• Tidak ada hasil yang ditemukan

Naskah Drama Festival Topeng

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Naskah Drama Festival Topeng"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUKA

JALANAN DESA. PAGI

IRING-IRINGAN PESERTA VESTIVAL TOPENG BERGERAK MENUJU TANAH LAPANG, TEMPAT FESTIVAL TAHUNAN KHAS DESA ITU BIASA DIGELAR. MERIAH BETUL SUASANANYA. TERDENGAR TETABUHAN PENUH GEREGET. DIPINGGIR JALAN ITU, TAMPAK ORANG-ORANG SEDANG BERGEROMBOL MENONTON DAN MENAMBAH MERIAH SUASANA. MEREKA SALING BERBISIK, MENGOMENTARI, DAN MENGOLOK JUGA. MENGUMPAT DAN MEMEAKI. SUUA UCAPAN SERBA SEPONTAN DAN JUJUR SEHUNGGA TAK SEORANGPUN SAKIT HATI.

KASMUN, BAWOR, GUBIL, DAN TUJI, PEMUDA DESA YANG PALING VOKAL SEDANG MENGOMENTARI PARA CALON PESERTAFESTIVAL TOPENG YANG MENURUT MEREKA “ANEH-ANEH” DAN “LUCU-LUCU”.

Kasmun : Wah ini baru festival. Hebat....hebat, pesertanya benyak betul.

Bawur : Ya. Belum pernah sebanyak ini.

Tuji : Kalau tidak, percuma dong. Sumbangan kiuta tahun ini juga paling besar.

Bawor : Betul, paling besar.

Kasmun : Buset!!! Topeng apaan itu, Parjan? Serem amat. Kayak memedi sawah.

Parjan : Diam kamu. Tahu apa kamu selain cangkul dan combornya Jamilah? Ini seru, monyong!

Orang-orang : (TERTAWA)

Gubil : Apanya yang seni? Berani bertaruh, nggak bakalan menang, Parjan. Jauh.... Jauh...

Parjan : Menang kalah urusan belakangan, yang penting partisipasi. Dari pada kalian, sawah melulu yang diurus. Sekali-kali ikut festival dong kayak saya. Ini hiburan sehat, rekreasi, sekaligus melestarikan tradisi leluhur.

Kasmun : Leluhur siapa? Leluhur kita sudah lama mati, Parjan. Tradisi ini sudah lama sekarat, tinggal nunggu koit. Kalau Sri Lestari masih ada. Di Jakarta dia jadi babu.

Orang-orang : (TERTAWA)

Panitia : Saudara-saudara, mohon tenang!

Gubil : Wah, lihat itu! Ada lagi yang aneh. Siapa itu? Rada bagus kelihatannya.

Kasmun : Yang mana?

Gubil : Itu! Yang warna ijo.

Taji : O, ya itu, bagus itu.

Kasmun : (MENGAMATI) Itu? Apanya yang bagus, kayak genderuwo begitu? Heh topeng ijo, siapa kamu?

Orang-orang : Kastubi.... Kastubi....

Pono : (MENGGODA) Mana bisa tahu siapa saya. Salau bisa nebak, jago.

Tuji : Dari suaranya sih bukan Kastubi, saya hafal betul suara dia.

Gubil : Buka saja topengnya, buka!

Tuji : Jangan! Panitianya melihat kita. Bisa marah dia.

Kasmun : (TIDAK SABAR, MENYIBAK IRING-IRINGAN, LALU MEMBUKA TOPENG IJO) O, kamu Pono? Lagaknya ikut-ikutan Festival Topeng. Bikin tanggul aja belum lurus, banyak polah.

Pono : Biar saja, yang penting topengnya bagus.

(2)

Bawur : Genderuwo masih lebih bagus. Itu mirip buto ijo kecebur sawah, nggak jelas mana jidat mana tengkuk.

Orang-orang : (TERTAWA)

Panitia : Mohon tenag saudara-saudara. Tenang! Tertib!

SETELAH ORANG-ORANG TENANG

Panitia : Harap jangan mengganggu para peserta. Ini bukan acara guyonan. Ini serius. Sacral. Tanpa festival ini, desa bisa gawat. Para leluhur bisa marah dan desa keta terancam bahaya. Jadi, mohon tenang dan tertib. Dan lagi belum waktunya saudara-saudara memberikan penilaian. Festival baru dimulai. Nanti ada gilirannya. Sabar.

IRNG-IRINGAN TERUS BERGERAK MENUJU TANAH LPANG DISUDUT DESA. CELETUKAN TERUS BERLANGSUNG WALAU TIDAK SERIUH SEBELUMNYA. TETABUHAN YANG MENGIRINGI JUGA TETAP BERSEMANGAT.

Bawor : Wah, siapa lagi itu? Satu bawa banyak topeng. Edan, edan...

Tuji : Pasti dia penggemar Dasamuaka.

Gubil : Ya, betul Dasamuka. Si muka sepuluh, alias si boros muka. Eit, tunggu dulu. Itu mbah Joyo, bukan?

Bawor : Mana?

Gubil : Itu! Yng dibelakang muka sepuluh.

Bawor : Ah, ya betul, itu Mbah Joyo. Kenapa?

Gubil : Ya, kenapa? Kenapa dia tidak memakai topeng?

Kasmun : Apa? Mbah Joyo tidak pakai topeng? Mana? (SETELAH MELIHAT) Ah, ya betul, Mbah Joyo tidak memakai topeng. Kenapa bisa begitu? (KEPADA ORANG-ORANG) Liaht, lihat Saudara-saudara! Mbah Joyo tidak pakai topeng. (MENDEKATI MBAH JOYO) Mbah, Mbah Joyo, kenapa tidak memakai topeng? Mana topeng-topeng termashur itu, mbah? Mbah Joyo.... Mbah...

MBAH JOYO DIAM SAJA. WAJAHNYA DINGIN

Kasmun : Lihat saudara-saudara, lihat. Mbah Joyo tanpa topeng.

SEMUA ORANG HERAN MEMANDANG MBAH JOYO. MEREKA TIDAK MENGERTI MENGAPA ORANG TUA ITU TIDAK MEMAKAI TOPENG SEPERTI YANG LAIN.

SEMENTARA ITU, IRING-IRINGAN TERUS BERJALAN DAN HILANG DI TIKUNGAN JALAN.

(3)

ADEGAN SATU

LADANG MILIK BLENTUNG DI PINGGIR DESA. PAGI, BLENTUNG SEDANG BEKERJA DILADANG. MITRO, TETANGGA DEKATNYA BERGEGAS LEWAT.

Blentung : Lo?

Mitro : Lo? Tidak salah lihat ini?

Blentung : Apanya yang salah?

Mitro : Kok situ di lading?

Blentung : Kok sutu juga di pinggir ladang? Kalau saya kan petani, apa salahnya petani di ladang?

Mitro : Saya juga tengkulak hasil ladang, apa salahnya saya di pinggir ladang. Memang itu kerja saya, mengawasi orang-orang panen sayuran dan palawija, lalu membelinya kemudian menjualnya ke kota. La, tidak salahkan?

Blentung : Jadi

Mitro : Jadi?

Blentung : (TERTAWA) Ya, memang tidak salah. Cuma kalau para tetangga melihat keberadaan situ di pinggir ladang sekarang ini, bisa...

Mitro : .... bisa menyulitkan kita.

Blentung : Betul, menyulitkan kita. Eh, kok kita. Meyulitkan kamu. Jangan bawa saya dong.

Mitro : (TERTAWA) Sebetulnya ada apa kita ini, Blentung?

Blentung : Lo, kok kita lagi. Situ dong yang ada apa. Saya tidak ada apa-apa.

Mitro : Ada, Blentung. Kita ada apa-apa. Maksud saya bukan kita. Tapi, kita dengan orang kebanyakan, dengan masyarakat desa ini. Kita lain. Coba, semua orang ada di sana, mengikuti Festival Topeng. Atau, setidaknya datang menonton. Tapi, kita? Apa pun alasannya, kita ini melarikan diri dari mereka, dari festival itu. Padalah situ kan anak Mbah Joyo, rajanya festival ssejak sepuluh tahun lalu?

Bletung : Dan situ... situ adalah keluarga keluarga donatur festival topeng terbesar turun temurun, sejak puluhan tahun yang lalu juga.

Mitro : Ya, itulah kenapa saya bilang ‘kita’. Situ dan saya. Ayolah Bletung, duduk dan ceritakan. Kita kan kawan sejak masa kanak-kanak. Apa salahnya saling membuka hati?

Bletung : (TERPAKSA DUDUK) Ini kenapa jadi terbalik ya? Ladang ini ladang saya. Jadi, sayalah tuan ladang. Tapi sutu yang menyilakan saya duduk. Yang bilang ada masalah juga situ, tapi saya yang disuruh cerita. Bagaimana bisa? Aneh. Situ dulu dong, kan tadi situ dulu yang pertama bilang ada masalah.

Mitro : Sama-sama Bletung, sama-sama. Kita saling cerita, saling membuka hati.

Bletung : Saling membuka hati? Wah, indah sekali kedengarannya. (TERTAWA) Apa mungkin itu? Sejak kapan kita mempunyai kebiasaan saling membuka hati? Tapi baik, kalau memang bisa. Baik, silakan situ duluan.

Mitro : Lo?

KEBUANYA TERTAWA. LAMPU BERUBAH

(4)

TANAH LAPANG TEMPAT FESTIVAL TOPENG BERLANGSUNG PAGI.

FESTIVAL SEGERA DIMULAI, RUPANYA KETUA PANITIA SEDANG MEMBERIKAN SAMBUTAN AN PENGARAHAN KEPADA SELURUH PESERTA. SEMUA TAMPAK BERSEMANGAT, MERIAH NAMUN TERTIB.

Ketua panitia : Nah, saudara sekalian, seluruh Desa Mosokambang yang saya cintai, demikianlah tadi pengarahan saya selaku ketua panitia. Saya tidak akan berpanjang lebar sebab segala sesuatunya sesungguhnya sudah jelas. Tugas kami yang paling utama adalah mambuka dan menutup festival ini. Kami hanya berpesan agar acara ini berlangsung see....meriah mungkin, see...khidmad mungkin, namun tetap aman dan tertib. Kita sebaiknya menanamkan prinsip bahwa keamanan dan ketertiban adalah see...gala-galanya.

Tanpa keamanan dan ketertiban, hidup kita akan bahagia. Apalah artinya sawah ladang kita yang subur, panen melimpah, dan ternak kita yang gemuk jika perasaan kita kidak aman dan bahagia? Dan, untuk itulah diperlukan upaya-upaya.

Dibentuknya tim juri, hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya, adalah bentuk upaya itu. Tim juri bukanlah kepompok tandingan bagi penilaian masyarakat terhadap festival ini, tetapi dimaksudkan hanya sebagai “partner” kerja saudara-saudara. Agar dalam memberikan penilaian nanti, saudara-saudara bisa lebih terarah, lebih bijaksana, lebih fair, dan memuaskan semua pihak.

Kami tahu, kemenangan pukanlah tujuan utama para peserta festival. Mereka adalah pribadi-pribadi yang menghormati tradisi leluhur dan ingin melestarikannya. Tetapi bagaimana pun, penilaian yang objektif dari masyarakat adalah fktor penting. Tanpa iobjektivitas, para peserta akan marah. Ketentraman dan kebahagiaan hidup masyarakat kita pun bia terganggu. Betul tidak, saudara-saudara?

Orang-orang : Betulll...

Ketua Panitia : Lo, mana tepuk tangannya?

SEMUA BERTEPUK TANGAN, TAPI TAMPAK OGAH-OGAHAN, KETUA PANITIA TAMPAK KURANG SENANG. JARKONI, LURAH DESA ITU MEMBERI ABA-ABA SUPAYA ORANG-ORANG BETEPUK TANGAN LEBIH KERAS. ORANG-ORANG MENURUT. KETUA PANITIA TAMPAK LEGA.

Ketua Panitia : (TERSENYUM) Terima kasih, terima kasih. Jadi sekali lagi saudaara-saudara, tepuk tangan itu –maaf maksud saya- objektivitas itu penting.

Petugas : Juga ketertiban dan keamanan, Pak.

Ketua Panitia : Ya, betul! Ketertiban dan keamanan!

(5)

ADEGAN TIGA

DI BUKIT TIDAK JAUH DARI TEMPAT FESIVAL BERLANGSUNG. PAGI

BEBERAPA ORANG DI TENGAH MENGAWASI JALANNYA FESTIVAL. MEREKA ADALAH WARGA DESA ITU JUGA. TAPI TIDAK TERTARIK UNTUK IKUT MAUPUN HADIR. MEREKA CUMA BERKOMENTAR DARI JAUH.

KIRNO, PEANG, DAN PANJUL ADA DI ANTARA MEREKA.

Orang-orang : ( BERSAMA-SAMA) Mmm...ck...ck... Luar biasa, luar biasa. Hebat, hebat... Top... Top... Oke... Oke... Yahud, Tahud...

Panjul : Jadi bagaimana? Kita ini gembira, kagum, atau sedih?

Kirno : Kok Tanya? Perasaan kamu sendiri bagaimana?

Panjul : (BERPIKIR AGAK LAMA) Tidak tahu.

Peang : Tidak tahu saja pakai mikir. (SOK TAHU) Kalau perasaan saya sih macam-macam, kang.

Kirno : Macam-macam boleh saja, tapi apa?

Panjul : Ya, apa? Jelasnya apa?

Peang : Bisa saja kamu. Kamu sendiri tidak tahu, ngomong...

Panjul : Tapi saya kan sudah bilang terus terang, tidak tahu.

Peang : Masak perasaan sendiri tidak tahu orang mati apa?

Panjul : Iya, ya? Kita ini kenapa jadi begini ya? Omong-omong perasaan sampean sendiri bagaimana, Kang?

Peang : Ya, bagaimana Kang?

Orang-orang : Ya, bagaimana Kang?

Kirno : Sebetulnya saya sendiri tidak tahu.

LAMPU BERUBAH

ADEGAN EMPAT

TANAH LAPANG TEMPAT FESTIVAL TOPENG BERLANGSUNG. PAGI

FESTIVAL RUPANYA SEDAH DIMULAI. BEBERAPA PESERTA SUDAH SELESAI TAMPIL. ADA YANG MENDAPATKAN SAMBUTAN HANGAT, ADA JUGA YANG TIDAK.

KALI INI SAMI’UN SI MUKA SEPULUH SUDAH TAMPIL. IA LINCAH, ENERGIK, DAN KOCAK. TOPENG-TOPENGNYA JUGA BAGUS. TAPI, APAKAH DIA DISUKAI DAN DIANGGAP ‘MEWAKILI’ PENONTON? BELUM TENTU, BUKTINYA DIAKHIR PENAMPILANNYA, TIDAK BANYAK BENDERA KECIL. DIACUNGKAN OLEH PENONTON.

(6)

memakai sepuluh topeng sekaligus. Ini bukan pilihan main-main, saudara-saudara. Hidup di zaman ini, kita memang harus punya banyak wajah. Kalauberteduh di bawah pohon jengkol, kita jangan makan apel. Kalau memanjat pohon petai, jangan kita bawa jambu mete, repot soalnya. Jika kita mau makan semangka, jangan di bawah pohon durian soalnya kalau kejatuhan bisa bonyok. Maka, bersikaplah baik kalau ketemu orang baik. Kalau bertemu preman, pakailah jurus preman. Kalau tidak, kita bisa tidak aman. Jadi, sekali lagi ini bukan pilihan main-main.

PARA PENONTON BERTEPUK TANGAN MERIAH, TAPI TIDAK BEGITU BANYAK BENDERA YANG DIKIBARKAN.

MC : (DENGAN WAJAH SERIUS DAN MENAHAN AIR MATA) Hadirin sekalian, tadi penampilan saudara kita Sami’un. Saya kira tidak perlu lagi saya memberikan komentar. Penampilan beliau dengan sepuluh topengnya tadi sudah menjelaskan banyak hal. Peserta berikutnya, silakan.

TEPUK TANGAN KEMBALI BERGEMURUH, MC TURUN PANGGUNG DAN MUNCUL.TIGA PESERTA YANG YANG MERUPAKAN SATU TIM. MEREKA PUN SEGERA BERAKSI.

MEREKA MENAMPILKAN TOPENG TIGA KESATRIA UTAMA, YAITU TOPENG PEMBELA KEADILAN DAN KEBENARAN. DARI SEGI ARTISTIK, TOPENG MEREKA TIDAK CUKUP BAGUS. EKSPRESINYA KELEWATAN DINGIN DAN KAKU. TAPI, PENAMPILAN MEREKA KOMPAK. MASING-MASING MEMAKAI KOSTUM YANG BERBEDA, NAMUN ADA SATU CIRI YANG SAMA, YAKNI KETIGANYA MEMBAWA SENJATA . MEREKA SANGAT GAGAH, SIGAP, DAN TERAMPIL. SALAH SATUDARI MEREKA MENJADI JURU BICARA DAN MEMPERKENALKAN DIRI LEWAT NYANYIAN.

Jubir : (MENYANYI) Saudara sekalian

Warga Desa Mosokambang Yang saya hormati dan saya cintai Kami ingin bicara, dari hati ke hati

Orang-orang : (MENYANYI) Berbicaralah, asal jangan susah-susah.

Jubir : (MENYANYI)

Apakah kalaian ingin hidup bahagia Adil, makmur ingin hidup bahagia Kalau jawabanya “ya”, inilah rahasianya Bergabunglah bersama kami

Pembela rakyat sejati

Tiro : (MENYANYI)

Kami adalah tiga kesatria utama Pembela kebenaran dan keadilan Tak peduli panas terik

Atau, musim paceklik Kami selalu bersama kalian

(7)

Tejang, terjang semua akan kami terjang Jika ada yang berani menggoyang Ketertiban dan keamanan

Desa kita, Mosokambang

SELESAI MENYANYI, KETIGANYA MELAKUKAN GERAKAN-GERAKAN BELADIRI YANG ATRAKTIF. TEPUK TANGAN RIUH, ORANG-ORANG BERKOMENTAR, TAMPAKNYA MEREKA KURANG SUKA PADA PENAMPILAN TIGA SEKAWAN INI.

Jubir : Maaf Saudara-Saudara, kami tidak bisa tampil lebih lama lagi. Kami sudah terlalu lelah. Maklum, sebelumnya kami kebanyakan latihan. Saudara tahu, ini merupakan penampilan pertama kami dalamfestiva;yang bergengsi ini. Jadi, belum berpengalaman. Sebetulnya ada satu puisi yang ingin kami bacakan, tapi nafas kami sudah ngos-ngosan. Maaf.

TIGA SEKAWAN PERLAHAN UNDUR DIRI. TAPI, SEBELUM MEREKA BENAR-BENAR TURUN PANGGUNG MEREKA BERHENTI. LALU, BERSAMA-SAMA MEREKA MENGACUNGKAN SENJATA KESATU TITIK DI LANGIT, DAN DOR ! SEBUAH BENDA BESAR JATUH BERANTAKAN.

ORANG-ORANG TIDAK MENYAMBUTNYA DENGAN TEPUK TANGAN. TAPI, MEREKA MELONTARKAN BERBAGAI KOMENTAR YANG TIDAK ENAK DIDENGAR. DAN, TIDAK SATUPUN BENDERA YANG DIACUNGKAN.

Panitia : Heh, bendera! Angkat bendera!

ORANG-ORANG MASIH SIBUK DENGAN KOMENTAR MASING-MASING, DAN MENGABAIKAN PERINTAH PANITIA. MENDADAK MBAH JOYO MUNCUL DI PANGGUNG UNTUK TAMPIL. WAJAHNYA TETAP DINGIN. ORANG-ORANG RIUH MENYAMBUT.

Orang-orang : mbah joyo, mbah joyo … Hidup mbah Joyo!

Mbah joyo, mbah joyo … Hidup mbah joyo!

Hidup mbah joyo … Hidup mbah joyo!

PERLAHAN MBAH JOYO MENUJU TENGAH PANGGUNG. IA MENGANGKAT TANGANNYA DENGAN ANGGUN UNTUK MENYAMBUT REAKSI PENONTON, SEKALIGUS MEMBERIKAN ISYARAT SUPAYA PENONTON TENANG. TEPAT DI TENGAH PANGGUNG IA BERHENTI, MENYIBAH JUBAHNYA, DAN DARI DALAMNYA MENGELUARKAN TIGA BUNGKUSAN KAIN HITAM YANG TERNYATA BERISI TIGA TOPENG. ITULAH RUPANYA TOPENG-TOPENG BELIAU YANG DULU SANGAT TERKENAL.

(8)

Mbah Joyo : (SUARANYA SERAK DAN BERAT) Saya sudah capek, capek! Kepada kalian, para generasi muda, topeng-topeng ini saya titipkan. Capek, saya sudah capek. Silahkan. Terserah topeng-topeng ini mau diapakan, dikubur mungkin lebih baik. (LAMA DIAM MENATAP PARA PENONTON) topeng saya sekarang adalah wajah saya sendiri. Maaf. Terimakasih.

GEMURUH TEPUK TENGAN MENYAMBUT. JUGA, SUITAN DAN KOMENTAR-KOMENTAR, DAN, SEMUA MENGANGKAT BENDERA.

DALAM KERIUHAN ITU, MENDADAK PARA PETUGAS DAN PANITIA NAIK KE PANGGUNG SENGAN SIGAP. MEREKA MENGERUMUNI MBAH JOYO DAN TERLIBAT PEMBICARAAN SERIUS, LANTAS MEMBIMBING MBAH JOYOKELUAR PANGGUNG.

PENONTON SEMAKIN RIBUT. BEBERAPA ORANG NAIK PANGGUNG, HISTERIS, DAN MEMUKUL APA SAJA SEHINGGA BERBAGAI BUNYI MEMBAUR JADI SATU.MEREKA BELUM TAHU PERSIS APA YANG TERJADI, TAPI MUNGKIN DAPAT MERASAKAN APA YANG SESUNGGUHNYA SEDANG TERJADI DI DEPAN HIDUNG MEREKA.

Ketua Panitia : harap tenang saudara-saudara … harap tenang! Semuanya harap tertib perhatian, mohon perhatian!. Saudara-saudara, minta perhatian …

KETUA PANITIA TERUS BERBICARA, TETAPI DAK ADA YANG SUDI MENDENGAR. DAN, KERIBUTAN TERUS BERLANGSUNG.

LAMPU BERUBAH

ADEGAN LIMA

LAPANGAN TENGAH TEMPAT FESTIVAL DISELENGGARAKAN. PAGI.

BEBERAPA SAAT SETELAH FESTIVAL BUBARAN, KIRNO, PEANG, PANJUL,DAN KAWAN-KAWAN TURUN DARI BUKIT MENUJU TEMPAT ITU.

Peang : Apa kata saya tadi? macam kan? Tuh, betul terbukti. Macam-macam pula kejadiannya. Masa festival jadi rebut nggak keturunan. Untung kita tidak ada di sini tadi…

Panjul : Eh, jangan sok tahu. Kami kan tadi Cuma bilang perasaan saya macam-macam. Bukan festival ini akan jadi macam-macam. (PADA KIRNO) Iya nggak, Kang?

KIRNO DIAM SAJA. IA TAMPAK SEDANG BERPIKIR SERIUS.

Peang : Paling tidak itu membuktikan kalau firasat saya benar, dari pada kamu tidak merasakan apa-apa. Kedul, tumpul.

(9)

Peang : Apa? Usul?libur? Oo… kamu betul-betul bodoh, Panjul. Kamu piker perkara apa ini? Siapa saya, siapa kita, berani-beraninya kita usul. Festival topeng perkara sacral. Mbah Joyo saja, rajanya festival dari tahun ke tahun, tidak berani usul begitu. Apalagi kita. Mbah Joyo, bisa saja bilang sudah capek dan ingin undur dari festival. Tapi, selama ini dia cuma omong di depan kita. Di depan panitia, hem… kamu lihat tadi apa akibatnya? Tapi, sebetulnya saya memang ingin kasih usul.

Kirno : Sudah?

Peang : Apanya, Kang?

Kirno : Debatnya. Usulnya, sudah?

Peang : Kami tidak berdebat, Kang. Kami hanya bicara soal perasaan. Bukan hal tabukan?

Kirno : Mana saya tahu. Yang bikin aturan tabu dan tidak tahu kan bukan kita. Tapi, sebaliknya hati-hati bicara. Salah-salah, kamu bisa ketiban salah.

Peang : Ya, Kang. Ya, saya paham.

Panjul : Paham… paham. Paham apa?

Kirno : Itu pertanyaan penting, tapi tidak perlu dipertanyakan. Atau sebaliknya, pertanyaanitu perlu ada, tapi tidak penting dipertanyakan.

Peang : Kenapa begitu, Kang?

Panjul : La, katanya paham.

Kirno : Karena siapa pun pemenang festival, buat kita kan sama saja. Kita ini cuma penonton. Lagi pula sekarang ada hal yang lebih penting untuk dipikirkan: Mbah Joyo. Kita harus cari tahu di mana beliau sekarang. Ini menyangkut keselamatan jiwa manusia. Libih penting dari pada meributkan siapa penentang Festival Topeng.

MITRO DAN BLENTUNG MUNCUL KARENA DATANG UNTUK MENCARI TAHU APA YANG BARU TERJADI.

Mitro : Betul Kang Karto, Mbah Joyo… di mana dia sekarang?

Kirno : Lo, Mitro, Bletung? Kalian juga tidak tahu di mana Mbah Joyo. Apa kalian tidak ada di sini tadi?

Bletung : Tidak. Saya datang justru untuk mencari tahu. Saya baru dengar di sini ada keributan, dan kabarnya ayah saya dibawa pergi Panitia.

Mitro : Kalau begitu kita cari dia sekarang. Siapa mau ikut? Ayo!

Kirno : Yang lain lebih baik pulang saja, atau kemabali ke ladang masing-masing. Biar saya saja yang ikut.

Peang : Tidak, Kang. Ini bukan hanya persoalan sampean, atau Mas Mitro dan Mas Blentung. Ini persoalan kita semua. Saya harus ikut. Atau nggak, Panjul?

Panjul : Sepakat. Akur….

Mitro : Baik. Ayo! SEMUA PERGI

LAMPU BERUBAH

ADEGAN ENAM

(10)

ORANG-ORANG PULANG DARI MENONTON FESTIVAL TOPENG. MEREKA BINGUNG KENAPA FESTUVAL BUBAR SEBELUM WAKTUNYA. JUGA, MEREKA TIDAK TAHU APA PANGKAL DARI KERIBUTAN ITU.MUNGKIN MEREKA TERLALU LUGU UNTUK MENGETAHUI APA YANG TERJADI.

Sualsih : Ah, dikin capek saja. Baru datang, sudah bubar.

Mijem : Iya, biasanya sehari penuh. Ini tumben, pakai rebut-ribut lagi.

Warti : Pada telat sih sampean….

Mijem : Iya, gara-gara ini anak disuruh mandi malah rewel. Jadi lama, terus telat deh.

Sulasih : Itu kenapa tadi? Kok Mbah Joyo di bawa pergi?

Mijem : Iya, kenapa itu? Dulu zaman saya kecil, kalau ada Festival Topeng semua orang pasti gembira. Wajah mereka sumringah. Sekarang kok jadi nggak keruan.

Warti : Saya juga nggak tau, Yu. Denger-denger sih karena kebanyakan yang mengatur. Jadi…

Mijem : Begitu ya? Ah, dulu sih tidak banyak yang ngatur-ngatur. Semuanya ngrengseng saja. Jalansaja, beres… iya?

KASMUN LEWAT BERGEGAS, MENDAHULUI MEREKA MIJEM MEMANGGIL.

Mijem : Kasmun, tunggu Kasmun!

KASMUN BERHENTI

Mijem : Itu kenapa tadi cepat bubaran? Kenapa rebut-ribut? Ada apa itu?

Kasmun : Anu, Yu, belum tahu saya. Pokoknya sampean pada pulang saja dan nggak usah banyak Tanya. Saya sendiri belum tahu. Anu… kalau ada yang tanya, bilang saja nggak tahu. (PERGI)

Mijem : nggak tahu… nggak tahu. Biasanya kamu serbatahu. Terus, Mbah Joyo? Eh, Kasmun, Kasmun… uh dasar…

LAMPU BERUBAH

ADEGAN TUJUH

DI SATU TEMPAT. MALAM.

KASMUN, BAWOR, TUJI, DAN GUBIL SEDANG DIBERI PENGARAHAN OLEHSESORANG. DI KEJAHUAN, 3 ORANG CENTENG BERJAGA-JAGA.

TEMPAT ITU KELIATAN GELAP, HNYA SEDIKIT CAHAYA OBOR YANG MENERANGI.

Seseorang : apa kalian semua sudah paham apa tugas kalian?

Kasmun : (RAGU) Injih Pak, paham…

Seseorang : Lo, kok cuma Kasmun yang jawab? Yang lain?

Semua : (RAGU JUGA) Paham, Pak…

Seseorang : Bagus! Laksanakan tugas kalian dengan baik maka hidup kalian akan terjamin dan tentram. Kasmun, berapa luas lading kamu?

(11)

Seseorang : Jangan khawatir, tidak lama lagi bisa jadi 4 hektar. Bawor, berapa kerbau kamu?

Bawor : Tiga, Pak.

Gubil : (MENYODOK, LALU BERBISIK) Lima juga.

Bawor : (BAWOR BERBISIK PADA GUBIL) Iya, yang dua kan masih gudel.

Seseorang : Terus pingin jadi berapa?

Bawor : Ah, bapak. Mosok itu juga ditanya. Berapa saja juga mau.

Seseorang : Bisa..bisa… semua bisa diatur. Jangan khawatir. Dan kamu Tuji, Gubil… pingin punya apa kamu? TV colour sudah punya?

Berdua : Belum, Pak.

Seseorang : Itu lebih gampang lagi. Pokoknya, laksanakan tugas kalian dan semuanya akan beres. Paham semua?

Semua : Paham…

Seseorang : Bagus. Sekarang kalian bubaran. Ingat ya, pembicaraan ini hanya antara kita saja.

Gubil : Maaf, Pak. Apa boleh Tanya?

Seseorang : Boleh, boleh, asal jangan yang aneh-aneh. Apa?

Gubil : Jadi, siapa pemenang festival tadi pak? Dan di mana Mbah Joyo sekarang?

Seseorang : Pertanyaanmu bagus sekali, Gubil. Tapi, saya tidak akan menjawab. Tahu kenapa? Karena kalian masih terlalu hijau untuk memahami jawabannya. Tapi suatu saat nanti, ketika usia kalian sama seperti usia saya , atau saat di mana kaliandalam kondisi sama seperti saya, kalian akan tahu sendiri jawabannya. Percayalah. Paham?

Semua : Pahaaammm… (SEBETULNYA TIDAK)

Gubil : Apa, soal Mbah Joyo…

Seseorang : sssttt… Cukup!(PERGI DIIKUTI 3 CENTENG)

LAMPU BERUBAH

ADEGAN DELAPAN

JALANAN DESA. BEBERAPA SAAT KEMUDIAN. MALAM

KASMUN, BAWOR, GUBIL, DAN TUJI SALING MENYALAHKAN.

Tuji : Kamu pakai tanya soal Mbah Joyo segala. Untung dia tidak marah. Kalau marah, bisa berabe kita.

Gubil : Apasalahnya nanya, namanya juga pengen tahu.

Tuji : Tapi, lain kali hati-hati dong. Kayak nggak tahu keadaan saja.

Gubil : Terlalu hati juga nggak bagus. Rezeki yang jatuh ke kita jadi hati-hati juga. Contoh, Kasmun. Begitu di Tanya, “kalian paham apa tugas kalian?” Dia langsung jawab, “Injih Pak, pahammm…” Dan, kamu dengar sendiri hasilnya, 4 hektar. Bawor juga bukan main selapnya. Masa kerbau lima di bilang tiga.

Bawor : Saya gemetaran, monyong!

(12)

Kasmun : Setan kamu, Gubil! Diam, kenapa? Nggak tahu orang lagi sumpek. Kamu pikir aku senang dengan semua ini? Kita ini sama-sama sedang jadi korban, tahu? Kalian bisa saya ingin lari dari semua ini. Tapi, apa daya kita?

Gubil : Apa daya saya juga cuma TV colour?

Kasmun : Heh, saya serius ini. Lagian siapa yang percaya janji-jani itu? Semua kan serba belum jelas. Saya menyesal kenapa di sana waktu festival berlangsung. Itu gara-gara kamu ngotot ngajak ke sana.kalau tidak, kita tidak repot begini. Sial, kamu bikin sial!

Bawor : Tenang, Kasmun, tenang. Ini musibah. Kita sedang kena musibah. Kita harus tetap kompak supaya kuat. Kamu diam, Gubil. Kasih waktu Kasmun berpikir.

Tuji : (PADA GUBIL) Baru minum cap tikus saja sudah loncer. Bikin hati orang panas.

Kasmun : (SETELAH DIAM SEBENTAR) Baik, baik sudah kepalang basah. Aku tahu sekarang.

Bawor : Tahu bagaimana?

Kasmun : kita boleh tidak suka sama Sami’un. Tapi pada saat seperti sekarang, kita harus belajar dari dia.

Bawor : Maksudmu kita kerumah Sami’un?

Kasmun : Buat apa kita ke sana? Itu tadi Sami’un tolol!

Tuji dan Bawor : Sami’un?

Bawor : Bisa lain begitu?

Kasmun : Itulah kelebihan dia.

Gubil : Terus, apa maksudnya belajar dari dia?

Kasmnun : Besok malam undang semua warga.

Gubil : Terus?

Kasmun : Gampang itu. Pokoknya besok kita kerjakan semuanya. Ayo, kita kita rembukan di tempat lain.sudah malam. (KASMUN PERGI, YANG LAIN BENGONG)

Gubil : Sami’un?

LAMPU BERUBAH

ADEGAN SEMBILAN

LADANG KOSONG DI SUDUT DESA. MALAM.

ATAS UNDANGAN KASMUN DAN KAWAN-KAWAN, WARGA DESA BERKUMPUL DEITEMPAT ITU. MALAM INI GILIRAN KASMUN AKAN MEMBERI ‘PENGARAHAN’ KEPADA WARGA DESA SETELAH SEBELUMNYA IA MENDAPAT PENGARAHAN DARI ORANG YANG LEBIH ‘PINTAR’.

MEREKA DATANG MENGENDAP-ENDAP, MUNCUL SATU PERSATU. MASING-MASING TAKUT TERLIHAT OLEH YANG LAIN.

Orang ke-1 : (DARI BALIK POHON) Mana? Kok belum pada nongol?! Katanya, habis isya…. (PADA YANG LAIN DI BELAKANG) Belum ada…

Orang ke-2 : Apa kita nggak salah dengar? Jangan-jangan bukan di sini tempatnya.

Orang ke-3 : Bener di sini. Tanah Marto Pacul lor desa, ya ini…

(13)

Orang ke-3 : Tapi, tanah dia di lor desa yang kosong Cuma ini, ang lain sudah ditanami jagung Bangkok.

Orang ke-1 : Semua serba Bangkok. Marto paculnya datang nggak?

Orang ke-3 : Mana tahu, belum kelihatan. Siapa sih yang kasih tau sampean supaya kumpul di sini?

Orang ke-1 : Kasmun, siapa lagi?

Orang ke-3 : Kalau saya si Gubil. Yang diundang siapa saja?

Orang ke-2 : Kurang tahu. Sebaliknya hati-hati. Jangan sampai kelihatan orang lain dulu. Saya curiga, jangan-jangan ini ada apa-apanya, atau malah jebakan. Nggak biasanya ada undangan ke kebun. Aneh. Semua jadi aneh. Malam-malamdi suruh blasukan begini. Asam kecut.

DARI SUDUT LAIN MUNCUL ORANG KE-4 DAN ORANG KE-5. JUGA MENGENDAP-ENDAP. KEPALANYA BERKERDUNG SARUNG.

Orang ke-2 : Ssttt… ada orang, ngumpet!

Orang ke-1, ke-2 dan ke-3 bersembunyi.

Orang ke-4 : (NONGOL DARI SEMAK-SEMAK) Betul di sini tempatnya, Kek?

Orang ke-5 : kalu betul juga mana saya tau, wong mata sudah lamur begini. Mana encok lagi kambuh. Si Bawor bikin orang tua susah saja. Mau ada apa sebetulnya ini?

Orang ke-4 : Kakek mestu Tanya ke cucunya dong. Sama saya, mana mau dia cerita.

Orang ke-5 : Wong saya Tanya bolak-balik, jawabannya itu-tiu melulu. Nanti kakek juga tahu. Pokoknya kakek datang saja, penting! Begitu! (BATUK-BATUK)

Orang ke-2 : (DI PERSEMBUNYIANNYA) Rasanya kenal suara betuknya. Sanwiradj itu, kakek si Bawor.

Orang ke-3 : Berarti bukan cum kita yang diundang.

KASMUN MENDADAK MUNCUL DARI SUDUT GELAP LAIN DI SISI LAIN. GUBIL BAWOR, DAN TUJI DI BELAKANGNYA.

Bawor : Ya betul, tidak Cuma kalian ang diundang. Kelarlah kalian semua dari situ. Berkupul di sini dan kita bicara. Jangan kgawatir, tampat ini aman. Saya sudah amati sejak tadi. (PADA GUBIL, BAWOR, DAN TUJI) Coba yang sembunyi di belakang sana, panggil semua.

SETELAH SEMUA BERKUMPUL

(14)

saudara tahu siapa pemenang festival topeng yang baru saja berlangsung?

Orang-orang : Tidaaakkk…

Kasmun : Samaaa… apakah saudara-saudara dahu di mana Mbah Joyo sekarang berada?

Orang-orang : Tidaaakkk…

Kasmun : Juga sama, samaaa… Kita memang digariskan untk sama-sama tidak tahu. Tetapi saudara, sebagai insan yang berakal budi setidaknya kita harus mengetahui satu hal. Yaitu, bagaimana caranya keluar dari masalah rumit yang tengah menghimpit kita. Nah saudara, inilah caranya.

Pertama, kita harus berhentu memikirkan soal siapa pemenang festival roping dan di mana Mbah Joyo berada. Kedua, kita harus kembali kepada titah kehidupan kita sebagai petani, yaitu bekerja dan bekerja. Saya tahu ini bukan perkara gampang. Kehilangan Mbah Joyo bukan sekedar kehilangan warga terhormat kita. Tetapi, berarti juga kehilangan orang tua kita. Namun demikian, saudara juga harus paham bahwa di depan kita ada banyak tugas dan kewajiban yang menunggu untuk diselesaikan. Kita boleh kehilangan siapa saja, tetapai kita tidak boleh kehilangan semangat kita, cita-cita kita, dan hari depan kita. Bagaimana, apakah saudara-saudara paham?

Orang-orang : (SEBELUMNYA TIDAK) Paham…

Orang ke-1 : Tapi, di mana Mbah Joyo, ee… maksud saya apa Mbah Joyo sehat-sehat saja?

Orang ke-2 : Ya, dan kapan dia pulang?

Orang ke-3 ; Hari apa? Tanggal berapa?

Orang ke-4 : Ya, apa kami boleh nengok?

Orang ke-5 : Dan, bagaimana kalau keluarganya menanyakan?

Kasmun : Bagus, pertanyaan saudara-saudara bagus sekali. Tapi, saya tidak akan menjawab. Tahu kenapa? Karena saudara-saudara masuh terlalu hijau untuk memahami jawabannya. Tapi suatu saat nanti, di mana saudara-saudara dalam kondisi sama seperti saya, saudara akan tahu sendiri jawabannya. Percayalah. Paham?

Orang ke-5 : Maaf, jangan paham dulu. Ini saya mau Tanya karena sudah pasti saya belum paham. Kasmun, saya ini sudah 70 tahun. Apa masih dianggap hijau juga? Jadi, yang tidak hjau itu umur berapa?

Kasmun : Maaf Kakek, mungkun kakek salah terima. Yang saya maksud dengan hijau itu bukan umurny. Tapi, pemahamannya terhadap jawaban masalah ini. Itu, Kek. Paham, saudara-saudara?

Orang-orang : Pahaaammm…

ORANG KE-5 INGIN MELANJUTKAN PERTANYAAN KARENAMEMANG BELUM PAHAM. TAPI, KASMUN KEMBALI MELANJUTKAN PIDATONYA.

(15)

kita. Supaya tetap dan tertib, silakan saudara antre. Terima kasih dan selamat malam.

ORANG-ORANG ANTRE MENERIMA BINGKISAN. KEMUDIAN, SEMUA PERGI.

LAMPU BERUBAH

ADEGAN SEPULUH

SEBUAH GUBUK DI SAWAH PINGGIR DESA. SIANG.

BEBERAPA PERTANI SEDANG BERISTIRAHAT, SAMBIL MANUNGGU MAKAN SIA. TAMPAK DI SANA ORANG KE-1, 2, 3, DAN 4. ADA JUGA YASMUDI YANG TIDAK HADIR PADA MALAM ‘PENGERAHAN’DARI KASMUN.

NGAISAH, ISTRI ORANG KE-3 SEDANG MENYIAPKAN MAKANAN.

Orang ke-3 : Heran saya, tidak musm hujan tidak misim kemarau, sekarang panasnya sama saja. Dulu rasanya tidak begini.

Orang ke-1 : Dulu, dulu. Sekarang, sekarang. Jelas tidak sama dong.

Orang ke-1 : Ya, soal apa dulu. Soal musim masa berbeda. Namanya musim hujan, banyak air turun dari langit, masa panas juga? Yasmudi, istirahat dulu. Nanti kulitmu gosong.

Yasmudi : Sebentar lagi, tanggung…

Orang ke-1 : Kita disini masih beruntung. Coba pikir orang-orang yang tinggal di kutub dengan hawa yang Cuma dingin melulu, apa enaknya?

Orang ke-3 : Ya, tapi kalau gerah melulu kayak kita di sini juga repot.

Orang ke-1 : Ah, bisa saja. Yang bikin geraa itu bukan udara diluar, tapi di situ, di sini, di hati kita. Bilang saja terus terang, pakai mutar-mutar….

Orang ke-3 : Hehe… hehe… omong mutar saja sering dianggap tidak sopan, apalagi langsung-langsung. Eh, omong-omong dapat apa saja samalam?

Orang ke-1 : Ah, ya sama ‘kali…

Orang ke-3 : Ya, siapa tahu beda. Saya Cuma heran, orang seperti kusman bisa beruah. Jadi aneh. Dulu, dia orang paling peduli sama kesulitan orang lain. Ingat, waktu sawah kita diserang tikus? Diakan orang yang paling sibuk mengumpulkan orang untuk berburu binatang sialan itu? Juga waktu sawah kita diserang wereng, siapa coba yang bolak-balik ke kta untuk beli obet anti wereng? Kan dia? Tapi sekarang, Mbah Joyo –orang tua kita- hilang kok malah disuruh dilupakan. Edan! Apa pantesitu?

Orang ke-1 : Itulah musim. Dulu, dulu. Sekarang, sekarang. Beda. Sekarang zaman berubah, sikap orang bisa berubah.

Orang ke-3 : Berubah boleh saja, tapi soal apa dulu. Kalau soal jiwa keselamatan manusia, masa harus berubah. Apa kamu juga setuju dengan Kasmun, dan melupakan Mbah Joyo?

Orang ke-2 :Saya mau Tanya, menurut kalian, apa betul Kasmun dan kawan-kawan tidak tahu di mana Mbah Joyo?

Orang ke-4 : Itu juga pertanyaan saya.

Orang ke-1 : Saya tidak tahu.

(16)

Orang ke-4 : Saya tidak tahu?

Orang ke-1 : Itu juga pertanyaan saya.

Orang ke-3 : Kalau begitu, tidak ada gunakan saya bicara sama kalian. Kalian sendiri Cuma puny pertanyan. Percuma, lebih baik kerja. Ngaisah, bawa pulang saja nasinya. Saya tidak jadi makan.

ORANG KE-3 KEMBALI KERJA,YANG LAIN MEMANDANG HERAN.

LAMPU BERUBAH

ADEGAN SEBELAS

RUMAH BLENTUHNG BEBERAPA HARI KEMUDIAN. MALAM.

BLENTUNG, MITRO, KIRNO, PEANG, DAN PANJUL TENGAH BERKUMPUL. MEREKA TAMPAK LETIH DAN KURANG BERSEMANGAT.

Mitro : Kita tidak hanya bisa menunggu di sini. Kita harus mencari tahu.

Kirmo : Mencari tahu, betul. Tapi ke mana? Semua orang di desa ini sudah kita Tanya, tapi tapi jawabannya selalu sama: tidak tahu! Tanya saja mereka. (MENUNJUK PEANG DAN PANJUL) Seperti saya, mereka juga sudah berkeliling desa, bertanya dari pintu ke pintu dan dari mulut kemulut. Toh, tiu juga belum berhasil mengendus kemana raibnya Mbah Joyo. Konyolnya lagi, orang-orang di desa ini sudah mulai bersikap aneh. Mereka pada tutup pintu kalau saya lewat depan rumah mereka. Anak-anak saya bilang, orang-orang pada takut kalu saya mampir dan Tanya-tanya soal Mbah Joyo. Gila nggak itu? Bahkan, istri saya juga ikut-ikutan aneh. Wanita yang paling utuh dan ngabekti sama saya itu mulai berani menasehati saya. Pak, katanya, tugan petani itu mencangkul dan mengolah sawah, bukan mencari orang hilang. Itu bukan pekerjaan petani, tapi tugas detektif. Gila! Soal keselamatan jiwa manusia kok dianggap tidak penting.

Mitro : Kalau kita Tanya lagi sama ketua panitia. Dia kan orang yang seharusnya paling bertanggung jawab.

Kirno : Sebenarnya iya. Tapi, tapi nyatakan tidak. Sebelum kemarin tadi saya sudah mampir, tapi istrinya bilang kalau ketua panitia lagisakit. Darah tingginya kumat. Lantas saya permisi minta izin menemuinya di kamarnya. Tapi, istrinya malah melarang percuma, katanya. Bapak lagi gak bisa di ajak omong. Pendngarannya juga terganggu. Apalagi oengelihatannya, sejak rebut-ribut di festival topeng lalu, lamurnya kambuh, setres berat, katanya.

Mitro : Pak lurah bagaimanaaa sudah jelas dari kota?

Kirman : Katanya, sore tadi sudah. Tapi mendadak dia berangkat lagi, dipanggil Bupati. Penting, katanya.mungkin nginap, lusa baru pulang.

Mitro : Blentung, apa akalmu? Dari kemarin kamu diam saja. Omong Blentung, omong...

(17)

marah, sedih, dan kecewa. Ini memang masalah berat. Tapi saya harap kita bisa tenang, kepala dingin dan bepikir jernih.

Mitro : Baik, baik, setuju. Tapi, apa langkah kita? Apa yang harus kita lakukan? Kita tidak bisa diam-diam terus di sini.

Blentung : Peang, panjul, saya mau Tanya. Waktu kalian keliling desa dari rumah ke rumah untuk mencari tahu prihal tentang ayah saya, apa kalian juga menanyakan persisnya petugas yang membaya ayah saya

Peang : Saya tanyakan, Mas. Tapi, tak satu pun yang memberikan jawaban yang jelas. Saya Tanya sama Bawor, Bawor suruh Tanya sama Gubil. Saya Tanya sama Gubil, Gubil bilang sabaiknya kamu Tanya ama Tuji. Saya Tanya Tuji, dia bilang sebaiknya kamu Tanya Kasmun. Tapi waktu akhirnya saya ketemu Kasmun , dia hanya kasih jawaban singkat: tidak tahu. Pusingkan saya? Akhirnya, saya ambil kesimpulan kalau semua orang memang tidak tahu atau tidak mau kasih tahu. Itu.

Mitro : Kamu yakun melihat Kasmun di sana waktu festival?

Peang : Yakin.

Panjul : Ya, yakin sekali. Saya hafal betul warna kaosnya. Dia tiu kemana-mana selalu pakaikaos hitam. Mereka, Kassmun, Bawor, Tuji, dan Gubil juga orang yang paling senang tontonan. Di man ada keremaian, di situ mereka pasti ada.

Mitro : Kalau begitu mereka kita panggil saja ke sini. Kita Tanya supaya jelas.

Peang : Bisa, bisa. Sekarang?

Mitro : Ya, sekarang. Kapan lagi?

Peang : Panjul, ayo temani aku. MERAKA BERDUA PERGI.

LAMPU BERUBAH

ADEGAN DUA BALAS

RUMAH MAS GENGGONG (KETUA PANITIA). SORE.

MAS GENGGONG SEDANG MINUM JAMU DILADENI ISTRINYA, MBAKYU LARAS. JARKONI, LURAH DESA ITU DATANG MEMBESUK BERSAMA SAMI’UN.

Laras : (MENYODORKAN JAMU DALAM GELAS) Ayo pak, ayo... habiskan jamunya supaya sembuh. Tadi pagi sudah tidak habis. Kalu sekarang tidak habis lagi, terus kapan sembuhnya? Coba pikiran ditenangkan dulu. Jangan mikir yang berat-berat. Serahkan saja urusan pada oran lain. Bapak boleh saja penuh perhatian pada urusan desa ini, pada semua warga, tapiu bapak sekarang bukan lurah lagi. Buat apa ada lurah Jarkoni, kalu semua urusan tetek-mbengek desa masih bapak yan urus? Kalau sudah sakit begini coba yang repot? Ayo tiga sendok lagi.

Genggong : Aduhhh,.... tidak tahan aku. Pahit sekali, sudahhh, sudahhh... pahittt...

(18)

Genggong : Sudah bu, sudah. Kalau kamu banyak ngomel, kapan saya sembuh? Yang bikin saya sakit itu omelan kamu, bukan usia atau banyaknya urusan. Tapi, dari dulu sampai sekarang kamu tidak sadar juga. Itu. Kapan kamu mausadar?

Laras : Eee... malah saya yang disallahkan. Bagus kalau saya masih mau ngomel. Kalu sara diam, repot kamu nanti, pak. Siapa yang mau ngurus kamu?

Genggong : Tapi kamu juga harus paham, urusan saya ini bukan sembarang urusan. Soal festival toepng misalnya, bagaimana saya bisa menghindar? Orang lain yang tidak mendapat keperayaan mengurus saja, ingin dapat kesempatan. Apa lagi saya, yang dihormati oleh warga ini salah satu kehormatan. Jangan main-main. Tolong pahami.

Laras : Kehormatan boleh saja, tapi jaga kesehatan. Tahu diri juga penting. Pahami juga itu.

Genggong : bicaa itu gampang. Tapi, coba kamu jadi saya.

Laras : Coba kamu juga jadi saya, apa tidak ngomel?

TERDENGAR KETUKAN DI PINTU.

Laras : Ya, siapa? Masuk aja!

LURAH JARKONI BERGEGAS MASUK, SAMI’UN MENGIKUTINYA DARI BELAKANG.

Jarkoni : (LANGSUNG MENCIUM TANGAN MAS GENGGONG SAMBIL JONGKOK, SAMI’UN MENGIKUTINYA DENGAN ENGGAN) Aduh kang mas, Mbak tu, mohon maaf baru kali ini bisa menengok. Bagaimana? Apa kangmas sudah sehat? Aduh, aduh...

Genggong : Lo, Jarkoni? Sami’un?

Jarkoniu : Iya, Kangmas.

Sami’un : Saya, Kangmas.

Laras : Silakan duduk, Dik Sami’un, Dik Jarkoni.

Jarkoni : Terima kasih,Mbakyu. Ini obat untuk kang Mas? Sini Mabkyu, biar saya bantu kangmas minum. Tiak tega saya melihat kangmas seperti ini. (MAU MENGAMBIL GELAS JAMU DARI LARAS)

Genggong : Sudah, jarkoni, sudah cukup. Duduk saja, Mi’un, duduk. Kamu piker siapa mbakyumu, sampai kamu harus repot. Sudah dari tadi saya minum jamu itu, duduk, duduk...

Jarkoni (juga,

Sami’un) : Terima kasih...

Genggong : Bagaimana? Ada berita apa? Ah, saya sampai khawatir kalau ada apa-apa dengan kalian.

Laras : saking khawatirnya sampai sakit, Dik Jarkoni.

Jarkoni : Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Mbakyu, kangmas. Sayalah semestinya mengkhawatirkan kangmas dan Mbakyu. Saya sampai tidak bisa tidur berhari-hari.

(19)

Jrkoni : Tidak ada masalah. Semuanya beres. Ya, mulanya mereka memang rebut menanyakan keberadaan Mbah Joyo. Tapi, Kang Sami’un –atas intruksi saya- menyelesaikan semuanya.

Genggong : Bagus, bagus. Apa jawaban yang kamu berikan pada warga, Sami’un?

Sami’un : Saya memakai jawaban standar berantai, Kangmas.

Genggong : Standar berantai? Apa itu Mi’un?

Sami’un : Ya, artinya saya memberikan jawaban standar pada warga desa yang menanyakan soal Mbah Joyo, jawaban itu tidak saya sampaikan sendiri pada mereka, tapi lewat orang yang masuk dalam jeret rantai saya.

Genggong : (KAGUM) O, begitu?

Sami’un : Betul, Kangmas. Dan, cara itu ternyata sangat jitu dan rittu.

Sami’un : Rittu artinya irit waktu, Kangmas. Sebab saya tidak perlu menyampaikan jawaban itu satu persatu pada para penanya, tapi cukup pada satu-dua orang yang masuk dalam jerat rantai saya itu.

Genggong : Ah, bagun kalau begitu. Bagus. Wah, hebat kamu, Mi’un. Tidak sia-sia aku selama ini mendidikmu. Sejak awal aku sedah menduga, kamu memang berbakat. Bagus, bagus. Tapi omong-omong, siapa yang masuk dalam jerat rantaimu

Sami’un : Siapa lagi kalau bukan pemuda yang paling vocal di desa ini. Kasmun dan entek-enteknya.

Genggong : Astaga, sami’un benar-benar hebat kamu. Saya dari dulu setengah mati mengincar dia.tapi kamu dapat? Ah, hebat, hebat!ah... lihat ini, mi’un, jarkoni. (MENDADAK BERDIRI) Saya langsung sembuh mendenganr laporanmu. Mana jamu tadi Bu, biar kuminum semua. (JALAN MONDAR_MANDIR)

Laras : Hati-hati pak, jangan dibawa jalan dulu. Tenang dulu...

Jarkoni : Syukurlah, kalu kangmas sembuh. Itu memang harapan kami. Kalau Kangmas sakit, wah rasanya saya tidak ada daya. Bukan begitu, kang, Mi’un

Sami’un : Betul! Kangmas memang harus cepat sembuh. Tampa kangmas, kami ibaratnya sado tanpa kusir. Tidak tahu kemana harus melangkah.

Jarkoni : Kalau kangmas sembuh, kami bisa segera konsultasi. Ada banyak hal yang mesti kami bicarakan.

Genggong : Konsultasi? Kalau soal itu kapan saja bisa. Kapan? Mau sekarang? Bisa, bisa. Kamu lihatkan saya sudah sembuh. Ayo, soal apa?

Jarkoni : Anu, kangmas, soal nletung dan orang-orang dekatnya. Kepada mereka, saya belum bisa kasih jawaban soal Mbah Joyo. Sejauh ini saya terus nerusaha menghindar untuk ketemu mereka. Beberapa kali Kirno utusan khusus Bletung datang. Saya menghindar karena belum ahu mesti jawab apa.

(20)

yang cempleng. Kita tahu, blentung tidak bisa disamakan dengan warga kebanyakan. Dia orangnya cukup pintar.

Genggong : Aduh, aduh, betul...betul. tapi, aduhhh... kamu bilang semuanya sudah beres tadi. Ternyata, belum. Bagaimana kalian ini? Coba kalian berpikir dong. Apa jawaban yang tepat untuk Bletung. Jangan Tanya melulu. Miukir, mikir! Pusing jadinya saya. Aduh, aduhhh... kumat lagi darah tinggi saya. Buu...(KONTAN LEMAS DAN DUDUK LAGI)

Laras : (MEMIJIT_MIJIT TENGKUK GENGGONG) Sudah pak, sudah... makanya tenang dulu, tenang...

Genggong : bagaimana bisa tenang kalau begini aduh kacau aku, pusing... mana obat gosok, mana balsam?

GENGGONG NERJALAN SEMPOYONGAN MENUJUNKAMARNYA. JARKONI DAN SAMI’UN MENYUSUL.

Laras : begitulah keadaan suami saya. Sakit, sembuh, sakit, sembuh, sakit lagi. Tapi, dia juga tidak kapok. Dia selalu saja ingin terlibat banyak urusan. Dia memang pria karier, dan saya kapirah.

LAMPU BERUBAH

ADEGAN TIGA BELAS

RUMAH LURAH JARKONI . MALAM

JARKONI SEDANG BERUNDING DENGAN SAMI’[UN. KASMUN DAN KAWAN-KAWAN MENUNGGU DI LUAR.

Sami’un :Bagaimana? Kita panggil Kasmun?

Jarkoni : tunggu dulu, saya khawatir keputusan kita menyinggunng perasaan Mas Genggong.

Sami’un : bagaiomana kamu ini? Beliau kan sudah menyerahkan pada kita. Kita diminta berfikir, bagaimana jawaban yang tepat kalau Belentung menanyakan soal Mbah Joyo. Ini kesempatan, dan kita sudah punya jawaban itu. Apa llagi?

Jarkoni : ya, tapi alangkah baiknya kita rundingkan lagi dengan Mas Genggong.

Sami’un untuk apa?

Jarkoni : paling tidak supaya kita tiidak disalahkan kalau ada apa-apa.

Sami’un : itu resiko, kalau seseorang mau maju harus berani ambil resiko. Apa kamu rela terus menerus tergantung dan jadi baying-bbayang Mas Genggong? Ah, maaf seharusnya saya tidak bicara seperti ini. Tapi kamu tyahu, aku paling tidak suka kamu gantung sama siapa pun. Maaf kalau sebagailurah, kamu tersinggung. Anggap saja ini nasihat kakak ipar kepada adik ipar. Maaf.

(21)

KASEMUN, BAWOR, GUBIL, DAN TUJI MASUK.

Sami’un : baik, kalau tidak ada sampaikan laporan mingguan resmi kalian. Cepat karena dikejar waktu. Tugas bbaru sudah menunggu. Ini bukan saja tugas penting, tapi juga harus segera dikerjakan.

Gubil : baik, pak. Selamat malam Bapak. Selamat malam semuanya. Laporan mingguan resmi kali ini masih berkisar soal “iklim” dan “cuaca” dalam masyarakat desa kita yang kian membaik. Laporan ini disusun oleh tim, dan akan dibacakann oleh saudara Kasmun. Namun, perlu juga diketahui yang mengetik laporan ini adalah saudara bawor dan saudara Tuji secara bergantian selama lebih 5 jam 25 menit. Tugas saya menurut-tipp-ex bagian yang salah ketik.(MENYODORKAN PADA KASEMUN) silahkan, saudara Kasemun.

Kasemun : (MENERIMA BUKU LAPORAN) terimakasih. Selamat malam bapak, selamat malam semuanya. (membaca) berdasarkan pengamatan yang kami lakukan di lapangan, kami menyimpulkan bahwa segalanya berjalan sesuai dengan yang kita kehendaki, yaitu aman, tertib, dan bahagia. Mulanya warga memang bertanya-tanya mengenai keberadaan Mbah Joyo. Tapi setelah di beri jawaban yang lugas dan logis, akhirnya mereka bisa menerima dan tidak bertanya-tanya lagi. Kemudian, seperti yang kita kehendaki, mereka kembali kepada titahnya sebagai petani. Bekerja dan bekerja lagi. Kalaupun di antara mereka ada pertanyaan-pertanyaan, tampaknya itu Cuma dalam hati. Sebab di antara mereka sendiri yang ada ya… juga Cuma pertanyaan-pertanyaan. Mereka tidak pernah punya jawaban.

Sekian laporan kami. Selamat malam, terimakasih.

Sami’un : bagus, bagus.laporan yang sangat bagus. Tapi, kenapalaporan dengan pengantarnya hamper sama panjangnya ya? Dan kamu Gubil, nama juru ketik dan berapalama laporan diketik, lain kali tidak usah dilaporkan. Bukan berarti tidak penting. Tapi ada yang perlu disebu atau dikedepankan, dan ada yang tidak. Juru tipp-ex pun penting, tapi dalam laporan resmi ini tidak perlu disebutkan. Saya toh sudah hafal siapa-siapa kalian! Tanpa disebut saya sudah tahu siapa-siapa yang pintar mengetik, dan sebagainya. Saya juga tahu Gubil tadi bukan membacakan pengantar, tapi Cuma menghafal. Saya tahu kamu tidak bisa baca, Gubil. Jadi, janagan sekali-kali bohong apalagi mengkhianati saya. Saya pahamkalian. Kepala kalian kea rah mana, waktu mbrojol dari rahim mak kalian pun saya tahu. Ingat itu!

Gubil : (KETAKUTAN) Maaf Pak, ampun…

Tuji : (JUGA, BAWOR) Maaf, Pak…

Kasemun : Maafkan Gubil, Pak. Maafkan kami semua.

Sami’un : tidak apa-apa, saya maafkan kalian. Tenanglah, sekarang ada tugas baru untuk kalian. Kalian siap?

Gubil : (DENGAN SIGAP) Siap, Pak!

Kasmun (juga yang lain) : Siap, Pak!

(22)

mungkin terus-menerus menghindar. Tapi, jawaban apa yang tepat buat mereka? Jelas jawaban yang cespleng, yang membuat mereka langsung bungkan, dan tidak bertanya lagi selamanya, kalaupun perlu kita kasih mereka jawaban, sebelum mereka bertanya. Dan, itu tugas kalian. Paham?

Semua : Pahammm…

Sami’un : Bagus. Kalau begitu, laksanakan segera.

Kasmun : Siap,Pak. Tapi maaf, apa jawabanya, Pak?

Sami’un : lo, saya belum bilang tadi?

Semua : belum…

Sami’un :begini. Sini, sini, supaya jelas. Kabarkan pada Blentung dan semua orangnya, Mbah Joyo hilang karena dijemput Roh Suci pelindung Festival Topeng. Roh yang juga mbaurekso kawasan desa kita ini. Mbah Joyo dianggap telah melanggar tata cara Festifal sebab ia tidak mau lagi memakai topeng saat mengikuti Festival Topeng. Kesalahan fatal itu sudah membuat roh suci marah. Mbah Joyo juga dianggap mengkhianati sesuatu yang selama ini dianggap sacral.

Kasmun : bagaimana kalau mereka tidak percaya?

Sami’un : bikin mereka percaya. Itu tugas kalian!

Kasmun : bagaimana kalau mereka Tanya dari mana saya memperoleh kabar ini?

Sami’un : itu juga kalian yang harus cari akal. Tugas kalian juga, jangan Tanya. (GUBIL TAMPAK MAU TANYA) Apa?

Mau Tanya apa, Gubil?

Gubil : tidak, Pak.

Sami’un : Bagus. Sekarang brangkatlah, laksanakan tugas kalian. Ingat, ini hanya antara kita saja, dan Blentung tentu saja. Warga desa lain jangan ada yang tahu soal ini. Paham?

Semua : pahammm…

Sami’un : selamat bertugas.

KASMUN DAN KAWAN-KAWAN TIDAK BERGERAK

Sami’un : Lo tunggu apa lagi? Ayo brangkat!

KASMUN DAN KAWAN-KAWAN BERANGKAT. MASIH DALAM KEADAAN BINGUNG TENTU SAJA. SAMI’UN TAMPAK PUAS. LAMPU PADAM

ADEGAN EMPAT BELAS

SEBUAH TEMPAT. MALAM.

DI BAWAH CAHAYA REMBULAN, LURAH JARKONI DAN MBAKYU LARAS BERKENCAN.RUPANYA JARKONI SUDAH LAMA MENUNGGU SAAT MBAKYU LARAS MUNCUL.

Jarkoni : aduh Mbakyu, saya pikir tidak datang. Saya khawatir Mbakyu tidak menangkap isyarat saya tempo hari. Oh, kangen sekali Mbakyu…

Laras : Ah, yang betul…

Jarkoni : betul Mbakyu, mana pernah saya bohong.

(23)

Jarkoni :kepada istri saya, bisa jadi. Tapi pada Mbakyu, tidak pernah saya berlaku seperti itu. Sungguh. Aduh Mbakyu, saya kangen bukan main. Uhhh… Gemes saya, gemes…

Laras : terus terang Dik Jarkoni, saya sering ragu pada ucapanmu.

Jarkoni : kenapa? Apa selamanya ini saya dianggap main-main? Aduh, jangan begitu, Mbakyu. Saya jadi tambah gemes ini.

Jarkoni : bagaimana saya tidak ragu? Di desa ini perawan mana yang tidak ingin jadi istri keduamu?

Jarkoni : itu kan dugaan mbakyu. Tapi kalau toh betul begitu, itu urusan mereka. Bagi saya, Mbakyu adalah segalanya. Tanpa Mbakyu, hidup saya terasa hambar. Sungguh Mbakyu. Aduh, gemes, gemes. Kangennn… oh…

Laras : sama mas Genggong, Dik Jarkoni juga bilang seperti itu kemarin. “ kalau kangmas sakit, saya rasanya tidak berdaya”.padahal kamu bohong kan?

Jarkoni : itu lain Mbakyu, lain. Mbakyu kan tahu, kangmas adalah orang yangselalu merasa dirinya penting. Kalau say tidak bicara seperti itu, beliau tidak dukung saya lagi. Itu sanjungan politis. Tapi, hubungan saya dengan mbakyu lain. Ah, sudahlah Mbakyu. Untuk apa bicara seperti ini. Dan lagi, saya sudah kangen betul, Mbakyu. Oh, sudah berapa hari kita tidak ketemu berdua seperti ini? Kangen sekali rasanya…

Laras : tapi, apa yang bisa saya berikan kepadamu, Dik Jarkoni? Aku sudah terlalu tua dan lapuk. Aku Cuma kembang kering tanpa madu. Kalau tanah, aku tanah gersang yang lama tidak dicangkul sebab memang tidak lagi mampu menumbuhkan tanaman apapun. Petaninya juga sudah lama ngasong karena kehilangan minat dan semangat. Urusan syahwat sudah lama aku tinggalkan. Maafkan aku, Dik Jarkoni…

Jarkoni : lo, Mbakyu bicara apa ini? Kapan saya pernah bicara soal syahwat dengan Mbakyu? Saya memang mencintai Mbakyu, tapi bukan untuk urusan yang satu itu. Saya lain mbakyu, lain. Bagi saya, bertemu Mbakyu, memandang dan mendengarkan suara Mbakyu adalah keindahan yang jauh lebih mengesankan daripada urusan syahwat. Saya mohon Mbakyu, jangan salah mengartikan cinta saya.

Laras : (MALU) Oh, maafkan saya atas kebodohanku kalau begitu.

Jarkoni : lupakan, tidak perlu minta maaf. Lihat Mbakyu, bulan di atas sana. Inilah saat yang lama aku tunggu-tunggu: menyenandungkan tembang berdua Mbakyu di bawah cahaya rembulan. Ayo Mbakyu, ayo. Kita senadungkan tembang apasaja. Aku pasti puas dan bahagia. Walau barangkali hanya sekali seumur hidup melakukan ini bersama Mbakyu.

Laras : alangkah romantisnya kamu, Dik Jarkoni. Tidak kusangka. Jadi gemes juga kangen juga.

Jarkoni : semakin dekat Mbakyu, rasanya saya semakin kuangen. Kalau saja saya bisa setiap hari berdua Mbakyu seperti ini, alangkah indahnya hidup.

Laras : kalau begitu, kamu akan sering-sering saya temani.

Jarkoni : betul ?

Laras : betul.

Jarkoni : oh, terima kasih mbakyu. Saya merasa tersanjung. Tapi, bagaimana dengan kangmas? Bagaimana kalau beliau tahu?

Laras : kalau kita kompak, dia tidak akan tahu.

(24)

Laras : kasih dia kesibukan sebanyak mungkin. Dan, sering-sering kamu datang konsultasi supaya dia pusing. Di rumah, saya akan banyak ngomel supaya dia gampang stress. Jadi, kita banyak kesempatan. Gampang kan?

Jarkoni : apa kita tega?

Laras : jangan munafik, ah. Saya tahu apa yang ada di hatimu. Kamu senang kan, kalau kangmas Genggong sering sakit, tersingkir, dan kamu jadi satu-satunya orang penting di desa ini?

Jarkoni : ah, Mbakyu. Jangan berpraduga seburuk itu.

Laras : sudahlah, tidak perlu mungkir. Saya cukup tua untuk tahu semua itu.

Jarkoni : baik-baik. Tapi kalau memang benar apa yang Mbakyu duga, apa itu berpengaruh pada hubungan kita?

Laras : tergantung keadaan.

Jarkoni : maksudnya?

Laras : tidak perlu Tanya. Sekarang masih mau bersenandung berdua dengan saya atau tidak? Kalau tidak, saya mau pulang.

Jarkoni : tentu.

Laras : tetapi saya mengajukan syarat.

Jarkoni : syarat? Boleh, apa persyaratanya?

Laras : kita bersenandung berdua, tapi lagunya berbeda. Itu saja.

Jarkoni : begitu? Bagaimana bisa?

Laras : jangan Tanya. Kalau tidak mau, saya pulang.

Jarkoni : baik, baik. Silahkan Mbakyu mulai.

LARAS PUN MULAI BERSENANDUNG. SUARANYA MERDU, TAPI SUNGGUH MENYAYAT HATI. JARKONI JUGA BERSENANDUNG. SUARANYA JUGA MERDU. TAPI, GETAR SUARA SENDU PULA. MEREKA BERSENANDUNG BERDUA, LAGUNYA BERBEDA. TAPI, SESUNGGUHNYA MENYUARAKAN HATI YANG SAMA RASA SAKIT ATAS HIDUP MASING-MASING.

LAMPU BERUBAH

ADEGAN LIMA BELAS

RUMAH BELANTUNG MALAM

KASMUN BERSANDIWARA DI DEPAN BLENTUNG MITRO, KIRNOO, PEANG DAN PANJUL. TAOU, MITRO MENCIUM GELAGAT SEHINGGA IA MENDAMPRAT KASMUN

Mitro : (MENDORONG KASMUN) kurang ajar kamu, Kasmun. Kamu pikir kamu bicar5a sama siapa, ha? Apa kamu pikir saya bodoh? Sialan! Biar mampus, aku hajar kamu.

Blentung : (MELERAI) sabar Mitro, sabar. Jangan keburu nafsu.

Mitro : tidak bisa, Blentung. Aku sudah tidak sabar lagi. Ini sudah keterlaluan.

Kasmun : ampun mas mitro, saya tidak bohong. Sungguh. Saya mendapat wangsit dari Roh Suci untuk…

(25)

Kasmun : (MENANGIS) betul mas Mitro, Mas BElentung. Mana mungkin saya membohongi sampean. Saya tahu keluarga sampean sedang berduka. Mana tega saya bohong.

Blentung : baik coba jelaskan lebih rinci. Bagaimana mulanya kamu mendapat wangsit dari roh suci? Wangsit itu biasanya hanya datang pada orang-orang suci. Apalagi wangsit dari Roh Suci. Apa kamu orang-orang suci?

Kasmun : begini. Sejak peristiwa rebut-ribut di Festival topeng dan Mbah Joyo hilang, saya bertapa di Bukit Wono Lawas. Saya memohon kepada roh suci, supaya desa kita tetap selamat dari segala marabahaya. Juga, memohon supaya Mbah Joyo segera kembali dalam keadaan selamat. Setelah 7 hari 7 malam, roh suci itu muncul dan menyuruh saya pulang. Roh itu bilang kepada saya betapa sampai 10 tahun sekalipun Mbah Joyo tidak akan dipulangkan, kecuali Mbah Joyo berubah sikap. Yaitu, kembali memakai topeng pada setiap festival. Lantas saya bilang bahwa Mbah Joyo sebetulnya sudah capek, tap, Roh Suci malah marah sama saya. Katanya,” Capek boleh saja, tapi aturan harus tetap ditegakkan. Tanpa terkecuali!”.

Mitro : tunggu. Dari mana mulanya kamu tahu Roh Suci itu ada?

Kasmun : Mas Mitro, Mas Blentung, sampean tahu, kami orang susah. Terikat, prihatin, dan bertapa sudah menjadi keseharian kami. Dari situ saya tahu dan percaya roh itu ada.

Mitro : bahwa roh suci itu ada, saya juga percaya. Tapi, roh yang lain… Rohmat, Rohali, bukan roh suci pelindung festival topeng. Yang terakhir itu, saya baru dengar. Dan, itu yang membuat saya tidak bisa mendengarkan bualan ini lebih jauh. Ini rumahmu, jadi usir dia atau saya pergi.

Blentung : sabar, biar disa selesaikan dulu.

Mitro : tidak bisa saya, maaf. (KELUAR)

Kirno : maaf, Blentung. (KELUAR. DISUSUL PEANG DAN PANJUL)

Blentung : Teruskan, Kasmun.

Kasmun : terimakasih.begini lebih baik. (LEBIH TENANG) setelah itu, saya memutuskan untuk berhenti bertapa dan pamitpulang. Tapi sebelum saya melangkah pergi, Roh Suci sempatberpesan. Katanya, kalau mas Blentung mau mengajukan permohonan maaf dan sanggup menjamin Mbah Joyo kembali seperti semula, maksudnya berkenan memakai topeng lagi setiap festival, Mbah Joyo dijamin cepat pulang.

Blentung : Kasmun, kenapa saya yang harus minta maaf? Kenapa bukan ayah saya? Ini aneh, Kasmun.

Kasmun : ya… itu saya kurang tahu. Tapi, nanti Mas Blentung bisa tanyakan pada Rh Suci.

Blentung : Begitu ya?

Kasmun : ya, begitu

Blentung : tapi, bagaimana cara saya biar berhubungan dengan Roh Suci? Bagaimana dia juga tahu namaku?

Kasmun : namanya juga roh, apalagi beliau pelindung desa kita. Sudah sepantasnya beliau tahu nama warganya. Soal bagaimana cara berhubungan dengan beliau, saya akan bantu Mas. Jangan khawatir.

Blentung : baik, nanti akan saya pikirkan.

(26)

Belentung : selamat malam.

KASMUN PERGI, TAPI BALIK LAGI.

Kasmun : maaf, hamper lupa. Roh suci juga berpesan supaya Mas Blentung merahasiakan berita ini kepada warga desa. Demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, katanya. Itu saja. Selamat malam.

Blentun : selamat malam.

KASMUN PERGI.

LAMPU BERUBAH

ADEGAN ENAM BELAS

JALAN DESA TIDAK JAUH DARI RUMAH BLENTUNG. MALAM. KASMUN MENCARI KETIGA TEMANYA.

Kasmun : Bawor, Gubil, Tuji, di mana kalian? Bawor…

BAWOR GUBIL, DAN TUJI MUNCUL DARI BALI SEMAK.

Kasmun : setan semua. Kenapa kalian tidak menyusul?

Bawor : maaf Kasmun, kami tidak jadi masuk karena takut melihat Mas Mitro marah-marah.

Kasmun : takut boleh saja, tapi jangan begitu caranya kamukan tahu saya tidak bisa bersandiwara. Makanya, perlu teman. Sial!

Gubil : tapi, sukses kan?

Kasmun : sukses kepalamu benjol. Hampir babak belur saya dihajar mas mitro. Untung dicegah Mas Blentung. Ah, baik betul dia. Saya jadi makin tidak tega.

Tuji : tenang Kasmun, yang penting tugas beres.

Kasmun : tidak tahulah. Ayo kita pulang, capek betul rasanya. MEREKA PERGI.

LAMPU BERUBAH

ADEGAN TUJUH BELAS

JALANAN DESA MENUJU SAWAH LADANG. PAGI. SAMBIL BERANGKAT KE SAWAH-LADANG MASING-MASING, WARGA DESA BICARA TENTANG KABAR BURUNG YANG MEREKA DENGAR.

Parmin : ah, yang bener. Jangan guyon, Wahyu.

Wahyu : Bener, Tanya saja kalau tidak percaya. Semua orang sudah tahu.

(27)

Wahyu : dibilang semua orang sudah tahu, ya dari orang-orang.

Parmin : ya, tapi dari mana asal kabar itu?

Wahyu : saya sendiri tidak tahu. Yang jelas, kabarnya Mbah Joyo akan segera pulang. Itu saja. Tuh, lihat Kamto. Tanya saja sama dia. Kamto, sini dulu.

KAMTO YANG NONGOL DARI SISI LAIN, MENDEKAT.

Parmin : (TIDAK SADAR) bener Kamto, Mbah Joyo segera pulang?

Kamto : saya dengar begitu, tapi sebaiknya jangan percaya dulu.

Parmin : kenapa begitu?

Kamto : karena kabarnya simpang siur. Dari sana lain, dari situ lain. Ada yang bilang begini, ada yang bilang begitu, ada yang bilang begini-begitu.

Parmin : ya, tapi bagaimana jelasnya? Jangan mutar-mutar begitu.

DARI ARAH LAIN MUNCUL SANWIRADJI.

Kamto : tunggu, tunggu. Kita Tanya kakek Sanwiradji dulu, coba.

Parmin : kek, dengar kabar soal Mbah Joyo?

Sanwiradji : seneng? Ya, jelas seneng kalau Mbah Joyo pulang. Ini berita gembira. Kita harus syukuran nanti.

Parmin : lo, jangan senang sulu, jangan syukuran dulu. Kabar itu benar atau tidak?

Sanwiradji : eh, siapa bilang saya tidak gembira? Jelas saya gembira dong.

Parmin : lo, saya tahu kakek gembira. Saya juga gembira kalau berita itu benar. Tapi, berita itu dari mana asalnya? berita itu benar atau tidak?

Sanwiradji : apa?

Parmin : jelaskan, Kamto. Jelaskan.

Kamto : (TERIAK) kakek dengar berita dari siapa?

Sanwiradji : lo, kok dari siapa, ya dari Roh Suci pelindung festival Topeng.konon, asalkita mau menebusnya dengan mengadakan selamatan seribu tumpeng, Mbah Joyo bakal di pulangkan.

Parmin : tunggu, tunggu…. Aduh, ini kok tidak karuan ceritanya? (KESAL). Sudahlah, teruskan ceritanya kek….

Sanwiradji : ya sudah, begitu saja. Kita tinggalselamatan. Parmin, jangan blang saya tidak senang ya?

PARMIN DIAM SAJA.

Wahyu : kalau yang saya dengar begini, parmin, Mbah Joyo hilang itu diampil sama Roh Suci pelindung Festifal Topeng. Perkaranya, Mbah Joyo bilang sudah capek ikut festival. Itu pantangan. Bah Joyokan Rajanya festival. Konon, Raja apa saja tidak boleh istirahat. Tidak boleh mundur. Jadi, kita semua warga desa harus minta maaf sama Roh Suci pelindung festival. Baru Mbah Joyo boleh pulang.

Parmin : kita? Kita bikin salah apa? Kalau yang salah Mbah Joyo kok kita yang harus minta maaf? Bagaimana? Ah. Sudah, sudah. Tiga orang, tiga cerita. Pusing aku.

(28)

Yasmudi : wah, ada pertemuan penting ini?

Wahyu : langsung saja Yasmuji, punya kabar apa soal Mbah Joyo?

Yasmuji : Mbah Joyo? Wah, itu mesti Tanya sama pono dan parjan. Mereka kan yang ikut festival.

Parjan : bagaimana Pono?

Pono : tidak, tidak dengar apa-apa. Saya ikut festival kan Cuma iseng.

Yasmuji : parjan?

Parmin : sudah, sudah. Cukup. Bagus begitu, pono. Tidak dengar apa-apa. Kalau dengar malah pusing seperti saya. Lain kali kalau dengar berita itu cari tahu dari mana sumbernya. Lalu Tanya pada sumber itu supaya jelas. Jangan simpang siur begini.

Parjan : menurut Peang, sumber berita ini dari kasmun.

Parmin : kasmun? Betul? Sontoloyo memang dia itu. Dulu dia yang minta kita jangan memikirkan Mbah Joyo. Sekarang enak saja bilang Mbah Joyoakan pulang. Bagaimana kita tidak jadi memikirkan Mbah Joyolagi? Bagai mana kita tidak resah? Bener-bener sontoloyo anak itu. Dimana dia sekarang? Biar aku cabut lidahnya, tahu rasa.

Wahyu : cabut boleh saja. Tapi jangan marah-marah sama kita, parmin. Kita sama-sama tidak tahu.

Parmin : apa yang kalian tahu? Semua serba tidak tahu. Percuma omong sama kalian. (PERGI).

Wahyu : lo, dikasih kabar baik malah marah-marah.

Parmin : (MUNCUL LAGI) siapa bilang saya marah? Saya gembira mendengar kabar itu karena paling tidak kita punya harapan. Buat orang kecil macam kita, harapan itu penting walaupun belum tentu jadi kenyataan. (PERGI LAGI)

LAMPU PADAM CEPAT

ADEGAN DELAPAN BELAS

RUMAH JARKONI. MALAM.

SAMIUN SEDANG MARAH-MARAH PADA KASMUN DAN KAWAN-KAWAN YANG DIANGGAP SALAH DALAM MENJALANKAN TUGAS. CARA MARAH SAMIUN MEMBUAT KASMUN DAN KAWAN-KAWAN KELIMPUNGAN. PADAHAL SAMIUN HANYA MEMANDANGA SAJA, TANPA BICARA SATU PATAH KATA PUN.

Kasmun : (SETELAH LAMA KEBINMGUNGAN, LALU MENANGIS) ampun pak, ampun, ampun. Saya tidak tahan dipandangin seperti ini. Mohon diberi tahu apa kesalahan kami. Atau, kalau perlu lebih baik hukumlah kami. Tapi mohon pak, jangan pandangi saya seperti ini. Ampun, ampun…

Samiun : celaka kamu, kasmun. Celaka kalian semua.kalau orang melakukan kesalahan tapi menyadari dirinya berbuat salah, itu masih lumayan. Tapi, kalau orang bikin salah dan tidak menyadari dirinya berbuat salah, itu celaka kasmun. Dan, itulah kalian.

(29)

Samiun : begini. Kalau saya umpamakan pak jarkoni dan saya sebagai sopir…. Andong misalnya, siapa keneknya?

Kamun : kami, pak.

Samiun : lantas siapa penumpangnya?

Kasmun : warga desa ini, pak.

Samiun : nah, sekarang kalau pak jarkoni dan saya sebagai supir saja tidak berani menjanjikan apapun pada para penumpang, bagaimana bisa kamu sebagai kenek berani menjanjikan Mbah Joyo akan pulang?

Kasmun : o, jadi itu kesalahan saya? Ampun pak, ampun….

Samiun : bukan itu saja, masin banyak.

Kasmun : iya pak, baik pak, tapi saya tidak pernah menjanjikan apa-apa pada warga desa. Saya bilang kemungkinan Mbah Joyo akan pulang hanya pada Mas Blentung. Dan, saya wanti-wanti pesan pada Mas Blentung supaya jangan mengatakan pada orang lain.

Samiun : itu juga celaka, kasmun. Jadi, kamu celaka tiga kali. Apa kamu pikir Blentung tidak cerita pada orang lain? Siapa bisa jamin, coba?

Kasmun : saya. Saya jamin, pak.

Samiun : nah, sekarang kamu celaka empat kali. Coba sekarang kamu pasang kuping, dengan baik-baik apa kata orang-orang. Waktu mereka mau berangkat keladang atau sawah, coba dengar. Mereka jadi berharap, Mbah Joyo akan segera pulang. Semua orang jadi runyam, jadi resah. Dan itu semua gara-gara omongan kalian, kesalahan kaian. Padahal tadinya semua tenang, sudah adem ayem.

Kasmun : bagaimana bapak tahu semua itu?

Samiun : itu tidak perlu kamu tanyakan, kasmun. Pertanyaan bodoh itu. Sekarang aku yang mau Tanya. Kenapa kamu sebut-sebut Mbah Joyo akan pulang? Jawab, kasmun.

Kasmun : baik, pak. Sejak saya, maksud saya, sejak Mbah Joyo hilang, saya mendengan Mas Blentung begitu menderita. Jadi, saya bermaksud menghibur dia dengan mengatakan Mbah Joyo bisa pulang dengan syarat tertentu. Dan, saya pikir memang begitu. Mas Blentung orang baik pak, saya tidak tega membohongi dia. Saya… saya tidak tega.

Samiun : tidak tega? Omongan macam apa itu, kasmun? Oh, kamu benar-benar celaka 7 kali. Kamu pikir, aduh… tolol, tolol. Kamu pikir semua yang kita lakukan untuk apa, hah? Kok pakei tidak tega segala? Kamu tahu, berbohong pada satu atau dua orang untuk tujuan yang tidak jelas, bolehlah tidak tega. Tapi, kalau kita berbohong pada semua warga desa untuk tujuan yang baik ya… kita harus tega. Lo, iya. Kenapa tidak? Apa yang kita akukan kan demi kebaikan warga, demi kebaikan desa. Coba pikir, apa menurutnu bak kalau kita bicara apa adanya tapi warga lantas jadi resah? Tokoh macam apa, saya yang tega membuat warganya resah? Tolol, tolol….

Kasmun : ampun, pak. Saya mengaku bersalah kalau memang harus dihukum, hukumlah saya. Saya rela.

Referensi

Dokumen terkait