• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI ENERGI DARI PEMANFAATAN AIR LIMBAH INDUSTRI BIOETANOL BERBAHAN BAKU UBIKAYU (THINSLOP) DAN TETES TEBU (VINASSE)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POTENSI ENERGI DARI PEMANFAATAN AIR LIMBAH INDUSTRI BIOETANOL BERBAHAN BAKU UBIKAYU (THINSLOP) DAN TETES TEBU (VINASSE)"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

ENERGY POTENCY OF THE UTILIZATION OF BIOETHANOL INDUSTRIAL WASTEWATER MADE FROM CASSAVA AND

MOLASSES

By

DIAN ANGGRAINI

Bioethanol is one of the alternative sources of energy made from recycle material using the coals fossil fuel for production process. Wastewater resulted from the bioethanol production process which is made from cassava (called by thinslop) and molasses (called by vinasse) is one of potencial biomasses to produce biogas. Therefore it could be utilized to diminish the use of limited avalaibility of fossil fuels and produce environmentally friendly energy.

(2)

Based on the calculation, it is concluded that one kL of ethanol could produce thinslop as much as 7,22 m3/kL of ethanol which could produce energy as big as 2.166,07 MJ/kL of ethanol as it is utilized. As a result it could diminish the use of electrical energy from coals in its production process to be 281,01 kWh/kL of ethanol. Energy potency as resulted from vinasse utilization could produce 11.151,05 MJ/kL of ethanol from 14,41 m3/kL of ethanol. It could subtitute 100 percent of the use of electrical energy from coals and produce more excess electrical power as big as 397,10 kWh/kL of ethanol, equal with Rp. 287.127,50/kL of ethanol.

(3)

ABSTRAK

POTENSI ENERGI DARI PEMANFAATAN AIR LIMBAH INDUSTRI BIOETANOL BERBAHAN BAKU UBIKAYU (THINSLOP) DAN TETES

TEBU (VINASSE)

Oleh

DIAN ANGGRAINI

Bioetanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui dan menggunakan bahan bakar fosil berupa batu bara dalam proses produksinya. Air limbah yang dihasilkan dari proses produksi bioetanol berbahan baku ubikayu (thinslop) dan tetes tebu (vinasse) merupakan salah satu biomassa yang berpotensi dalam menghasilkan biogas. Pemanfaatan biogas dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil yang semakin terbatas ketersediaannya dan menghasilkan energi yang ramah lingkungan.

Penelitian dilakukan dengan metode studi literatur, yaitu mengumpulkan data dari hasil pengamatan terhadap parameter COD, volume gas, dan konsentrasi gas metana pada thinslop dan vinasse. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data yang terkumpul disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, kemudian dianalisis secara deskriptif. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui potensi biogas, potensi gas metana, dan potensi energi dari thinslop dan vinasse

(4)

Berdasarkan perhitungan didapatkan bahwa satu kL etanol dapat menghasilkan

thinslop sebanyak 7,22 m3/kL etanol yang apabila dimanfaatkan akan menghasilkan energi sebesar 2.166,07 MJ/kL etanol. Melalui pemanfaatan

thinslop maka penggunaan energi listrik dari batu bara dapat berkurang menjadi 281,01 kWh/kL etanol. Potensi energi yang dihasilkan vinasse sebanyak 14,41 m3/kL etanol yaitu 11.151,05 MJ/kL etanol. Energi tersebut dapat menggantikan 100 persen penggunaan energi listrik dari batu bara dan menghasilkan kelebihan energi listrik (excess power) sebesar 397,10 kWh/kL etanol yang setara dengan Rp 387.172,50/kL etanol.

(5)

POTENSI ENERGI DARI PEMANFAATAN AIR LIMBAH INDUSTRI BIOETANOL BERBAHAN BAKU UBIKAYU (THINSLOP)

DAN TETES TEBU (VINASSE)

(Skripsi)

Oleh : Dian Anggraini

0814051036

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Skema potensi energi air limbah bioetanol berbahan baku ubikayu

(thinslop) dan tetes tebu (vinasse) ... 5

2. Mekanisme fermentasi secara umum ... 10

3. Proses produksi bioetanol dari bahan berpati ... 13

4. Skema proses produksi bioetanol berbahan baku ubikayu ... 14

5. Tahapan proses pembentukan gas metana ... 22

6. Hasil pengukuran suhu air limbah bioetanol berbahan baku ubikayu (thinslop) dan tetes tebu (vinasse) ... 25

7. Hasil pengukuran pH air limbah bioetanol berbahan baku ubikayu (thinslop) dan tetes tebu (vinasse) ... 26

8. Bioreaktor dengan pengumpanan thinslop ... 32

9. Bioreaktor dengan pengumpanan vinasse dengan jumlah load COD sebesar 2 g/L.hari ... 33

10. Diagram alir konversi dari proses produksi bioetanol berbahan baku ubikayu menjadi thinslop ... 40

11. Diagram alir konversi dari proses produksi bioetanol berbahan baku tetes tebu menjadi vinasse ... 41 12. Hasil pengukuran COD influent dan COD effluent air limbah

(7)

bioetanol berbahan baku ubi kayu (thinslop) (Maryanti, 2011)

dan tetes tebu (vinasse) (Amelia, 2012) ... 43 14. Potensi energi air limbah proses produksi bioetanol thinslop dan

vinasse ... 47 15. Diagram alir proses produksi dan penggunaan energi pada

industri bioetanol ... 50 16. Perbandingan antara penggunaan energi dari bahan bakar fosil

dengan potensi energi setara listrik yang dapat dihasilkan dari

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR ISTILAH ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kerangka Pemikiran ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Potensi Ubikayu dan Tetes Tebu ... 6

B. Bioetanol ... 8

C. Proses Produksi Bioetanol ... 10

D. Air Limbah Industri Bioetanol ... 15

1. Air Limbah Industri Bioetanol Berbahan Baku Ubikayu (Thinslop) ... 16

2. Air Limbah Industri Bioetanol Berbahan Baku Tetes tebu (Vinasse) ... 16

E. Proses Anaerobik dalam Pengolahan Air Limbah ... 19 F. Pengolahan Air limbah Industri Bioetanol Berbahan Baku Ubikayu

(9)

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

B. Alat dan Bahan ... 30

C. Metode Penelitian ... 31

D. Pelaksanaan Penelitian ... 33

1. Pengumpulan Data ... 33

2. Penghitungan Potensi Energi Air Limbah Bioetanol ... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Perkembangan Bioetanol di Indonesia ... 36

B. KarakteristikAir Limbah Industri Bioetanol Berbahan Baku Ubikayu (Thinslop) dan Tetes Tebu (Vinasse) ... 38

C. Perhitungan Potensi Energi Air Limbah Bioetanol Berbahan Baku Ubikayu (Thinslop) dan Tetes Tebu (Vinasse) ... 42

D. Pemanfaatan Biogas dari Air Limbah Bioetanol Berbahan Baku Ubikayu (Thinslop) dan Tetes Tebu (Vinasse) ... 47

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 56

A. Simpulan ... 56

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(10)

DAFTAR ISTILAH

No. Kata Keterangan

1. Aklimatisasi Proses pengadaptasian mikroorganisme pada suatu kondisi baru dengan pemberian substrat baru agar dapat menjadi inokulum yang baik

2. Azeotrop (constant boiling mixture)

Campuran dua atau lebih komponen yang memiliki komposisi yang sama pada fasa uap dan fasa cairnya pada tekanan tertentu

3. Biodegradable Sifat yang dimiliki dari suatu benda, yaitu dapat didekomposisi dengan proses biologis alamiah 4. Biofuel Bahan bakar atau sumber energi yang mempunyai

sifat dapat diperbaharui karena berasal dari bahan organik

5. COD (Chemical Oxygen Demand)

Jumlah oksigen yang diperlukan untuk mendegradasi bahan organik yang terkandung di dalam air limbah secara kimiawi

6. COD removal Kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi bahan organik yang terkandung di dalam air limbah per satuan waktu pada bioreaktor

7. HHV (High Heating Value)

Nilai kalor yang diperoleh dari hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya

8. LHV (Low Heating Value)

Nilai kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air

9. Liquifaksi Proses pemecahan pati menjadi gula kompleks (dekstrin) dengan menggunakan enzim alfa amilase 10. Load COD Jumlah air limbah yang dimasukkan ke dalam

bioreaktor berdasarkan konsentrasi CODnya

11. Sludge Lumpur yang dihasilkan dari proses pengolahan air limbah dengan kandungan senyawa karbon yang sangat tinggi sebagai sumber inokulum

12. Thinslop Air limbah proses produksi bioetanol berbahan baku ubikayu

(11)
(12)

DAFTAR PUSTAKA

AGI. 2006. Program Pengembangan Bio-Ethanol Dari Tebu Tidak Jelas. http:// www.or.id/library/admin/attachment/clips/2006-08-30-287-0012-001-03-0899.pdf. Business News. Jakarta. Diakses pada Tanggal 10 Maret 2012.

Ali, S. 2002. Move Towards A Zero Liquid Discharge Distillery. 2nd FICCI-TERI Global Conference, New Delhi.

Amelia, J. R. 2012. Rekayasa Proses Aklimatisasi Bioreaktor Akibat Perubahan Substrat dari Thinslop ke Vinasse. Tesis. Universitas Lampung. Lampung. 82 Halaman.

Badan Pusat statistik. 2010. Statistik Indonesia. BPS. Jakarta

Bisnis.com. 2012. Kurs Transaksi Bank Indonesia, 19 Juli 2012. http://www. bisnis. com/articles/kurs-transaksi-bank-indonesia-19-juli-2012. Diakses pada Tanggal 22 Juli 2012.

Broto, W. dan R. Nur. 2010. Inovasi Teknologi Proses Industri Bioetanol

Dari Ubi Kayu Skala Perdesaan. http://www.scribd.com/doc/91606661/ 05-BB-Pascapanen-Bioetanol. Diakses pada Tanggal 10 Maret 2012. 68-81 Halaman.

Chaikut K., D. P. Preecha., P. Somchai., Kasem, and Jirawon. 1991. Waste Water Treatment System For Cassava Ethanol Distillery. Bangkok MIRCEN, Environmental and Resources Management Department, TISTR.

Cortez, L. A. B., and L. E. Perez. 1997. Experiences on vinasse disposal. Part III: Combustion of vinasse #6 fuel oil emulsions. Brazilian Journal of

Chemical Engineering. Vol 14 no. 1 Mar.

http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0104-66321997000100002&lng=en&nrm=iso&tlng=en. São Paulo. Brazil. Diakses pada Tanggal 10 Maret 2012.

(13)

Campuran Polyimide-Zeolit. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. 83 Halaman.

Farida, M. dan P. H. Inanda. 2010. Pabrik Bioethanol Dari Pati Ganyong. Dengan Proses Fermentasi . Dengan Dehidrasi Molecular Sieve. Skripsi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. 65 Halaman.

Grady. C. P. L. and H. C. Lim. 1980. Biological Wastewater Treatment, Theory and Applications. Marcel Dekker Inc. New York.

Gusmailina. 2010. Prospek Bioetanol Sebagai Pengganti Minyak Tanah. http://indobioethanol.com/sumber_lain.php. Diakses pada Tanggal 19 November 2011.

Hasanudin, U., E. Suroso., Risfaheri, dan Misgiyarta. 2007. Optimasi Fermentasi Air Limbah Tapioka Sebagai Sumber Biogas. Laporan Hasil Penelitian. Universitas Lampung. Lampung.

Harahap, F.M. 2009. Pembuatan Biogas Dari Limbah Cair Kelapa Sawit Sebagai Sumber Energi Listrik Dengan Kapasitas 237.600 Mwh/Tahun. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara. 149 Halaman.

Haryati, T. 2006. Biogas: Limbah Peternakan Yang Menjadi Sumber Energi Alternatif. Wartazoa 16(3):160-169.

Hoetman, A. R. 2012. Potensi Energi Umum dari Kementrian Ristek Staf Ahli Energi dan Material Maju. Seminar Nasional Teknik Kimia. Universitas Lampung.

Kaswinarni, F. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat Dan Cair Industri Tahu. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang. 106 Halaman.

Kompas. 2012. Harga Batu Bara Acuan Terus Menurun. http://bisniskeuangan. kompas.com/read/2012/07/17/16273582/Harga.Batu.Bara.Acuan.Terus. Menurun. Diakses pada Tanggal 22 Juli 2012.

Kussuryani, Y. dan A. Chairil. 2009. Aplikasi Sni 7390:2008, Analisis Bioetanol dan Campurannya dengan Bensin. LEMIGAS. Jakarta. 13 Halaman. Maryanti. 2011. Peningkatan Kinerja Reaktor Biogas Dalam pemngolahan Air

Limbah Industri Bioetanol Berbahan Baku Ubikayu. Tesis. Universitas Lampung. Lampung. 114 Halaman.

McCoy, M. 1998. Biomass Ethanol Inches Forward. Chemical And Engineering News. December 7, 1998: 29.

(14)

60

Medco. 2009. PT. Medco Ethanol Lampung Pengolahan dan pemanfaatan Air Limbah pabrik menjadi biogas Versi 2. Kotabumi. Lampung Utara. 54 Halaman.

Metcalf and Eddy Inc. 2003. Wastewater Engineering, Treatment, Disposal, Reuse, McGraw-Hill Series Water Resources and Environmental Engineering. McGraw-Hill Book Co. New York. 1819 Halaman. Murdiyatmo, U. 2006. Pengembangan Industrl Ethanol : Prospek, Kendala Dan

Tantangan. Workshop Nasional Bisnis Biodiesel dan Bioethanol di Indonesia. Jakarta.

Musanif, J. 2007. Bioetanol. http://www.agribisnis.deptan.go.id. Diakses 8 Maret 2012.

Nandy, T., S. Shastry., dan S. N. Kaul. 2002. Wastewater Management In A Cane Molasses Distilery Involving Bioresource Recovery. Journal Environmental Management. ment. 65, 25-38

Nurdyastuti, I. 2005. Teknologi Proses Produksi Bio-Etanol. http://www. Oocities.org/markal_bppt/publish/biofbbm/biindy.pdf. Diakses pada tanggal 10 Maret 2012. 75-83 Halaman.

Peraturan Gubernur Lampung No. 7 Tahun 2010. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha atau Kegiatan di Provinsi Lampung. http://www.google.co.id/url ?sa=t&rct=j&q=peraturan%20gubernur%20lampung%20tentang%20air %20limbah&source=web&cd=3&ved=0CC0QFjAC&url=http%3A%2F %2Fjdih.lampungprov.go.id. Diakses pada tanggal 23 April 2012. 9 Halaman.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 04 Tahun 2012. Harga Pembelian Tenaga Listrik oleh PT. PLN (Persero) dari Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Energi Terbarukan Skala Kecil dan Menengah atau Kelebihan Tenaga Listrik. http://prokum.esdm.go.id/permen/2012/Permen%20ESDM%2004%2020 12.pdf. Diakses pada tanggal 20 Juli 2012. 6 Halaman.

Polack, J. A., D. F Hari., dan Y. K. Cho. 1981. Gasohol dari Tebu-stillage Disposisi, Audubon Gula Institute. Louisiana State University. 47 Halaman.

Rikana, H. dan A. Risky. 2010. Pembuatan Bioethanol Dari Singkong Secara Fermentasi Menggunakan Ragi Tape. Universitas Diponegoro. Semarang. http://eprints.undip.ac.id/3674/1/makalah_bioethanol_Heppy _R.pdf. 4 Halaman.

(15)

(Gasohol BE-5 Dan BE-10). Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. 102 Halaman.

Supriyanto. 2007. Prospek Pengembangan Industri Bioetanol Dari Ubi Kayu. BPPT. Jakarta. http://balitkabi.bimasakti.malang.te.net.id/PDF/07-SUPRIYANTO%20BPPT.pdf. Diakses 8 Maret 2012. 8 Halaman. Supriyanto, T. dan Wahyudi. 2010. Proses Produksi Etanol Oleh Saccharomyces

cerivisiae Dengan Operasi Kontinyu Pada Kondisi Vakum. Universitas Dipenogoro. Semarang. http://eprints.undip.ac.id/13471/1/Artikel_ Ilmiah.pdf. Diakses 8 Maret 2012. 6 Halaman.

Suryanto. H. 1995. Bioteknologi Biomassa. http://andre4088.blogspot.com/ 2012/02/pemanfaatan-limbah-bioetanol.html. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Jakarta.

Widodo, R. 2012. Teknologi Proses Bioetanol PT. Medco Ethanol Lampung. Seminar Nasional Teknik Kimia. Universitas Lampung.

(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

(17)

Dalam proses produksi bioetanol terdapat perbedaan kebutuhan energi dan air limbah yang dihasilkan antara bioetanol berbahan baku ubikayu dan tetes tebu. Energi yang digunakan untuk proses produksi bioetanol berbahan baku ubikayu lebih banyak jika dibandingkan dengan energi yang digunakan untuk proses produksi bioetanol berbahan baku tetes tebu. Proses produksi bioetanol berbahan baku ubikayu akan menghasilkan air limbah yang disebut dengan thinslop, sedangkan proses produksi bioetanol berbahan baku tetes tebu akan menghasilkan air limbah yang disebut dengan vinasse. Air limbah yang dihasilkan umumnya mempunyai kandungan bahan organik yang cukup tinggi, seperti pati, protein, gula dan sedikit kandungan lipid. Limbah dengan kandungan bahan-bahan organik dalam konsentrasi tinggi merupakan limbah yang sesuai untuk diproses dalam sistem fermentasi anaerobik. Proses pengolahan air limbah secara anaerobik pada dasarnya merupakan penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme dalam kondisi tanpa oksigen dan menghasilkan biogas sebagai produk akhir (Kaswinarni, 2007).

(18)

3

Selain itu, dilakukan pengkajian terhadap adanya pemanfaatan energi tersebut di industri bioetanol.

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui potensi energi dari pemanfaatan air limbah industri bioetanol berbahan baku ubikayu dan tetes tebu.

2. Mempelajari kemungkinan pemanfaatan energi tersebut di industri bioetanol.

C. Kerangka Pemikiran

(19)

Kandungan bahan organik yang tinggi pada air limbah industri bioetanol memerlukan suatu pengolahan yang efektif dalam memanfaatkan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan organik pada kondisi terkontrol. Kondisi tersebut adalah kondisi anaerobik dimana mikroorganisme dapat hidup di lingkungan tanpa oksigen. Mikroorganisme yang memegang peranan penting dalam fermentasi anaerobik yaitu bakteri asetogenik dan metanaogenik. Mikroorganisme tersebut mendegradasi bahan organik menghasilkan gas metana, CO2, dan beberapa kandungan gas lainnya yang disebut biogas (Kaswinarni, 2007).

Biogas memiliki kandungan energi tinggi yang berpotensi sebagai penganti bahan bakar fosil. Nilai kalori dari 1 m3 biogas sekitar 6000 watt jam, setara dengan setengah liter minyak diesel. Biogas mengandung sekitar 75 persen gas metana, dimana semakin tinggi kandungan gas metana dalam bahan bakar, maka semakin besar kalor yang dihasilkan. Oleh karena itu, biogas juga memiliki karakteristik yang mirip dengan gas alam, sehingga dengan adanya pengolahan yang benar dapat digunakan sebagai pengganti gas alam dan penggunaan gas alam dapat dihemat (Harahap, 2009).

(20)

5

energi alternatif sehingga akan mengurangi dampak penggunaan bahan bakar fosil serta ramah lingkungan.

Dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan data dari hasil pengamatan terhadap suhu, pH, COD, volume gas, dan konsentrasi gas metana pada air limbah bioetanol berbahan baku ubikayu (thinslop) (Maryanti, 2011) dan tetes tebu (vinasse) (Amelia, 2012). Pembuatan biogas dari air limbah bioetanol thinslop

dan vinasse telah dilakukan dengan menggunakan bioreaktor anaerobik berkapasitas 50 L yang dilengkapi dengan pengaduk pada laboratorium yang sama. Data yang diperoleh akan digunakan untuk menghitung potensi gas metana, potensi biogas, dan potensi energi dari air limbah industri bioetanol (thinslop dan vinasse). Hal tersebut dilakukan dengan melakukan perhitungan konversi secara teoritis. Skema potensi energi air limbah bioetanol berbahan baku ubikayu dan tetes tebu dapat dilihat pada Gambar 1.

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Potensi Ubikayu dan Tetes Tebu

Bioetanol adalah bahan bakar yang menggunakan bahan nabati mengandung pati, yaitu ubikayu, sorgum, garut, ubijalar, sagu, dan jagung. Di Indonesia, bioetanol sangat potensial untuk diolah dan dikembangkan karena bahan bakunya merupakan jenis tanaman yang banyak tumbuh di negara ini dan sangat dikenal masyarakat. Sumber bioetanol yang cukup potensial dikembangkan di Indonesia adalah ubikayu (Manihot esculenta). Indonesia merupakan lima besar produsen ubikayu terbesar di dunia seperti yang dilansir FAO tahun 2009. Dari luas areal 50 juta hektar tahun 2009, produksi ubikayu Indonesia sebesar 22,4 juta ton. Data statistik menunjukan bahwa propinsi Lampung merupakan penghasil ubikayu terbesar di Indonesia sebesar 7.835.180 ton pertahun (BPS, 2010). Pengembangan bioetanol berbahan baku ubikayu diharapkan dapat menjadi solusi sumber energi terbarukan dan dapat meningkatkan pendapatan petani ubikayu sehingga harga ubikayu akan menjadi stabil.

(22)

7

rutin akan dipakai sebagai bahan baku industri etanol dan Mono Sodium Glutamat (MSG) mencapai 1,2 juta ton. Sisanya hanya 360.000 ton tetes tebu, yang dapat diproduksi menjadi etanol sebanyak 110.000 kiloliter, yang tersedia bagi bio-fuel energy (AGI, 2006). Ubikayu dan tetes tebu memiliki potensi yang cukup baik sebagai bahan baku dalam memproduksi bioetanol. Potensi dari beberapa jenis tanaman sebagai bahan baku bioetanol dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Potensi beberapa jenis tanaman sebagai bahan baku bioetanol No. Jenis Tanaman Hasil Panen

(Ton/ha/tahun)

(23)

B. Bioetanol

Bioetanol adalah etanol atau etil alkohol yang diproduksi oleh mikroba melalui proses fermentasi dengan bahan utamanya dari tumbuhan. Bioetanol saat ini yang diproduksi umumnya berasal dari bioetanol generasi pertama, yaitu bioetanol yang dibuat dari mono/disakarida (gula tebu, tetes tebu/molases) atau bahan berpati (jagung, ubikayu, sorgum, dll). Bioetanol diperoleh melalui proses fermentasi menggunakan yeast (khamir). Ragi yang dapat digunakan dalam proses fermentasi etanol adalah Saccharomyces cerevisiae (Supriyanto dan Wahyudi, 2010). Air limbah pengolahan bioetanol berbahan baku tetes tebu dan ubikayu dapat diolah untuk menghasilkan biogas untuk pemanas boiler dan pupuk K+ yang kaya Kalium dan unsur mikro yang sangat bermanfaat bagi tanaman, sedangkan limbah gas CO2 diproses menjadi liquid/solid CO2 untuk industri minuman berkarbonasi (Murdiyatmo, 2006).

Bioetanol berupa cairan bening tidak berwarna dan tidak berasa tetapi memiliki bau yang khas, mudah menguap, mudah terbakar, serta bersifat biodegradable. Etanol sering ditulis dengan rumus EtOH. Rumus molekul etanol adalah C2H5OH atau rumus empiris C2H6O. Secara teoritik tiap molekul glukosa akan menghasilkan 2 mol etanol dan 2 mol karbondioksida, serta melepaskan energi (Broto dan Nur, 2010). Dalam penggunaan satu kg glukosa yang kemudian difermentasi menggunakan yeast, maka akan menghasilkan 0,5111 kg etanol, 0,4889 kg CO2, dan 28,7 Kcal (Widodo, 2012).

(24)

9

sumber energi dalam industri dan kendaraan akan mengurangi pembuangan gas CO2 yang mengakibatkan pemanasan global. Etanol memiliki nilai oktan tinggi dapat menggantikan timbal sebagai peningkat nilai oktan dalam bensin. Nilai oktan bensin adalah 87-88, sedangkan bioetanol adalah 117. Pencampuran etanol dengan bensin akan mengoksigenasi campuran bahan bakar sehingga dapat terbakar lebih sempurna dan mengurangi emisi gas buang (seperti karbon monoksida/CO) (Rikana dan Risky. 2010). Manfaat pemakaian bioetanol di Indonesia yaitu memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair, mengurangi impor bahan bakar minyak, menguatkan security of supply bahan bakar, meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi mengurangi ketimpangan pendapatan individu dan antar daerah, meningkatkan kemampuan nasional dalam teknologi pertanian dan industri, mengurangi kecenderungan pemanasan global dan pencemaran udara (bahan bakar ramah lingkungan) serta berpotensi mendorong ekspor komoditi baru (McCoy, 1998).

(25)

dari dua sisi kepentingan, yaitu sisi produsen bioetanol dan dari segi petani penghasil bahan baku (Nurdyastuti, 2005).

C. Proses Produksi Bioetanol

Proses produksi bioetanol umumnya menggunakan sistem multiple feedstock. Sistem ini menggunakan dua jenis bahan baku, yaitu ubikayu dan tetes tebu sehingga bahan baku tersebut diatur waktu pengoperasiaannya dalam setahun. Teknologi proses produksi bioetanol berbahan baku ubikayu dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu persiapan bahan baku, fermentasi, dan destilasi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi bioetanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi 1 dan 2 pada Gambar 2.

enzym alfa amylase

H2O + (C6H10O5)n n C6H12O6 ………... (1) (pati) (glukosa)

Saccharomyces cerevisiae

(C6H12O6)n 2 C2H5OH + 2 CO2 ………… (2) (glukosa) (etanol)

Gambar 2. Mekanisme fermentasi secara umum

(26)

11

secara kimia menjadi gula kompleks (dextrin). Proses Liquifaksi selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses berubah menjadi lebih cair. Proses

liquifaksi dilakukan dengan tahapan yaitu penambahan air, pengaturan pH, pemanasan, gelatinisasi, liquifaksi pada suhu 90ºC dan sterilisasi pada suhu 120ºC. Gula kompleks (dekstrin) yang dihasilkan dari proses liquifaksi diubah menjadi gula sederhana (glukosa). Tahapan ini disebut dengan proses sakarifikasi. Proses Sakarifikasi menggunakan enzym glukoamilase untuk mengonversi dektrosa menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dengan kadar gula berkisar antara 5 hingga 12 persen. Pada proses ini akan menghasilkan 1,1 kg glukosa dari 1,0 kg pati (Sihaloho, 2009).

(27)

Bioetanol yang dihasilkan dari proses fermentasi memiliki kemurnian sekitar 30-40 persen. Bioetanol yang dapat dipergunakan sebagai bahan bakar adalah bioetanol dengan kemurnian 95 persen. Oleh karena itu diperlukan adanya perlakuan pemurnian melalui proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air. Destilasi merupakan proses pemisahan larutan berdasarkan titik didihnya. Titik didih etanol murni adalah 78ºC sedangkan air adalah 100ºC. Proses pemanasan larutan etanol dapat mengakibatkan sebagian besar etanol menguap pada suhu rentan 78-100ºC (Sihaloho, 2009). Terdapat dua tipe proses destilasi yang banyak diaplikasikan, yaitu continuous-feed distillation column system dan

pot-type distillation system. Selain tipe tersebut, dikenal juga tipe destilasi vakum yang menggunakan tekanan rendah dan suhu yang lebih rendah untuk menghasilkan konsentrasi alkohol yang lebih tinggi. Tekanan yang digunakan untuk destilasi adalah 42 mmHg atau 0.88 psi dan suhu yang digunakan pada bagian bawah kolom adalah 35ºC dan 20ºC di bagian atas (Musanif, 2007).

(28)

13

Gambar 3. Proses produksi bioetanol dari bahan berpati (Musanif, 2007)

Teknologi proses produksi bioetanol berbahan baku tetes tebu diproduksi melalui tahap fermentasi, destilasi, dan dekantasi tanpa melakukan proses pretreatment

dan liquifaksi. Secara garis besar, perbedaan proses produksi etanol menggunakan bahan baku ubikayu dibandingkan dengan menggunakan tetes tebu disajikan pada Tabel 2, sedangkan unit peralatan yang dipakai pada industri etanol dengan bahan baku ubikayu dibandingkan dengan menggunakan tetes tebu disajikan pada Tabel 3.

Tabel 2. Perbedaan proses produksi bioetanol menggunakan bahan baku ubikayu dibandingkan dengan menggunakan tetes tebu

Proses Etanol dari ubikayu Etanol dari tetes tebu

Pretreatment Ubikayu menjadi bubur ubikayu dengan kadar Total Sugar (TS) 15 persen

-

Liquifaksi Pemasakan bubur menjadi larut dan dekstrin (butuh uap air)

- Sakarifikasi Perubahan dekstrin menjadi gula - Fermentasi Proses fermentasi terjadi secara

(29)

Tabel 3. Unit peralatan yang dipakai pada industri bioetanol dengan bahan baku ubikayu dibandingkan dengan menggunakan tetes tebu

Peralatan Bahan baku ubikayu Bahan baku tetes tebu

Unit pretreatment Ada Tidak ada

Unit liquifaksi Ada Tidak ada

Unit sakarifikasi Ada Tidak ada

Unit fermentasi Jumlah fermentor 1,5 kali lebih banyak

Jumlahnya lebih sedikit

Unit destilasi Ada Ada

Unit dekantasi Ada Tidak ada

Tanki molasses Tidak ada Ada

Sumber: Supriyanto (2007)

Industri bioetanol biasanya menggunakan sistem multiple feedstock. Sistem ini menggunakan dua jenis bahan baku yang berbeda, yaitu ubikayu dan tetes tebu, dimana penggunaan kedua jenis bahan baku tersebut diatur waktu pengoprasiannya dalam setahun. Perbedaan tahapan produksi pembuatan bioetanol menggunakan ubikayu dan tetes tebu dapat dilihat pada Gambar 4.

(30)

15

D. Air Limbah Industri Bioetanol

Air limbah industri bioetanol tidak mengandung B3 (bahan dan limbah berbahaya serta beracun). Bioetanol tidak dihasilkan dari proses yang menggunakan bahan kimia, melainkan hanya proses biologi (enzimatik dan fermentasi). Air limbah pada proses produksi bioetanol berasal dari proses pencucian bahan baku, proses pengenceran, dan proses pemisahan bioetanol dan air limbah pada tahapan destilasi. Air tersebut berkontribusi dalam keragaman air limbah yang dihasilkan (Suryanto, 1995). Menurut Nandy, dkk. (2002) air limbah industri bioetanol yang langsung dibuang tanpa melalui pengolahan masih banyak mengandung garam, gula, karbohidrat, mineral dan unsur lain yang tersuspensi maupun yang terlarut dalam air. Adanya senyawa-senyawa tersebut dalam air limbah akan meningkatkan kandungan BOD (Biochemical Oxygen Demand), TSS (Total Desolved Solid), COD (Chemical Oxygen Demand), pH, nitrat dan unsur lain yang dapat menyebabkan pencemaran pada lingkungan. Parameter air limbah industri bioetanol yang sesuai dengan Peraturan Gubernur Lampung No. 7 Tahun 2010 tentang baku mutu air limbah industri bioetanol dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Baku mutu air limbah industri bioetanol

Parameter Kadar Maksimum dan Debit Buangan Air Limbah (mg/L)

BOD5 100

COD 200

TSS 6,0-9,0

Ph 0,5

(31)

1. Air Limbah Industri Bioetanol Berbahan Baku Ubikayu (Thinslop)

Air limbah yang ditimbulkan oleh industri bioetanol berbahan baku ubikayu disebut juga sebagai thinslop. Secara umum, thinslop memiliki pH rendah, suhu tinggi, kadar abu tinggi dan persentase dari bahan organik dan anorganik terlarut tinggi (Beltran et al., 2001). Kandungan BOD dan COD masing-masing antara 35.000 mg/L dan 50.000 mg/L (Nandy, dkk., 2002.). Tabel 5 menunjukkan katakteristik dari air limbah bioetanol berbahan baku ubikayu.

Tabel 5. Analisis kandungan air limbah industri bioetanol berbahan baku ubikayu

Parameter Kuantitas Satuan

Derajat Keasaman 4,0 pH

Temperatur 55 0C

BOD (biological oxygen demand) 35.000 ppm

COD (chemical oxygen demand) 50.000 ppm

OM (organic matter) 35.000 ppm

Volatile residu 34.000 ppm

Ash 10.000 ppm

Sumber : Suryanto (1995)

2. Air Limbah Industri Bioetanol Berbahan Baku Tetes Tebu (Vinasse)

(32)

17

bahwa pembuangan vinasse di sungai dapat menyebabkan kerusakan pada kehidupan air dikarenakan kandungan BOD yang tinggi, terutama bila bahan ini dibuang dalam volume besar. Di Brazil, sebagian besar vinasse yang dihasilkan dari produksi etanol digunakan sebagai pupuk karena kandungan kalium tinggi (Cortez dan Perez, 1997). Kandungan air limbah bioetanol berbahan baku tetes tebu secara umum terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6. Analisis kandungan air limbah industri bioetanol berbahan baku tetes

Total solids 30.000-70.000 1,87-4,37

Total nitrogen 300-800 0,01-0,05

Total phosphorus (as phosphates)

100-500 0,01-0,03

Total potassium (K2O) 2.000-3.000 0,12-0,19

Ash 3.000-10.000 0,19-0,62

Sumber : Cortez dan Perez (1997)

Air limbah vinasse memiliki jumlah lebih banyak jika dibandingkan dengan

(33)

kemudian akan diubah menjadi etanol (Amelia, 2012). Perbandingan karakteristik air limbah dari industri bioetanol berbahan baku tetes tebu dan ubikayu disajikan pada Tabel 7

Tabel 7. Spesifikasi air limbah industri bioetanol berbahan baku ubikayu dan tetes tebu

No. Bahan baku ubikayu Bahan baku tetes tebu 1. Limbah padat : - Padatan total (Total solid :

5-6 persen) Sumber: * Chaikut et al. (1991) dan Ali (2002)

** dalam Supriyanto (2007)

(34)

19

E. Proses Anaerobik dalam Pengelolaan Air Limbah

(35)

Tabel 8. Keuntungan dan kerugian fermentasi anaerobik

No. Keuntungan Kerugian

1. Energi yang dibutuhkan sedikit Membutuhkan waktu pembiakan yang lama

2. Produk samping yang dihasilkan Sedikit

Membutuhkan penambahan senyawa alkalinity

3. Nutrisi yang dibutuhkan sedikit Tidak mendegradasi senyawa nitrogen dan phospor

4. Dapat menghasilkan senyawa metana yang merupakan sumber energi yang potensial

Sangat sensitif terhadap efek dari perubahan temperatur

5. Hanya membutuhkan reaktor dengan volume yang kecil

Menghasilkan senyawa yang beracun seperti H2S

Sumber : Metcalf & Eddy (2003)

Pembentukan metana melalui metabolisme anaerobik merupakan proses bertahap dengan tiga tahap utama, yaitu hidrolisis, asidogenesis, dan metanaogenesis (Metcalf and Eddy, 2003). Tahap pertama adalah hidrolisis senyawa organik kompleks baik yang terlarut maupun yang tersuspensi dari berat molekul besar (polimer) menjadi senyawa organik sederhana (monomer) berupa senyawa tak terlarut dengan berat molekul yang lebih ringan. Hidrolisis molekul komplek dikatalisasi oleh enzim-enzim ekstraseluler seperti sellulase, protease, dan lipase. Lipida berubah menjadi asam lemak dan gliserin, polisakarida menjadi gula (mono dan disakarida), protein menjadi asam amino dan asam nukleat menjadi purin dan pirimidin.

(36)

21

tersebut adalah bakteri obligat anaerob dan sebagian yang lain bakteri anaerob fakultatif. Produk utama dari proses ini adalah asetat. Sekitar 70 persen dari COD (Chemical Oxygen Demand) semula diubah menjadi asam asetat. Pembentukan asam asetat kadang disertai dengan pembentukan karbondioksida atau hidrogen, tergantung kondisi oksidasi dari bahan organik aslinya.

(37)

Gambar 5. Tahapan proses pembentukan gas metana (Grady dan Lim, 1980, yang dimodifikasi)

Proses perubahan etanol menjadi asam asetat (CH3COOH) dan metana

Methanogenic Bacteria

(1) Bakteri memanfaatkan H2 untuk diubah

menjadi gas metana

(2) Bakteri memanfaatkan asam asetat untuk diubah menjadi gas metana (Acetoclastic Metana)

(3) Bakteri memanfaatkan asam format untuk diubah menjadi gas metana (as. lemak, gliserin, mono & disakarida, as. amino)

oleh enzim ekstraseluler hasil ekskresi bakteri hidrolitik Hidrolisis

Acidogenic Bacteria

Proses perubahan mikromolekul/bahan organik sederhana menjadi asam-asam organik, yaitu asam asetat (CH3COOH),

(38)

23

F. Pengolahan Air limbah Industri Bioetanol Berbahan Baku Ubikayu (Thinslop) dan Tetes Tebu (Vinasse) dalam Menghasilkan Biogas

Air limbah industri bioetanol berbahan baku ubikayu (thinslop) dan tetes tebu (vinasse) difermentasi di dalam bioreaktor anaerobik berkapasitas 50 L yang dilengkapi dengan pengaduk. Bioreaktor yang digunakan pada penelitian tersebut adalah bioreaktor Continous Strirer Reactor Tank (CSTR), dimana proses proses asidogenesis dan metanogenesis berlangsung di dalam satu reaktor. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan melakukan proses aklimatisasi air limbah. Aklimatisasi adalah proses pengadaptasian mikroorganisme pada suatu kondisi baru dengan pemberian substrat baru agar dapat menjadi inokulum yang baik. Aklimatisasi dilakukan dengan pengontrolan terhadap nilai pH. Nilai pH yang rendah akan mempengaruhi kinerja bakteri terutama bakteri pembentuk gas metana di dalam bioreaktor untuk mendegradasi bahan organik dalam air limbah. Hal tersebut dikarenakan bakteri metanogenik yang sangat sensitif terhadap perubahan pH tidak mampu beradaptasi dan mengakibatkan kematian. Bakteri metanogenik hanya dapat hidup dan bekerja pada pH optimal yaitu berkisar 6,4-7,4. Penurunan proses pendekomposisian beban substrat dalam air limbah ditandai dengan nilai COD removal yang rendah yang mengakibatkan perubahan substrat menjadi biogas terhambat.

(39)

telah dilakukan, proses aklimatisasi dilakukan dengan pemberian sludge sebagai sumber inokulum sebanyak 14,5 L. Penambahan thinslop sebagai substrat sebanyak 1 L dilakukan setiap hari. Proses aklimatisasi tersebut dilakukan sampai bioreaktor berkapasitas 50 L tersebut terisi penuh, yaitu selama 45 hari. Pengontrolan terhadap pH air limbah dilakukan setiap harinya. Proses penambahan sludge (SP6) dilakukan apabila terjadi penurunan pH dalam air limbah. Penambahan sludge (SP6) dilakukan karena bahan tersebut memiliki pH yang cukup tinggi, yaitu 8,2.

Penelitian lanjutan dilakukan setelah tahap aklimatisasi dianggap cukup dengan pH yang relative konstan yaitu sekitar 7,0 (netral). Perlakuan yang diberikan adalah dengan cara pengeluaran air limbah dari dalam bioreaktor, kemudian menggantinya dengan air limbah baru setiap harinya. Proses aklimatisasi yang baik mampu membuat mikroorganisme dapat mendegradasi bahan-bahan organik dengan baik sehingga menghasilkan biogas dengan konsentrasi gas metana yang optimal. Berikut ini adalah penguraian hasil pengamatan terhadap beberapa parameter pada air limbah industri bioetanol thinslop dan vinasse, yaitu :

1. Nilai Suhu

(40)

25

baik dan terjadi percepatan proses hidrolisis seiring dengan kenaikan suhu, dan suhu kryofil (< 22°C) dimana proses hidrolisis berjalan lambat (Metcalf dan Eddy, 2003).

Suhu air limbah di dalam bioreaktor pada penelitian vinasse dan thinslop sudah diatur dengan menggunakan tangki pengendali suhu yang terhubung dengan alat pengatur suhu. Suhu yang diukur adalah suhu air limbah yang keluarkan dari dalam bioreaktor setelah proses fermentasi setiap harinya. Hasil pengukuran suhu air limbah bioetanol (vinasse dan thinslop) dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Hasil pengukuran suhu air limbah bioetanol berbahan baku ubikayu (thinslop) (Maryanti, 2011) dan tetes tebu (vinasse) (Amelia, 2012)

Gambar 6 menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai suhu pada penelitian

(41)

optimum untuk proses anaerobik. Menurut wise et al. (2000) dalam Maryanti (2011), suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri mesofilik adalah 25-40°C dan suhu ideal untuk reaksi anaerobik di dalam bioreaktor adalah pada suhu 30-35°C (Grady dan Lim, 1980).

2. Nilai pH

Parameter derajat keasaman (pH) berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri dan disosiasi amoniak, sulfide dan asam-asam organik, yang merupakan senyawa penting dalam proses perombakan anaerobik. pH optimum pada pengolahan air limbah secara anaerobik berkisar 6-8. Nilai pH 7 (netral) dalam air limbah dapat memberikan hasil terbaik dalam meningkatkan produksi biogas. Hasil pengukuran pH air limbah bioetanol (vinasse dan thinslop) dapat dilihat pada Gambar 7.

(42)

27

Gambar 7 menunjukkan bahwa terjadi nilai pH pada kedua air limbah telah memenuhi kriteria untuk proses anaerobik dan pertumbuhan bakteri metanogenik, yaitu berkisar antara 7,47-7,63 untuk penelitian thinslop dan berkisar antara 7,51-7,78 untuk penelitian vinasse.

G. Biogas sebagai Sumber Energi

Biogas merupakan gas yang mudah terbakar yang dihasilkan dari proses penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat dalam limbah cair dengan bantuan bakteri anaerob dalam sebuah digester atau metana reaktor. Biogas sebagian besar mengandung 55-75 persen gas metana (CH4), 25-45 persen karbondioksida (CO2), dan beberapa kandungan gas yang jumlahnya kecil diantaranya 1-5 persen hidrogen (H2), 0-3 persen hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3) serta 0-0,3 persen nitrogen (N). Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi gas metana (CH4) (Cucu dan Oki, 2010).

(43)

Biogas dapat diubah menjadi beberapa bentuk energi, yaitu energi panas atau dengan bantuan generator diubah menjadi energi listrik maupun mekanik. Biogas sebanyak 28,23 m3 atau 1000 ft3 apabila dibakar akan menghasilkan energi panas yang setara dengan 6,4 gallon (1 US gallon =3,785 liter) butana atau 5,2 gallon gasolin (bensin) atau 4,6 gallon minyak diesel. Biogas sebanyak 150 ft3 per hari cukup untuk memasak pada rumah tangga dengan 4-5 anggota keluarga. Konversi energi biogas dan penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Konversi energi biogas dan penggunaannya

Penggunaan Energi 1 m3 biogas

Penerangan Sebanding dengan lampu 60-100 W

selama 6 jam Pengganti bahan bakar

 Solar 0,52 liter

 Minyak tanah 0,62 liter

Listrik Sebanding dengan 1,25 KWH listrik

Sumber: Kristoferson dan Bolkaders (1991) dalam Haryati (2006)

Gas metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbondioksida yang lebih sedikit. Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen air limbah karena gas metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global jika dibandingkan dengan karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon di atmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil.

(44)

29

dinyatakan dalam kal/kg atau Btu/lb. Panas pembakaran dari bahan bakar bisa dinyatakan dalam High Heating Value (HHV) dan Lower Heating Value (LHV).

High Heating Value merupakan panas pembakaran dari bahan bakar yang di dalamnya masih termasuk kalor latent dari uap air hasil pembakaran. Low Heating Value merupakan panas pembakaran dari bahan bakar setelah dikurangi kalor latent dari uap air hasil pembakaran (Cucu dan Oki, 2010). Nilai kalor pembakaran yang terdapat pada biogas berupa HHV dan LHV pembakarannya dapat diperoleh dari Tabel 10 berikut.

Tabel 10. Nilai kalor pembakaran biogas

Komponen High Heating Value (HHV) Lower Heating Value (LHV) (Kkal/m3) (Kkal/kg) (Kkal/m3) (Kkal/kg) Hidrogen (H2) 2.842,21 33.903,61 2.402,62 28.661,13 Karbon

monoksida (CO)

2.811,95 2.414,31 2.811,95 2.414,31 Gas Methan

(CH4) 8.851,43 13.265,91 7.973,13 11.953,76

(45)

III. METODOLOGI

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Mei-Juli 2012 untuk skala laboratorium.

B. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan pada penelitian adalah bioreaktor anaerobik berkapasitas 50 L yang dilengkapi dengan pengaduk, seperangkat komputer, dan kalkulator.

(46)

31

C. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode studi literatur. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data yang terkumpul disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, kemudian dianalisis secara deskriptif. Penelitian yang dilakukan adalah mengumpulkan data dari hasil pengamatan terhadap parameter COD, volume gas, dan konsentrasi gas metana pada air limbah bioetanol berbahan baku ubikayu (thinslop) (Maryanti, 2011) dan tetes tebu (vinasse) (Amelia, 2012). Data yang diperoleh digunakan untuk menghitung potensi gas metana, potensi biogas, dan potensi energi. Hal tersebut dilakukan dengan melakukan perhitungan konversi secara teoritis.

(47)

Gambar 8. Bioreaktor dengan pengumpanan thinslop (Maryanti, 2011)

Penelitian Amelia (2012) dilakukan dengan menggunakan air limbah industri bioetanol berbahan baku tetes tebu yang difermentasi di dalam bioreaktor anaerobik dengan kapasitas 50 L yang dilengkapi dengan pengaduk. Waktu Tinggal Hidrolik (WTH) air limbah dilakukan selama 35 hari di dalam bioreaktor. Limbah berupa sludge sebagai sumber inokulum dimasukkan ke dalam bioreaktor. Jumlah sludge yang dimasukkan ke dalam bioreaktor adalah sebesar 14,5 L (20-30% dari kapasitas bioreaktor). Penambahan thinslop sebesar 1 L per hari dilakukan sampai dengan pH stabil. Apabila terjadi penurunan pH, maka ditambahkan sludge (SP6). Penambahan vinasse dapat dimulai apabila pH limbah keluaran dari dalam bioreaktor telah stabil pada nilai 6,5-7,5 setiap harinya. Setiap hari dikeluarkan air limbah dari dalam bioreaktor dengan penggantian

vinasse baru sebanyak limbah yang dikeluarkan dengan load COD yang berbeda tiap minggunya (0,5 g/L.hari, 1,0 g/L.hari. 1,5 g/L.hari, dan 2,0 g/L.hari). Load

COD sebesar 2,0 g/L.hari merupakan beban maksimum dalam bioreaktor yang dijadikan sebagai data pengamatan. Parameter yang diambil sebagai data adalah COD, volume biogas, dan konsentrasi gas metana. Pengamatan terhadap volume biogas dilakukan setiap hari. Pengamatan terhadap COD dilakukan setiap 2 hari sekali. Pengamatan konsentrasi gas metana dilakukan setiap 7 hari sekali. Skema gambar bioreaktor terdapat pada Gambar 9.

28°C

Thinslop

50 L

(48)

33

Gambar 9. Bioreaktor dengan pengumpanan vinasse dengan jumlah load COD sebesar 2 g/L.hari (Amelia, 2012)

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan pengambilan data sekunder, yaitu semua data dan informasi yang diperoleh berdasarkan studi literatur terhadap hasil penelitian pada air limbah bioetanol berbahan baku ubikayu (thinslop) (Maryanti, 2011) dan tetes tebu (vinasse) (Amelia, 2012) menggunakan bioreaktor anaerobik dengan kapasitas 50 L yang dilengkapi dengan pengaduk. Data yang diambil adalah data dari hasil pengamatan terhadap parameter COD, volume gas, dan konsentrasi gas metana pada thinslop dan vinasse. Selain itu juga diperoleh data dan informasi dari penelusuran pustaka yang berkaitan dengan perhitungan potensi gas metana, potensi biogas, dan potensi energi yang dihasilkan dari air limbah bioetanol berbahan baku ubikayu (thinslop) dan tetes tebu (vinasse).

Vinasse load COD

2 g/L.hari Vinasse

load COD 2 g/L.hari

(49)

2. Penghitungan Potensi Energi Air Limbah Bioetanol

Penghitungan dilakukan dengan menganalisis data sekunder. Adapun tahapan dalam menghitung potensi energi limbah industri bioetanol adalah sebagai berikut:

1. Nilai pembebanan COD limbah 4. Konversi Nilai Biogas dan Gas Metana

(50)

35

b. Potensi Energi Setara Solar

Energi setara solar = Energi / nilai kalor solar Keterangan:

Energi setara solar = Jumlah potensi energi setara solar (L) Energi = Jumlah potensi biogas (MJ/ hari)

Nilai kalor solar = 42 MJ/L (Nakamura (2006) dalam Hasanudin, dkk. (2007))

c. Potensi Energi Setara Listrik

Energi setara listrik = Biogas x nilai setara listrik Keterangan:

Energi setara listrik= Jumlah potensi energi setara listrik (kW) Biogas = Jumlah potensi biogas (m3/ jam)

Nilai setara listrik= 1,25 kWh (Kristoferson dan Bolkaders (1991) dalam Haryati (2006))

d. Potensi Energi Setara Penerangan

Energi setara penerangan = CH4 x nilai setara penerangan Keterangan:

Energi setara penerangan = Jumlah potensi energi setara penerangan (kW)

CH4 = Jumlah potensi metana (m3/ jam) Nilai setara penerangan = 0,36-0,6 kWh (Kristoferson dan

(51)

Judul Skripsi : POTENSI ENERGI DARI PEMANFAATAN AIR LIMBAH INDUSTRI BIOETANOL BERBAHAN BAKU UBIKAYU (THINSLOP) DAN TETES TEBU (VINASSE)

Nama Mahasiswa : Dian Anggraini No. Pokok Mahasiswa : 0814051036

Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Eng. Udin Hasanudin, M.T. Ir. Otik Nawansih, M.P. NIP. 19640106 198803 1 002 NIP. 19650503 199010 2 001

2. Ketua Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

(52)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Eng. Udin Hasanudin, M.T. ...

Sekretaris : Ir. Otik Nawansih, M.P. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Suharyono, A.S., M.S. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001

(53)

Belajarlah, ilmu adalah perhisan indah bagi

pemiliknya, dan keutamaan baginya serta

tanda setiap hal yang terpuji

Allah mengangkat orang-orang beriman

di antara kamu dan juga orang-orang

yang dikaruniai ilmu pengetahuan hingga

beberapa derajat. ( al-Mujadalah : 11 )

Kecerdasan (kepandaian) adalah

anugerah dan nikmat Allah yang harus

disyukuri, sebagaimana nikmat-nikmat

Allah yang lainnya. Namun, apabila

kecerdasan (kepandaian) ini tidak

dimanfaatkan untuk hal-hal yang

mendatangkan keridhaan Allah atau

hal-hal yang memasukkannya ke

dalam surga, maka kecerdasaannya itu

(54)

Bismillaa Hirrohmaa Nirrahiim

Ya Rob….

Sujut syukurku padaMu atas kelancaran dan

kemudahan yang Engkau berikan

Ku persembahkan hasil keringat perjuanganku ini

sebagai tanda terima kasihku atas kasih saying,

semangat, serta

keiklasan dan do’a

tulus mereka.

Buat orang-orang yang kusayangi

Mama dan Bapak, serta Kakakku

(55)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Samarinda, pada hari Minggu, 16 September 1990. Penulis merupakan anak bungsu dari dua bersaudara buah hati pasangan Bapak Hi. Muslimin Wadis dan Ibu Liliani.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Tunas Mulia Samarinda tahun 1995, Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 2002, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 2008.

(56)

SANWACANA

Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat, petunjuk serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Potensi Energi dari Pemanfaatan Air Limbah Industri Bioetanol Berbahan Baku Ubikayu (Thinslop) dan Tetes Tebu (Vinasse)”. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T. selaku pembimbing utama sekaligus Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FP Unila atas kesempatan, bimbingan, bantuan dan arahannya dalam proses penyelesaian skripsi penulis. 3. Ibu Ir. Otik Nawansih, M.P. selaku pembimbing kedua atas saran dan

bimbingannya dalam proses penyelesaian skripsi penulis.

4. Bapak Dr. Ir. Suharyono A.S., M.S. selaku pembahas atas saran, bimbingan dan evaluasinya terhadap karya skripsi penulis.

5. Ibu Ir. Susilawati, M.S. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan perhatiannya kepada penulis selama penulis menimba ilmu di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FP Unila.

(57)

8. Keluarga besar Laboratorium Penggelolaan Limbah Agroindustri THP FP Unila: Pak Erdi, Pak Ribut, Mas Joko, Mbak Yanti, Mbak Amel, Rahma, Siluh, Hartono, Vevi, Garli, Thifa, dan Fiqih atas dukungan, semangat dan nasehat kepada penulis.

9. Sahabat-sahabatku : Arin, Dara, Tiya, Ayas, Tina, Venti, Arin, Mbak Ranny, Reni, Empeb, Liana, Enik, Mini, Jams, Surya, Redi, Nando, Pandu, Yudi, Nyoman, dan Ayu atas persahabatan dan kebersamaannya selama ini, semoga persahabatan kita akan selalu terjalin.

10.Keluarga besar THP 2008 atas atas kebersamaannya selama ini dan untuk suka dan duka yang menghiasi kehidupan kampus penulis yang menjadi keluarga untuk penulis.

Penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala amal dan kebaikan semua pihak di atas dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak terkait. Aamiin.

Bandar Lampung, Agustus 2012

(58)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis dapat disimpulkan bahwa:

1. Potensi energi yang dihasilkan dari air limbah berbahan baku tetes tebu (vinasse) adalah 11.151,05 MJ/kL etanol, sedangkan dari air limbah berbahan baku ubikayu (thinslop) adalah 2.166,07 MJ/kL etanol.

2. Pemanfaatan dari pengolahan thinslop adalah dapat mengurangi penggunaan energi listrik dari batu bara menjadi 281,01 kWh/kL etanol. Pemanfaatan dari pengolahan vinasse adalah dapat menggantikan 100 persen penggunaan energi listrik dari batu bara dan menghasilkan kelebihan energi listrik (excess power) yaitu sebesar 397,10 kWh/kL etanol yang apabila dijual dapat memberikan keuntungan sebesar Rp 387.172,50/kL etanol.

B. Saran

(59)

diperlukan study pengaplikasian langsung ke industri mengingat manfaat yang dapat diperoleh. Selain itu juga diperlukan adanya penanganan lebih lanjut

Gambar

Gambar 1.  Skema potensi energi air limbah bioetanol berbahan baku ubikayu (thinslop) dan tetes tebu (vinasse)
Tabel 1.  Potensi beberapa jenis tanaman sebagai bahan baku bioetanol
Gambar 2.  Mekanisme fermentasi secara umum
Gambar 3.  Proses produksi bioetanol dari bahan berpati (Musanif, 2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 3 x 3 x 4 yang terdiri dari faktor jenis tanaman sayuran 3 (tiga) jenis tanaman

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,

Account Officer (AO), mensurvei nasabah yang sudah ada form Aplikasi Pinjaman (FAP), melakukan proses input data dokumen kredit, memeriksa kelengkapan untuk pencairan

Konsep Pendidikan Ibnu Jama’ah antara lain Konsep Guru/Ulama, Peserta Didik, Materi Pelajaran/Kurikulum dan Metode Pembelajaran serta Lingkungan Pendidikan.. Meskipun

Tren ini serupa dengan penelitian yang dilakukan di era sebelumnya di Kota Malang (Artaria 2001), sehingga memperkuat dugaan bahwa ketidaksesuaian berat badan

8) Ibid.. 10) Sedangkan Peter Mahmud Marzuki memperkuat pendapat ini dengan menguraikan ciri-ciri ketentuan yang bersifat memaksa. 11) Ciri pertama, biasanya

dimulakan dalam Kongres Bahasa &amp; Persuratan Melayu ke-3. Asraf yang mewakili ASAS 50 telah kemukakan cadangan menerusi kertas kerjanya bertajuk “Bunyi BM dalam Ucapan)

psikoedukasi memiliki pengaruh yang efektif dalam penurunan tingkat postpartum blues. Psikoedukasi yang efektif dengan follow up setiap hari sangat penting untuk melihat