Regulasi Perbankan Syariah
Dalam UU Perbankan Indonesia
Sessi 1:
Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia
PENDAHULUAN
Dasar pemikiran:
untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang tidak mau dilayani oleh bank
dengan sistem bunga
mengoptimalkan peran sektor perbankan dalam
rangka meningkatkan pemerataan
pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan
Landasan Hukum
Bank Indonesia adalah otoritas pengawasan perbankan (termasuk perbankan syariah):
Pasal 29 (1) UU No.10 Th.1998 ttng Perbankan:
Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia
Pasal 8 UU No.23 Th.1999 ttng Bank Indonesia: Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut:
a.Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
b.Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
Bank Umum dan BPR Syariah
Pasal 1 ayat 3 UU No.10 Tahun 1998:
Bank Umum: bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan/atau
berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.Pasal 1 ayat 4 UU No.10 Tahun 1998:
Bank Umum dan BPR Syariah
Pasal 6 huruf m UU No.10 Tahun 1998:
“… Pokok-pokok ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia
memuat antara lain:
a.Kegiatan usaha dan produk-produk
bank berdasarkan prinsip syariah
Pendirian Bank Syariah
Pasal 16 UU No.10 Tahun 1998:
Persyaratan dan tatacara pendirian bank
umum dan BPR Syariah ditetapkan oleh Bank
Indonesia
SK No.32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum
SK No.32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999
tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah SK No.32/35/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999
Pendirian Bank Syariah
Pendirian Bank Syariah
1. Izin Prinsip
2. Izin Usaha
Konversi Bank Konvensional Menjadi Bank
Syariah
1. Izin Prinsip
Pembukaan Kantor Bank Syariah oleh
Bank Umum Konvensional
PBI No.4/1/PBI/2002 tanggal 27 Maret 2002
tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank
Umum Konvensional Menjadi Bank Umum
Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan
Kantor Bank Berdasarkan Prinsip Syariah oleh
Bank Umum Konvensional:
Pembukaan Kantor Cabang Syariah (KCS)
Pembukaan Kantor Cabang Pembantu Syariah (KCPS)
Pembukaan Kantor Bank Syariah oleh
Bank Umum Konvensional
Pembukaan Kantor Cabang Syariah (KCS)
dengan cara:
Membuka KCS baru
Mengubah KC konvensional menjadi KCS Meningkatkan status KCPS menjadi KCS
Wajib melaksanakan hal-hal sbb:
Membentuk Unit Usaha Syariah (UUS)
Membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) Menyediakan modal kerja:
Pembukaan Kantor Bank Syariah oleh
Bank Umum Konvensional
Pembukaan Kantor Cabang Pembantu
Syariah (KCPS)
Bertempat dan beralamat di KC atau KCP bank
umum konvensional (tidak perlu membangun atau menyewa gedung kantor sendiri)
Menginduk kepada KCS dalam satu wilayah kerja BI (termasuk kliring)
Wajib mendapat izin dari BI
Pembukaan Kantor Bank Syariah oleh
Bank Umum Konvensional
Pembukaan Unit Syariah (US)
Merupakan bagian dari KC atau KCP konvensional
Transaksi Produk dan Jasa US dibukukan secara terpisah dari kegiatan konvensional
Wajib mendapat izin dari BI
Menyediakan modal kerja minimal 500 J di wilayah Jabotabek dan 250 J di luar wilayah Jabotabek
Kegiatan Usaha dan Produk
Bank Syariah
Pasal 6, 7 dan 13 UU No.7 Tahun 1992
sbgmn telah diubah dlm UU No.10
Tahun 1998 mengatur kegiatan usaha
bank secara umum
Khusus untuk bank syariah, kegiatan
usaha yang dapat dilaksanakan adalah
Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah
Pasal 1 angka 13 UU No.10 Th.1998 ttng Perbankan: Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan
hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan
syariah antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip
penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan keuntungan (murabahah), atau pembiayaan
barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa
Kegiatan Usaha dan Produk Bank
Syariah
SK Direksi BI BI No.32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip
Syariah
Pasal 28:
Bank Wajib menerapkan prinsip syariah dalam melakukan usahanya yang meliputi:
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berdasarkan
prinsip wadiah (giro) dan mudharabah (tabungan dan deposito).
melakukan penyaluran dana melalui transaksi jual beli berdasarkan prinsip
murabahah, istishna, ijarah, salam, jual beli lainnya.
pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah, musyarakah dan
bagi hasil lainnya.
membeli, menjual dan atau menjamin atas risiko sendiri surat-surat
berharga atas dasar transaksi nyata (underlying transaction);
membeli surat-surat berharga pemerintah dan/atau Bank Indonesia yang
Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah
memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah berdasarkan
prinsip wakalah;
menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan
berdasarkan prinsip wakalah;
menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
berdasarkan prinsip wadiah;
kegiatan jasa lain berdasarkan prinsip Syariah.
Pasal 29
melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip sharf, penyertaan modal
pada bank atau perusahaan lain berdasarkan prinsip musyarakah dan atau mudharabah, penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarakan prinsip musyarakah dan/atau mudharabah, dan pendiri dana pensiun berdasarkan prinsip syariah.
Bank dapat bertindak sebagai lembaga baitul maal yaitu dapat menerima dana
yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, waqaf, hibah, atau dana social
Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah
SK Direksi BI BI No.32/36/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang BPR Berdasarkan Prinsip Syariah
Pasal 27
BPRS wajib menerapkan prinsip Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya yang meliputi:
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
melakukan penyaluran dana melalui transaksi jual beli berdasarkan prinsip murabahah, istishna, ijarah, salam, jual beli lainnya.
pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah, musyarakah
dan bagi hasil lainnya.
melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan BPRS sepanjang
Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah
Pasal 28
BPRS dapat bertindak sebagai lembaga baitul maal yaitu dapat menerima dana yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, waqaf, hibah, atau dana social
lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak
Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan
Dewan Syariah Nasional (DSN)
Dalam rangka menjaga kegiatan usaha bank syariah agar senantiasa berjalan sesuai dengan nilai-nilai syariah
Penjelasan UU No.10 Tahun 1998 Pasal 6 huruf m :
Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. Kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan prinsip
syariah;
b. Pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah
c. Persyaratan bagi pembukaan kantor cabang yang melakukan
Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan
Dewan Syariah Nasional (DSN)
DPS wajib mengikuti fatwa dari DSN
DPS adalah dewan yang ditempatkan di Bank Syariah yang
keanggotaannya ditetapkan berdasarkan rekomendasi DSN yang bertugas mengawasi penerapan prinsip syariah dalam kegiatan usaha Bank.
DSN merupakan dewan yang dibentuk oleh MUI merupakan satu-satunya badan yang mempunyai kewenangan
mengeluarkan fatwa syariah terhadap jenis-jenis kegiatan,
PENUTUP
UU No.10 Tahun 1998:
mengakomodir legalitas hukum baik dari aspek kelembagaan dan
kegiatan usaha bank syariah dengan jelas
menjadi landasan yuridis yang kuat bagi perbankan dan para pihak
yang berkepentingan.
UU No.23 Tahun 1998 tentang Bank Indonesia:
memberikan landasan hukum yang kuat kepada Bank Indonesia untuk
melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap perbankan Syariah.
PENUTUP
Standarisasi dalam penerapan akuntansi dan audit bank Syariah
yang diperlakukan secara khusus sebagaimana ditentukan dalam standar internasional untuk akuntansi dan audit lembaga keuangan syariah yang diterbitkan oleh AAOIFI Bahrain.
Dalam kegiatan usaha bank syariah peranan DPS juga sangat
penting dalam rangka menjaga kegiatan usaha bank syariah agar senantiasa berjalan sesuai dengan nilai-nilai syariah.
DPS harus independen dan terdiri dari para pakar Syariah
Muamalah yang juga memiliki pengetahuan dasar bidang perbankan.
Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari DPS wajib mengikuti fatwa
DSN.
DSN merupakan badan independen yang mempunyai