• Tidak ada hasil yang ditemukan

TK 366 PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI SUB P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TK 366 PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI SUB P"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB IV – halaman 0

Diktat Kuliah

TK-366 PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI

SUB PROYEK QUE-BATCH III

Oleh :

Tjandra Setiadi, Ir., M.Eng, Ph.D.

Retno Gumilang Dewi, Ir., M.Env.Eng.Sc.

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

(2)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 1

BAB V

PRINSIP PENGENDALIAN PENCEMARAN BADAN AIR DAN

TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH

Teknologi pengolahan air limbah industri merupakan teknologi yang berkembang setiap

saat sehingga sangatlah sulit untuk menyajikan seluruh teknologi yang tersedia dalam bab ini.

Pada bab ini akan dibahas teknologi-teknologi yang telah dikenal dan digunakan luas di

lapangan. Pembahasan akan difokuskan pada rangkuman teknologi tersebut beserta kelebihan

dan kekurangan dan hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan teknologi. Namun,

sebelum membahas teknologi pengolahan air limbah industri, terlebih dahulu akan dibahas

mengenai pencemaran badan air dan pengendaliannya serta parameter kualitas dan karakteristik

air limbah.

5.1 Pencemaran Badan Air dan Pengendaliannya

Pembuangan air limbah baik yang bersumber dari kegiatan domestik (rumah tangga)

maupun industri ke badan air dapat menyebabkan pencemaran lingkungan apabila kualitas air

limbah tidak memenuhi baku mutu limbah. Sebagai contoh, kepadatan penduduk kota Jakarta

menyebabkan jarak antar rumah penduduk semakin berdekatan, terutama di daerah padat,

sehingga letak septic tank, cubluk, dan pembuangan sampah berdekatan dengan sumber air tanah

(NKLD DKI 1997). Beberapa sumber air tanah telah tercemar oleh bakteri coli, yaitu dari 636

titik sampel air tanah yang diuji terdapat 285 sampel yang mengandung bakteri E. coli.

Sedangkan secara kimiawi, 75% dari sumber tersebut tidak memenuhi baku mutu air baku untuk

air minum. Parameter yang melebihi baku mutu adalah nitrat, nitrit, besi, dan mangan. Adanya

nitrat dan nitrit menujukan air tanah telah tercemar oleh zat organik. Dalam hal kualitas air

sungai, berdasarkan hasil pemantauan terlihat bahwa secara umum kualitasnya sudah tidak

sesuai dengan peruntukannya dan cenderung memburuk dari tahun ke tahun.

Mengamati kondisi lingkungan yang cenderung memburuk, maka pengelolaan air limbah

sudah harus dilaksanakan secara baik dan menyeluruh disamping peningkatan pengawasan

(3)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 2 bersih (Prokasih), gerakan hemat air, penerapan izin pembuangan air limbah, peningkatan

pelayanan air minum, dan perbaikan sanitasi terutama pada kawasan permukiman yang padat.

Kegiatan pengelolaan air limbah ini perlu didukung oleh peningkatan peran serta dan

partisipasi masyarakat dan pemerintah. Beberapa data dari BPLH DKI Jakarta menyebutkan

bahwa prosentasi jumlah limbah domestik yang diolah dalam tangki septik rata-rata 39% dan

cubluk 20%, sisanya kemungkinan dibuang langsung ke badan air. Sementara itu saluran air

buangan domestik sistem terpadu yang tersedia di DKI Jakarta saat ini baru mencakup 2,1% dari

total limbah.

Menurunnya kualitas badan air seperti air tanah, air sungai, dan air laut akibat

pembuangan air limbah yang kurang baik terutama disebabkan oleh :

 Kurangnya sarana dan prasarana sistem perpipaan air limbah domestik.  Masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan air limbah.

 Masih tingginya penggunaan air sungai dan air tanah oleh masyarakat sebagai sumber air bersih.

 Rendahnya tingkat ketaatan para pengusaha terhadap peraturan pembuangan air limbah. Oleh karena itu, untuk mempertahankan dan memperbaiki kualitas badan air sesuai dengan

peruntukannya dan meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam

pengendalian pencemaran badan air, pemerintah daerah melalui BPLHD / BAPEDAL

melakukan kegiatan antara lain:

1. Pelaksanaan Program Kali Bersih (Prokasih) yang mencakup sebagian besar propinsi dan

sungai seperti tercantum pada tabel 5.1 dan tabel 5.2. Pelaksanaan Prokasih ini memiliki

tiga tujuan, yaitu menurunkan beban pencemaran limbah yang masuk ke sungai,

meningkatkan kualitas sungai, dan meningkatkan sumber daya dan kelembagaan dalam

pengelolaan kualitas lingkungan dan sumber daya sungai.

2. Pemberian bantuan dana melaui kredit bunga rendah bagi pengusaha yang akan

membangun sarana pengolahan air limbah.

3. Pemberian kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan fasilitas air minum.

4. Pemasyarakatan/sosialisasi tentang produksi bersih, gerakan hemat air, program sumur

resapan, dan penghijauan.

5. Peningkatan sumber daya manusia bagi aparat, wakil masyarakat/LSM, dan industri kecil

dalam upaya pengelolaan air limbah dan penaatan peraturan.

6. Peningkatan sarana dan prasarana sistem perpipaan air limbah dan instalasi pengolahan air

(4)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 3 7. Perijinan pembuangan air limbah bagi industri melalui SIPLC (Surat Ijin Pembuangan Air

limbah) dan penegakan hukum bagi industri/kegiatan yang tidak menaati peraturan

pembuangan air limbah.

Tabel 5.1 Peningkatan Lingkup Lokasi Kerja Prokasih

Tahun Propinsi

Prokasih

Sungai Prokasih

Ruas Sungai Prokasih

1989 - 1990 8 15 35

1990 - 1991 11 20 45

1991 -1992 11 23 51

1992 - 1993 11 22 58

1993 - 1994 11 22 58

1994 -1995 13 25 65

1995 - 1996 17 36 76

1996 - 1997 17 37 77

(Sumber : BAPEDAL, 1998)

Tabel 5.2 Perkembangan Lingkup Pemantauan Buangan Air limbah Perusahaan Dalam Rangka Pelaksanaan Prokasih

Tahun Jumalah Ruas

Sungai

Jumlah Perusahaan Dipantau *)

Jumlah Total Dipantau Dalam Rangka Pengawasan **)

1989 - 1990 35 422 400

1990 - 1991 45 775 577

1991 -1992 51 1120 549

1992 - 1993 58 1438 569

1993 - 1994 58 1691 722

1994 -1995 65 1888 810

1995 - 1996 76 597 597

1996 - 1997 77 599 599

(Sumber : BAPEDAL, 1998)

Catatan : *) Perusahaan yang buangan air limbahnya dipantau dalam rangka Prokasih **) Perusahaan yang termasuk penenda-tangan “Surat Pernyataan Prokasih”

Berkaitan dengan pengendalian pencemaran air pemerintah juga mengeluarkan perangkat

hukum, antara lain berupa PP No. 20 Tahun 1990 yang diperbaharui dengan PP No. 82 Tahun

2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Dalam PP disebutkan

bahwa setiap orang atau badan yang membuang air limbah wajib menaati baku mutu air limbah

sebagaimana ditentukan dalam izin pembuangan air limbah yang telah ditetapkan. Kemudian,

setiap orang yang membuang air limbah sebagaimana ditetapkan dalam izin pembuangannya

dilarang melakukan pengenceran. Oleh karena itu, pemerintah baik itu pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing dalam rangka pengendalian

pencemaran air pada sumber air berwenang untuk :

a. menetapkan daya tampung beban pencemaran;

(5)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 4 c. menetapkan persyaratan air Iimbah untuk aplikasi pada tanah;

d. menetapkan persyaratan pembuangan air Iimbah ke air atau sumber air;

e. memantau kualitas air pada sumber air; dan

f. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.

Dalam kegiatan industri , air limbah merupakan masalah utama dalam pengendalian

dampak lingkungan karena memberikan dampak yang paling luas, disebabkan oleh karakteristik

fisik maupun karakteristik kimianya yang memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Air

limbah industri terutama dihasilkan dari proses produksi. Air limbah akan mengandung zat-zat

/kontaminan yang dihasilkan dari sisa bahan baku, sisa pelarut atau bahan kimia yang

ditambahkan, produk yang terbuang atau gagal, pencucian dan pembilasan peralatan, blowdown

beberapa peralatan seperti ketel boiler dan sistem air pendingin dan juga sanitary wastes.

Untuk menjamin terpeliharanya sumber daya air dari pembuangan limbah industri,

pemerintah dalam hal ini Menteri Negara KLH telah menetapkan baku mutu air limbah bagi

kegiatan yang sudah beroperasi yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Negara KLH Nomor:

KEP-51/MENLH/10/1995. Agar dapat memenuhi baku mutu, air limbah harus diolah secara

benar dan membutuhkan biaya yang besar. Maka prinsip pengendalian pencemaran oleh air

limbah harus dilakukan secara cermat dan terpadu yaitu di dalam proses produksi ( in pipe

pollution prevention ) dan setelah proses produksi (end pipe pollution prevention ) agar

pengendalian berlangsung dengan efektif dan efisien.

Pengelolaan air limbah dalam proses produksi dimaksudkan untuk meminimalkan

(minimisasi) limbah yang terjadi, yaitu minimal dalam volume limbah, konsentrasi kontaminan

dan toksisitas. Sedangkan pengelolaan air limbah setelah proses produksi dimaksudkan untuk

menghilangkan atau menurunkan kadar bahan pencemar yang terkandung didalamnya hingga air

limbah memenuhi syarat untuk dapat dibuang (memenuhi baku mutu yang ditetapkan). Dengan

demikian dalam pengelolaan air limbah untuk mendapatkan hasil yang efektif dan efisien perlu

dilakukan langkah-langkah pengelolaan yang dilaksanakan secara terpadu dengan memulai

upaya minimisasi limbah (waste minimization), pengolahan limbah (waste treatment), hingga

pembuangan limbah (disposal).

Pengolahan air limbah memerlukan biaya investasi dan biaya operasi yang tidak sedikit.

Oleh karena itu, pengolahan air limbah harus dilakukan dengan cermat, dimulai dari perencanaan

yang tepat dan teliti, pelaksanaan pembangunan fasilitas instalasi pengolahan air limbah (IPAL)

(6)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 5 Utamanya dalam perencanaan, apabila perencanaan sudah tidak tepat akan berakibat timbulnya

berbagai kesulitan dalam pengoperasian serta biaya tinggi dengan hasil yang tidak memadai.

Dalam menentukan/perencanaan desain IPAL terhadap air limbah yang akan diolah

hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

 Kandungan dan jenis zat pencemar dalam air limbah, misal kandungan padatan terlarut dan tersuspensi, kandungan bahan organik dan inorganik, kandungan logam berat, minyak dan

lemak serta beberapa kontaminan spesifik seperti senyawa fosfor, nitrogen , sulfat, sianida,

dan fenol.

 Jumlah air limbah (debit) yang harus diolah perhari, serta fluktuasi jumlah air limbah dalam 1 hari, 1 minggu, dan 1 bulan.

 Karakteristik kimia dan fisik dari setiap jenis bahan-bahan tersebut, misalnya sifat toksisitasnya, kemudahan menguap (volatility), berat jenis, dsb.

Selanjutnya dalam menentukan/menilai suatu desain IPAL hendaknya diperhitungkan

faktor-faktor berikut:

 Jaminan efektifitas/kemampuan menghilangkan/menurunkan bahan pencemar yang terkandung dalam air limbah

 Ketersediaan lahan

 Kemudahan pengoperasian

 Perimbangan biaya investasi dan biaya operasi

 Produk samping yang dihasilkan, misalnya lumpur, gas-gas dan sebainya, serta cara pengelolaannya.

Dengan mempertimbangkan faktor - faktor di atas akan ditentukan metode pengolahan, untuk

mendapatkan metode yang ideal memang tidak mudah, akan tetapi sekurang - kurangnya dapat

ditentukan skala prioritas terhadap faktor - faktor tersebut.

Penghematan terhadap biaya investasi dan operasi terhadap pengolahan air limbah

merupakan hal yang penting dalam prinsip pengendalian pencemaran terutama apabila ditinjau

dari pihak industri / produsen. Upaya untuk menghemat biaya pengolahan limbah diantaranya

adalah dengan menerapkan Cleaner Production. Cleaner Production atau lebih dikenal sebagai

Produksi Bersih (PRODUKSIH) adalah suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat

preventif dan terintegrasi untuk mencegah dan atau mengurangi terbentuknya limbah pada

sumbernya atau lebih tepatnya pada keseluruhan siklus pembuatan suatu produk sampai dengan

(7)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 6 menunjukkan bahwa penerapan upaya pencegahan ini akan mampu meningkatkan keuntungan

perusahaan, paling tidak akan menurunkan biaya pengolahan limbah.

Inti pelaksanaan produksi bersih adalah mencegah, mengurangi dan atau menghilangkan

terbentuknya limbah atau pencemar pada sumbernya, diseluruh daur hidup produk yang dapat

dicapai dengan menerapkan kebijaksanaan pencegahan, penguasaan teknologi bersih atau

teknologi akrab lingkungan, serta perubahan mendasar dalam sikap atau perilaku manajemen.

Pola lain yang lebih mudah dimengerti adalah dengan penerapan konsep 3 R: Reduce, Reuse &

Recycle (mengurangi terbentuknya limbah, menggunakan kembali limbah dan mendaur ulang

limbah menjadi produk baru yang lebih berguna)

Strategi ini bukan merupakan satu-satunya strategi pengelolaan lingkungan tetapi

merupakan komponen utama dalam upaya perlindungan lingkungan dan pembangunan

berkelajutan. Strategi ini jauh lebih efektif dalam melindungi lingkungan dibandingkan

mengolah limbah setelah terbentuk atau membersihkannya, karena dapat memperbaiki kualitas

lingkungan sekaligus mencapai efisiensi ekonomi.

Jadi, upaya pengendalian pencemaran badan air yang disebabkan oleh masuknya air limbah

atau bahan lain ke dalam badan air bukanlah hal sederhana, namun perlu pemikiran yang

mendalam dari semua pihak. Oleh karena itu, hal penting yang perlu digaris bawahi adalah

kendalikan zat pencemar pada sumbernya yaitu dengan pengendalian agar zat pencemar tidak

masuk ke dalam perairan, baik dari tingkat rumah tangga sampai industri. Berkaitan dengan hal

di atas maka perlu dilaksanakan pengendalian pencemaran air yang mencakup beberapa

kegiatan, yaitu :

1. Inventarisasi kualitas dan kuantitas air pada sumber air menurut sistem wilayah tata

pengairan.

2. Penetapan golongan air menurut peruntukannya, baku mutu air dan baku beban pencemaran

untuk golongan air tersebut, serta baku mutu air limbah untuk setiap jenis kegiatan.

3. Penetapan mutu air limbah yang boleh dibuang oleh setiap kegiatan ke dalam air pada

sumber air, dan pemberian ijin pembuangannya.

4. Pemantauan perubahan kualitas air pada sumber air dan mengevaluasi hasilnya.

5. Pengawasan terhadap penataan peraturan pengendalian pencemaran air, termasuk penataan

(8)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 7

5.2 Parameter Kualitas dan Karakteristik Air Limbah

Tabel 5.3 berisi daftar karakteristik dan beberapa kontaminan yang umum terdapat dalam

air limbah industri yang menentukan jenis pengolahan selanjutnya. Secara umum, air limbah

dapat dikelompokkan berdasarkan parameter organik, karakteristik fisik, dan kontaminan

spesifik.

Parameter kualitas bulk organic merupakan ukuran jumlah zat organik yang terdapat

dalam aliran limbah. Jenis parameter ini terdiri dari total organic carbon (TOC), chemical

oxygen demand (COD), biochemical oxygen demand (BOD), dan minyak dan lemak (O&G)

atau total petroleum hydrocarbons (TPH). Parameter-parameter ini bukan merupakan ukuran

suatu senyawa tertentu, melainkan lebih kepada kelompok dari senyawa tersebut.

Nilai TOC, COD, dan BOD menunjukkan jumlah zat organik yang terdapat dalam aliran

limbah yang membutuhkan stabilisasi, atau oksidasi. BOD mengukur senyawa organik yang

dapat diolah secara biologis, sementara TOC dan COD masing-masing mengukur jumlah karbon

dalam zat organik, dan jumlah karbon yang secara teoretis dapat dioksidasi menjadi

karbondioksida dan berbagai zat inorganik teroksidasi. Sebagai contoh, aliran limbah dengan

konsentrasi COD atau TOC yang tinggi dan konsentrasi BOD yang rendah menunjukkan bahwa

limbah tersebut mengandung zat organik yang tidak dapat mengalami degradasi secara biologis;

dan contoh lainnya adalah, konsentrasi COD yang tinggi dan konsentrasi TOC yang rendah

menunjukkan bahwa terdapat zat inorganik yang dapat dioksidasi (COD inorganik biasanya tidak

dapat diolah secara biologis).

Parameter O&G / TPH menunjukkan adanya minyak atau senyawa hidrokarbon yang

terdapat baik dalam bentuk terlarut / teremulsi atau dalam keadaan bebas. Parameter ini berguna

untuk mengukur kualitas organik air limbah hanya bila senyawa-senyawa organik tersebut

terdapat dalam jumlah besar seperti dalam air limbah industri pengilangan minyak.

Jenis pencemar fisik dalam air limbah terdiri dari total suspended solids (TSS), pH,

temperatur, warna, bau, dan potensial reduksi. Beberapa dari karakteristik fisik ini

mencerminkan kualitas aestetik dari air limbah (seperti warna dan bau ), sedangkan karakteristik

lain seperti pH dan temperatur, dapat memberikan dampak negatif pada badan air penerima.

Kontaminan spesifik dalam air limbah dapat berupa senyawa organik atau inorganik.

Tabel 5.3 juga menyajikan beberapa daftar contoh senyawa yang umum. Senyawa spesifik

lainnya yang terkandung dalam air limbah bervariasi tergantung dari jenis industrinya , dan

kuantitas dalam efluen yang diijinkan dari setiap zat tersebut ditentukan oleh peraturan yang

(9)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 8 Untuk mengetahui karakteristik dari air limbah spesifik , kita harus mengerti juga jenis

pengolahan yang dibutuhkan. Tabel 5.4 merangkum kualitas efluen yang diperlukan untuk ijin

pembuangan air limbah sesuai dengan Lampiran C KEP-51/MENLH/10/1995.

Tabel 5.3 Jenis Kontaminan Dalam Air limbah

Parameter Keterangan

Bulk Organic Parameter

TOC Dapat beracun ; mengurangi oksigen terlarut

COD Dapat beracun ; mengurangi oksigen terlarut

BOD Mengurangi oksigen terlarut badan air penerima

Minyak dan Lemak / TPH Merusak vegetasi dan kehidupan akuatik Parameter Fisik

TSS Mempengaruhi turbiditas ; meracuni kehidupan akuatik

pH Asam dan basa dapat meracuni kehidupan akuatik

Temperatur Mempengaruhi kehidupan akuatik

Warna Mempengaruhi aestetik dan merusak algae

Bau Mempengaruhi kehidupan akutik dan manusia ; aestetik

Potensial redoks Meracuni kehidupan akuatik Parameter Kontaminan Spesifik

NH3 / NO3 Meracuni kehidupan akuatik ; eutrofikasi

Fosfat Eutrofikasi

Logam berat Meracuni kehidupan akuatik dan manusia

Surfaktan Meracuni kehidupan akuatik dan manusia ; aestetik

Sulfida Meracuni kehidupan akuatik dan manusia ; aestetik

Fenol Meracuni kehidupan akuatik dan manusia ; aestetik

Toxic Organics Meracuni kehidupan akuatik dan manusia

Sianida Meracuni kehidupan akuatik dan manusia

Keterangan :

TOC = Total Organic carbon COD = Chemical Oxygen Demand BOD = Biochemical Oxygen Demand TPH = Total Petroleum Hydrocarbons TSS = Total Suspended Solids

Tabel 5.4 Batasan Air Limbah Untuk Industri di Indonesia

Parameter Konsentrasi, mg/L

COD 100 – 300

BOD 50 – 150

Minyak Nabati 5 – 10

Minyak Mineral 10 – 50

Zat Padat Tersuspensi (TSS) 200 – 400

pH 6.0 – 9.0

Temperatur 38 – 40 oC

Amonia bebas (NH3) 1.0 – 5.0

Nitrat (NO3-N) 20 – 30

Senyawa aktif biru metilen 5.0 – 10

Sulfida (H2S) 0.05 – 0.1

Fenol 0.5 – 1.0

Sianida (CN) 0.05 – 0.5

(10)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 9

5.3 Teknologi Pengolahan Air limbah

Pengolahan air limbah terutama ditujukan untuk mengurangi kandungan bahan pencemar

di dalam air, seperti senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba patogen dan senyawa

organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang ada di alam. Proses pengolahan

dilakukan sampai batas tertentu sehingga air limbah tidak mencemarkan lingkungan hidup.

Pengolahan air limbah dapat dibagi atas lima tahap pengolahan, yaitu :

1. Pengolahan awal (pretreatment)

2. Pengolahan tahap pertama (primary treatment)

3. Pengolahan tahap kedua (secondary treatment)

4. Pengolahan tahap ketiga (tertiary treatment)

5. Pengolahan lumpur (sludgetreatment )

Pengolahan awal dan tahap pertama melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk

menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dari aliran air limbah. Pengolahan tahap kedua

dirancang untuk menghilangkan zat-zat terlarut dari air limbah yang tidak dapat dihilangkan

dengan proses fisik biasa. Tahap ketiga merupakan pengolahan yang dilakukan untuk

menghilangkan kontaminan tertentu yang tidak dapat dihilangkan pada pengolahan tahap

pertama dan kedua.

Tahapan tersebut dimaksudkan untuk memudahkan dalam mengkategorikan dan

melaksanakan pengolahan sesuai dengan beban kandungan suatu air limbah. Kebanyakan dari

sistem pengolahan air limbah mempunyai tahap proses dan operasi seperti yang diperlihatkan

pada gambar 5.1. Air limbah masuk dari bagian kiri gambar tersebut dan melalui operasi yang

diperlukan untuk mencapai kualitas air yang diinginkan. Kombinasi operasi yang memungkinkan

begitu banyak, oleh karena itu setiap situasi harus dikaji untuk menentukan kombinasi terbaik.

Sebagai tambahan dari tahap-tahap pengolahan air limbah di atas , juga terdapat empat

kelas proses pengolahan limbah yaitu pengolahan secara fisik, kimia, termal, dan biologi.

Rangkuman dari masing-masing kelas proses pengolahan air limbah disajikan berturut-turut pada

tabel 5.5, tabel 5.6, tabel 5.7, dan tabel 5.8.

Dalam sub bab ini akan dibahas pengolahan awal dan tahap pertama secara singkat dan

(11)

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB IV – halaman 10

(12)

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB IV – halaman 11 Tabel 5.5 Rangkuman Proses Fisika Pengolahan Air limbah

Proses Aplikasi Keuntungan Kerugian

Pemisahan secara

Flotasi dengan udara Minyak, lemak, gemuk yang teremulsi , dan

(13)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 12 Tabel 5.5 Rangkuman Proses Fisika Pengolahan Air limbah ( Lanjutan)

Proses Aplikasi Keuntungan Kerugian

Stripping Zat organik volatil, dan beberapa zat organik

Tabel 5.6 Rangkuman Proses Kimia Pengolahan Air limbah

Proses Aplikasi Keuntungan Kerugian

Presipitasi Kimiawi Logam dan zat inorganik

Ion Exchange Logam, zat organik dan inorganik Reverse Osmosis Logam, zat organik dan

(14)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 13 Tabel 5.7 Rangkuman Proses Termal Pengolahan Air limbah

Proses Aplikasi Keuntungan Kerugian

Wet Air Oxidation Zat organik

berkonsentrasi tinggi,

Tabel 5.8 Rangkuman Proses Biologis Pengolahan Air limbah

Proses Aplikasi Keuntungan Kerugian

(15)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 14 Tabel 5.8 Rangkuman Proses Biologis Pengolahan Air limbah (Lanjutan)

Proses Aplikasi Keuntungan Kerugian

Trickling filters, Degradasi anaerobik Zat organik, organik

terklorinasi, dan

5.3.1 Pengolahan Awal dan Tahap Pertama

Tujuan dari pengolahan awal dan tahap pertama adalah untuk meminimalkan variasi

konsentrasi dan laju alir dari air limbah dan juga menghilangkan zat pencemar tertentu. Terhadap

beberapa jenis air limbah perlu diberikan pengolahan awal untuk menghilangkan zat pencemar

yang tak terbiodegradasi atau beracun, agar tidak mengganggu proses-proses selanjutnya.

Sebagai contoh air limbah yang akan ditangani secara biologis harus memenuhi criteria tertentu

yaitu : pH antara 6-9 ; total padatan tersuspensi < 125 mg/l ; minyak dan lemak < 15 mg/l ;

sulfida < 50 mg/l ; dan logam-logam berat umumnya < 1 mg/l. jenis operasi atau proses yang

dapat digolongkan ke dalam pengolahan awal dan tahap pertama, antara lain :

1. Penyaringan (Screening), berfungsi untuk menghilangkan partikel-partikel besar dari air

limbah. Alat ini dipakai pada industri pengalengan, bir, dan kertas. Terdapat berbagai jenis

alat penyaringan, misalnya, bar racks, static screens, vibrating screens, dan lain-lain.

2. Ekualisasi , tujuan dari proses ini adalah untuk mengurangi variasi laju alir dan konsentrasi

air limbah, agar mencegah pembebanan tiba-tiba (shock load). Bentuk alat ini umumnya

adalah kolam yang dapat dilengkapi dengan pengaduk atau tanpa pengaduk.

3. Netralisasi, proses ini umumnya dicapai dengan mencampurkan asam atau basa dengan air

limbah, tetapi jumlahnya tergantung pada proses hulu dan hilir yang dipakai. Kapur (CaO

(16)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 15 bersifta asam. Kebanyakan asam kuat dapat digunakan untuk menetralkan air limbah basa.

Kebanyakan air limbah memiliki kapasitas buffer yang rendah, sehingga perubahan kecil

dari asam atau basa dapat menimbulkan perubahan pH yang besar. Dengan alasan tersebut,

disarankan sistem netralisasi terdiri dari dua atau tiga tingkat dengan pengendalian pH

yang otomatis.

4. Sedimentasi, tujuannya adalah untuk menghilangkan zat padat yang tersuspensi. Partikel

tertentu, seperti padatan limbah kertas dan pulp atau domestik, akan menggumpal pada sat

partikel tersebut menuju dasar tangki sedimentasi, sehingga mempengaruhi laju

pengendapan. Ini dikenal dengan pengendapan flocculant. Partikel seperti pasir, abu, dan

batubara tidak menggumpal, ini dikenal dengan nama pengendapan discrete. Terdapat

berbagai jenis tangki sedimentasi, tetapi pada umumnya padatan dikeluarkan dari dasar

tangki secara mekanis.

5.3.2 Pengolahan Biologis

Pengolahan biologis termasuk dalam pengolahan tahap kedua. Tujuannya adalah

menghilangkan atau mengurangi kandungan senyawa organik atau anorganik dalam suatu air

buangan. Fungsi ini dapat dicapai dengan bantuan aktivitas mikroorganisme gabungan (mixed

culture) yang heterotrofik. Mikroorganisme mengkonsumsi bahan-bahan organik untuk

membentuk biomassa sel baru serta zat-zat organik dan memanfaatkan energi yang dihasilkan

dari reaksi oksidasi untuk metabolismenya.

Deskripsi secara umum dari proses ini ditunjukkan oleh gambar 5.2. Mikroorganisme

dalam proses biologic akan sangat tergantung pada zat organik yang terdapat dalam air buangan.

Apabila zat organik yang tersedia kurang mencukupi, maka mikroorganisme akan menopang

hidupnya dengan mengkonsumsi protoplasma. Proses ini disebut respirasi endogen (endogenous

respiration). Jika kekurangan zat organik ini berlangsung terus, mikroorganisme akan mati

kelaparan atau mengkonsusmsi seluruh protoplasma hingga yang tersisa adalah residu organik

yang relatif stabil.

Proses biologis untuk mengolah air buangan, jika ditinjau dari pemanfaatan oksigennya,

dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok utama, yaitu :

1. Proses aerobik

2. Proses anaerobik

3. Proses anoksid, dan

(17)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 16

Limbah Organik

Mikroorganisme baru

Nonbiodegra da ble Residu

CO2 + H2O Energi

Sintesis Respirasi

Endogenous

Gambar 5.2 Oksidasi Biologis Sempurna dari Buangan Organik

Masing – masing proses ini masih dibedakan lagi bertalian dengan apakah pengolahan

dicapai dalam suatu sistem pertumbuhan tersuspensi, sistem pertumbuhan yang menempel pada

media inert yang diam atau kombinasi keduanya. Disamping itu, proses biologis dapat pula

dikelompokkan atas dasar proses operasinya. Ada tiga macam proses yang termasuk dalam cara

pengelompokkan ini, yaitu :

1. proses kontinu dengan atau tanpa daur ulang,

2. proses batch, dan

3. proses semi batch.

Proses kontinu biasa digunakan untuk pengolahan aerobik air limbah kota dan industri,

sedangkan proses batch atau semi batch lebih banyak digunakan untuk sistem anaerobik.

5.3.2.1Lumpur Aktif

Sistem lumpur aktif termasuk salah satu jenis pengolahan biologis, dimana

mikroorganismenya berada dalam pertumbuhan tersuspensi. Prosesnya bersifat aerobik, artinya

memerlukan oksigen untuk reaksi biologisnya. Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan cara

mengalirkan udara atau oksigen murni ke dalam rekator biologis, sehingga cairan reaktor (mixed

liquor) dapat melarutkan oksigen lebih besar dari 2,0 mg/liter. Jumlah ini merupakan kebutuhan

minimum yang diperlukan oleh mikroba di dalam lumpur aktif.

Di dalam sistem biologis ini, mikroorganisme hidup dan tumbuh secara koloni. Koloni

ini berupa gumpalan-gumpalan kecil (flocs) yang merupakan padatan mudah terendapkan.

(18)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 17 (activated sludge). Tambahan kata aktif diberikan karena selain mereduksi substrat (buangan),

juga mempunyai permukaan yang dapat menyerap substrat secara aktif.

Secara prinsip satuan operasi proses lumpur aktif tanpa daur ulang dilukiskan dalam

gambar 5.3. Air buangan dalam keadaan tersuspensi. Di dalam reaktor konsentrasi zat organik

akanberkurang karena adanya aktivitas mikroorganisme. Kondisi aerobik dicapai dengan aerasi

yang juga berfungsi untuk menjaga kandungan rekator senantias tersuspensi dengan baik. Secara

kontinu keluaraan dari reaktor (overflow) dialirkan ke dalam tangki pengendap, untuk

memisahkan fraksi padat dan cair. Pemisahan fraksi padat ini dapat dilakukan secara gravitasi

karena berat jenis padatan lebih besar daripada air.

Settler Aeration tank

Influent Efluent

Waste sludge

Gambar 5.3 Satuan Proses Pengolahan Biologik Kontinu Tanpa Daur Ulang

Banyak modifikasi telah dilakukan terhadap sistem lumpur aktif, tetapi secara

keseluruhan sistem pengolahan dengan lumpur aktif dapat dicirikan dengan tanda-tanda sebagai

berikut :

1. Menggunakan lumpur mikroorganisme yang dapat mengkonversi zat organik terlarut dalam

air buangan menjadi biomassa baru dan zat anorganik.

2. Pengolahan dengan lumpur aktif memungkinkan terjadinya pengendapan sehingga keluaran

hanya sedikit mengandung padatan mikroba.

3. Pengolahan dengan lumpur aktif mendaur ulang sebagian lumpur mikroorganisme dari

tangki pengendap ke reaktor aerasi, kecuali pada reaktor aliran yang teraduk baik (continuous

stirred tank), kadang-kadang mikroorganisme tidak perlu didaur ulang.

4. Kinerja pengolahan dengan lumpur aktif bergantung pada waktu tinggal sel rata-rata di

dalam reaktor (mean cell residence time).

Sistem pengolahan dengan menggunakan lumpur aktif mempunyai beberapa macam

(19)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 18

5.3.2.2Laguna Teraerasi (Aerated Lagoon)

Suatu laguna teraerasi biasanya berbentuk kolam dengan kedalaman antara 2,5 hingga 5

m dan luas hingga beberapa hektar. Penambahan oksigen ke dalam laguna dilakukan dengan

pengadukan atau difusi udara. Dalam laguna aerobik, oksigen terlarut dan padatan tersuspensi

teraduk dengan baik, dan mikroorganisme yang bekerja pun termasuk mikroorganisme aerobik.

Kebutuhan energi untuk laguna aerobik berkisar antara 14 – 20 hp/sejuta gallon.

Bagi laguna fakultatif ( facultative lagoons ) hanya bagian permukaan saja yang diaduk,

dan sebagian dari padatan akan mengendap di dasar kolam. Padatan tersebut akan

terdekomposisi oleh mikroorganisme anaerobik, sedangkan prodeuk dari proses ini akan

dioksidasi oleh organisme yang tumbuh di atasnya. Kebutuhan energi untuk laguna fakultatif

relatif lebih rendah dibanding dengan laguna aerobik yaitu antara 4 – 10 hp/satu juta gallon.

Gambar 5.4 memperlihatkan suatu konfigurasi yang optimal bagi laguna, yaitu sebuah

laguna aerobik disusul dengan laguna fakultatif dan laguna pengendap bila diperlukan untuk

membersihkan padatan tersuspensi pada aliran keluar (effluent).

Gambar 5.4 Konfigurasi Laguna yang Terdiri dari Laguna Aerobik, Fakultatif, dan

Pengendapan

Laguna aerobik mendegradasi organik terlarut, tetapi menambah konsentrasi biomassa /

mikroorganisme. Waktu tinggal hidaraulik dalam laguna aerobik sekitar 1-3 hari. Laguna

fakultatif mengurangi BOD yang tersisa dan sebagian besar dari padatan tersuspensi dengan

waktu tinggal sekitar 3-6 hari. Bila padatan tersuspensi dari aliran keluar harus lebih kecil dari

50 mg/l, maka diperlukan sebuah laguna pengendapan.

Sistem laguna seperti di atas mempunyai efisiensi pengurangan zat organik yang tidak

(20)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 19 kelebihnan yaitu tidak diperlukan pengeluaran lumpur dari sistem, tetapi kelemahan yang nyata

adalah memerlukan tanah yang relatif luas.

5.3.2.3Saringan Percik (Trickling Filters)

Saringan percik merupakan sistem biologis unggun-terjejal (packed bed) yang terdiri dari

tumpukan batu atau bahan yang terbuat dari plastik. Bahan tersebut dikenal dengan nama

medium penunjang (support medium) yaitu penunjang pertumbuhan lapisan mikroorganisme

(biofilm) di permukaannya. Mikroorganisme yang tumbuh adalah jenis aerobik.

Cara kerja proses ini adalah sebagai berikut : ketika air limbah melewati tumpukan

media, zat organik mengalami dekomposisi oleh mikroorganisme yang hidup dalam biofilm

dengan bantuan oksigen yang terdifusi melalui lapisan tersebut. Gas karbon oksida yang

terbentuk kemudian dilepaskan keluar lapisan, ilustrasi sederhana dari proses tersebut

diperlihatkan gambar 5.5.

medium

biofilm Air limbah organik

produk akhir oksigen

karbondioksida

udara

Gambar 5.5 Skema Sederhana Proses yang Terjadi di dalam Suatu Saringan Percik

Tinggi unggun yang banyak digunakan bergantung pada jenis media; untuk media batu,

tinggi yang umum adalah 1 hingga 3 m, dengan ukuran media antara 6-10 cm. Penggunaan

media batu mulai ditinggalkan dan diganti dengan bahan yang terbuat dari plastik, karena media

plastik dapat ditumpukkan hingga ketinggian 13 m dan dapat beroperasi dengan laju 4 gal/ft2

menit. Hal ini disebabkan hilang tekan (pressure drop) dari bahan plastik lebih rendah

dibandingkan dengan media batu.

Saringan percik tidak dapat mengurangi kandungan BOD lebih dari 85% secara

(21)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 20 proses lumpur aktif. Bila ingin mendapatkan aliran ke luar dengan kualitas yang baik, sebagian

dari aliran dapat disirkulasikan balik ke dalam sistem, seperti yang terlihat pada gambar 5.6.

Trickling Filter

Rock or plastic packing

Waste water

Clarifier

recycle effluent

effluent

sludge

Gambar 5.6 Sistem Saringan Percik

5.3.2.4Kontaktor Biologis Putar (Rotary Biological Cantactors)

Kontaktor biologis putar atau dikenal dengan nama RBC terdiri dari sejumlah piringan

(discs) yang dipasang pada poros yang berputar, seperti pada gambar 5.7. Sekitar 40% dari

volumenya terndam dalam tangki yang berisi air limbah. Piringan adalah tempat bertumbuhnya

lapisan mikroorganisme (bio-film), dengan ketebalan lapisan antara 1 hingga 4 mm.

Proses yang terjadi pada sistem ini adalah sebagai berikut : ketika piringan berputar dan

keluar dari air limbah, piringan membawa sejumlah air limbah untuk berkontak dengan udara,

sehingga mikroorganisme dapat mengoksidasi zat organik yang terlarut. Ketika piringan kembali

tercelup dalam air, gaya gesekan mengeluarkan kelebihan biomassa yang kemudian akan

(22)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 21

Waste water Treated effluent

Plastic-disc media Rotating biological

contactor

Gambar 5.7 Kontaktor Biologis Putar yang Dioperasikan Secara Seri

Piringan-piringan yang dipakai umumnya terbuat dari polietilen densitas tinggi (high

density polyethylene) dengan luas permukaan sekitar 37 ft2/ft3. Suatu unit kontaktor biologis

putar dapt berukuran hingga diameter 4 m dan panjang 8 m dengan luas permukaan 10.000 m2

dengan jumlah piringan mencapai ratusan. Suatu sistem kontaktor biologis biasanya terdiri dari

2-4 unit dipasang seri. Kinetika pengurangan BOD akan lebih baik bila dilaksanakan secara

bertahap. Kelebihan utama dari sistem ini dibandingkan dengan proses lumpur aktif adalah

energi yang diperlukan relatif rendah, sehingga ongkos operasinya lebih murah.

5.4 Pengolahan Air limbah Secara Anaerob

Proses pengolahan air limbah secara anaerob dipandang oleh banyak ahli (Speece, 1996;

Lettinga dkk, 1997) sebagai metoda-inti teknologi EPRP (Environmental Protection and

Resource Preservation) dan merupakan teknologi berkelanjutan (Sustainable Technology).

Kelebihan konsep pengolahan air limbah secara anaerobik dibandingkan dengan metoda

konvensional aerob adalah sebagai berikut :  proses berlangsung stabil,

 mengurangi biaya penangaan lumpur yang terbentuk,  mengurangi biaya kebutuhan nitrogen dan fosfor,  mengurangi kebutuhan luas lahan untuk instalasi,  menghemat energi,

 mengurangi pencemaran udara off-gas,

 menghindari terjadinya busa untuk limbah yang mengandung surfaktan,  mendegradasi zat organik yang tidak dapat diolah secara aerob,

 mengurangi tingkat toksisitas dari senyawa organik-terklorinasi,

(23)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 22 Kelebihan-kelebihan tersebut diterangkan lebih lanjut pada Speece (1996). Walaupun memiliki

kelebihan-kelebihan, sistem anaerob memiliki pula beberapa kelemahan. Sebagai contoh, ada

beberapa keadaan yang tidak cocok untuk proses anaerob yaitu diantaranya : apabila temperatur

limbah relatif rendah (< 20 oC), limbah memiliki kandungan organik yang relatif rendah, limbah

tidak memiliki alkalinitas yang mencukupi atau baku mutu BOD untuk keluaran sangat rendah

(< 20 mg/L). Keuntungan lain prose anaerobik dibandingkan proses aerobik dapat dilihat pada

tabel 5.9.

Tabel 5.9 Perbandingan Neraca Karbon dan Energi antara Proses Aerobik dan Anaerobik

Neraca Proses Aerobik Proses Anaerobik

Karbon 50% diubah menjadi biomassa dan 50% menjadi CO2

95% diubah menjadi biogas dan 5% menjadi biomassa

Energi 60% disimpan dalam jumlah besar pada sel baru yang terbentuk dan 40% hilang sebagai panas

Hampir 90% energi dalam zat organik diperoleh kembali dalam biogas, 5-7 % digunakan untuk pertumbuhan sel dan 2-5 % dibuang sebagai panas

(Sumber : Sahm, 1984)

Penggunaan pengolahan air limbah secara anaerobik lebih lanjut pada masa mendatang

akan semakin meluas, hal ini sebagian disebabkan oleh penerapan teknologi reaktor anaerobik

yang makin baik dan penggunaan bioreaktor berkecepatan tinggi (high-rate bioreactor)

merupakan kunci suskses dari proses anaerob.

Penerapan teknologi anaerob dalam mengolah air limbah, pada saat ini telah atau akan

mencakup :

 hampir semua jenis air limbah industri : larut atau sebagian larut; konsentrasi tinggi atau rendah; kompleks atau sederhana,

 limbah domestik, baik skala kecil maupun besar,  limbah agroindustri.

Contoh-contoh industri skala nyata yang telah menggunakan proses aerob : etanol, gula, bir,

asam sitrat, selulosa, industri makanan, enzim, pengolahan ikan, pengolahan daging,

pemotongan hewan, pengolahan susu, farmasi, kelapa sawit, pengolahan karet, pati, pengalengan

sayuran/buah-buahan, ragi, kertas dan pulp dan lain-lain.

Proses anaerob dapat diintegrasikan dengan proses biologis (aerob), fisika atau kimia.

Perkembangan tersebut diperlukan untuk memenuhi baku mutu lingkungan yang makin ketat,

meningkatkan efisisensi sistem dan untuk pengambilan kembali (recover) produk yang

(24)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 23 Pada proses anaerobik, mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang dengan mengubah

zat organik air limbah menjadi gas metana dan CO2 tanpa kehadiran oksigen. Proses anaerobik

umumnya digunakan untuk mengolah air limbah dangan BOD diatas 4000 mg/l.

5.4.1 Biokimia dan Mikrobiologi Proses Anaerobik

Degradasi zat organik pada proses anaerobik merupakan proses mikroba yang rumit.

Degradasi zat organik terdiri dari beberapa reaksi berurutan yang saling tergantung dan paralel.

Proses tersebut melibatkan berbagai macam mikroorganisme dan menghasilkan rantai makan

mikroba pada 3 grup trofik yang berbeda (gambar 5.8) yang terdiri dari : mikroorganisme

hidrolitik, mikroorganisme asidogenesa, mikroorganisme metanogenesa.

1. Grup trofik 1 : Mikrorganisme Hidrolitik (MH)

Zat organik kompleks tidak dapat digunkaan langsung sebagai substrat oleh sel untuk

pertumbuhan dan pembentukan produk tanpa melewati proses hidrolisa. Pada proses

hidrolisa zat organik kompleks akan terhidrolisa menjadi produk terlarut dan diubah menjadi

molekul yang lebih kecil yaitu senyawa orgnaik yang sederhana agar dapat melewati

membran sel. Mikrorganisme yang berfungsi menghidrolisa bahan-bahan organik kompleks

(karbohidrat, protein, dan lipid) menjadi molekul organik sederhana (format, etanol, asetat,

laktat, propionate, butirat) dan CO2 serta gas H2 disebut Mikroorganisme Hidrolitik (MH).

Reaksi fermentasi terpenting dari MH, Mikroorganisme Asidogenesa (MA) dan

Mikroorganisme Metanogenesa (MM) disajikan pada tabel 5.10.

2. Grup trofik 2 : Mikroorganisme Asidogenesa (MA)

Zat organik sederhana produk dari hasil hidrolisa digunakan sebagai sumber karbon dan

energi oleh mikroorganisme untuk melangsungkan proses asidogenesa. Mikroorganisme

yang berperan dalam proses asidogenesa disebut Mikroorganisme Asidogenesa (MA).

Produk akhir dari proses asidogenesa adalah asam volatil rantai pendek seperti asam asetat,

format, bikarbonat dan H2.

3. Grup trofik 3 : Mikroorganisme Metanogenesa (MM)

Mikroorganisme metanogenesa adalah grup trofik akhir yang terpenting dalam sistem

anaerobik. MM tak dapat menggunakan hasil fermentasi grup trofik 1 yang mempunyai atom

karbon lebih dari 2 atom untuk pertumbuhannya maupun untuk produksi metana. MM

menggunakan sumber energi sederhana seperti: asetat, CO2 dan H2 atau format untuk

(25)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 24 Sebagian besar MM dalam sistem anaerobik memerlukan substrat khusus untuk

pertumbuhannya dan dapat dikelompokkan ke dalam:

a. Aceticlastic methanogens yang menggunakan asam asetat sebagai substratnya

membentuk metana.

b. Hydrogen utilizing bacteria (bakteri pengguna H2) yang dapat sebagian mengoksidasi

alcohol seperti etanol atau isopropanol menjadi asam asetat dan aseton. Asetat yang

dihasilkan kemudian digunakan untuk membentuk metana (Widel dan Wolfe, 1986).

Tabel 5.10 Reaksi Fermentasi Sistem Anaerobik (Tanpa kehadiran Sulfat dan Nitrat)

Reaktan Produk Hr

Reaksi Total :

C6H12O6 + 3 H2O -403,6

Reaksi Parsial :

Mikroorganisme Hidrolilitik (MH)

C6H12O6 + 2 H2O 2 etanol + HCO3- + 2 H+ -225,4

C6H12O6 2 laktat- + 2 H+ -198,1

C6H12O6 + 2 H2O butirat- + 2 HCO3- + 3 H+ + 2 H2 -254,4

C6H12O6 3 asetat- + 3H+ -310,6

C6H12O6 + HCO3- + H2O suksinat2- + asetat- + format- + 3 H+ -144

3 laktat- 2 propionat- + asetat- + HCO3- + H+ -164,8

2 laktat- + 2 H2O butirat- + 2 HCO3- + H+ + 2 H2 -56,2 Mikroorganisme Asidogenesa (MA)

Etanol + 2 HCO3- asetat- + 2 format- + H2O + H+ +7,0

Etanol + H2O asetat- + 2 H2 + H+ +9,6

Laktat- + 2 H2O asetat- + 2 H2 + HCO3- + H+ -3,96

Butirat- + 2 H2O 2 asetat- + 2 H2 + H+ -48,1

Benzoat- + 6 H2O 3 asetat- + 3 H2 + CO2 + 2 H+ +53,0 Suksinat- + 4 H2O asetat- + 2 HCO3- + 3 H2 + H+ +56,1 Propionat- + 3 H2O asetat- + HCOO3- + 3 H2 + H+ +76,1

Mikroorganisme Metanogenesa (MM)

asetat- + H2O CH4 + HCO3- -31,0

4 H2 + HCO3- + H+ CH4 + 3 H2 -135,6

4 HCO2 + H+ + H2O CH4 + 3 HCO3- -130,4

(Sumber : Tahurer, 1977)

Pada sistem anaerobik lebih dari 60% metana berasal dari asetat dan 30% samapi 40%

metana dihasilkan dari reduksi CO2. Jadi Aceticlastic methanogens memainkan peranan penting

dalam pembentukan metana. Aceticlastic methanogens yang utama adalah Methanosarcina dan

Methanochaeta (Methanothrix) yang pertumbuhannya relatif lambat yaitu sekitar 24 jam untuk

penggandaannya. Aceticlastic methanogens dapat mudah terhambat oleh mikroorganisme

pengguna H2 yang waktu penggandaannya hanya 1 sampai 4 jam. Dengan demikian

pembentukan metana dapat terhambat bila terjadi akumulasi H2. Mempertimbangkan hal ini

(26)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 25

CO2 Zat Organik Kompleks

Laktat

I. Mikroorganisme Hidrolitik

Format H+

Etanol Propionat Butirat

II. Mikroorganisme Asidogenesa

III. Mikroorganisme Metanogenesa

Asetat H2 Format

CH4 HCO3

-CO2 Tahap Hidrolisa

Tahap Asidogenesa

Tahap Metanogenesa

(27)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 26

5.4.2 Faktor-faktor Lingkungan yang mempengaruhi Kinerja Anaerobik

1. Komposisi Air limbah

Mikroorganisme anaerobik tidak hanya mendegradasi karbohidrat, protein dan lipid,

tetapi juga beberapa senyawa petrokimia seperti benzoate, asam phtalat, asam glutarat,

gliserol (Sahm, 1984). Senyawa aromatic yang lebih kompleks dapat didegradasi menjadi

metana misalnya : pembentukan metana dari vanillin, asam ferulat, phenol dan 4-hidroksi

benzoate. Saat ini nampaknya hanya sedikit senyawa organik yang tak dapat diuraikan oleh

mikroorganisme anaerobik, yaitu lignin, n-parafin, dan beberapa plastik.

Pemecahan zat organik secara langsung dihubungkan dengan produksi metana. Dari 1 kg

COD yang terdegradasi, kira-kira terbentuk metana 350 L. Buswell dan Mueller

mengembangkan persamaan untuk menghitung produksi metana dan CO2 dalam biogas dari

penentuan komosisi kimia limbah yang terdegradasi :

CnHaOb + (n - a/b - b/2) H2O  (n/2 – a/8 + b/4) CO2 + (n/2 + a/8 –b/4) CH4

Persamaan tersebut menunjukkan kandungan metana dalam biogas dikorelasikan

langsung dengan tahap oksidasi zat organik air limbah. Sebagai contoh jika alcohol diubah

menjadi biogas, maka gas akan mengandung metana sekitar 75%. Jika karbohidrat yang

digunakan maka kandungan metana berkisar 50%. Untuk limbah agro industri, konsentrasi

metana yang dapat dihasilkan dari substrat karbohidrat yaitu sekitar 50%, dari asam lemak

68% dan dari protein 70%. Konsentrasi metana yang teramati dari prakteknya jauh lebih

tinggi dari perhitungan di atas, karena ada bagian dari CO2 yang bereaksi pada fase cair.

Pada umumnya 85-95% COD keluaran air limbah agro industri dapat terbiodegradasi secara

anaerobik, seperti ditunjukkan oleh neraca karbon (gambar 5.9).

Pada gambar 5.9 terlihat bahwa lebih dari 80% karbon diubah menjadi biogas dan hanya

5-10% digunakan untuk produksi biomassa. Sintesa biomassa tertinggi terjadi pada air

limbah karbohidrat, sedangkan sintesa lebih rendah pada limbah asam lemak dan protein

(28)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 27 Anaerobic Reactor

100 %

80

-9

0%

Carbon in influent

Carbon in effluent

Carbon in anaerobic surplus sludge 5 - 10%

5 - 15% Carbon in biogas

Gambar 5.9 Neraca Karbon Untuk Proses Biometanasi

Pertumbuhan bakteri selain memerlukan karbon dan sumber energi juga membutuhkan

garam-garam organik untuk sintesa material. Massa sel bakteri (dasar kering) mengandung :

54% karbon, 20% oksigen, 10% hidrogen, 12% nitrogen, 2% fosfor, 1% sulfur dan sisanya

sodium, kalium, kalsium, magnesium, beberapa trace element seperti besi, mangan,

molybdenum, Zn, Cu, Ni, dsb.

Scherer, dkk (1980) menunjukkan bahwa pertumbuhan mikroorganisme metanogenesa,

Methanosarcina barkeri tergantung pada Co dan molybdenum. Schoheit, dkk (1978)

menemukan bahwa pertumbuhan Methanobacterium thermautotrophicum tergantung pada

nikel. Pembentukan sel 1 gram berat kering memerlukan sekitar 150 nmol nikel. Nikel

umumnya diperlukan untuk mikroorganisme metanogenesa. Hal ini disebabkan karena MM

mengandung kofaktor Tetrapyrole nikel, F430 yang terlibat dalam pembentukan metana

(Sahm, 1984).

Air limbah biasanya mempunyai nutrien mikro dan nutrien makro. Idealnya untuk proses

anaerobik kandungan C : N : P = 700 : 5 : 1 (Sahm, 1984) atau 580 : 7 : 1 (Malina, dkk,

1992). Pada umumnya air limbah industri tak mencukupi kebutuhan nutriennya dan harus

ditambah dari luar sistem. Proses anaerobik umumnya membutuhkan trace element yang

lebih bervariasi dibandingkan sistem aerobik. Penambahan mikro nutrien (Fe, Ni, Co, Mo)

pada sistem anaerobik seringkali merupakan kunci yang penting terutama selama tahap

adaptasi (Iza, 1984).

Sulfat diamati oleh beberapa peneliti merupakan penghambat bagi MM. Beberapa

(29)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 28  Sulfat Reducing Bacteria (SRB) dapat mendominasi MM di dalam substrat. Hal ini dihubungkan dengan fakta bahwa sedikit energi bebas yang berlebih dilepas selama

reduksi sulfat disbanding selama reduksi CO2 menjadi metana.

 Penghambatan MM oleh sulfida yang terbentuk selama reduksi sulfat. Sulfat sendiri tidak cukup toksik untuk menyisihkan MM, kecuali jika konsentrasi sulfida yang larut

melebihi 200 mg/l, maka aktivitas MM akan sangat terhambat. Hanya sulfida terlarut

yang menunjukkan toksisitas, karena terdapat dalam sel. Logam berat akan membentuk

endapan yang sukar larut dengan sulfida, penambahan logam seperti besi memberikan

kemudahan mengurangi konsentrasi sulfida terlarut. Sulfida juga data dirubah sebagai gas

H2S karena itu sulfida yang larut tergantung pada pH cairan dan komposisi gas.

Logam-logam berat bersifat toksik bagi populasi mikroorganisme anaerobik pada konsentrasi

yang sangat rendah. Toksisitas hanya mnyangkut ion logam bebas, karena itu toksisitas

sangat bergantung pada anion kompleks dan pengendapan anion. Hal tersebut menyebabkan

pembentukan garam sulfida menjadi penting, karena logam berat sulfida sangat sukar larut.

Solubilitas sulfida dari 3,7 x 10-19 untuk FeS sampai 8,5 x 10-45 untuk CuS. Kira-kira untuk

mengendapkan logam berat diperlukan 0,5 mg sulfida per mg logam berat. Jika sulfida yang

terjadi secara alami tak cukup mencegah toksisitas logam berat, sulfida ditambahkan dalam

bentuk ferro sulfat. Sulfida yang berlebihan akan dikeluarkan sebagai besi sulfida. Jika

penambahan logam berat masuk reaktor, logam-logam tersebut akan menarik sulfida dari

besi karena besi sulfida adalah logam berat yang paling mudah larut. Selama pH di atas 6,4

maka besi akan diendapkan sebagai besi karbonat, dengan demikian mencegah terjadinya

toksisitas besi terlarut. Tabel 5.11 menyajikan konsentrasi logam berat terlarut yang dapat

menghambat proses anaerobik.

Tabel 5.11 Konsentrasi Logam Berat Terlarut yang Dapat Menghambat Pada Reaktor Anaerobik

Kation Perkiraan konsentrasi (mg/L)

Fe++ 1 – 10

Zn++ 10-4

Cd++ 10-7

Cu+ 10-12

Cu++ 10-16

Kloroform dan halogen lain merupakan penghambat bagi MM. Pada konsentrasi kira-kira 1

mg/l. Detergen pada konsentrasi 15 mg/l menyebabkan kesulitan pada reaktor anaerobik.

Antibiotik monensin yang digunakan untuk aditif makanan ternak menyebabkan reduksi

(30)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 29 Untuk mencegah kegagalan proses anaerobik diperlukan identifikasi penghambat MM pada

tahap awal. Parameter yang biasanya digunakan sebagai indikator penghambat.

 Penurunan yield metana. Pada keadaan normal, yield metana sekitar 0,34-0,36 m3 CH4

per kg COD yang tersisihkan pada 35oC atau 0,91 – 0,93 m3 CH4 per karbon organik

yang diubah.

 Kenaikan konsentrasi asam volatil pada keadaan normal lebih kecil dari 150 mg/l dalam reaktor. Kenaikan konsentrasi asam volatil di atas 500 mg/l menunjukkan laju

pembebanan organik terlalu tinggi atau sistem telah terhambat. Kecenderungan naiknya

konsentrasi asam propionate adalah indikator yang baik bahwa MA telah terhambat.

2. Temperatur

Laju reaksi proses biologi sanagt tergantung pada temperatur. Kenaikan temperatur, yang

relatif dekat dengan rentang temperatur optimum, akan meningkatkan laju pertumbuhan

spesifik mikroorganisme (Grady dan Lim, 1980).

Reaksi katalis secara biologi menunjukkan tiga daerah temperatur, yaitu : temperatur

minimum (reaksi paling lambat yang mungkin terjadi), temperatur optimum (laju reaksi

maksimum) dan temperatur maksimum (pada temperatur yang lebih tinggi tak akan terjadi

reaksi lagi). Temperatur ini tergandung pada jenis mikroorganisme, yaitu ada yang disebut

psicrophilic (optimum pertumbuhan < 20oC), mesophilic (optimum pertumbuhan 20 – 45oC)

dan termophilic (optimum pertumbuhan > 45oC).

Laju reaksi Mm sangat tergantung pada temperatur. Laju reaksi akan bertambah dengan

kenaikan temperatur di atas 10oC. Dua kondisi optimum terjadi pada temperatur dekat 35oC

untuk mikroorganisme mesophilic (33oC- 42oC) (Stamps, 1989), dan antara 55-60oC untuk

termophilic (Stamps, 1989 ; Malina dan Difilippo, 1971). Pada temperatur 70oc atau di

atasnya laju pertumbuhan MM akan turun.

MM pengguna asetat yaitu Methanosarcina yang bersifat termophilic disebut sebagai

MethanosarcinaTM-1, dapat pula tumbuh pada temperatur lain, karena asetat sangat baik

terdegradasi menjadi biogas pada 60oC. Sampai sekarang semua MM lainnya digambarkan

sebagai tipe mesophilic. Walaupun kenyataan bahwa produksi gas lebih banyak diperkirakan

diperoleh pada rentang thermophilic, namun sangat jarang dilakukan.

Karena memerlukan energi yang besar untuk menjaga reaktor pada temperatur yang

tinggi. Selain itu mikroorganisme thermophilic sangat sensitif terhadap perubahan kondisi

(31)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 30 Sistem anaerobik sebaiknya dioperasikan pada temperatur yang dijaga konstan. Fluktuasi

ini tidak boleh melebihi 2oC per hari (Mossey, 1980). Temperatur yang konstan diperlukan

karena perbedaan kelaukan dari tiga grup trofik. MA lebih cepat menyesuaikan terhadap

perubahan kondisi daripada MM. Hal tersebut menyebabkan akumulasi produk asam-asam

organik. Akibatnya akan terjadi ketidakseimbangan yang dapat menjurus pada kegagalan

proses. Mempertimbangkan hal tersebut maka temperatur yang seragam lebih penting

daripada menjaga temperatur yang memberikan laju maksimum.

3. Hubungan pH dan Asam Volatil

Pertumbuhan mikroorganisme proses anaerobik sangat dipengaruhi pH. Hal ini akan

berpengaruh pada produksi gas metana. MM pengguna hidrogen sangat sensitif terhadap

perubahan pH. Pada umumnya pertumbuhan MM akan terjadi pada rentang yang relatif dekat

dengan pH optimum.

Proses konversi anaerobik pada umumnya beroperasi optimal pada ph mendekati netral.

Pada pengamatan salah satu spesies MM dalam digester, rentang pertumbuhan menunjukkan

pH dari 6,5 hingga 7,7 (Grady dan Lim, 1980). Rentang pH optimal pada pengolahan air

limbah adalah pada pH 6 hingga 8. Hal ini disebabkan MM mempunyai pH optimum 6

hingga 8 untuk pertumbuhannya.

Penyimpangan dari kondisi pH optimum antara lain disebabkan oleh umpan dari substrat,

produksi yang berlebihan dan akumulasi dari produk asam atau basa seperti asam-asam

lemak organik.

Percobaan dilakukan dengan mengamati pengaruh substrat yaitu format terhadap MM

pengguna hidrogen. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa MM hampir seluruhnya

terhambat pada pH di bawah 6,2. Aktivitas mikroorganisme hidrogen menurun pada pH

sedikit asam (6,3 hingga 6,6). Beberapa masalah akan timbul bila pH turun di bawah 6,5

(Sahm, 1984). Hal ini disebabkan asam-asam lemak berakumulasi menyebabkan turunnya

pH. Ketika pH mencapai 4,5 maka tak ada gas metana yang diproduksi, karena pada pH 4,5

MM yang mungkin rusak tak dapat diperbaiki lagi.

Gangguan ph biasanya ditandai dengan kenaikan asam-asam volatil secara mencolok

kesetimbangan dapat dikembalikan dengan cara merduksi laju umpan reaktor beberapa hari

atau dengan penambahan senyawa-senyawa alkali seperti Ca(OH)2. Konsentrasi asam-asam

volatil dan alkalinitas selama proses anaerobik tergantung konsentrasi dan komposisi air

(32)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 31 rendah disbanding air limbah yang lebih pekat. Maka dari itu rasio antara asam-asam volatil

dan alkalinitas menjadi kriteria terbaik untuk menilai kestabilan sistem. Rasio total asam

volatil sebagai asam asetat dibanding alkalinitas sebagai CaCO3 disarankan lebih kecil dari

0,1 (Sahm, 1984).

5.4.3 Bioreaktor Anaerob dan Penerapannya

Beberapa sistem pengolahan air limbah yang memenfaatkan proses anaerobik disajikan

pada gambar 5.10. Reaktor saringan anaerobik (Anaerobic Filter Reactor) mirip dengan saringan

percik aerobik. Lapisan biomassa tumbuh pada permukaan medium penunjang dengan aliran air

dapat dari atas atau bawah. Proses kontak anaerobik reaktor mirip dengan sistem lumpur aktif,

terdiri dari sebuah reaktor kemudian diikuti dengan tangki pengendap (clarifier) dan sebagian

dari lumpur dibalikkan ke dalam reaktor. Reaktor unggun-terfluidisasi anaerobik (anaerobic

fluidize-bed reactor) menggunakan pasir sebagai media penunjang pertumbuhan

mikroorganisme. Aliran dari bawah ke atas, sehinggga bioparticle (pasir + lapisan luar

mikroorganisme) berada dalam keadaan terfluidisasi. Upflow Anaerobik-Sludge Blanket (UASB)

agak mirip dengan unggun terfluidisasi, hanya saja tidak diperlukan media penunjang.

Mikroorganisme anaerobik membentuk gumpalan (floc) yang menyerupai selimut (blanket).

Pada umumnya, reaktor unggun-terfluidisasi adalah sistem yang paling efisien, tetapi

juga paling mahal. Tabel 5.13 memperlihatkan kinerja (performance) reaktor unggun

terfluidisasi dengan reaktor saringan dan UASB untuk air limbah dengan konsentrasi 13.700 mg

COD/l yang berasal dari pabrik kertas.

Efisiensi pengurangan COD untuk proses anaerobik berkisar antara 85-90%. Tetapi yang

perlu dicatat adalah aliran masuk ke dalam reaktor mengandung COD yang tinggi, sehingga

aliran keluar belum memenuhi standar yang ada, untuk itu diperlukan pengolahan lebih lanjut,

misalnya dengan proses aerobik. Penggunaan sistem anaerobik pada pengolahan limbah industri

(33)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 32

Wastewater

Effluent recycle Effluent

Offgas

Packed Bed

Anaerobic Filter Reactor

Anaerobic Contact Reactor

Fluidized-Bed Reactor

Wastewater

Fluidized bed (sand) Offgas

Effluent

Effluent recycle Wastewater

Offgas

Degasifier

Effluent

Clarifier

Solid recycle

Wastewater Offgas

Effluent

Sludge blanket

Upflow Anaerobic Sludge Blanket

(UASB)

Gambar 5.10 Berbagai Jenis Reaktor Yang Digunakan Untuk Mengolah Air

(34)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 33 Tabel 5.12 Penggunaan Proses Anaerobik dalam Skala Industri

Wastewater Cont

Tabel 5.13 Kinerja Reaktor Unggun Terfluidisasi Dengan Reaktor Saringan dan UASB Untuk Limbah Pabrik Kertas

Anaerobik reaktor

Anaerobik Filter Upflow Anaerobik Sludge

blanket Methane generated, m3/kg COD

(35)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 34

5.5 Bioreaktor Membran Untuk Pengolahan Air limbah

Bioreaktor membran yang banyak digunakan untuk pengolahan air limbah merupakan

kombinasi dari teknologi pemisahan membran (Membrane Separation Technology) dengan

bioreaktor. Secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut : limbah yang mengandung zat

organik masuk ke dalam bioreaktor (tangki aerasi) untuk mengalami reaksi degradasi dan

oksidasi. Kemudian cairan beserta biomassa dari tangki aerasi dipompakan ke unit filtrasi

membran, sehingga biomassa dapat dipisahkan dari air yang telah diolah (treated water). Filtrat

akan sebagai aliran keluar, sedangkan konsentrat (biomassa) disirkulasikan balik ke tangki

aerasi. Biomassa berlebih dapat dikeluarkan secara berkala melalui kerangan lumpur.

Pengolahan air limbah konvensional secara aerobik (Activated Sludge) sangat sulit

ditingkatkan kemampuan pembebanannya, sehingga seringkali diperlukan luas lahan yang cukup

besar untuk pengolahan limbah. Hal ini disebabkan oleh dibatasinya konsentrasi mikroba

maksimum dalam tangki aerasi yaitu sekitar 5 – 8 kg/m3. Apabila batas ini dilewati akan muncul

masalah dalam pengendapan di bak sedimentasi, sehingga kualitas keluaran (effluent) akan

memburuk. Dengan luas lahan yang cukup besar, maka biaya investasi akan meningkat. Di

samping itu, dalam banyak kasus, industri tertentu seringkali menghadapi kendala lahan,

sehingga pemakaian pengolahan limbah konvensional tidak memungkinkan. Dalam kasus-kasus

seperti ini bioreaktor membran akan merupakan alternatif teknologi.

Beberapa hal pokok yang membedakan bioreaktor membran dengan teknologi aerobik

konvensional dikemukaan oleh van Dijk, dkk (1997), yaitu :

 Konsentrasi biomassa tinggi : konsentrasi biomassa dapat mencapai 35 kg/m3. hal ini akan mempercepat degradasi zat pencemar. Ukuran tangki aerasi bias menjadi relatif kecil

dibandingkan dengan teknologi konvensional.

 Produksi panas per satuan volume reaktor meningkat : akibat tingginya aktivitas mikroba, maka panas yang dilepaskan per satuan volume reaktor meningkat. Reaktor dapat bekerja

pada temperatur 35-40oC yang seringkali merupakan temperatur optimum bagi proses

biologis.

 Konsumsi oksigen : dengan konsentrasi biomassa yang tinggi maka kebutuhan oksigen per satuan waktu akan meningkat pula. Untuk mencapai keadaan ini diperlukan sistem pemasok

oksigen yang baik agar reaktor bisa tetap kompak.

 Kualitas keluaran sangat baik : ini biasa dipahami karena keluaran harus melalui membran terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Hal ini memperbesar peluang penggunaan

(36)

Lecture Notes

TK- 366 Pengelolaan Limbah Industri BAB V – halaman 35  Produksi biomassa rendah : produksi biomassa pada bioreaktor membran relatif rendah dibandingkan dengan sistem konvensional, akaibat temperatur yang tinggi dan pembebanan

(F/M) yang rendah.

Penerapan bioreaktor membran dalam skala nyata telah dipakai untuk mengolah : landfill

leachate, limbah dari industri kimia, industri kulit dan kertas / pulp. Penerapan bioreaktor

membran, saat ini, masih agak terbatas akibat diperlukannya energi yang tinggi untuk

mempertahamkan supaya kecepatan alir silang dan permeabilitas membran tetap tinggi. Hal

tersebut menimbulkan biaya yang cukup tinggi untuk pemisahan dengan membran.

Dengan menggunakan membran hollow-fibre dan teknik-teknik tertentu kebutuhan energi

dapat diturunkan secara nyata, di samping itu pengendalian terhadap pemisahan membran dapat

diatasi. Hal lain yang perlu dicatat adalah harga membran cenderung menurun secara nyata

dalam sepuluh tahun terakhir ini.

Hingga saat ini, bioreaktor membran digunakan dalam skala nyata untuk mengolah air

limbah yang relatif pekat, karena biaya pemisahan dengan membran masih relatif mahal.

Pengembangan teknologi membran dengan energi rendah dan biaya membran yang cenderung

makin murah menciptakan kemungkinan penggunaan bioreaktor membran menjadi lebih luas.

Teknologi ini membuka peluang penggunaan kembali air limbah, baik limbah industri maupun

domestik, pengurangan lumpur yang terbentuk dan luas lahan yang relatif kecil (small foot

print).

5.6 Pemilihan Proses Pengolahan Air limbah

Pemilihan teknologi pengolahan air limbah tidak terlepas dari pemahaman

masing-masing proses yang terlibat. Dengan mempertimbangkan keuntungan serta kerugian dari setiap

proses maka dapat dipilih proses yang paling tepat sehingga dihasilkan teknologi pengolahan

limbah yang efisien, baik dalam biaya (investasi dan operasi) dan energi serta efektif dalam

menghasilkan kualitas efluen yang sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan.

Langkah pertama dalam memilih proses yang tepat adalah mengkelompokkan

karakteristik kontaminan dalam air limbah menggunakan indikator parameter seperti dalam tabel

5.4. Pemilihan parameter dapat dibuat dengan menjawab daftar pertnyaan seperti yang disajikan

Gambar

Tabel 5.1 Peningkatan Lingkup Lokasi Kerja Prokasih Tahun Propinsi Sungai Ruas Sungai
Tabel 5.4 Batasan Air Limbah Untuk Industri di Indonesia Parameter Konsentrasi, mg/L
Gambar 5.1 Proses Pengolahan Limbah Industri Yang Dapat Dipilih
Tabel 5.6  Rangkuman Proses Kimia Pengolahan Air limbah  Aplikasi Keuntungan
+7

Referensi

Dokumen terkait