• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Laju Inflasi se periode 1990 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perkembangan Laju Inflasi se periode 1990 2007"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah Export date: Sun Sep 3 6:21:22 2017 / +0000 GMT

Perkembangan Laju Inflasi selama periode 1990-2007

Pada dasarnya banyak data statistik ekonomi yang dapat dijadikan indikator untuk memperlihatkan laju inflasi, diantaranya adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Di Indonesia IHK dihitung berdasarkan perkembangan harga di 17 ibu kota propinsi yang

mencakup 150 jenis barang dan jasa dengan dasar perhitungan tahun 1983 sampai tahun 1996, sedangkan untuk tahun 1996 sampai sekarang IHK dihitung berdasarkan perkembangan harga di 43 kota yang mencakup 225 jenis barang dan jasa. Oleh karena itu perubahan harga di luar jenis barang dan jasa tersebut dari 17 kota (1983) atau 43 kota (1996) tidak dapat mempengaruhi laju inflasi nasional (Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, 2007 : 24 ).Untuk melihat perkembangan laju inflasi dan indeks harga konsumen di Indonesia tahun 1990-2007 dapat di lihat pada Tabel IV-1 berikut :TABEL IV-1PERKEMBANGAN LAJU INFLASI DAN INDEKS HARGA KONSUMEN DI INDONESIA, 1990-2007 Tahun Laju Inflasi (%) Indeks Harga Konsumen (%) 1990 9,53 342,77 1991 9,52 358,89 1992 4,94 365,37 1993 9,77 379,12 1994 9,24 393,46 1995 8,64 408,12 1996 6,47 419,91 1997 10,27 441,91 1998 77,55 540,38 1999 2,01 544,36 2000 9,35 563,28 2001 12,55 591,06 2002 10,00 616,04 2003 5,10 629,90 2004 6,40 668,07 2005 17,11 792,90 2006 6,60 817,60 2007 6,70 829,91 Sumber : Statistik Indonesia , 2007 Pelaksanaan kebijaksanaan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) yang berlaku sejak 25 Mei 1990 langsung ditanggapi oleh pasar. Hal ini dibuktikan oleh tingginya inflasi pada bulan Juni sebesar 1,71 persen untuk kelompok perumahan, dan 2,07 persen untuk kelompok aneka barang dan jasa. Kenaikan ini terus berlanjut hingga bulan Juli yang mencapai 3,19 persen untuk kelompok aneka barang dan jasa serta 2,68 persen untuk kelompok perumahan. Tingginya kenaikan harga pada kelompok aneka barang dan jasa terutama disebabkan oleh

meningkatnya tarif angkutan darat dan udara. Sedangkan pada kelompok perumahan disebabkan naiknya harga semen, hingga akhir Desember laju inflasi telah mencapai 9,53 persen. Pada akhir Juni 1991 tingkat inflasi nasional yang terjadi adalah sebesar 3,60 persen. Angka ini lebih rendah bila dibandingkan dengan angka inflasi pada bulan yang sama pada tahun 1990 yang mencapai 4,10 persen. Sedangkan laju inflasi untuk tahun 1991 adalah sebesar 9,52 persen (258,89). Angka ini tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 9,53 persen (342,77). Untuk mencegah inflasi di atas ?double digits? maka pemerintah mulai melakukan pengontrolan dan pengetatan terhadap harga-harga barang dan jasa. Usaha ini tampak sukses dengan munculnya inflasi yang rendah untuk bulan berikutnya, yaitu sebesar 4,94 persen (365,37) pada tahun 1992. Memasuki tahun 1993 pengekangan dan pengontrolan harga yang ketat tidak dapat dipertahankan terbukti dengan meningkat kembali laju inflasi yaitu sebesar 9,77 persen (379,12). Peningkatan laju inflasi yang sangat mencolok ini tidak terlepas dari adanya permainan harga pasar oleh ulah para spekulan yang ingin mengeruk keuntungan yang tinggi. Tahun-tahun berikutnya yaitu 1994,1995, dan 1996 tingkat laju inflasi di Indonesia mengalami penurunan secara terus-menerus, di mana masing-masingnya adalah 9,24 persen, 8,64 persen dan 6,47 persen, walaupun tingkat harga umum meningkat dari tahun ke tahun selama 3 tahun tersebut. Awal tahun 1997 laju inflasi di Indonesia masih berada di bawah 10 persen, ini terlihat dengan laju inflasi pada kwartal kedua yang berkisar 5,37 persen. Akhir dari tahun 1997 kenaikan barang-barang dan jasa sudah mulai terlihat selain disebabkan oleh menurunnya nilai tukar rupiah juga disebabkan oleh faktor musiman. Indeks harga secara umum yang dihitung berdasarkan harga gabungan di 43 Kota di Indonesia terlihat mencapai 441,91 persen dengan laju inflasi 10,27 persen. Tahun 1998 merupakan tahun yang kelam bagi

perekonomian Indonesia, di sini laju inflasi 77,55 persen (540,38), ini merupakan dampak dari merosotnya nilai tukar rupiah terhadap valuta asing dan faktor sosial dan politik yang tidak aman, sehingga mengakibatkan harga-harga barang dan jasa terus meningkat tajam sampai akhir tahun 1998. Memasuki tahun 1999 walaupun IHK (Indeks Harga Konsumen) meningkat akan tetapi laju inflasi dapat di tekan menjadi 2,10 persen (544,36 persen), ini merupakan laju inflasi yang paling rendah selama rentang waktu 20 tahun (1983-2003). Penurunan laju inflasi ini disebabkan oleh menguatnya nilai tukar rupiah di pasar valuta asing dan juga dapat dikendalikannya harga-harga barang dan jasa di pasar oleh Pemerintah. Menjelang Sidang Tahunan MPR (Agustus 2000) dan perkembangan politik dan keamanan yang kurang baik mengakibatkan laju inflasi mengalami peningkatan yaitu menjadi 9,53 persen dengan IHK sebesar 563,28 persen. Peningkatan seperti pengurangan subsidi BBM, cukai rokok dan adanya peningkatan permintaan barang dan jasa oleh masyarakat dalam rangka menyambut hari keagamaan yang bersamaan. Akibat kebijakan pemerintah tersebut laju inflasi terus meningkat sampai tahun 2001 yaitu 12,55 persen (591,06 persen). Faktor lainnya penyebab naiknya laju inflasi tahun 2001 adalah kebijakan Pemerintah yang menaikkan harga BBM pada pertengahan Juni 2001 yang diikuti oleh kenaikan tarif dasar listrik dan kenaikan pulsa telepon. Pada tahun 2002 inflasi Indonesia menurun yaitu sebesar 10.0 persen (616,04 persen). Penurunan inflasi disebabkan oleh menguatnya nilai tukar rupiah dan juga dipengaruhi oleh membaiknya ekspektasi inflasi (karena harapan membaiknya kondisi ekonomi) dan juga tersedianya pasokan kebutuhan pokok masyarakat khususnya beras (operasi pasar beras dilakukan Bulog). Walaupun pada akhir tahun 2002 terjadi suatu tragedi yang amat mengerikan yaitu peledakan bom di Bali (tragedi Bali) tetapi tidak meningkatkan laju inflasi pada tahun berikutnya di Indonesia secara tahunan, akan tetapi hanya

(2)

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah Export date: Sun Sep 3 6:21:22 2017 / +0000 GMT

mempengaruhi laju inflasi secara kwartal atau bulanan. Laju inflasi di Indonesia tahun 2003 malah menurun dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 5,10 persen (629,90 persen). Disamping sudah membaiknya perekonomian Indonesia penurunan ini juga dipengaruhi oleh membaiknya sektor riil dan adanya kepercayaan dari para investor terhadap Indonesia. Memasuki tahun 2004, suasana antara para elit politik mulai tidak karuan, hal ini dipengaruhi oleh akan berakhirnya masa kepemiminan Presiden Megawati dan menjelang Pemilihan Umum. Akibatnya, laju inflasi kembali meningkat menjadi 6,4 persen (668,07 persen). Tahun 2005, merupakan masa awal-awalnya Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Yusuf Kalla, dimana juga merupakan tahun yang penuh dengan penderitaan bagi bangsa Indonesia dan Pemerintahnya. Setelah terjadi gempa dan tsunami di penghujung tahun 2004 (26 Desember) di Provinsi NAD juga bencana longsor di Bandung, banjir bandang dan gempa bumi di Nias dan Simeulu. Akibat masih premateurnya pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan juga bencana alam yang terus menimpa Indonesia membuat laju inflasi Indonesia meningkat menjadi 17,11 persen. Pada tahun 2006, Indonesia kembali meraih kestabilan makro ekonomi. Berbagai indikator, yang pada tahun 2005 mengalami tekanan, di tahun 2006 mulai menunjukkan perbaikan. Tekanan inflasi yang cukup tinggi di awal tahun 2006, turun secara perlahan tapi pasti. Inflasi pada tahun 2006 mencapai 6,60 %. Walaupun terjadi kenaikan IHK yaitu IHK sebesar 817,60. Lebih jauh dijelaskan, dari angka inflasi 6,60 % sepanjang 2006, komoditi beras memberi kontribusi andil sebesar 1,63 persen. Disebutkan, selama Desember dari 45 kota IHK, tercatat 40 kota mengalami inflasi dan 5 kota deflasi. Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada semua kelompok barang dan jasa. Yaitu kelompok bahan makanan 3,12 persen, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 1,11 persen, perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,74 persen, sandang 0,13 persen, kesehatan 1,05 persen, pendidikan, rekreasi dan olah raga 0,07 persen serta kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan 0,10 persen. Inflasi pada 2007 sebesar 6,70 persen (829,91 %), dimana tingginya inflasi pada tahun 2007 didorong oleh kenaikan harga-harga pada sektor bahan makanan sebesar 2,47 persen. Kenaikan inflasi dipicu oleh naiknya harga komponen makanan, minyak tanah, pakaian dan pendidikan, harga beras stabil namun harga minyak goreng naik. Selain itu naiknya inflasi juga dipicu karena kurang stabilnya kurs rupiah terhadap dolar dalam beberapa pekan terakhir pada bulan Juli tahun 2007.DAFTAR PUSTAKAArmaini, Lisa, (1997). Pengaruh

Perkembangan Nilai Kurs terhadap Ekspor Indonesia, Skripsi, FE Unsyiah. Banda Aceh.Arisman, (2002). Analisis Pengaruh Fluktuasi Harga dan Nilai Tukar terhadap Nilai Ekspor Minyak Bumi Indonesia, Skripsi, FE Unsyiah. Banda Aceh.Badan Pusat Statistik Propinsi. (2007). Statistik Indonesia. Banda Aceh.Bank Indonesia. (2008). Laporan Tahunan. Banda Aceh.Boediono. (1990). Teori Moneter. BPFE UGM, Yogyakarta_______. (1992). Ekonomi Moneter. Edisi ketiga, BPFE Universitas Gajah Mada, YogyakartaDornbusch, Rudiger dan Stanley. (1997). Makro Ekonomi, Edisi ke IV, Cet. Ketujuh, Alih Bahasa : Julius A.Mulyadi, Erlangga, JakartaGujarati, Damodar. (2001). Ekonometrika Dasar. Alih bahasa oleh Zain, Sumarno. Erlangga, Jakarta.Gunawan, AH. (1991). Anggaran Pemerintah dan Inflasi di Indonesia. Gramedia. Jakarta.Harian Kompas. (2008). ? Harga BBM Industri & BBK Pertamina Periode April 2008 ?. Harian Kompas. Edisi 31 Maret 2008, JakartaHarjadi.S. (2004). Rupiah Yang Selalu Berfluktuasi. JakartaMalian, A.Husni, dan Ariani. (2004). ?Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi, Konsumsi dan Harga Beras Serta Inflasi Bahan Makanan?. Jurnal Agro Ekonomi. Vol.22.No.2, BogorMc. Eachern,William A. (2000). Ekonomi Makro. Terjemahaan, Salemba empat, Jakarta Muin, Syamsir A.(1998). Pesawat-Pesawat Konversi Energi I (Ketel Uap). Rajawali Pers JakartaNusantara, Agung. ( 1999 ). ?Uang dan Inflasi: Cointegrating Vector,Error Correction, dan Kausalitas Granger?. Jurnal Bisnis dan Ekonomi.Vol.27. No.2, JakartaNopirin. (1997). Ekonomi Internasional, Edisi Kedua. BPFE UGM, Yogyakarta.Rahardja, Prathama. (1997). Uang dan Perbankan. Rineka Cipta,JakartaRukman. (1994). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi di

Indonesia. Skripsi. FE Unsyiah, Banda Aceh Salvatore, Dominick; Alih Bahasa, Haris Munandar (1986). Ekonomi Internasional. Edisi Kelima, Jilid 1. Erlangga, Jakarta.Sitaresmi, Nurina dan Achasani. ( 2004 ). ?Analisis Pengaruh Guncangan Kurs Yen dan USD dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Nilai Tukar di Indonesia?. Jurnal Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajeman Institut Pertanian Bogor, Vol.14. No.4, BogorSutanto, Seruni. ( 2008 ).?Berbagai Hambatan dalam Penerapan Kebijakan Moneter Inflation Targeting?. Jurnal Ekonomi Indonesia. Vol.7.No.1, JakartaSukirno, Sadono. (1994). Makro Ekonomi. PT.Raja Grafindo, JakartaTambunan, Tulus. (1996). ? Sumber Inflasi dan Kebijakan Konstraktif di Indonesia?. Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol.XLVI no.1, JakartaTodaro, M.P. (1987). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jilid 2. Terjemahan Burhanuddin Abdullah. Erlangga, Jakarta.Ulfa, Almizan. (2003).? Indonesia Satu dan Stabilitas Kurs Rupiah : Analisis Stabilitas Exchange Rate Indonesia Pasca Krisis 1997 ? .Jurnal Keuangan dan Moneter.Vol.6 No.2, jakartaWibowo, Tri dan Amir. ( 2005 ).?Faktor-faktor Yang mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah?. Kajian Ekonomi dan Keuangan. Vol.9.No.4, JakartaWinardi. (1992). Kamus Ekonomi. Alumni, BandungYusgiantoro, Purnomo. (2000). Ekonomi Energi (Teori dan Praktik). LP3ES, Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

PEMERI NTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT SEKRETARI AT

membran dengan metode ini adalah polimer yang digunakan harus larut pada. pelarutnya atau

dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, perlu menetapkan

Selanjutnya, pencapaian dan peningkatan disposisi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif sama dengan siswa yang mendapat

Unit Kerja adalah Dinas/Instansi/Perusahaan/Pihak Lain yang mengadakan Penggalian Jalan, Merubah Trotoar dan Pemancangan Tiang dalam Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II

Tujuan dari kegiatan ini untuk meningkatkan pemasaran dari mitra sepatu kulit dengan cara mengajarkan mitra membuat diferensiasi produk sepatu kulit; memberikan

Pengaruh Kerapatan Teki terhadap Parameter Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, dan Diameter Batang Wijen Bercabang dan Tidak

Guru pamong yang membimbing penulis dalam pelaksanaan PPL adalah guru yang berkualitas. Pendidikan terakhir guru pamong adalah S1. Setelah mengamati cara