yang hanya 2,5% dari anggaran negara pada thaun 50-an menjadi 22% mulai tahun 80-an. Bisa dikatakan bahwa pemerintah menyumbang sekitar sepertiga dari total pendidikan sedangkan orang tua dan lembaga swasta melengkapinya.5 Di sisi lain, mengenai dinamika semakin banyaknya para

mahasiswa atau pelajar yang telah, sedang, dan berkeinginan untuk belajar di Korea, kita seyogyanya menjadikan fenomena ini sebagai cerminan bahwa dunia pendidikan Korea telah berhasil mempercantik wajah serta isinya sehingga tugas para pemerhati pendidikan di Indonesia serta pihak terkait adalah mendukung adanya gairah ini.

Menyinggung sekali lagi tentang selalu adanya program studi Kajian Korea atau Korean Studies di tiap GSIS yang ada di Korea, maka sudah selayaknya kita meningkatkan menjamurnya Kajian Indonesia sebagai kajian interdisipliner di tingkat perguruan tinggi yang dikhususkan untuk mahasiswa Indonesia sendiri dan mahasiswa asing. Korea sendiri terpacu memunculkan kajian Kora setelah merdeka dari Jepang tahun 1945. Setelah selama 35 tahun di bawah Jepang dilarang adanya kajian apa pun mengenai Korea, maka begitu merdeka para ilmuwan Korea berkeinginan kuat untuk mendirikan lembaga yang khusus mempelajari tentang diri mereka sendiri. Hasilnya adalah lahirnya the Academy of Korean Studies pada tahun 1978 sebagai sekolah pasca sarjana pertama yang secara resmi menjadikan Kajian Korea sebagai daya saing intelektual Korea di mata internasional.6 .

Hasilnya bisa dilihat sekarang, yaitu dengan semakin kokoh dan semakin diminatinya Kajian Korea oleh para ilmuwan dan mahasiswa asing. Terlebih dengan semakin banyaknya GSIS menyelenggarakan Korean Studies untuk mahasiswa asing.

Hal lain yang perlu dicatat di sini adalah rasa menggebunya Korea untuk mencuri start atau lebih tepatnya jauhnya pemikiran bangsa Korea untuk memetik manfaat di masa depan. Pada tahun 60-an atau tepatnya 1967 Korea memulai program invitasi mahasiswa asing untuk belajar di Korea. Pada era itu pulalah dosen UGM mulai diundang ke Korea yaitu ke Hankuk University of Foreign Studies untuk memulai pengajaran bahasa Indonesia kepada mahasiswa Korea karena saat itu telah dibuka Jurusan Melayu-Indonesia. Sebagai pembanding, Indonesia baru membuka studi mengenai bahasa Korea pada tahun 1990-an. Perbedaan 30 tahun yang sangat mengubah cakrawala saat ini—30 tahun yang lalu Korea telah memandang Indonesia sebagai negara yang berpotensi untuk menjadi mitra di masa mendatang—dan terbukti benar. Untuk itu, Indonesia juga perlu untuk mempertimbangkan perlunya anak bangsa belajar Korea semakin aktif dan serius bukan untuk masa kini tapi untuk masa depan juga. Tak salah pula bila kiranya kita pun mulai melirik negara-negara Afrika dan Amerika Selatan sebagai kajian yang lebih mendalam di tingkat perguruan tinggi.

Akhirnya, satu poin yang patut disinggung dalam kaitan ini adalah perlu dibukanya atase pendidikan di Korea Selatan mengingat beberapa hal seperti semakin banyaknya mahasiswa Indonesia yang berada di Korea Selatan. Data dari pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia di Korea menyebutkan bahwa jumlah mahasiswa Indonesia di Korea per Maret Juni 2010 adalah 259 orang.7 Menyinggung data ini, saya sebagai alumni Korea

5 Disarikan dari makalah Ratih Pratiwi Anwar ‘Menguak Rahasia Kekuatan Ekonomi Korea Selatan” yang

disampaikan pada Lokakarya tentang Korea untuk Guru SMA se-Indonesia, 27-30 April 2010. Kerjasama Pusat Studi Korea UGM dengan Korea Foundation.

6 Di dunia saat ini diperkirakan lebih dari 750 universitas yang menawarkan Kajian Korea sebagai mata

kuliah dan program studi. (Data diambil dari buku Fakta-Fakta tentang Korea: 129)

7 Data ini disampaikan oleh Bapak Sritomo Wirodihardjo dari Biro Perencanaan dan Organisasi Kementerian

(8)

dan yang kebetulan juga alumni dan anggota tak aktif PERPIKA (Perkumpulan Pelajar Indonesia di Korea Selatan) dapat menambahkan bahwa per September 2010 ini jumlah gabungan antara alumni Korea dan mahasiswa aktif Indonesia di Korea adalah 734 orang. Data ini bisa jadi bertambah karena belum semua mahasiswa Indonesia yang belajar di Korea mendaftarkan diri menjadi anggota PERPIKA. Dari sudut ini saja dapat saya tambahkan bahwa bahwa jumlah mahasiswa Indonesia semakin meningkat dibandingkan tahun 2000 awal yang hanya puluhan mahasiswa saja—ketika saya menempuh ilmu di HUFS.

Melihat hal-hal di atas, diharapkan penempatan atase bidang pendidikan tak hanya akan membantu mahasiswa Indonesia saja, namun lebih jauh juga bisa dijadikan sebagai representasi dunia pendidikan Indonesia di Korea Selatan. Hal ini pun tak lepas dari semakin banyaknya mahasiswa asing yang belajar di Indonesia. Ditambah lagi, dengan akan adanya atase pendidikan, maka dapat dipastikan bahwa kerjasama bidang pendidikan akan semakin menguat di masa mendatang.

Referensi

Anwar, Ratih Pratiwi. (2010). “Menguak Rahasia Kekuatan Ekonomi Korea Selatan”. Pusat Studi Korea UGM

Nugroho, Suray Agung. (2010). “Korea Dulu dan Sekarang: Sebuah Refleksi untuk Melihat Indonesia”. Pusat Studi Korea UGM.

Wan Gee, Choi. (2006). The Traditional Education of Korea. Seoul: Ehwa Womans University Press

_________.(2008). Fakta-fakta tentang Korea. Seoul: Kementerian Kebudayaan, Olahraga dan Pariwisata

_________. (2009). Education in Korea. Seoul: Ministry of Education, Science and Technology (MEST)

_________.(2010). Study in Korea 2010-2011. Seoul: Ministry of Education , Science and Technology (MEST)

Laman:

http://builder.hufs.ac.kr/user/hufsenglish/gra_1.jsp diakses tanggal 2 September 2010 http://gsis.snu.ac.kr/ diakses tanggal 2 September 2010

http://gsis.korea.ac.kr/ diakses tanggal 2 September 2010

(9)

Referensi

Dokumen terkait

perekonomian Indonesia, di sini laju inflasi 77,55 persen (540,38), ini merupakan dampak dari merosotnya nilai tukar rupiah terhadap valuta asing dan faktor sosial dan politik

Efek panjang serat ijuk terhadap campuran beton dapat menurunkan nilai sifat mekanik (kuat tekan, kuat tarik belah dan kuat lentur) beton serat yang terendam

Namun, ada kemungkinan terjadinya reaksi balik dari reaksi penyerapan sulfur oleh adsorbent ZnO yang disebabkan karena adanya kandungan CO 2 dalam gas proses

Kriteria dalam klasifikasi iklim didasarkan pada perhitungan bulan basah (BB), bulan lembab (BL) dan bulan kering (BK) dengan batasan memperhatikan peluang hujan, hujan efektif

Ada beberapa jenis obat yang bekerja dengan menurunkan aderen mukus sehingga “kelengketan” mukus pada epitel berkurang dan pergerakan mukus dapat bertambah serta mukus lebih

suatu rancangan desain khusus yang meliputi hal-hal unik atau khas tentang perusahaan yang bersangkutan secara fisik... Menyusun Proposal

Alasan penelitian di atas dijadikan referensi dalam penelitian ini adalah adanya kesamaan obyek yang diteliti yaitu mengetahui besarnya proporsi pengeluaran konsumsi

Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa konteks pemikiran pendidikan Ibn Rushd ini mengacu pada pemikiran Aristoteles yang rasional, maka dalam konteks