HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN TINDAKAN PENCEGAHAN IBU DALAM MENGATASI KEJADIAN
DEHIDRASI DIARE PADA BALITA Latifatul Kolbiyah (15670012)
Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Jln. Gajayana 50 Lowokwaru Malang
E-mail : latifatul.qolbiyah@gmail.com
ABSTRAK
Salah satu masalah kesehatan balita di Indonesia yang masih sering terjadi adalah diare. Diare merupakan penyakit yang berisiko untuk menyebabkan kematian. Penyebab utama kematian diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui feses. Penaykit diare sering menyerang pada anak balita dari pada dewasa dikarenakan daya tabuhnya yang masih lama. Untuk mengatasi kejadian dehidrasi diare pada balita. Pada review ini kejadian dehidrasi diare pada balita dapat dijegah dengan pengetahuan. pencegahan, dan pengobatan. Berdasrkan hasil dari beberapa penelitian yang telah dilakukan bahwa penyakit diare diakibatkan kerena faktor sanitasi lingkungan yang kurang baik, persediaan air yang tidak hiegienis dan kurangnya pengetahuan, jika penyakit diare tidak segera di tangani maka akan mengakibatkan kematian. Oleh sebab itu di butuhkan suatu pengetahuan supaya dapat mencegah dan mengobati penyakit diare tersebut.
Kata Kunci : Diare, dehidrasi, dan pengetahuan 1. Pendahuluan
masih menjadi penyebab utama kematian bayi dan balita di Indonesia (Anggraeni dan Farida, 2011).
Angka kematian yang tinggi akibat diare akan berdampak negatif pada kualitas pelayanan kesehatan karena angka kematian anak (AKA) merupakan salah satu indikator untuk menilai derajat kesehatan yang optimal, kurang berhasilnya usaha dalam proses pencegahan diare merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan. Jika upaya pencegahan tidak ditanggulangi dengan baik, maka peningkatan penyakit diare pada balita akan semakin meningkat (Depkes, 2010). Banyak faktor resiko yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit diare. Salah satu faktor antara lain adalah sanitasi lingkungan yang kurang baik, persediaan air yang tidak hiegienis dan kurangnya pengetahuan (WHO, 2013).
Salah satu penyebab kematian balita di Indonesia disebabkan karena kondisi lingkungan yang kurang baik, persediaan air yang tidak hiegienis dan kurangnya pengetahuan. Penyakit diare dapat di tangani dengan cara yang benar dan tepat untuk menghindari sesuatu yang tidak diharapkan (kematian). Oleh sebab itu kita harus mengetahui cara penanggulanggannya atau pencegahannya dengan benar dan tepat berdasarkan pengetahuan secara medis munurut kesehatan. Kemudian menjaga kebersihan lingkungan sekitar yang bebas dari kuman dan bakteri.
Diskusi 1. Diare
Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses tidak berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Bila diare berlangsung kurang dari 2 minggu, disebut sebagai diare akut. Apabila diare berlangsung 2 minggu atau lebih, digolongkan pada diare kronik. Feses dapat dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala penyerta dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, tenesmus, demam, dan tanda-tanda dehidrasi(Amin, 2015).
yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses (Farthing,dkk. 2013).
Pada dasarnya, mekanisme diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu jenis bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus. Gejala klinis berupa mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin makroskopis ditemukan lendir atau darah, mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear (Farthing,dkk. 2013).
Diare yang berlangsung beberapa saat tanpa penanggulangan medis adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan tubuh yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimia berupa asidosis metabolik lanjut. Kehilangan cairan menyebabkan haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipih menonjol, turgor kulit menurun, serta suara serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik (Farthing,dkk. 2013).
Hasil yang didapat dari penelitian terbaru menggunakan jenis penelitian analisis deskriptif dengan pendekatan cross-sectional dengan populasi pada penelitian adalah orang tua balita yang menderita diare. Tekhnik sampling menggunakan purposive sampling. Variabel bebas adalah, pengetahuan, manfaat tindakan, hambatan yang dirasakan, kemampuan diri, sikap yang berhubungan dengan aktifitas, kebersihan lingkungan, komitmen, dan variabel terikat adalah kejadian diare.
2. Dehidrasi
atau sedang, dan berat. Dehidrasi yang dialami balita memerlukan penanganan yang tepat karena mengingat bahaya yang disebabkan dehidrasi cukup fatal yaitu kehilangan cairan yang dapat berujung pada kematian (Christy, 2014).
Untuk mencegah agar balita tidak mengalami dehidrasi akibat diare perlu dilakukan salah satu upaya pokok yang berupa pengobatan dan perawatan penderita. Salah satu pengetahuan ibu yang sangat penting adalah bagaimana penanganan awal diare pada anak yaitu dengan mencegah dan mengatasi keadaan dehidrasi. Pemberian cairan pengganti (cairan rehidrasi) baik yang diberikan secara oral (diminumkan) maupun parenteral (melalui infus) telah berhasil menurunkan angka kematian akibat dehidrasi pada ribuan anak yang menderita diare (Farida, 2016).
3. Kematian
Di Indonesia, pravelensi kejadian diare masih tinggi dan menyebabkan angka kematian balita yang disebabkan oleh diare sangat tinggi. Masih banyak orang tua yang menggap diare adalah penyakit ringan dan dapat diobati dengan mudah (Rusdi, dkk. 2012). Oleh karena itu rendahnya pengetahuan orang tua dalam penanganan diare pada balita, maka perlu dilakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan orang tua dalam penanganan diare secara tepat.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2007, diare merupakan pola penyebab kematian semua umur. Penyebab kematian balita usia 12-59 bulan, terbanyak adalah diare (25,2%) dan pneumonia (15,5%). Menurut Oragnisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF, ada sekitar dua miliar kasus penyakit diare di seluruh dunia setiap tahun, dan 1,9 juta balita-anak dibawah 5 tahun meninggal karena diare setiap tahun.
4. Pengetahuan
dalam mengambil suatu tindakan dalammencegah diare agar dapat meningkatkan derajat kesehatan balitanya.Tanpa pengetahuan, seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah kesehatan yang dihadapinya. Salah satu pengetahuan ibu yang sangat penting adalah bagaimana penanganan awal diare pada anak yaitu dengan mencegah dan mengatasi keadaan dehidrasi.Pengetahuan merupakan domain perilaku seseorang di mana perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan dan tindakan ibu merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian daire. Makin banyak informasi yang masuk maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang penyakit diare. Orang tua dengan tingkat pendidikan rendah, khususnya buta huruf tidak akan dapat memberikan perawatan yang tepat pada anak diare karena kurang pengetahuan dan kurangnya kemampuan menerima informasi (Sukut, dkk. 2015).
Pengetahuan merupakan predisposisi perilaku, sehingga merupakan respon awal terhadap stimulus sebelum seseorang melakukan sebuah perilaku, jadi pengetahuan akan memberikan dampak kepada pencapaian indikator kesehatannya. Pengetahuan yang baik akan dapat menerapkan di dalam kegiatan sehari-hari dan berdampak di dalam kegiatan sehari-hari dan berdampak pada menurunnya angka kejadian diare tetapi tidak demikian, terdapat sebagian ibu memiliki tingkat pengetahuan yang baik tetapi tidak menerapkan dalam kegiatan sehari-hari yang menyebabkan tidak menurunnya kejadian diare (Jannah, dkk. 2016). Jadi dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang baik belum tentu dapat menentukan sikap yang baik pula. Walaupun pengetahuannya baik, tapi jika tidak diaplikasikan ke kehidupan sehari-hari maka akan berdampak buruk bagi kesehatan.
5. Faktor Lain Terjadinya Diare
kesehatan yang baik. Faktor lingkungan yang dominan dalam penyebaran penyakit diare pada anak balita yaitu pembuangan tinja dan sumber air minum (Utami, dkk. 2016).
Faktor yang kedua adalah faktor sosiodemografi. Faktor sosiodemografi yang berpengaruh terhadap kejadiab diare pada anak balita yaitu pendidikan dan pekerjaan orang tua, serta umur anak. Terdapat hubungan yang signifikan dengan tingkat kolerasi kuat antara tingkat pendidikan ibu dengan perilaku pencegahan diare pada anak balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki, maka perilaku pencegahan terhadap penyakit diare akan semakin baik. Kejadian diare lebih sering muncul pada bayi dan balita yang status ekonomi keluarganya rendah. Tingkat pendapatan yang baik memungkinkan fasilitas kesehatan yang dimiliki akan baik pula. Faktor lain ialah umur, semakin muda usia anak maka semakin tinggi kecenderungan terserang diare (Utami, dkk. 2016).
Faktor ketiga adalah faktor perilaku. Pemberian air susu ibu (ASI) eksklutif dan kebiasaan mencuci tangan merupakan faktor perilaku yang berpengaruh dalam penyebaran kuman enterik dan menurunkan resiko terjadinya diare. Perilaku yang dapat mengurangi resiko terjadinya diare adalah mencuci sayur dan buah sebelum dikonsumsi, karena salah satu penyebaran diare adalah melalui penyajian makanan yang tidak matang atau mentah (Utami, dkk. 2016).
6. Pengobatan dan Tindakan
Pada dasarnya, jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat, balita yang menderita diare dapat mengalami gangguan pertumbuhan karena kurangnya asupan gizi. Untuk menghindari akibat yang fatal, orang tua dan ahli kesehatan harus melakukan pengobatan yang tepat. Beberapa prinsip pengobatan diare dapat dilakukan diantaranya adalah :
Rehidrasi
Memberi asupan gizi yang baik
Saat balita mengalami diare, banyak zat yang dibutuhkan oleh tubuh dikeluarkan bersama tinja. Oleh karena itu, makanan dan asupan nutrisi yang memadai harus tetap diberikan agar balita memiliki energi yang cukup, sehingga membantu pemulihan kesehatannya.
Pemberian obat seperlunya
Pemberian obat secara berlebihan bukanlah cara yang tepat dalam mengatasi diare yang diderita oleh balita. Bahkan, hal itu dapat mengakibatkan diare kronik. Sebagian besar diare dapat disembuhkan tanpa pemberian antibiotik dan antidiare (Firda dan Maya, 2013).
Dalam pelaksanaannya, terlihat prioritas pengobatan diare pada balita adalah dengan mengganti cairan tubuh yang hilang, untuk mengurangi angka kematian pada penderita karena gangguan keseimbangan elektrolit asam-basa. WHO menganjurkan untuk memberikan oralit yang digunakan sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang karena diare, mencegah dehidrasi, mengobati dehidrasi dan mencegah dehidrasi kembali pada penderita yang dehidrasinya sudah teratasi. Bila pemberian oralit gagal, maka penderita harus diberikan cairan yang hilang secara intravensi dan harus dirawat di rumah sakit (WHO, 2010). Selain itu menurut Depkes (1990) dalam mengobati dehidrasi perlu diketahui derajat keparahan dehidrasi karena pengobatannya digolongkan berdasarkan derajat keparahan dehidrasi yaitu tanpa dehidrasi (rencana A), dehidrasi ringan atau sedang (rencana B), dan dehidrasi berat (rencana C).
yang sangat hebat sampai buang air kecilnya sulit atau tidak ada dan anak lemas, harus segera dibawa ke rumah sakit (Irianto, 2014).
7. Kesimpulan
Hubungan pengetahuan dan tindakan ibu dalam mengatasi kejadian dehidrasi pada anak balita sangatlah penting. Karena jika konsep pengetahuan dari seorang ibu rendah maka hal tersebut dapat mempengaruhi tindakan nya dalam mengatasi kejadian dehidrasi pada naka balita sehingga dapat mengakibatkan terjadinya hal yang tidak di inginkan (kematian. Oleh sebab itu suatu pengetahuan sangatlah penting untuk dipahami secara baik dan tepat supaya tindakan berupa pencegahan dan pengobatan berjalan dengan baik. Dan berdampak pada kesembuhan yang diharapkan.
8. Daftar Pustaka
Anggraeni, N.D., dan Farida. S., 2011. Situasi Diare di Indonesia.
Buletin Jendela Data dan InformasiKesehatan, Triwulan II: 1-6.
Depkes. R.I., 1990. Buku Ajar Diare. Penerbit : Ditjen PPM & PLP: 31-40. Jakarta.
Depkes R.I. 2011. Lintas Diare Lima Langkah Tuntaskan Diare.
Farthing M, Salam MA, Lindberg G, Dite P, Khalif I, Salazar-Lindo E, et al. Acute diarrhea in adults and children: A global perspective. World Gastroenterology Organisation Global Guidelines. Journal Clin Gastroenterol. 2013; 47(1): 12-20.
Firda dan Maya, 2012. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Penerbit : D-Medika. Yogyakarta.
Irianto, Koes. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan Klinis. Penerbit : Alfabeta. Bandung
Lukman, Zulkifli Amin, 2015. Tataklasana Diare Akut. Jurnal Continuing Medical Education, vol. 42, No. 7. Tahun 2015.
Meivi, Yusinta Christy, 2014. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dehidrasi Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kalijudan. Jurnal Berkala Epidemiologi, vol. 2, No. 3. September 2014.
Mentari F, Jannah, dkk. 2016. Hubungan Antara Pengetahuan Dan Tindakan Pencegahan Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Puskesmas Tikala Baru Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol. 5, No. 3. Agustus 2016.
Nurul, Utami, dkk. 2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak. Jurnal Majority, Vol. 5, No. 4, Oktober 2016.
Riset Kesehatan Dasar. 2007. Prevalensi Diare. Penerbit : Depkes RI. Jakarta.
Rusdi, dkk. 2012. Evaluasi Penggunaan Obat Diare Terhadap Kesesuain Obat dan Dosis pada Pasien Anak Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih Jakarta (Data Rekam Medis Periode 1 Juli – 31 Desember 2009). Skiripsi pdf. Fakultas Farmasi Uhamka.
Susana, Surya Sukut, dkk. 2015. Faktor Kejadidan Diare Pada Balita Dengan Pendekatan Teori Nola J. Pender Di IGD RSUD Ruteng. Jurnal Pediomaternal, vol. 3, No. 2. April-Oktober 2015.