• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Warna Benang Wol Domba Batur yang Diberi Pewarna Alami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Warna Benang Wol Domba Batur yang Diberi Pewarna Alami"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK WARNA BENANG WOL DOMBA BATUR

YANG DIBERI PEWARNA ALAMI

DHINI NOVA WIDYASARI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Warna Benang Wol Domba Batur yang Diberi Pewarna Alami adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

DHINI NOVA WIDYASARI. Karakteristik Warna Benang Wol Domba Batur yang Diberi Pewarna Alami. Dibimbing oleh MOHAMAD YAMIN dan MOCHAMMAD SRIDURESTA SOENARNO.

Wol domba batur dapat dijadikan sebagai kerajinan yang bernilai ekonomi tinggi. Selama ini metode pengolahan wol domba batur menjadi kerajinan masih menggunakan pewarna sintetis. Pewarna sintetis diketahui memiliki beberapa efek samping bagi kesehatan maupun lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari kualitas benang wol domba batur yang diberi perlakuan pewarna alami. Peubah yang diamati terdiri dari daya serap air, stabilitas dimensi, intensitas warna, dan daya tahan luntur warna. Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali untuk pengamatan daya serap air, stabilitas dimensi, intensitas warna, dan daya tahan luntur warna. Data dianalisis menggunakan Uji T. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya serap air dan daya mengkeret benang antara benang wol domba batur yang diberi pewarna alami dengan pewarna sintetis tidak berbeda nyata (P>0.05). Intensitas warna menunjukkan bahwa benang wol yang diberi perlakuan pewarna alami terlihat lebih gelap warnanya dibanding pewarna sintetis. Daya tahan luntur warna benang wol yang diberi pewarna alami kuning menunjukkan hasil paling baik diantara yang lain.

Kata kunci: benang wol, domba batur, pewarna alami

ABSTRACT

DHINI NOVA WIDYASARI. The Characteristic Color of Wool Yarn Batur Sheep Which are Natural Coloring. Supervised by MOHAMAD YAMIN and MOCHAMMAD SRIDURESTA SOENARNO.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

KARAKTERISTIK WARNA BENANG WOL DOMBA BATUR

YANG DIBERI PEWARNA ALAMI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Karakteristik Warna Benang Wol Domba Batur yang Diberi Pewarna Alami

Nama : Dhini Nova Widyasari NIM : D14100038

Disetujui oleh

Dr Ir Mohamad Yamin, MAgrSc Pembimbing I

Mochammad Sriduresta Soenarno, SPt MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 sampai Maret 2014 ini ialah wol domba batur, dengan judul Karakteristik Warna Benang Wol Domba Batur yang Diberi Pewarna Alami.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Mohamad Yamin, MAgrSc dan Bapak Mochammad Sriduresta Soenarno, SPt MSc selaku pembimbing skripsi, Ibu Dr Ir Henny Nuraini, MSi selaku penguji yang telah banyak memberi masukan, serta Ibu Dr Irma Isnafia Arief, SPt MSc selaku dosen pembimbing akademik. Penulis juga mengungkapan terima kasih kepada Ibu Rr Wiwiek Eka Mulyani, SST MT dan Bapak Totong, AT MT serta staf dari Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung yang telah banyak memberi saran dan membantu dalam proses penelitian. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada ayah, ibu, kakak, adik serta seluruh keluarga, atas segala doa, semangat dan kasih sayang yang telah diberikan, teman-teman satu tim penelitian saya (Kiki Umizakiah dan Darojat Ulil Amri), sahabat (Devi, Irine, Mpy, Nenik, Sherly, dan Yusuf Jafar Rizali), teman-teman Pondok Jaika 4 (Tika, Vika, Alfi, Rima, Via, Hidayah, dan Nurul), IMJB, serta teman-teman IPTP 47 atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 3

Alat 3

Prosedur 3

Proses Pembuatan Benang 3

Ekstraksi Pewarna Alami 3

Pewarnaan Benang 4

Daya Serap Air 4

Daya Mengkeret Benang 4

Intensitas Warna 5

Daya Tahan Luntur Warna 5

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Daya Serap Air 6

Daya Mengkeret Benang 7

Daya Tahan Luntur 7

Intensitas Warna 9

SIMPULAN DAN SARAN 11

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 13

(10)

DAFTAR TABEL

1 Persentase daya serap air benang wol domba batur yang diberi

perlakuan pewarna alami 6

2 Persentase daya mengkeret benang wol domba batur yang diberi

perlakuan pewarna alami 7

3 Uji tahan luntur warna terhadap pencucian rumah tangga 8

DAFTAR GAMBAR

1 Intensitas warna ekstrak bunga telang berwarna hunter green (kiri) dan pewarna sintetis biru berwarna lavender (kanan) 9 2 Intensitas warna ekstrak kunyit berwarna buttercup yellow (kiri) dan

pewarna sintetis kuning berwarna canary (kanan) 10 3 Intensitas warna ekstrak kayu secang berwarna scarlet (kiri) dan

pewarna sintetis merah berwarna rose (kanan) 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Uji T daya serap air benang wol domba batur (pewarna biru) 13 2 Uji T daya serap air benang wol domba batur (pewarna kuning) 14 3 Uji T daya serap air benang wol domba batur (pewarna merah) 14 4 Uji T stabilitas dimensi benang wol domba batur (pewarna biru) 14 5 Uji T stabilitas dimensi benang wol domba batur (pewarna kuning) 14 6 Uji T stabilitas dimensi benang wol domba batur (pewarna merah) 14

7 Color chart untuk mengukur intensitas warna 15

8 Laundrymeter (alat uji daya tahan luntur warna) 16

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Domba merupakan salah satu jenis ternak yang telah lama dikembangkan di Indonesia. Menurut Ditjenak (2013) jumlah populasi domba di Indonesia setiap tahun selalu mengalami peningkatan hingga mencapai 14 560 480 ekor pada tahun 2013 dan 90% tersebar di Pulau Jawa. Salah satu jenis domba yang ada di Indonesia yaitu domba batur. Selama ini peternak hanya mengambil produk daging dari domba batur serta menganggap wol domba masih sebagai limbah seperti feses, sehingga pemanfaatannya masih kurang. Pemanfaatan wol domba belum banyak dilakukan karena keterbatasan pengetahuan peternak, padahal jika dimanfaatkan menjadi sebuah produk, akan menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi.

Wol domba di Indonesia memiliki karakter berbeda dengan domba tipe wol di negara lain. Negara-negara yang memiliki bangsa domba tipe wol akan menghasilkan wol yang berkualitas sehingga dapat dipintal secara modern untuk berbagai produk seperti pakaian, kaus kaki, kerajinan, dan lain sebagainya. Di Indonesia umumnya domba memiliki jumlah wol lebih sedikit dan tidak halus dengan diameter besar sehingga sulit jika dilakukan pengolahan secara modern. Menurut Gatenby (1991) domba yang berada di iklim tropis umumnya memiliki karakter wol yang rata-rata diameternya antara 26-65 µm. Oleh karena itu, wol domba lokal di Indonesia hanya cocok digunakan sebagai bahan pembuatan barang-barang non sandang seperti kerajinan.

Nilai rendemen dan kualitas wol yang dihasilkan domba batur lebih baik dibandingkan dengan jenis wol domba garut, sehingga memiliki potensi yang baik untuk diolah menjadi tenunan (Amri 2014). Yamin dan Mulatsih (2012) menyatakan bahwa produksi kerajinan wol di Indonesia memiliki potensi yang besar baik dari produk itu sendiri atau potensi ekonominya. Penelitian terdahulu mengenai pengolahan wol domba lokal menjadi kerajinan, yaitu menggunakan metode pewarnaan sintetis (Yamin dan Rahayu 1995). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahan kimia beracun dalam pengolahan pakaian dapat menimbulkan reaksi alergi dan risiko lainnya terhadap kesehatan (Mayasari 2012). Menurut Christina et al. (2007), zat warna tekstil dapat mencemari lingkungan karena bersifat non-biodegradable. Zat warna tekstil umumnya dibuat dari senyawa azo dan turunannya yang merupakan gugus benzena. Diketahui bahwa gugus benzena sangat sulit didegradasi, kalaupun dimungkinkan dibutuhkan waktu yang lama. Senyawa azo bila terlalu lama berada di lingkungan, akan menjadi sumber penyakit karena sifatnya karsinogen dan mutagenik (Christina et al. 2007).

(12)

2

pewarna alami untuk menggantikan pewarna sintetis. Zat pewarna alami dapat diperoleh dengan cara ekstraksi atau perebusan secara tradisional. Kulit kayu, batang, daun, akar, bunga, biji dan getah merupakan bagian dari tanaman yang dapat dipergunakan untuk zat pewarna alami karena mengandung pigmen alam. Beberapa contoh tanaman yang dapat dijadikan pewarna yaitu rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) menghasilkan warna kuning, bunga telang (Clitoria ternatea) menghasilkan warna biru, dan kayu secang (Caesalpinia sappan L) menghasilkan warna merah. Selain mengurangi dampak pencemaran lingkungan, pewarna alam akan menghasilkan warna-warna elegan (menampilkan kesan lembut dan terasa sejuk) (Sutara 2009). Pengembangan teknik pewarnaan alami dalam pengolahan wol domba belum banyak dilakukan, padahal hal ini akan sangat membantu dalam mempengaruhi warna produk tenunan wol. Penggunaan warna alam lebih dikaitkan dengan unsur seni sehingga sasarannya adalah untuk dikonsumsi oleh golongan menengah ke atas dan luar negeri, oleh sebab itu, harga jualnya lebih tinggi (Lestari et al. 2001). Penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan teknik-teknik dan prinsip-prinsip pewarnaan yang lebih baik sehingga diperoleh informasi yang jelas mengenai alternatif metode pewarnaan secara alami terhadap wol domba batur.

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mempelajari kualitas benang wol domba batur yang diberi perlakuan pewarna alami. Peubah yang diamati yaitu daya serap air, daya mengkeret benang, intensitas warna, dan daya tahan luntur warna.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian skala laboratorium yang dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik benang wol yang diberi pewarna alami. Ekstraksi pewarna alami yang digunakan merupakan 3 warna dasar yaitu ekstrak kunyit (Curcuma domestica Val) (kuning), bunga telang (Clitoria ternatea) (biru) dan kayu secang (Caesalpinia sappan L) (merah). Benang wol yang digunakan adalah benang wol yang berasal dari domba batur.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

(13)

3 Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah wol domba batur. Bahan untuk pencucian meliputi air, deterjen, dan desinfektan, serta bahan untuk fixer yaitu mordan tawas. Pewarna alami yang digunakan berasal dari ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica Val), bunga telang (Clitoria ternatea) dan kayu secang (Caesalpinia sappan L).

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi kantong plastik, carder (hand carder dan drum carder), alat pintal, ember plastik, pengaduk, gunting, penggaris, timer, timbangan digital, panci, kompor dan tempat penjemuran. Selain itu juga digunakan gelas piala 250 mL, gelas piala 1 L, keranjang kawat tembaga, Cushing’s Perfection Direct Dyes color chart, laundrymeter, dan staining scale.

Prosedur

Wol domba batur yang digunakan berasal dari pencukuran domba batur betina dengan umur 11-12 bulan. Menurut Amri (2014), setiap tahap pengolahan wol menjadi benang akan selalu mengalami penyusutan. Pada proses penyortiran didapatkan rendemen 97.38%, pencucian dan penjemuran 61.50%, pemisahan 92.43%, penyisiran 59.40%, serta pemintalan sebesar 83.06% (Amri 2014).

Proses Pembuatan Benang

Proses pengolahan wol menjadi benang wol meliputi beberapa tahap. Proses pengolahannya sendiri diawali dengan pencukuran wol yang kemudian dilanjutkan dengan penyortiran, pencucian, pemisahan wol, penyisiran wol dan pemintalan. Proses pencucian dibagi menjadi 3 tahapan proses yaitu perendaman wol dalam air bersih, perendaman dengan menggunakan deterjen dan perendaman dengan desinfektan, selanjutnya wol dijemur.

Wol yang telah kering kemudian dibersihkan kembali dari kotoran-kotoran yang menempel dengan cara disuir-suir. Wol yang telah bersih kemudian disisir dengan alat hand carder dan dilanjutkan dengan drum carder beberapa kali sehingga didapatkan lembaran wol berserat. Lembaran wol kemudian dipintal dengan menggunakan alat pintal sampai terbentuk benang mentah atau benang tunggal. Benang tunggal tersebut kemudian dipintal lagi hingga menjadi benang ganda (Yamin dan Rahayu 2012).

Ekstraksi Pewarna Alami

Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode ekstraksi pewarna alam secara tradisional.

(14)

4

potongan ditimbang seberat 500 gram (Fitrihana 2008). Kemudian bahan pewarna dihancurkan atau diblender hingga membentuk bubur (Widhiana 2000). Kedua, bubur pewarna dimasukkan ke dalam panci yang ditambah dengan air dengan perbandingan 1:10. Ketiga, bahan direbus hingga volume air menjadi setengahnya. Keempat, hasil proses ekstraksi disaring dengan kasa penyaring larutan hasil tersebut untuk memisahkan dengan sisa bahan yang diesktrak (residu). Larutan ekstrak hasil penyaringan ini disebut larutan zat warna alam. Larutan dapat digunakan setelah dingin (Fitrihana 2008).

Ekstraksi Bunga Telang (Clitoria ternatea). Metode ekstraksi untuk bunga telang (Clitoria ternatea) yaitu sampel yang telah disortir, dijemur terlebih dahulu kemudian perbandingan sampel dengan pelarut (air) yang digunakan yaitu 3:100 (Mastuti et al. 2013).

Ekstraksi Kayu Secang (Caesalpinia sappan L). Untuk ekstraksi kayu secang (Caesalpinia sappan L), perbandingan sampel dengan pelarut (air) yang digunakan yaitu 1:10 (Ramdhan dan Maharani 2003). Ketiga jenis bahan tersebut diekstrak dengan perbandingan literatur yang berbeda. Hal ini dikarenakan pada masing-masing perbandingan tersebut menghasilkan ekstrak pewarna paling baik. Pewarnaan Benang

Benang wol hasil pintalan direndam dengan air panas selama 15 menit, perendaman diulang sebanyak 2 kali dan dibilas dengan air biasa. Kemudian dilakukan pewarnaan. Pewarnaan dilakukan di dalam panci yang diletakkan diatas kompor pada suhu 60 oC. Banyaknya larutan zat warna alam yang diperlukan tergantung dari jumlah berat bahan tekstil yang akan diproses.

Perbandingan larutan zat warna alam dengan bahan tekstil (benang wol) yang digunakan adalah 1:30 (Fitrihana 2008). Setelah proses pewarnaan, dilakukan pemberian mordan dengan metode after mordant atau mordan akhir. Mordan yang diberikan yaitu tawas sebanyak 90 gL-1 (Mahmudah 2013). Tawas sebanyak 90 g dilarutkan dalam 1 L air. Larutan dibiarkan mengendap dan diambil larutan beningnya (larutan fixer) (Fitrihana 2008). Perendaman ke dalam mordan tawas dilakukan selama 10 menit (Maryani 2013). Sampel dibilas dan dicuci lalu keringkan (Fitrihana 2008).

Daya Serap Air

Daya serap air diuji dengan metode keranjang menurut SNI 08-0404-1989. Daya Mengkeret Benang

Daya mengkeret benang merupakan persentase antara panjang benang sebelum dan sesudah pewarnaan. Benang yang akan diuji, ditimbang sebanyak 0.6 g pada masing-masing sampel. Benang dengan berat 0.6 g tersebut rata-rata mempunyai panjam 35 cm. Untuk mengukur panjang awal (A) sebelum pewarnaan, masing-masing sampel diberi beban pemberat agar pengukuran panjangnya stabil. Rumus beban pemberat benang yaitu:

(15)

5 Setelah diberi beban pemberat, benang digantung, diukur 30 cm dan diberi tanda. Benang yang telah diwarna, diukur kembali panjangnya (B) dengan cara dipasang beban pemberat lagi. Daya mengkeret benang diukur dengan rumus:

Intensitas Warna

Intensitas warna diukur dengang menggunakan Cushing’s Perfection Direct Dyes (Cushing 2014). Cara mengukur intensitas warna yaitu dengan membandingkan benang wol yang telah diwarnai dengan warna yang tertera pada Cushing’s Perfection Direct Dyes. protein yang strukturnya berupa polipeptida. Gugus amina (-NH2) dan karboksil

(-COOH) pada serat protein merupakan gugus fungsi yang berperan untuk mengadakan ikatan dengan ion zat warna berupa ikatan ionik (elektrovalen). Serat protein umumnya lebih tahan asam tapi kurang tahan suasana alkali, sehingga proses pencelupannya biasa dilakukan dalam suasana asam. Zat warna asam dapat mencelup serat wol karena adanya tempat-tempat positif pada bahan. Jumlah tempat positif pada bahan sangat tergantung pada 2 faktor yaitu jumlah gugus amida dan jumlah gugus amina dalam serat serta keasaman dari larutan celup (Karyana dan Elly 2005).

Mekanisme terbentuknya tempat-tempat bermuatan positif pada bahan wol dibagi menjadi 2, yaitu pada suasana netral dan suasana asam. Pada suasana netral (pH 7), bila serat wol dimasukkan dalam air pada suasana netral sebagian akan terionisasi sebagai berikut (Karyana dan Elly 2005):

(16)

6

Jika pada larutan celup ditambahkan asam, maka terbentuk muatan positif yang nyata pada serat akibat adanya ion H+ yang terserap gugus amina dari wol. Mekanismenya sebagai berikut (Karyana dan Elly 2005):

HCl  H+ +Cl

-HOOC—Wol—N+H3 + H+ + Cl-  HOOC—Wol— N+H3....Cl

-Adanya tempat-tempat positif pada wol memungkinkan terjadinya ikatan ionik antara zat warna asam dengan wol yang sudah menyerap ion H+. Ikatan ionik antara zat warna asam dengan wol sebagai berikut (Karyana dan Elly 2005):

Zat warna (ZW)—SO3Na  ZW—SO3- + Na+ pewarnaan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar benang wol dapat menyerap air selama 10 detik. Data hasil pengamatan daya serap air dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Persentase daya serap air benang wol domba batur yang diberi perlakuan pewarna alami

Pewarna Perlakuan

Alami Sintetis

%

Bunga telang 1.2070 ± 0.3160 1.3570 ± 0.4450

Kunyit 1.5284 ± 0.0705 1.6980 ± 0.5960

Kayu secang 1.5680 ± 0.4910 1.1877 ± 0.0731

(17)

7 Daya Mengkeret Benang

Rataan daya mengkeret benang antara pewarna alami dan pewarna sintetis berbeda-beda. Daya mengkeret benang wol domba batur dapat dilihat pada Tabel 2. persentase daya mengkeret benang wol domba batur sebesar 3.52 ± 1.45%, pada ekstrak kunyit sebesar 3.04 ± 1.11%, serta 3.85 ± 1.00% pada ekstrak kayu secang. Kim dan Kang (2002) menyebutkan bahwa selama proses produksi wol menjadi pakaian, stabilitas dimensi struktur wol akan berubah. Hal ini disebabkan karena terpapar kelembaban yang berbeda, termasuk saat pencelupan (Kim dan Kang 2002).

Kondisi pencelupan saat penelitian yaitu 60 oC. Wartiono dan Subiyati (2010) menambahkan jika nomer benang juga mempengaruhi daya mengkeret benang. Nomor benang diperoleh dari perbandingan antara panjang dan berat benang. Semakin besar bilangan nomornya, maka daya mengkeret benangnya rendah. Hal ini dikarenakan semakin besar nomor benang, maka bentuk benang akan semakin besar, serat yang ada pada benang semakin banyak juga. Serat yang semakin banyak akan menambah kekuatan benang untuk mempertahankan daya mengkeretnya setelah pencucian (Wartiono dan Subiyati 2010).

Daya Tahan Luntur

(18)

8

Tabel 3 Uji tahan luntur warna terhadap pencucian rumah tangga Perlakuan Sampel Perbedaan warna Staining Scale CD

Alami Bunga telang 3 8.0

CD : Color difference (perbedaan warna)

Penodaan warna sampel uji (benang wol domba batur) diukur menggunakan Staining Scale, deskripsi skala pada Staining Scale didasarkan pada penelitian Kwartiningsih et al. (2010). Pada benang wol domba batur dengan pewarna alami dan sintetis (biru dan merah), skala menunjukkan nilai 3 artinya cukup baik, menggunakan Staining Scale, menunjukkan bahwa benang wol domba batur yang diberi pewarna alami ekstrak kunyit hasilnya terlihat tidak luntur jika dibanding benang wol yang diberi pewarna alami lain (ekstrak bunga telang dan kayu secang). Daya tahan luntur benang wol domba batur yang diberi pewarna alami belum dapat dikatakan sangat baik. Hal ini dikarena setelah pewarnaan, benang hanya diberi pengunci warna berupa larutan mordan tawas sebanyak 90 g dalam 1 L air selama 10 menit. Walaupun tawas (Al2(SO4)3) bersifat asam (Kusriniati et

al. 2008), larutan mordan tawas tidak terlalu membantu benang wol untuk mempertahankan daya tahan lunturnya.

Menurut Kusriniati et al. (2008), penggunaan mordan tawas dengan konsentrasi yang tinggi dengan waktu yang lama akan menghasilkan ketahanan luntur warna terhadap pencuciannya semakin baik dan warna yang dihasilkan semakin tua. Kusriniati et al. (2008) menambahkan jika konsentrasi optimal pemakaian mordan tawas untuk serat protein pada pewarnaan zat warna alam yaitu sebanyak 150 gL-1 selama 60 menit. Menurut Derisa (2012), untuk pencelupan bahan wol, perlu diberi penambahan zat pembantu seperti zat asam, karena pada tahap penyerapan zat warna, zat asam akan membantu terjadinya fiksasi. Fiksasi yang tidak sempurna mengakibatkan hasil pencelupan yang tidak merata (Derisa 2012). Supandi (2009) menambahkan jika penambahan asam cuka dalam pewarnaan juga membantu untuk mempertahankan warna benang dalam waktu yang lama. Warna yang diperoleh lebih tahan terhadap sinar dan pencucian (Supandi 2009).

(19)

9 wol. Zat warna asam yang mempunyai 1 gugus sulfonat dalam struktur molekulnya disebut zat warna asam monobasik yang mempunyai 2 gugus sulfonat salah satunya zat warna asam dibasik. Zat warna asam dibasik mempunyai gugus pelarut lebih banyak, sehingga kelarutannya semakin tinggi dan pencelupannya menjadi mudah rata, tetapi tahan luntur hasil celupan terhadap pencucian akan berkurang. Oleh sebab itu untuk mendapatkan daya tahan luntur warna yang baik, digunakan zat warna asam monobasik, karena jumlah maksimum zat warna asam yang dapat terserap oleh serat wol lebih tinggi. Hal ini disebabkan suasana larutan celup yang lebih asam dibanding zat warna asam dibasik dan tempat-tempat positif pada bahan tidak terbatas (Karyana dan Elly 2005).

Intensitas Warna

Intensitas warna dapat dilihat dari kesamaan antara warna benang wol domba batur dengan color chart. Color chart yang digunakan yaitu Cushing’s Perfection Direct Dyes (Cushing 2014). Intensitas warna benang wol domba batur dapat dilihat pada Gambar 1, 2, dan 3.

(20)

10

Gambar 2 Intensitas warna ekstrak kunyit berwarna buttercup yellow (kiri) dan pewarna sintetis kuning berwarna canary (kanan)

Gambar 3 Intensitas warna ekstrak kayu secang berwarna scarlet (kiri) dan pewarna sintetis merah berwarna rose (kanan)

Berdasarkan Cushing’s Perfection Direct Dyes, warna ekstrak bunga telang benang wol domba batur termasuk dalam warna hunter green, warna ekstrak kunyit termasuk dalam warna buttercup yellow dan warna kayu secang termasuk dalam warna scarlet. Pada pewarna pewarna sintetis, warna biru termasuk dalam warna lavender, warna kuning masuk dalam warna canary dan warna merah termasuk dalam warna rose.

(21)

11 proses pencelupan menyebabkan warna tidak terlalu terserap benang wol. Untuk pewarna biru sintetis, warna mengarah ke warna ungu. Pada pewarna merah dan kuning, pewarna alami terlihat lebih tua dibanding pewarna sintetis. Menurut Ramdhan (2003), suhu, pH dan waktu saat pewarnaan akan mempengaruhi kestabilan pigmen warna yang dihasilkan. Selain itu sinar matahari saat penyimpanan berpengaruh terhadap kestabilan pigmen warna (Mastuti et al. 2013). Suhu pemanasan saat pewarnaan yaitu 60 oC, semakin tinggi suhu pemanasan maka nilai absorbansi zat warna ekstrak semakin turun. Suhu ideal untuk mempertahankan warna ekstrak bunga telang yaitu antara 6 oC sampai 28 oC (Mastuti et al. 2013). Suhu ini merupakan suhu ideal ekstrak bunga telang untuk bahan pewarna makanan. Perubahan intensitas warna disebabkan oleh reaksi kopigmentasi dan diduga ekstrak masih mengandung enzim polifenolase. Enzim polifenolase mengoksidasi senyawa fenolik menjadi o-benzoquinon yang kemudian dapat mengalami kondensasi dengan antosianin (pigmen dari bunga telang) sehingga terdegradasi menjadi senyawa tidak berwarna (Mastuti et al. 2013).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil daya serap air dan daya mengkeret benang antara benang wol domba batur yang diberi pewarna alami dengan pewarna sintetis adalah tidak berbeda. Intensitas warna menunjukkan bahwa benang wol yang diberi perlakuan pewarna alami ekstrak bunga telang cenderung memiliki warna hunter green, ekstrak kunyit menghasilkan warna buttercup yellow dan ekstrak kayu secang cenderung memiliki warna scarlet, dibandingkan dengan pewarna sintetis, pewarna alami memiliki warna yang lebih gelap. Daya tahan luntur warna secara umum benang wol domba batur yang diberi pewarna alami menunjukkan hasil lebih baik dibanding benang wol yang diberi pewarna sintetis. Daya tahan luntur warna benang wol domba batur paling baik yaitu pada pewarna ekstrak kunyit. Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka pewarna alami untuk proses pewarnaan kerajinan memiliki potensi yang besar, sehingga perlu dikembangkan lebih lanjut.

Saran

(22)

12

DAFTAR PUSTAKA

Amri DU. 2014. Persentase rendemen berat wol domba garut dan domba batur selama proses pengolahan serta kualitas benang yang dihasilkan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Bird CL. 1972. The Theory and Practice of Wool Dyeing. Yorkshire (UK): Perkin House Grattan.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1989. Cara Uji Serap Kain Terhadap Air (Cara Keranjang) (SNI 08-0404-1989). Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2010. Cara Uji Tahan Luntur Warna (SNI ISO 105-C06-2010 Bagian C06: Tahan luntur warna terhadap pencucian rumah tangga dan komersial). Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. Ch i i M, Mu’ i u S, S ji R, M j o D. 2007. Studi pendahuluan

mengenai degradasi zat warna azo (metil orange) dalam pelarut air menggunakan mesin berkas elektron 350 keV/10 ma. JFN. 1(1):31-44. Cushing W. 2014. Cushing’s Perfection Direct Dyes [Internet]. Maine (US): W.

Chushing & Company. [diunduh 2014 Mei 14]. Tersedia pada: http://www.wcushing.com/.

Derisa. 2012. Pengaruh garam terhadap hasil pencelupan bahan sutera dengan ekstrak kulit pohon mahoni [skripsi]. Padang (ID): Universitas Padang. [Ditjenak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2013. Statistik Peternakan dan

Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Ensminger. 1991. Animal Science. Ed ke-9. Danville Illionis (US): The Interstate Printers of Publisher, Inc.

Fitrihana N. 2008. Teknik eksplorasi zat pewarna alam dari tanaman di sekitar kita untuk pencelupan bahan tekstil. Laporan Penelitian. Yogyakarta (ID): Universitas Negeri Yogyakarta.

Gatenby RM. 1991. Sheep. London (GB): Macmillan Education Ltd.

Karyana S, Elly K. 2005. Pencelupan I (Pencelupan Serat Kapas, Wol, dan Sutra). Bandung (ID): Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.

Kim MS, Kang TJ. 2002. Dimensional and properties surface of plasma and silicone treated wool fabric. Textile Res J. 72(2):113-120.

Kusriniati D, Setyowati E, Achmad U. 2008. Pemanfaatan daun sengon (albizia falcataria) sebagai pewarna kain sutera menggunakan mordan tawas dengan konsentrasi yang berbeda. Teknobuga. 1(1):7-14.

Kwartiningsih E, Andani A, Budiastuti S, Nugroho A, Rahmawati F. 2010. Pemanfaatan getah berbagai jenis dan bagian dari pohon pisang sebagai zat pewarna alami tekstil. Ekuilibrium. 9(1):5-10.

Leeder JD. 1984. Wool, Nature’s Wonder Fibre. Geelong (AU): CSIRO Division of Textille Industry.

(23)

13 Mahmudah R. 2013. Pengaruh jenis mordan terhadap hasil pewarnaan alami ranting pohon mangga untuk pewarnaan batik pada rok. eJournal. 2(01):82-86.

Maryani S. 2013. Pengaruh jumlah tawas dan tekniknya terhadap hasil pewarnaan pada kain katun. eJournal. 2(01):87-93.

Mastuti E, Fristianingrum G, Andika Y. 2013. Ekstraksi dan uji kestabilan warna pigmen antosianin dari bunga telang (Clitoria Ternatea L.) sebagai bahan pewarna makanan. Simposium Nasional RAPI XII; 5 Desember 2013; Surakarta, Indonesia. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret. Hlm 44-51. Mayasari L. 2012. Stop pakai langsung baju baru tanpa dicuci [Internet]. Jakarta

(ID): Detikcom Digital Life. [diunduh 2014 Juli 6]. Tersedia pada: http://www.health.detik.com/.

Ramdhan T, Maharani K. 2003. Stabilitas pigmen kayu secang (Caesalpinia sappan L.) sebagai pewarna alami sebagai pewarna alami. Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Pangan Tradisional. 29-30 Juni 2013; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hlm 110-115.

Supandi. 2009. Pengetahuan Tekstil. Bandung (ID): Universitas Pendidikan Indonesia.

Sutara PK. 2009. Jenis tumbuhan sebagai pewarna alam pada beberapa perusahan tenun di Gianyar. J Bumi Lestari. 9(2): 217-223.

Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wartiono T, Subiyati. 2010. Pengaruh jenis konstruksi kain terhadap kualitas kain tenun untuk bahan sandang tekstil. J Teknik ATW. 7(1):11-18.

Widhiana E. 2000. Ekstraksi bit (Beta vulgaris l. var. rubra l.) sebagai alternatif pewarna pangan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Yamin M, Mulatsih S. 2012. Potency of wool handicrafts production in

Yamin M, Rahayu S. 2012. Wool fibre of local and crossbred sheep: production, processing, technique and performance. Proceeding of the 2nd International Seminar on Animal Industry; 2012 July 5-6; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hlm 589-594.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Uji T daya serap air benang wol domba batur (pewarna biru)

Perlakuan n Rataan StDev SE Mean Nilai P

Alami 3 1.207 0.316 0.18

0.667

(24)

14

Lampiran 2 Uji T daya serap air benang wol domba batur (pewarna kuning)

Perlakuan n Rataan StDev SE Mean Nilai P

Alami 3 1.5284 0.0705 0.041

0.673

Sintetis 3 1.6980 0.5960 0.340

Lampiran 3 Uji T daya serap air benang wol domba batur (pewarna merah)

Perlakuan n Rataan StDev SE Mean Nilai P

Alami 3 1.5680 0.4910 0.280

0.316

Sintetis 3 1.1877 0.0731 0.042

Lampiran 4 Uji T stabilitas dimensi benang wol domba batur (pewarna biru)

Perlakuan n Rataan StDev SE Mean Nilai P

Alami 3 3.520 1.450 0.83

0.973

Sintetis 3 3.481 0.945 0.55

Lampiran 5 Uji T stabilitas dimensi benang wol domba batur (pewarna kuning)

Perlakuan n Rataan StDev SE Mean Nilai P

Alami 3 3.04 1.110 0.64

0.399

Sintetis 3 2.22 0.909 0.53

Lampiran 6 Uji T stabilitas dimensi benang wol domba batur (pewarna merah)

Perlakuan n Rataan StDev SE Mean Nilai P

Alami 3 3.850 1.000 0.58

0.095

(25)
(26)

16

Lampiran 8 Laundrymeter (alat uji daya tahan luntur warna)

(27)

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jember, Jawa Timur pada tanggal 24 November 1992 dari pasangan Drs H Dwi Setyo Nusantara, MM MSi dan Hj Wiwik Eko Handayani, SPd MSi. Penulis merupakan anak kedua dari 3 bersaudara yang terdiri dari 1 saudara perempuan yaitu Alfina Rahma Laily dan 1 saudara laki-laki yaitu Shahansyah Aluf Bintang Nusantara. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Jember Lor 3 tahun 2004, SMP Negeri 3 Tanggul tahun 2007, dan di SMA Negeri 1 Jember tahun 2010. Penulis diterima di Fakultas Peternakan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2010.

Gambar

Tabel 1  Persentase daya serap air benang wol domba batur yang diberi perlakuan
Tabel 3 Uji tahan luntur warna terhadap pencucian rumah tangga
Gambar 1  Intensitas warna ekstrak bunga telang berwarna  hunter green (kiri) dan
Gambar 2  Intensitas warna ekstrak kunyit berwarna  buttercup yellow (kiri) dan

Referensi

Dokumen terkait

Menurut pengamatan penulis, surat ini dilatarbelakangi oleh semakin meningkatnya pembuatan perjanjian sampai tahun 1960 18 sehingga dinilai tidak praktis dan membata-

Kepercayaan kepada rasul-rasul ialah Rukun Iman yang keempat, maka setiap orang muslim wajib percaya bahawa Allah SWT telah mengutuskan rasul-rasul dari kalangan manusia

Jadi dengan demikian Desain Grafis adalah kombinasi kompleks antara kata-kata, gambar, angka, grafik, foto dan ilustrasi yang membutuhkan pemikiran khusus dari

Jaringan jalan kolektor primer K2 atau strategis nasional rencana yang dipersiapkan untuk ditingkatkan fungsinya menjadi jalan arteri primer yang menghubungkan PKN

Bagian barat negara itu men+akup dua dataran &ang luas, &aitu ataran Rusia (atau Eropa) dan ataran iberia Barat.. ataran Rusia dipisahkan dari ataran iberia

Selama Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Satuan Rumah Susun berlaku para pelaku pembangunan melakukan penjualan rumah susun sebelum pembangunan

Program Sosial Kesejahteraan Anak (PKSA) atau lebih familier dengan Panti Asuhan Amanah Klaten merupakan gerakan Ibadah Amaliah yang menjadi program utama.. Dengan

Pengelolaan belanja Pemerintah Kota Pontianak tahun anggaran 2007 ± 2011 sudah sangat baik, dimana pengukuran tingkat ekonomis selama 5 tahun anggaran bernilai