PERBANDINGAN TINDAK TUTUR PERMOHONAN MAAF ORANG INDONESIA DAN ORANG JEPANG
Oleh: Tetriana Sawitri (STBA LIA Jakarta) Dwi Astuti Retno Lestari (Univ. Negeri Jakarta) Rima Devi (Univ. Andalas) Naoyuki Kitani (The Japan Foundation, Jakarta)
1. Tujuan Penelitian
Tindak tutur permohonan maaf sangat diperlukan pada saat muncul masalah agar dapat memperbaiki hubungan antar sesama dan dapat melanjutkan komunikasi dengan lancar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pengungkapan tindak tutur permohonon maaf orang Indonesia dan orang Jepang terhadap situasi dan lawan
bicara yang berbeda berdasarkan penelitian kesadaran dan untuk memikirkan aplikasinya dalam pengajaran bahasa Jepang.
Mengenai tindak tutur permohonan maaf dalam bahasa Jepang, penelitian kontrastif dengan bahasa lain tidak sedikit seperti penelitian oleh Nakada 1989, Kumagaya 1993, Kumashuya 1992, Ikeda 1993, Miyake 1993, Ogawa 1995, dan lain sebagainya. Tetapi penelitian kontrastif dan penelitian sosiolinguistik yang berkaitan dengan tindak tutur
permohonan maaf bahasa Indonesia hampir tidak ada. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman dasar yang berhubungan dengan tindak tutur permohonan maaf bahasa Indonesia berdasarkan analisis data yang terkumpul dan untuk mengumpulkan sudut pandang yang dapat diterapkan pada pendidikan bahasa bagi
pembelajar Indonesia melalui perbandingan dengan bahasa Jepang.
2. Metode Penelitian
Untuk perolehan data yang berhubungan dengan tindak tutur permohonan maaf, ada metode pengumpulan contoh kalimat dan percakapan langsung (alami), pengumpulan contoh percakapan yang digunakan dalam role play, wawancara, penyebaran angket dan
menyebarkan angket. Metode penelitian secara konkrit dipelajari dari Gombo Oyunbireg (2004). Responden adalah mahasiswa Indonesia. Untuk mahasiswa Jepang tidak ada kesempatan mengumpulkan data secara langsung. Untuk pengumpulkan data dari mahasiswa Indonesia dan perbandingan hasil analisis, dibandingkan dengan hasil penelitian Oyunbireg (2004).
3. Penentuan Situasi
Situasi penelitian menggunakan situasi yang digunakan oleh Oyunbireg (2004). Kami memilih situasi komunikasi yang dilakukan oleh “dosen” dan “teman”.
Situasi : Permohonan maaf ketika melakukan kesalahan kepada pihak lain karena tindakan diri sendiri yang tidak sesuai.
Anda meminjam buku referensi yang akan Anda gunakan untuk membuat makalah. Akan tetapi buku itu menjadi kotor akibat kelalaian Anda. Apa yang Anda katakan ketika bertemu dengan orang tersebut?
Untuk situasi di atas diujicobakan kepada 10 orang mahasiswa Indonesia. Mengenai penentuan situasi, cara menjawab (apa dan bagaimana cara mengisi angket), waktu
pengisian dan lain sebagainya, tidak ada masalah.
4. Objek Penelitian
Responden dari penelitian ini adalah mahasiswa semester tiga sampai tujuh,
sebanyak 122 orang dari tiga universitas di Jakarta yaitu UI, UNJ dan STBA LIA. Rincian usia dan jenis kelamin responden sebagai berikut:
Tabel 1: Rincian Responden (data orang Jepang dari data Oyunbireg2004)
Usia Orang Indonesia Orang Jepang
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
18~25 tahun 26 95 47 94
25 tahun ke atas 1 0 2 7
Total 27 95 49 101
5. Hasil Analis
5.1.Kelompok yang Menggunakan Fungsi Tuturan Permohonan Maaf
Cara menganalisis data tuturan permohonan maaf berdasarkan Oyunbireg 2004 adalah pertama, tiap-tiap data dibagi menjadi unit-unit kecil yang mengandung fungsi
tuturan. Pembagiannya seperti di bawah ini. (Tanda garis miring 「/」adalah batas
pembagiannya).
Contoh 1 : Bahasa Indonesia
Sensei,/sebelumnya saya minta maaf,/jadi gini /sensei,/kemaren saya minum
teh,trus ga sengaja saya numpahin tehnya di atas buku sensei yang saya pinjem buat
referensi,/saya minta maaf/sensei,/klo bukunya masih dijual di toko buku saya
akan ganti yang baru/sensei,/saya bener-bener minta maaf
Contoh 2 : Bahasa Jepang 先生
先生 先生
先生、/、/、/すみません、/すみませんすみません。/すみません。/。/お。/お借おお借借借りしていたりしていたりしていたりしていた本本なんですけど本本なんですけどなんですけど。/なんですけど。/。/不注意。/不注意で不注意不注意ででで汚汚汚汚してししてししてししてし
まったんです まったんです まったんです
まったんです。/。/。/。/本当本当本当本当にすみませんにすみませんにすみませんにすみません。/。/。/。/買買ってお買買っておってお返ってお返返しします返ししますししますしします。。。 。
Berdasarkan pengelompokan fungsi Oyunbireg (2004), diperhatikan bagaimana fungsi dari unit-unit yang dipotong seperti ini, dan kemudian dikelompokkan fungsi yang muncul pada data jawaban responden orang Indonesia. Hasilnya, dikelompokkan
ke dalam 20 jenis A sampai T seperti ditunjukkan pada tabel 1. Fungsi-fungsi ini dirangkum ke dalam 9 kategori besar yaitu, pembuka percakapan, pengakuan tanggung jawab, pembelaan diri, permohonan maaf, ketakutan, tawaran konpensasi, janji,
pernyataan hubungan baik, dan lain-lain. Tanda silang 「×」dalam tabel menandakan
Dipresentasikan pada seminar nasional ASPBJI (Gakkai) Pusat, di Bina Nusantara University, 12-13 Februari 2010
Tabel 2: Tindak Tutur Pada Situasi Memohon Maaf
Lambang Fungsi Contoh Bahasa Jepang Contoh Bahasa Indonesia
Pembuka
Lo inget nggak buku yang gue pinjem itu?
B Sapaan 先生・・・ Sensei
saya tidak sengaja mengotori buku anda. Gue nggak sengaja ngotorin buku lo.
Pembelaan
Buku lo jadi kotor gara-gara ketumpahan kuah
Dipresentasikan pada seminar nasional ASPBJI (Gakkai) Pusat, di Bina Nusantara University, 12-13 Februari 2010
apa perlu saya mengganti buku sensei? Ntar gue ganti deh buku loe ya.
N
Menyatakan usaha perbaikan yang gagal
拭いてはみたのですが、落ちませんでした。
saya sudah berusaha membersihkannya tapi masih tetap kotor
Udah gue coba bersihin, tapi gak bisa
Janji O Janji untuk
berhati-hati
今後、このようなことがないよう、気をつけ ます。
lain kali saya akan lebih hati-hati
Insya Allah lain kali aku lebih berhati-hati
Pernyataan hubungan
baik
P Berterima kasih お借りした本、ありがとうございました。 terima kasih untuk pinjaman bukunya Makasih ya bukunya
Dan lain-lain T Dan lain-lain × namun saya siap menerima sanksi apa pun
Tabel 2 menggunakan pengelompokan A sampai T dan diberi label fungsi yang muncul pada data. Misalnya pada contoh 1 dan contoh 2 di atas akan menjadi seperti di bawah ini. (Nama fungsi ditunjukkan dalam tanda kurung < > )
Contoh 1*: Bahasa Indonesia
<B:Sapaan>/<A:Kalimat pembuka percakapan>/<J:Perasaan ragu dalam
pembicaraan> / <B:Sapaan> / <E:Menjelaskan kondisi> / <H:
Mengungkapkan permohonan maaf>/<B:Sapaan>/<M:Menawarkan ganti rugi
>/<B:Sapaan>/<H:Mengungkapkan permohonan maaf>
Contoh 2*: Bahasa Jepang
<B:Sapaan>/<H:Mengungkapkan permohonan maaf>/<A:Kalimat pembuka
percapakan > / <D:Mengakui tanggung jawab> / <H:Mengungkapkan
permohonan maaf>/<M:Menawarkan ganti rugi>
5.2. Jumlah Penggunaan Fungsi – Analisis Kuantitatif (1) –
Pada bagian ini dianalisis permohonan maaf dan berapakah fungsi yang digunakan terhadap lawan bicara yang berbeda. Tabel 3 berikut ini menampilkan rincian dan rerata jumlah penggunaan fungsi berdasarkan jumlah fungsi yang digunakan oleh responden orang Indonesia dan orang Jepang dengan pihak “dosen” dan “teman”. Hasil penelitian pada orang Jepang menggunakan hasil penelitian Oyunbireg(2004)
Tabel 3: Rincian Berdasarkan Jumlah Penggunaan fungsi {unit: orang, ( ): %}
Jumlah penggunaan
fungsi
Orang Indonesia Orang Jepang Dosen
(122 orang)
Teman (120 orang)
Dosen (138 orang)
Teman (136 orang)
1 0(0.0) 0(0.0) 0 (0.0) 0 (0.0)
2 1(0.8) 3(2.5) 27 (19.6) 20 (14.7)
3 14(11.5) 12(10.0) 47 (34.0) 51 (37.5)
4 29(23.8) 38(31.7) 39 (28.3) 27 (19.8)
6 20(16.4) 21(17.5) 4 (2.9) 7 (5.1)
7 20(16.4) 11(9.2) 0 (0.0) 2 (1.5)
8 8(6.5) 1(0.8) 1 (0.7) 1 (0.7)
9 6(4.9) 1(0.8) 0 (0.0) 2 (1.5)
10 0(0.0) 1(0.8) 0 (0.0) 0(0.0)
11 1(0.8) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0)
12 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0)
13 1(0.8) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0)
Rerata 5.5 4.86 3.5 3.77
Mengenai permohonan maaf kepada “dosen”, orang Indonesia rata-rata menggunakan 5,5 fungsi, Orang Jepang 3,5 fungsi. Permohonan maaf kepada “teman”, jumlah penggunaan fungsi oleh orang Indonesia 4,86 fungsi, dan orang Jepang 3,77 fungsi. Selanjutnya jawaban responden yang lebih dari 10% jumlah penggunaan fungsi
orang Indonesia kepada “dosen” antara 3 sampai dengan 7, kepada “teman” antara 3 sampai dengan 6. Sedangkan jawaban responden yang lebih dari 10% jumlah penggunaan fungsi orang Jepang baik kepada “dosen” maupun “teman” antara 2 sampai dengan 5 fungsi. Dari hasil penghitungan ini dapat dipahami bahwa penggunaan fungsi pada orang Indonesia lebih banyak dari pada orang Jepang.
Jika dicoba membandingkan jumlah rata-rata penggunaan fungsi masing-masing
yaitu “dosen” dan “teman”, pada orang Jepang tidak ada perbedaan yang mencolok, sementara pada orang Indonesia terdapat perbedaan yang cukup besar yaitu dosen 5,5 dan teman 4,86.
5.3. Kondisi Penggunaan Masing-masing Fungsi – Analisis Kuantitatif (2) – Pada bagian ini dianalisis jumlah masing-masing fungsi yang digunakan dalam tindak tutur permohonan maaf oleh orang Indonesia dan Jepang. Tabel 4 menunjukkan pembagian dan jumlah pengguna masing-masing fungsi oleh orang Indonesia dan Jepang dalam mengungkapkan permohonan maaf kepada “dosen” dan “teman”. Jumlah pengguna di sini, meskipun satu orang responden menggunakan fungsi berulang kali
masing-masing fungsi kepada “dosen” dan “teman”. Hasil penelitian pada orang Jepang menggunakan hasil dari Oyunbireg (2004).
Tabel 4: Perbandingan pengguna tiap-tiap fungsi {unit: orang, ( ) : % }
Orang Indonesia Orang Jepang
D. Mengakui tanggung jawab 51(41.8) 28(23.3) 136(98.5) 130(95.6)
E. Menjelaskan kondisi 80(65.6) 88(73.3) 0(0.0) 3(2.2)
F. Menganggap remah kerusakan 2(1.6) 5(4.2) 0(0.0) 1(0.7) G. Menyatakan ketidaksengajaan 25(20.5) 37(30.8) 0(0.0) 0(0.0)
H. Mengungkapkan permohonan maaf 121(99.2) 120(100) 137(99.3) 134(98.5)
I. Menunjukkan kekhawatiran 1(0.8) 4(3.3) 3(2.2) 10(7.3)
J. Perasaan ragu dalam pembicaraan 0(0.0) 11(9.2) 10(7.2) 16(11.8)
K. Menyatakan perasaan bingung 5(4.1) 29(24.2) 0(0.0) 1(0.7)
L. Menanyakan pemecahan masalah 17(13.9) 21(17.5) 6(4.3) 6(4.4)
M. Menawarkan ganti rugi 68(55.7) 57(47.5) 57(41.3) 70(51.5) Jepang adalah fungsi <H: Mengungkapkan permohonan maaf> yaitu lebih dari 95%. Fungsi <M: Menawarkan ganti rugi>, meskipun tidak setinggi fungsi H, sama-sama
Perbedaan rasio penggunaan yang besar antara orang Indonesia dan orang Jepang adalah fungsi <B: Sapaan> <D: Mengakui tanggung jawab> dan <E: Menjelaskan kondisi>. Rasio penggunaan fungsi B pada orang Jepang 16,7% dan orang Indonesia 95,1%. Rasio penggunaan fungsi E pada orang Jepang 0% dan orang Indonesia 65,6%. Sebaliknya rasio penggunaan fungsi D pada orang Jepang hampir 100% (98,5%) dan orang Indonesia 41,8%. Meskipun perbedaannya tidak sebesar fungsi di atas, rasio
penggunaan fungsi <G: Menyatakan ketidaksengajaan> pada orang Jepang 0%, sementara orang Indonesia 20,5%, sehingga dalam 5 orang ada 1 orang menggunakan fungsi G. Untuk fungsi L pada orang Jepang rasionya rendah yaitu 4,3% dan pada orang Indonesia 13,9%. Fungsi lain yang persentasenya rendah adalah fungsi <F: Menganggap remeh kerusakan> dan <K: Menyatakan perasaan bingung> hanya terlihat pada orang Indonesia sementara untuk fungsi <J: Perasaan ragu dalam pembicaraan>
hanya terlihat pada orang Jepang. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa orang Indonesia menggunakan bermacam-macam fungsi.
Sama halnya kepada “teman” dan “dosen”, penggunaan fungsi <H: Mengungkapkan permohonan maaf> baik orang Indonesia maupun orang Jepang, dan hampir semua responden menjawab menggunakan fungsi ini (orang Jepang 98,5% dan orang
Indonesia 100%). Untuk fungsi <M: Menawarkan ganti rugi> penggunaannya pada orang Jepang 51,5% dan pada orang Indonesia 47,5 %, sedikitnya dalam dua orang, kira-kira satu orang menggunakan fungsi ini. Untuk fungsi <D: Mengakui tanggung jawab> dan fungsi <E: Menjelaskan kondisi> terdapat perbedaan rasio penggunaan yang besar antara orang Jepang dan orang Indonesia. Untuk fungsi D hampir semua
orang Jepang menggunakannya yaitu 95,6% sedangkan orang Indonesia dalam 4 orang hanya satu orang yang menggunakannya dengan persentase 23,3%. Sebaliknya untuk fungsi E pada orang Jepang sangat rendah yaitu 2,2% dan pada orang Indonesia didapatkan hasil dalam 4 orang terdapat 3 orang yang menggunakan yaitu 73,3%. Pada fungsi <B: Sapaan>, <G: Menyatakan ketidaksengajaan>, <K: Menyatakan persaan
kecil. Terhadap “teman” ada perbedaan yang besar pada jumlah penggunaan masing-masing fungsi, dan semua fungsi A sampai T seperti disebut di atas digunakan. Sedangkan terhadap “dosen” dipastikan bermacam-macam fungsi di atas digunakan.
Kemudian, bila membandingkan rasio penggunaan tiap fungsi pada “dosen” dan “teman” pada orang Indonesia, terdapat 3 perbedaan rasio penggunaan fungsi yaitu <B: Sapaan>, <K: Menyatakan perasaan bingung> dan <S: Memastikan perasaan lawan
bicara>. Terutama pada fungsi B rasio penggunaannya sangat berbeda yaitu pada “dosen” 95,1% dan “teman” 35,8%.
Grafik 1 dan 2 dibuat untuk lebih mudah memahami perbedaan orang Indonesia dan Jepang dalam hal jumlah dan jenis fungsi yang digunakan pada “dosen” dan “teman” sebagaimana terlihat pada tabel 3. Bila melihat kedua tabel ini dapat dipastikan baik orang Indonesia maupun Jepang menggunakan fungsi yang beragam kepada “teman”
dan orang Indonesia lebih menggunakan fungsi yang beragam daripada orang Jepang meskipun lawan bicaranya berbeda.
Grafik 2 : Perbandingan rasio penggunaan fungsi terhadap “teman”
5.4. Cara Pengungkapan – Analisis Kualitatif –
Sebagaimana disebutkan di atas mengenai data situasi dua dan dalam proses analisis secara kuantitatif, dapat diperoleh hasil yang sangat menarik dari sudut pandang bagaimana cara pengungkapan pada beberapa fungsi. Pada penelitian ini dapat dikatakan terlihat perbedaan yang besar pada rasio penggunaan fungsi khususnya antara
orang Indonesia dan Jepang yaitu <B: Sapaan>, <D: Mengakui tanggung jawab> dan <E: Menjelaskan kondisi>. Kemudian rasio keduanya yang sangat tinggi terlihat perbedaan yang menarik pada cara pengungkapan yaitu pada fungsi <H: Mengungkapkan permohonan maaf>. Pada penggunaan fungsi B dan H dianggap mempunyai hubungan yang sangat erat dalam cara pengungkapan fungsi, pertama fungsi B kemudian fungsi H dan terakhir fungsi D dan fungsi E.
5.4.1. Pengungkapan Fungsi <B: Sapaan>
Mari dipastikan sekali lagi perbedaan secara kuantitatif mengenai fungsi <B: Sapaan>. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa rasio penggunaan <B: Sapaan>
kepada “dosen” maupun kepada “teman” lebih banyak menggunakan fungsi <B: sapaan> daripada orang Jepang. Terutama kepada “dosen” hampir semua menggunakannya. Kemudian bila melihat data orang Indonesia lebih jauh lagi, pengguna fungsi <B: Sapaan> dari 116 orang responden adalah 64 orang, dengan kata lain setengah dari responden dalam satu ungkapan berulang kali menggunakan fungsi ini. Untuk dapat melihat secara nyata bagaimana penggunaan fungsi <B: Sapaan>
terlihat pada contoh 1 di bawah ini.
Contoh 1:Bahasa Indonesia
Sensei,/sebelumnya saya minta maaf,/jadi gini /sensei,/kemaren saya minum teh,trus ga sengaja saya numpahin tehnya di atas buku sensei yang saya pinjem buat
referensi,/saya minta maaf/sensei,/klo bukunya masih dijual di toko buku saya
akan ganti yang baru/sensei,/saya bener-bener minta maaf
Perhatikanlah bagian dicetak tebal pada contoh 1. Diawal kata “sensei” berturut-turut sampai 4 kali hingga akhir kalimat digunakan <B: Sapaan >. Kemudian contoh 3 pada panggilan yang berbeda yaitu “bu”.
Contoh 3
Maaf,/bu,/bukunya jadi kotor ini gara-gara salah saya/tadi bukunya kena cipratan
air,/bu,/saya gak sengaja/saya lalai,/bu,/maafin kelalaian saya yah,/bu/saya
gak bisa jaga buku ibu dengan baik/maaf ya,/bu./
Pada contoh 3 kata “bu” digunakan 5 kali. (Panggilan yang sama dengan “bu” adalah ‘pak” juga banyak digunakan). Mengapa orang Indonesia khususnya kepada “dosen” banyak menggunakan fungsi <B: Sapaan>? Mengenai hal ini sudah ditanyakan alasannya kepada beberapa orang pengajar bahasa Jepang orang Indonesia.
orang Mongol bahwa bila tidak “menyapa” tidak dipahami kepada siapa permohonan maaf ditujukan, ada perasaan tidak sopan dan ada perasaan kaku. Menurut Takiura (2008) pada ungkapan bahasa antar sesama dalam masyarakat berbahasa China, misalnya ucapan salam yang sopan kepada pengajar dalam bentuk “gelar jabatan + salam” dengan ungkapan “sensei, ohayougozaimasu”. Bila terlewat menyebutkan kata “sensei” akan dianggap tidak sopan. Sebaliknya bila pada hubungan yang sudah akrab,
ucapan salam diringkaskan. Dalam hal ini yang dihilangkan bukan ucapan salam tetapi kata “sensei” saja sudah menjadi salam, tetapi hanya menyebutkan “selamat pagi” saja dianggap tidak sopan. Masih terlalu dini menganggap latar belakang banyaknya digunakan “sapaan” pada tindak tutur permohonan maaf orang Indonesia sama dengan apa yang disebutkan oleh Takiura. Orang Indonesia sebagaimana disebutkan pada contoh 1 dan contoh 3 di atas, berdasarkan penggunaan “sapaan” berulang-ulang dalam
permohonan maaf kepada “dosen” dapat disimpulkan bahwa hal tersebut adalah ungkapan rasa sopan dan rasa dekat kepada orang yang lebih tua.
5.4.2. Pengungkapan Fungsi H: Mengungkapkan permohonan maaf
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, fungsi <H: Mengungkapkan permohonan
maaf> pada orang Indonesia dan Jepang, hampir semua responden menggunakannya (orang Jepang pada “dosen” 99,2% dan pada “teman” 98,5%, orang Indonesia pada “dosen” 99,2% dan pada “teman” 100% ). Bagaimanakah penggunaan ungkapan permohonan maaf secara nyata? Mari kita lihat data mengenai cara pengungkapan permohonan maaf orang Jepang dan orang Indonesia.
Pertama-tama mari menyusun jenis dan jumlah fungsi yang digunakan pada ungkapan permohonan maaf situasi dua oleh orang Indonesia dan Jepang. Perhatikanlah tabel 5 dan 6 di bawah ini. Di sini bila seorang responden menggunakan ungkapan permohonan maaf yang berbeda pada waktu bersamaan, misalnya dalam satu kalimat digunakan kata “maaf” dan “mohon maaf” maka jumlah penggunaannya dihitung
Table 5 : Jenis dan jumlah penggunaan tindak tutur permohonan maaf yang digunakan pada situasi dua oleh orang Jepang
Dosen Teman
「申し訳ない」類 0 9
「申し訳ありません」類 83 0
「申し訳ございません」類 19 0
「すまない」類 0 4
「すみません」類 87 4
「ごめん」類 0 163
「ごめんなさい」類 5 30
「悪い」類 0 2
Dan lain-lain 3 7
Tabel 6 : jenis dan jumlah penggunaan tindak tutur permohonan maaf yang digunakan pada situasi dua oleh orang Indonesia
Dosen Teman
kelompok「mohon maaf」 19 0
kelompok「minta maaf」 35 8
kelompok「maaf」 110 122
kelompok「sorry」 0 58
Dan lain-lain 5 2
Pada orang Jepang seperti terlihat pada tabel 5, terhadap “dosen” menggunakan kata
申 し 訳 あ り ま せ ん (moushiwakegozaimasen) dan す み ま せ ん (sumimasen) dengan
jumlah yang hampir sama dan terhadap “teman” banyak sekali menggunakan kata ごめ ん (gomen) secara beruntun. Dalam bahasa Jepang secara bentuk ungkapan terlihat
jelas perbedaan ungkapan yang harus digunakan kepada orang yang lebih tua “dosen” dan kepada orang yang lebih akrab “teman”.
Bagaimanakah dengan bahasa Indonesia? Bila melihat tabel 6, baik kepada “dosen” maupun kepada teman banyak menggunakan kata “maaf” secara beruntun dengan jumlah 110 kali kepada “dosen” dan 122 kali kepada “teman”. Untuk kata “mohon maaf” dan “minta maaf” yang digunakan kepada “dosen” sedikit (54 kali) dan kepada
pendapat beberapa pengajar orang Indonesia menyatakan bahwa kata ini adalah ungkapan permohonan maaf yang menjadi gaya anak muda dan terasa ringan sehingga tidak sopan bila kata ini diucapkan kepada orang yang lebih tua. Apakah mungkin makna kata “sorry” sesuai dengan kata “gomen “ dalam bahasa Jepang?
Dari tabel 6 dapat disimpulkan bahwa ungkapan formal untuk orang yang lebih tua menggunakan kata “mohon maaf” dan “maaf” dan sebaliknya kata “sorry” yang
merupakan ungkapan yang agak kasual tidak digunakan kepada orang yang lebih tua. Selanjutnya bagaimanakah penggunaan kata “maaf” yang menduduki jumlah terbanyak seperti dalam tabel 6? Orang Indonesia kepada lawan bicara dengan tingkat berbeda yaitu “dosen” (orang yang lebih tua) dan “teman” (orang yang lebih akrab) memisahkan penggunaan kata “maaf”? Perhatikanlah bagian yang dicetak tebal pada contoh 1 dan 4.
Contoh 1
Sensei,/sebelumnya saya minta maaf,/jadi gini sensei,/kemaren saya minum teh,trus ga sengaja saya numpahin tehnya di atas buku sensei yang saya pinjem buat
referensi,/saya minta maaf/sensei,/klo bukunya masih dijual di toko buku saya
akan ganti yang baru/sensei,/saya bener-bener minta maaf
Contoh 4
Sensei,/maaf banget ya, /sensei. /tadinya saya g mau ugomong sekarang bis takut sensei marah, tapi kalo belum ugomong saya g tenang. /Buku yang kemarin
saya pinjam kotor banget /sensei /kena kuah kopi, /nanti saya ganti dech /
sensei, /tapi saya g tau ada yang sama ap engga. /Maaf banget, /sensei.
Poin yang sama pada contoh 1 dan 4 adalah penggunaan berulang pada “sapaan” dan “mengungkapkan permohonan maaf”. Pada contoh yang sama, dapat ditemukan banyak kalimat yang ditujukan pada “dosen”. Selain itu dalam banyak hal ungkapan
Contoh 5
Sorry banget y, /buku lo kotor. /gw gak sengaja. /apa mau gw ganti aja? /maaf bgt y.
Persentase penggunaan fungsi “sapaan” kepada “teman” seperti terangkum pada tabel 4 sebanyak 35,8%. Komposisinya tidak selalu “sapaan” + “mengungkapkan permohonan maaf”, karena bila dibandingkan dengan kepada “dosen” persentasenya sangat kecil. Bila pola pikirnya ditujukan pada pernyataan Takiura (2008) di atas maka dapat
dianggap orang Indonesia kepada “dosen” mempergunakan dua fungsi “sapaan” dan “mengungkapkan permohonan maaf”, memperlihatkan kesopanan dan keakraban menurut penggunaan yang berulang, dan kepada “teman” memisahkan penggunaan ungkapan.
5.4.3 Penggunaan dua fungsi <D: Mengakui tanggung jawab> dan <E: Menjelaskan kondisi> dan mengenai perbedaan ungkapan fungsi <D: Mengakui tanggung jawab> dan <E: Menjelaskan kondisi> antara orang Indonesia dan Jepang rasio penggunaannya bersifat kontras sehingga sangat menarik. Mari memastikan perbedaan secara kuantitatif sekali lagi sebelum menganalisis data secara kualitatif. Untuk fungsi D, persentase penggunaannya pada orang Jepang sangat tinggi yaitu kepada “dosen” 98,5% dan
“teman” 95,6%. Sedangkan pada orang Indonesia tidak begitu tinggi yaitu kepada “dosen” 41,8% dan “teman” 23,3%. Sebaliknya untuk fungsi E, persentase penggunaannya pada orang Jepang sangat kecil yaitu kepada “dosen” 0% dan kepada “teman” 2,2%, sedangkan pada orang Indonesia penggunaannya sangat tinggi yaitu kepada “dosen” 65,6% dan “teman” 73,3%.
Tabel 7: Jumlah pengguna dan jenis fungsi dari bentuk ungkapan fungsi “mengakui tanggung jawab” pada orang Jepang
Dosen (136 org)
Teman (130 org) (本を)汚汚汚してしまいました汚してしまいましたしてしまいましたしてしまいました 132(97.0) - *(不注意で/ミスで/うっかり)汚してしまいました 79(58.1) - (本が)汚れてしまいました 4(2.9) - (本を)汚汚汚しちゃった汚しちゃったしちゃったしちゃった - 120(92.3) *(不注意で/ミスで/うっかり)汚しちゃった - 20(15.4)
(本を)汚した - 1(0.8)
(本が)汚れちゃった - 9(6.9)
Perhatikanlah poin penggunaan ungkapan dari “dosen” dan “teman”, jawaban terbanyak
untuk “dosen” 97,0% dan “teman” 92,3% adalah kata 汚してしまう (yogoshiteshimau)
yang terdiri dari (tadoushi「汚す」+houjodoushi「しまう」), untuk “dosen” kata 汚して
し ま い ま し た (yogoshiteshimaimashita) dan “teman” kata 汚 し ち ゃ っ た
(yogoshichatta). Yang tidak menggunakan bentuk ini hanya satu contoh yaitu 汚した (yogoshita) yang digunakan kepada “teman”. Kemudian bentuk kata transitif 汚す
(yogosu), kata intransitif 汚れる (yogoreru) juga digunakan kepada “dosen” 4 contoh
dan “teman” 9 contoh. Pada verba bantu しまう (shimau) berdasarkan konteksnya menggambarkan nuansa perasaan menyesal, penyesalan dan lain-lain (melakukan sesuatu yang tidak bisa diperbaiki). Ungkapan(不注意で/ミスで/うっかり)汚してし
まった yang diberi tanda bintang * di dalam tabel, sebagaimana diketahui penggunaan
pada “dosen” 58,1% dan “teman” 15,4%, yang tidak berarti mengotori dengan sadar tetapi menggambarkan perasaan menyalahkan diri sendiri yaitu tanpa sengaja buku penting yang dipinjam dari orang lain atau mengotori karena kelalaian.
Pada orang Indonesia bagaimanakah gambaran penggunaan fungsi <D: Mengakui
tanggung jawab>? Kenyataannya pada waktu mengelompokkan fungsi dari data berbahasa Indonesia adalah pekerjaan yang sangat sulit yaitu bagaimanakah fungsi <D: Mengakui tanggung jawab> dan bagaimana menentukannya. Sebagaimana halnya dengan bahasa Jepang dapat ditentukan fungsi <D: Mengakui tanggung jawab> bila ada bentuk “tadoushi(「汚す」のて形)+しまう seperti disebutkan di atas. Tetapi dalam
kondisi> dianggap fungsi yang ada dalam konteks contoh kalimat satu persatu dan dikelompokkan dua fungsi dengan standar yang ditunjukkan pada tabel 8 di bawah ini
Table 8: Contoh standar pengelompokkan fungsi D dan E pada orang Indonesia
Fungsi Contoh tuturan (kalimat yang dicetak miring adalah contoh kepada “teman”)
D:Mengakui tanggung jawab
……… E:Menjelaskan kondisi
a. Buku sensei kotor karena kesalahan saya.
b. Saya telah mengotori buku yang saya pinjam dari sensei. c. Gue nggak sengaja ngotorin buku lo.
……… d. Buku kemarin yang sensei pinjamkan ke saya sedikit kotor. e. Buku lo jadi kotor.
f. Buku yang gue pinjam kemarin kotor.
g. Bukunya jadi kotor, kemarin saya kehujanan tas saya jadi basah.
h. Bukunya jadi kotor, gara-gara jatuh ke kubangan.
Mengenai fungsi <D: Mengakui tanggung jawab> sebagaimana terlihat pada tabel 8, ditetapkan dua poin standar pengelompokan yaitu kelompok yang mengandung ungkapan berdasarkan penggunaan kata transitif yang seolah-olah menggambarkan keberadaan tanggung jawab pada diri sendiri seperti (a).“karena kesalahan saya”, (b).”mengotori buku”, (c). “nggak sengaja ngotorin”. Kemudian kelompok yang
menunjukkan perbuatan diri sendiri (walaupun tanpa sengaja).
Fungsi <E: Menjelaskan kondisi> dibagi menjadi dua grup. Grup pertama adalah grup yang hanya menyebutkan kenyataan saja “sedikit kotor” dan “jadi kotor” seperti yang ditunjukkan pada bagian yang digarisbawahi dan dicetak tebal dari tabel 7 dari [d] dan [f]. Terhadap hal ini pada [g] dan [h], misalnya pada [g] seperti “kemarin saya
kehujanan tas saya jadi basah” adalah grup yang menjelaskan alasan dan kondisi buku yang kotor. Bagaimanapun perbedaannya dengan fungsi <D: Mengakui tanggung jawab> pada poin ada tidaknya ungkapan yang seolah-olah merasakan keberadaan tanggung jawab seperti pada kalimat “karena kelalaian saya” atau “saya mengotori”.
Selanjutnya, menyusun perbedaan penggunaan ungkapan tersebut dan penggunaan sebenarnya pada orang Indonesia dan Jepang tentang dua fungsi <D: Mengakui
pada orang Indonesia menggunakan fungsi <E: menjelaskan kondisi> sebagai ganti fungsi <D: Mengakui tanggung jawab>. Pada penelitian kali ini tidak dapat dijelaskan secara rinci mengenai bagaimanakah fungsi yang dibuat secara keseluruhan oleh orang Indonesia dan Jepang, bagaimanakah penggabungan susunannya dan bagaimana membuat kalimat permohonan maaf. Tetapi setidak-tidaknya pada struktur kalimat permohonan maaf perlu diperhatikan cara penggunaan secara kontras yang melingkupi
fungsi D dan E diantara orang Indonesia dan Jepang. Mengapa orang Indonesia menggunakan fungsi <E: Menjelaskan kondisi> dan tidak menggunakan fungsi <D: Mengakui tanggun jawab>? Ketika ditanyakan kepada beberapa orang Indonesia bila mengakui atau tidak mengakui tanggung jawab maka akan merasa kaku. Lebih dari itu, ada pendapat yang menyatakan bahwa lebih baik memohon maaf dengan menjelaskan kondisinya dan meminta pengertian tentang keadaan tersebut kepada lawan bicara. Ada
pula pendapat bahwa orang Indonesia daripada kesopanan dan formalitas lebih menekankan kedekatan. Hal ini tidak lebih dari hipotesa pada tahap awal, untuk selanjutnya berdasarkan pengumpulan dan pengulangan menghitung dan menganalisis bermacam-macam data adalah topik yang ingin dikaji lebih dalam.
6. Pengaplikasian untuk Pendidikan Bahasa Jepang
Mengenai penggunaan fungsi dan tindak tutur dari hasil menganalisis tindak tutur permohonan maaf orang Indonesia dan Jepang kepada “dosen” dan “teman” banyak menggunakan fungsi.
Fungsi dan jenis yang digunakan oleh orang Indonesia secara keseluruhan lebih
kaya daripada orang Jepang. Gabungan fungsi yang penting yang terlihat pada kalimat permohonan maaf orang Jepang adalah bentuk “mengakui tanggung jawab” dan “mengungkapkan permohonan maaf”. Sementara gabungan fungsi yang penting yang terlihat pada kalimat orang Indonesia adalah bentuk “menjelaskan kondisi” dan “mengungkapkan permohonan maaf”. Terhadap “dosen” penggunaan berulang “sapaan”
“sapaan” seperti ini mungkin dapat dianggap fungsi sebagai satu jenis bentuk politeness terhadap lawan bicara.
Saran seperti apakah pada praktek pendidikan bahasa Jepang dari hasil penelitian kali ini yang memungkinkan? Ada dua poin yang ingin disampaikan berikut ini yaitu mengungkapkan permohonan maaf dan penggabungan fungsi yang penting.
Mengungkapkan permohonan maaf dalam bahasa Jepang ada beberapa cara
penyampaian yang berbeda bentuknya yaitu 申し訳ありません すみません ごめんdan lain sebagainya dan penggunaannya berdasarkan lawan bicara. Dalam bahasa Indonesia
terhadap hal ini ada bentuk ungkapan yang digunakan dengan jelas berdasarkan lawan bicara seperti “minta maaf”, “mohon maaf” atau “sorry”, tetapi jumlahnya sedikit dan yang paling banyak digunakan adalah kata “maaf”. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa orang Indonesia menggambarkan kesopanan dan keakraban berdasarkan
penggabungan “sapaan” + “mengungkapkan permohonan maaf”. Sehingga bagi pembelajar bahasa Jepang orang Indonesia dalam hal keberadaan pilihan ganda pada
ungkapan permohonan maaf seperti bahasa Jepang, diperlukan untuk mengarahkan bagaimana penggunaan bentuk yang tepat dari situasi dan konteks.
Pada orang Indonesia dan Jepang ada perbedaan fungsi utama yang digunakan dengan kalimat permohonan maaf. Pada orang Jepang dipusatkan pada penggabungan permohonan maaf yang mengakui tanggung jawab diri sendiri dan pada orang Indonesia
dipusatkan pada bentuk permohonan maaf yang menjelaskan keadaan. Orang Indonesia ketika mempelajari bahasa Jepang, perlu memahami bahwa pada orang Jepang penggunaan fungsi “mengakui tanggung jawab” adalah lumrah, kemudian untuk mengungkapkan fungsi tersebut, agar dapat mengaplikasikan dengan tepat dan
memahami penggunaan dan arti kata transitif vs intransitif dan verba bantu しまう. Berdasarkan penggunaan kata transitif dan intransitif, perbedaan nuasa yang bagaimanakah yang ditimbulkan dan penjelasan dan latihan kepada pembelajar, bagaimanakah sebaiknya menjelaskan dan melatih pembelajar ungkapan yang sesuai
DAFTAR REFERENSI
池田理恵子( )「謝罪の対照研究 -日米対照研究- - という視点からの一考察
-」『日本語学』 明治書院
熊谷智子( )「研究対象としての謝罪 -いつくかの切り口について-」『日本語学』
明治書院
熊取谷哲夫( )「発話行為対照研究のための総合的アプローチ -日英語の「詫び」を
例に-」『日本語教育』 号 日本語教育学会
滝浦真人( )「呼称のポライトネス -人を呼ぶことの語用論-」『言語』
滝浦真人( )「ポライトネスから見た敬語、敬語から見たポライトネス -その語用論
相対性をめぐって-」『社会言語科学』第 巻 第 号
滝浦真人( )『ポライトネス入門』研究社
中田智子( )「発話行為としての陳謝と感謝 -日英比較-」『日本語教育』 号 日
本語教育学会
三宅和子( )「「詫び」以外で使えわれる詫び表現 -その多用化の実態とウチ・ソト・
ヨソの関係-」『日本語教育』 号 日本語教育学会
三宅和子( )「感謝の意味で使われる詫び表現の選択メカニズム -
の !" 「借り」の概念からの社会言語学的展開-」『筑波大学留学生センター
日本語教育論集』 号
ゴンボ・オユーンビレグ( )「モンゴル人と日本人の謝罪行動」『日本語教育指導者養