• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ditinjau Dari Perspektif Ensiklik Laborem Exercens Dan Ensiklik Rerum Novarum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ditinjau Dari Perspektif Ensiklik Laborem Exercens Dan Ensiklik Rerum Novarum"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

AJARAN SOSIAL GEREJA

Ditinjau Dari Perspektif Ensiklik Laborem Exercens Dan

Ensiklik Rerum Novarum

Yohanes Hendro Pranyoto

STK St. Yakobus Merauke Email: yohaneshenz@gmail.com

Abstract:

Everyone has to work. By working, people can sustain their life and they also change the face of the world. In some points, everyone has different meanings about work. This writing wants to describe the true meaning of work according to the teachings of the Church. This writing uses library research type. The primary data source in this paper consists of two documents (Encyclical) namely Encyclical Laborem Exercens by Pope John Paul II and Encyclical Rerum Novarum written by Pope Leo XIII. In these two encyclicals, the essential meaning of work is the activity that man undertakes to sustain and develop his life. The call to work also shows that humans as partners of God’s work to develop the world. As God’s working partner, the archetype of human labor is adapted to God’s actions in the world: creating, nurturing and improving.

Keywords:

▸ Baca selengkapnya: apa yang menjadi penekanan utama dalam ensiklik ini

(2)

Pendahuluan

Kerja merupakan tindakan khas manusia. Dengan bekerja, manusia menyadari diri sebagai makhluk yang mampu mengembangkan diri, mampu membawa perubahan, baik pada skala kecil maupun pada dunia yang lebih luas. Melalui bekerja, orang mempertahankan hidupnya, melayani kebutuhan sesama dan dirinya. Orang harus bekerja. Konsekuensi dari manusia sebagai makhluk pekerja adalah berusaha untuk mencari pekerjaan, sebab dengan bekerja orang dapat mempertahankan hidup.

Pandangan masyarakat tentang kerja bermacam-macam. Ada pandangan yang positif atau membangun dan ada juga pandangan yang kurang tepat tentang kerja. Ada orang berpandangan bahwa bekerja adalah beban dalam hidup, sehingga perlu dikurangi atau dihindari. Ada pula orang yang sangat menikmati pekerjaan mereka dan merasa hidup menjadi lebih bermakna dengan melakukan suatu pekerjaan, namun di sisi lain, masih adanya pandangan dalam masyarakat yang mengklasifikasi pekerjaan kasar dan pekerjaan halus. Pekerjaan halus diidentikkan dengan pekerja kantoran (para medis, guru, dan PNS lainnya), sedangkan pekerjaan kasar disejajarkan dengan para buruh yang semata-mata hanya mengandalkan otot dalam bekerja (buruh bangunan, buruh bongkar muat pelabuhan, dan lain-lain). Di dalam masyarakat modern, semua pekerjaan seharusnya mencerminkan suatu aktivitas positif. Orang yang bekerja di sawah atau buruh, mempunyai nilai yang sama positifnya dengan orang yang bekerja di kantor.

Konsekuensi logis dari suatu pekerjaan adalah adanya imbal hasil atau kontra prestasi dari apa yang sudah kita lakukan. Imbal hasil ini biasa kita maknai dengan upah kerja. Upah kerja itu bermacam-macam seperti gaji, promosi jabatan, fasilitas, penghargaan, dan lain-lain. Melalui pemberian upah kerja yang adil akan memberikan kepuasan batin dan kebahagiaan bagi orang yang bekerja. Masalahnya adalah tidak setiap instansi atau pemberi kerja mampu memberikan upah yang layak dan memperhatikan kesejahteraan pekerjanya.

(3)

diterbitkan dalam rangka memperingati ulang tahun Rerum Novarum (RN) ke-90 mengkritik tajam praktik komunisme dan kapitalisme dalam dunia kerja. Hal ini ditengarai karena paham komunisme dan kapitalisme yang dipraktikkan dalam konteks dunia kerja saat itu memperlakukan manusia sebagai alat produktivitas. Manusia hanya sebagai instrumen penghasil kemajuan dan perkembangan. Padahal, sebagai mahkota ciptaan, sudah seharusnya manusia berhak atas pekerjaan, sekaligus memperoleh upah yang adil dan wajar, serta hidup secara manusiawi.

Latar belakang Ensiklik LE berdasarkan pengalaman konkret yang dialami oleh Paus Yohanes Paulus II semasa kecilnya ketika hidup di Polandia. Pada masa itu Polandia memberlakukan sistem komunis, yakni para buruh mendapat perlakuan yang semena-mena serta mengalami penindasan. Paus menanggapi hal itu berdasarkan situasi kerja yang pada awal revolusi industri atau pergantian dari sistem agraris ke industri, secara perlahan-lahan mengesampingkan peran manusia dalam hal bekerja. Kecenderungan global ini telah membawa perubahan radikal dalam dunia kerja, namun Paus Yohanes Paulus II mengemukakan bahwa manusia tetap menjadi pusat makna kerja. Di dalam Ensiklik LE Paus Yohanes Paulus II mengembangkan konsep martabat manusia dalam pekerjaannya. Paus Yohanes Paulus II mencurahkan dokumen LE pada manusia dalam konteks yang lebih luas dari realitas kerja.1

Rumusan Masalah

Penulisan ini berusaha menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apa yang melatarbelakangi munculnya Ensiklik Laborem Exercens dan Rerum Novarum?

2. Apa makna kerja dalam Ensiklik Laborem Exercens dan Ensiklik

Rerum Novarum?

3. Bagaimana implikasi dari makna kerja berdasarkan Ensiklik Laborem Exercens dan Ensiklik Rerum Novarum terhadap permasalahan dunia kerja saat ini?

(4)

Kajian Pustaka tentang Makna Kerja

Pengertian Kerja Menurut Beberapa Ahli

Menurut Frans Von Magnis, kerja merupakan sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang sebagai profesi, sengaja dilakukan untuk mendapatkan penghasilan. Kerja dapat juga diartikan sebagai pengeluaran energi untuk kegiatan yang dibutuhkan seseorang demi mencapai tujuan tertentu2.

Kerja merupakan hal yang penting dalam kehidupan individu karena beberapa alasan. Pertama, adanya pertukaran atau timbal balik dalam kerja dalam bentuk reward. Secara ekstrinsik, reward diterima dalam bentuk uang. Secara intrinsik, reward diperoleh dalam bentuk kepuasan dalam melayani. Kedua, kerja biasanya memberikan beberapa fungsi sosial. Perusahaan sebagai tempat kerja, memberikan kesempatan untuk bertemu orang-orang baru dan mengembangkan persahabatan. Ketiga,

pekerjaan seseorang sering kali membentuk status dalam masyarakat luas, sekaligus dapat menjadi sumber perbedaan sosial maupun integrasi sosial.

Keempat, adanya nilai kerja bagi individu yang secara psikologis dapat menjadi sumber identitas, harga diri dan aktualisasi diri.

Kerja adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan seseorang untuk dapat  mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Tujuan yang dimaksud seperti imbalan berupa uang atau barang. Dengan demikian kepuasan kerja dalam melayani sesama sungguh-sungguh tercapai. Gereja mempunyai perhatian khusus tentang kerja manusia. Dengan demikian, dalam ajaran sosial Gereja muncul pandangan-pandangan yang mendasar tentang bekerja dan nilai kerja seperti yang diungkapkan oleh Paus Yohanes Paulus II bahwa: “manusia adalah subyek kerja dan tak dapat dikaitkan dengan pekerjaan yang dikerjakan, dan karenanya ia adalah pribadi yang menguasai semua realitas ciptaan lainnya”.

Makna Kerja Menurut Kitab Suci

Perjanjian Lama menampilkan Allah sebagai Sang Pencipta yang membentuk manusia seturut citra-Nya dan mengundang dia untuk

(5)

mengolah tanah serta mengusahakan dan memelihara taman Eden di mana Allah telah menempatkan Adam dan Hawa. 3 Allah mempercayakan

tugas untuk menaklukkan bumi dan berkuasa atas semua makhluk hidup. Adam dan Hawa dipercayakan untuk menguasai taman Eden merawat dan menjaganya dengan penuh tanggung jawab bukan untuk merusaknya. Kekuasaan yang dilaksanakan manusia atas semua makhluk hidup yang lain bukanlah sesuatu yang lalim atau sewenang-wenang; sebaliknya, ia harus “mengusahakan dan memelihara” harta benda yang telah diciptakan Allah.4

Mengusahakan bumi berarti tidak membiarkan dan menelantarkannya; menaklukkannya berarti memeliharanya, seperti seorang raja arif yang mengayomi rakyatnya dan seorang gembala yang menjaga kawanan dombanya”.5 Dalam Perjanjian Lama, manusia diciptakan oleh Tuhan untuk

mengolah tanah dan memelihara ciptaan ini sebagai bentuk ungkapan syukur kepada Sang pencipta. Dengan berkuasa berarti manusia berhak untuk menjaga dan merawat apa yang telah diciptakan ini dengan sebaik-baiknya dan tidak merusaknya. Perjanjian Lama menyampaikan pesan bahwa manusia adalah partner Allah dalam bekerja untuk mewujudkan kesejahteraan manusia.

Perjanjian Baru menampilkan Yesus sendiri yang adalah seorang pekerja. Ia hidup di keluarga Nazaret bersama dengan Yusuf, seorang tukang kayu dan dengan Maria. Yesus juga mencela perilaku hamba yang tidak berguna, yang menyembunyikan talentanya di dalam tanah dan memuji hamba yang setia lagi bijaksana yang didapati sang Tuan sedang melakukan tugas yang telah dipercayakan kepadanya.6 Yesus juga

menerangkan misi-Nya sendiri sebagai ihwal bekerja: “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga.”7

Tentang bekerja, Rasul Yohanes berkata: “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan

3 Bdk. Kej 2:2; Ayb 38-41; Mzm 104; Mzm 147.

4 Bdk. Kej 2:15.

5 Kompendium ASG, Maumere: Ledalero, 2013, hlm. 255. 6 Bdk. Mat 25:14-30.

(6)

sampai kepada hidup yang kekal, yang diberikan Anak manusia kepada kamu.8 Gagasan Santo Yohanes mau menegaskan supaya manusia

bekerja bukan semata-mata untuk urusan “perut” tetapi bekerja untuk memperoleh sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai bekal kehidupan abadi yakni pekerjaan rohani yang bertahan sampai kepada kehidupan yang kekal. Sebab dengan bekerja orang berpartisipasi dalam karya Allah dan Kristus akan membantu, melimpahkan rahmat-Nya atas setiap pekerjaan kita manusia.

Rasul Paulus dalam2 Tes 3:10 mengatakan: “Jika seseorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan. Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna”. Rasul Paulus mengajarkan kepada jemaat di Tesalonika, supaya dalam hidup keseharian mereka harus bekerja. Sebab banyak sekali di antara mereka yang tidak mau bekerja. Alasan rasul Paulus memberikan peringatan kepada jemaat di Tesalonika karena jemaat ini tidak mau bekerja lagi (berhenti bekerja), menjadi orang-orang sibuk hilir mudik dalam kegilaan mereka dan hanya bisa mengemis makanan dari orang lain. Rasul Paulus mengajarkan dengan bekerja orang menjadi teman bagi sesama, dengan bekerja orang dihargai, diangkat harkat dan martabat sekaligus bentuk pengabdian kepada Tuhan.

Spiritualitas Kerja

Spiritualitas kaum pekerja adalah suatu panggilan untuk mendekatkan diri dengan Allah melalui pekerjaan yang dijalankannya. Dengan bekerja para pekerja terlibat dalam karya penciptaan Allah. Mereka menjadi rekan kerja Allah dalam menata karya keselamatan di dunia ini. Karena itu para buruh dalam bekerja bukan karena terpaksa, melainkan untuk menyempurnakan kehidupan di dunia. Dengan bekerja mereka membuka diri bagi perspektif keselamatan.

Kerja merupakan keikutsertaan manusia dalam kegiatan Sang Pencipta. Hal inilah yang menjadi motivasi paling mendasar untuk melaksanakan kerja di dalam berbagai sektor kehidupan. Bahwa dengan bekerja, manusia

(7)

berperan serta dalam kegiatan Allah sendiri yang tampak jelas di dalam hidup dan karya Yesus Kristus. Yesus tidak hanya memaklumkan Injil dengan berkhotbah, tetapi pertama-tama dan terutama melaksanakan dengan tindakan-Nya mulai dengan hidup-Nya di Nazaret.

Spiritualitas kerja mendapat acuan pokok dalam misteri Paska; penderitaan dan kemenangan Yesus Kristus. Pertanyaannya, bagaimana orang beriman menghayati imannya dalam dunia kerja? Orang beriman menjadi “gambar Allah”, rekan sekerja Allah pencipta dan penebus, yakni dengan aktif menjalankan pekerjaannya sehari-hari. Melalui kerja, manusia mengambil bagian dalam karya penebusan yaitu dengan berjuang dalam pergulatan hidup, berusaha mempertahankan hidup, serta mengusahakan kebutuhan dan nilai hidup bagi diri, keluarga dan kemajuan dunia. Dengan menghayati pekerjaannya sebagaimana Kristus menerima dan memanggul salib-Nya demi kita, manusia menjadi terlibat dalam pekerjaan sejarah keselamatan Allah Tujuannya ialah demi kemuliaan Allah.9

Pembahasan

Latar Belakang Munculnya Ensiklik Laborem Exercens dan Rerum Novarum

Ensiklik Laborem Exercens, merupakan ensiklik ketiga yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II dalam rangka memperingati usia kesembilan puluh tahun ensiklik Rerum Novarum (1891) yang ditulis oleh Paus Leo XIII. Munculnya ensiklik LaboremExercens merupakan hasil dari keprihatinan Gereja atas nasib manusia pekerja yang martabatnya diabaikan oleh para pemilik modal. Manusia dilihat sebagai budak sehingga diperlakukan sebebas-bebasnya termasuk membelenggunya. Selain itu, manusia juga menganggap pekerjaannya sebagai dewa sehingga mengabaikan aktivitas-aktivitas yang lain dari manusia itu sendiri. Di dalam ensiklik Laborem Exercens, Paus Yohanes Paulus II menegaskan kedudukan kerja pada pusat masalah sosial. Ia mengatakan bahwa manusia adalah subyek kerja yang

(8)

benar. Kerja mengungkapkan martabat manusia dan menambah martabat manusia. Paus juga mendukung hak-hak buruh untuk berserikat. Sepintas ensiklik Laborem Exercens mengangkat keprihatinan masalah-masalah industrialisasi pada zaman mutakhir ini, namun sangat terasa bahwa ensiklik ini merefleksikan secara mendalam kerja manual.

Latar belakang munculnya ensiklik Laborem Exercens erat kaitannya dengan pengalaman pribadi Paus Yohanes Paulus II. Pertama,

sejak masa muda Sri Paus mengenal pekerjaan kaum buruh pada banyak pertambangan di negeri asalnya (Polandia). Ia berangkat dari pengalaman konkret dan dari keadaan senasib sepenanggungan. Kedua, Paus Yohanes Paulus II mengalami hidup di Polandia, di mana rezim komunis mempraktikkan struktur-struktur kerja kolektif. Dia menilai hasil-hasil dari sosialisasi ekstrem sarana-sarana produksi dan menolak penyalahgunaan dari sentralisasi birokratis dan negara. Penulis ensiklik Laborem Exercens (Paus Yohanes Paulus II) memberi judul Laborem Exercens, “Kerja sebagai partisipasi dalam kegiatan Sang Pencipta”. Judul ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa dengan dan melalui kerja manusia berpartisipasi dalam karya Allah.

Munculnya ensiklik Rerum Novarum tidak terlepas dari munculnya revolusi industri pada masa itu. Revolusi Industri merupakan periode antara tahun 1750-1850 di mana terjadinya perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia. Revolusi Industri dimulai dari Britania Raya dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, dan akhirnya ke seluruh dunia.

(9)

1891. Ensiklik ini muncul dalam menanggapi situasi jaman yang sedang dilanda keguncangan dalam bidang sosial, ekonomi dan politik yang berdampak pada meningkatnya suhu ketegangan dan pemberontakan aktual antara pemilik modal (majikan) dengan kaum buruh. Dalam bidang politik, akibat dari keguncangan itu ialah munculnya paham baru tentang masyarakat dan negara serta pemerintahan. Struktur masyarakat tradisional mengalami pembongkaran dan mulai muncul struktur lain yang membawa harapan akan bentuk-bentuk kebebasan yang baru.   

Ensiklik Rerum Novarum oleh Paus Leo XIII ini hendak menanggapi kebutuhan kodrat manusia yang dijiwai oleh asas-asas semangat Injil. Bagi kalangan pemegang modal, ensiklik ini menimbulkan oposisi, tetapi sebagian besar masyarakat menyambut dengan penuh antusias dan kekaguman yang mendalam. Tepatlah dikatakan bahwa ensiklik ini dipandang sebagai ikhtisar ajaran Katolik dalam bidang sosial dan ekonomi.

Dalam latar belakang, penulis telah menjelaskan sebab munculnya Rerum Novarum yakni situasi masyarakat yang mengalami ketegangan dalam aspek sosial, ekonomi serta politik. Ketegangan ini menimbulkan reaksi anarkis dari mereka yang lemah dan tak mempunyai apa-apa. Ketegangan diakibatkan oleh egoisme kaum majikan yang sangat berpengaruh dalam perekonomian dan bisnis yang mereka jalankan. Mereka tidak memedulikan nilai kemanusiawian seseorang. Hal yang terpenting adalah memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dan meminimalisir angka kerugian. Pada prinsipnya setiap peraturan, larangan, ajakan, atau undang-undang yang berlaku dalam masyarakat dibuat karena dalam masyarakat tersebut terdapat pelanggaran-pelanggaran. Demikian juga dengan ensiklik yang dikeluarkan Paus Leo XIII yang berisi ajaran dan ajakan bagi seluruh umat manusia.

Makna Kerja Menurut Ensiklik Laborem Exercens & Rerum Novarum

(10)

and Responsibility. Yohanes Paulus II menekankan pribadi sebagai subyek dan hal ini tampak jelas dalam ensikliknya yang pertama tentang masalah sosial, Laborem Exercens (1981) yang diterbitkan untuk memperingati ulang tahun ke-90 Rerum Novarum. Ada dua pokok yang amat penting dalam ensiklik ini yang menggambarkan bagaimana Paus memberi tekanan pribadi sebagai subyek.

Pertama, Laborem Exercens menempatkan tenaga kerja di atas modal.10

Dalam ensiklik ini, Yohanes Paulus II kerap mengutip perintah kepada Adam dalam Kitab Kejadian agar menundukkan dan menguasai bumi. Manusia adalah subyek kerja dan tak boleh dikaitkan dengan pekerjaan yang dikerjakan, dan karenanya ia adalah pribadi yang menguasai semua realitas tercipta lainnya. Kebenaran ini membawa konsekuensi penting dan menentukan, yaitu pekerjaan mengatasi modal. Modal hanyalah sarana atau alat. Pribadi adalah tuan atas semua ciptaan yang diletakkan di dunia agar ia pakai. Ajaran yang menekankan keunggulan pribadi di atas benda juga mengatur hubungan antara modal dan pekerjaan. Menempatkan modal di atas tenaga kerja adalah kesalahan fundamental dari ekonomisme dan materialisme.11

Kedua, Laborem Exercens menekankan bahwa ranah subyektif dari kerja mengatasi ranah obyektif karena pribadi adalah subyek. Mengingat pesan dari kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian untuk menaklukkan bumi dan menguasainya, pekerjaan adalah kegiatan yang bersifat “transisi” (kegiatan mulai dari subyek manusia dan diarahkan kepada obyek eksternal). Jadi, pekerjaan mempunyai dua ranah: obyek atau benda yang dilakukan dan subyek yang melakukannya. Ranah obyektif dari kerja atau apa yang dikerjakan sangat beragam, dari yang masuk wilayah fisik hingga dalam wilayah intelektual, semua itu dilakukan oleh manusia karena perintah Allah untuk menaklukkan bumi.

Manusia harus dihargai karena mencerminkan pencipta. Manusia mesti bekerja karena pencipta telah memerintahkan dan dalam rangka menanggapi

10 Konferensi Waligereja Indonesia, Dokumen Konsili Vatikan II, Ensiklik Laborem Exercens. Jakarta: Obor, 1993, art. 12.

(11)

kebutuhan serta mengembangkan kemanusiaannya. Maka, kita bisa melihat bahwa apa pun pekerjaan yang dilakukan manusia, tetap merupakan tindakan ambil bagian dalam karya Allah. Tidak menjadi soal apakah pekerjaan itu ringan atau berat, sederhana atau kompleks, sebab setiap pekerjaan adalah bentuk pelayanan sesama kepada dan Allah. Selain itu, kerja juga memiliki aspek sosial yang intrinsik, karena buah-buah kerja memberikan kesempatan bagi pertukaran relasi dan perjumpaan antara sesama manusia.

Ensiklik Laborem Exercens juga menegaskan bahwa dasar utama nilai kerja adalah manusia itu sendiri. Maka, layak dan sepantasnya bahwa tidak ada pemaksaan terhadap manusia karena manusia memiliki kedaulatannya sendiri. Kerja pertama-tama adalah demi manusia bukan sebaliknya. Dengan ini, mau ditegaskan bahwa manusia tidak boleh disingkirkan martabatnya dalam kaitannya dengan pembangunan dan pengembangan masyarakat dengan alasan atau dalih apa pun. Manusia harus ditempatkan sebagai rekan kerja yang dipandang memiliki hubungan dengan Allah dan harus dihormati martabatnya.

Kenyataan sekarang mengatakan bahwa manusia mengalami degradasi dalam kerja. Degradasi ini dipahami sebagai akibat dari adanya eksploitasi dalam dunia kerja atas manusia. Bentuk yang nyata adalah manusia dijadikan sebagai sarana dan alat yang berguna bagi produksi. Hal ini diakibatkan karena manusia sudah tidak mampu melihat nilai kerja sebagai tujuan yang membangun manusia. Kerja hanya dilihat sebagai aktivitas yang mengasingkan manusia dari kehidupannya sendiri.

Adapun manusia sebagai pribadi adalah subyek dari kerja. Seorang pribadi adalah yang “menguasai”. Jadi, penguasaan itu mengacu kepada ranah subyek, bukan pada ranah obyektif. Kerja mempunyai nilai etis karena yang melakukannya adalah seorang pribadi, subyek yang sadar dan bebas, yang dalam kerja itu membentuk dirinya sendiri. Kerja itu bagi pribadi, bukan kebalikannya. Pandangan seperti ini mendorong kita untuk mengadakan evaluasi radikal dan bicara tentang kesetaraan dasar semua orang yang bekerja, tak peduli obyek pekerjaan mereka.

(12)

ditandai meningkatnya suhu ketegangan dan pemberontakan aktual. Pada latar belakang yang suram itu, gagasan dan ide cemerlang ajaran Paus Leo XIII sangat menonjol sekali. Keuntungan pribadi dianggap satu-satunya motif yang sah bagi kegiatan ekonomi. Bunga pada modal, harga-harga baik barang-barang maupun jasa, untung-laba dan upah, harus diterapkan melalui penerapan mekanisme hukum pasar.

Di dalam tulisannya, Paus Leo XIII mengajarkan beberapa prinsip, pertama-tama prinsip itu menyangkut soal kerja, yang tidak boleh dipandang sebagai kegiatan spesifik manusiawi. Kebanyakan kerja itu upaya manusia untuk mendapat rezeki. Untuk itu upayanya tidak dapat digantung pada keadaan pasar. Upah itu perlu ditetapkan melalui hukum keadilan dan keserasian. Kedua, hak perorangan untuk memiliki sesuatu, termasuk barang-barang yang produktif, merupakan hak kodrati yang tidak dapat dihapus oleh negara. Akan tetapi tentu saja mencakup kewajiban sosial juga. Hak itu harus dilaksanakan tidak hanya demi keuntungan pribadi, melainkan untuk keuntungan bersama. Paus Leo XIII juga membela hak kodrat buruh bersama dengan rekan-rekannya membentuk serikat. Serikat itu dapat terdiri dari kaum buruh saja, atau dari kaum buruh dan para majikan, dan harus mempunyai struktur yang diperhitungkan dengan cermat, untuk menjamin kepentingan para buruh yang wajar. Termasuk hak kodrati kaum buruh juga untuk bekerja tanpa hambatan, dengan bebas, dan atas prakarsa mereka sendiri dalam serikat-serikat itu.

Implikasi Makna Kerja Terhadap Permasalahan Dalam

Dunia Kerja Dewasa Ini

(13)

Negara melepaskan tanggung jawab dari tugasnya untuk melindungi buruh. Buruh dilepas dan diserahkan kepada mekanisme pasar bebas, menghadapi pasar bebas, bertarung dengan lawan tak seimbang.

Ajaran sosial Gereja berusaha menjawab atau memberikan pencerahan untuk masalah setiap zaman. Salah satu dokumen ASG yang menyoroti masalah ini adalah Ensiklik Laborem Exercens secara khusus artikel 20, yang membicarakan tentang serikat-serikat pekerja. Kiranya ASG juga relevan dengan realitas masalah yang sedang terjadi dalam bidang perburuhan. Masalah yang berkenaan dengan serikat perburuhan dapat ditemukan pemecahannya atau paling tidak menjadi pedoman berdasarkan ensiklik LE artikel 20. Ajaran Gereja menyatakan bahwa hak dan kebutuhan kaum buruh harus dilindungi. Hal ini memunculkan hal baru lagi yakni hak atas persekutuan. Persekutuan ini disebut sebagai serikat pekerja. Serikat-serikat kerja ini dibentuk menurut jenis pekerja, profesi sehingga masing-masing mencerminkan kekhasannya. Tujuan pembentukannya sendiri untuk membela kepentingan paling pokok mereka di pelbagai kejuruan.

Paus Yohanes Paulus II dalam ensiklik Laborem Exercens mengatakan pribadi manusia pada hakikatnya adalah satu makhluk sosial, karena Allah yang menciptakan manusia menghendakinya demikian. Kodrat manusia malah menyatakan dirinya sebagai kodrat dari satu makhluk yang tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Paus Leo XIII memaklumkan ensiklik sosial yang pertama, Rerum Novarum. Ensiklik ini membedakan kondisi pekerja upahan, yang secara khusus menyusahkan para pekerja industri yang merana dalam kesengsaraan yang tidak manusiawi. Masalah kerja dikaji dalam semua bentuk ungkapan di bidang sosial dan politik sehingga sebuah penilaian yang tepat bisa dibuat berdasarkan moralitas seseorang.

(14)

terjadi saat ini. Persoalan begitu menonjol yang dihadapi oleh serikat buruh antara lain: adanya kebijakan dan perundang-undangan yang timpang dan merugikan buruh, pemerintah tidak lagi memberikan perlindungan bagi kaum buruh ketika berhadapan dengan para pemilik modal, sistem organisasi serikat buruh yang masih perlu diperbaiki baik dari segi tujuan maupun keanggotaannya, ada elite serikat buruh yang mengambil keuntungan dari ketertindasan buruh. Sehingga tidak lagi menjadi keprihatinan dalam menangani persoalan kaum buruh yang senantiasa memerlukan perjuangan dari berbagai pihak yang terkait.

Jelaslah yang dihadapi buruh kaum buruh tidak hanya pemilik modal saja melainkan juga pemerintah yang lebih berpihak pada yang pihak yang bermodal. Cita-cita serikat yang tampak dalam perjuangan untuk mendapatkan upah yang adil kiranya perlu dibenahi lagi. Karena apa yang terjadi sekarang adalah ketidakadilan publik yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun pemilik modal hanya untuk kepentingan mereka sendiri. Kiranya dengan mengubah cita-cita serikat, dapatlah mereka bergerak ke jaringan dan lingkup yang lebih luas yakni untuk kesejahteraan umum. Kiranya dengan pengalihan cita-cita, gerakan serikat buruh yang diperjuangkan oleh mereka mendapatkan tanggapan yang positif dari masyarakat atau publik. sehingga makin banyak yang bersimpati pada serikat buruh untuk bergerak bersama membaharui tatanan sosial.

(15)

Pilihan sikap Gereja dianggap selalu berangkat dari dan tertuju pada nilai kebenaran dan kebaikan. Dalam terminologi Kristiani, nilai yang diperjuangkan Gereja selalu terarah pada perwujudan nilai-nilai Kerajaan Allah secara konkret. Keterlibatan dalam persoalan konkret masyarakat tempat dimana Gereja hadir perlu dilihat sebagai sebuah impresi iman, juga prasyarat jika Gereja tidak mau kehilangan relevansi kehadirannya. Ini mengandaikan juga adanya kemampuan dan kemauan Gereja sendiri untuk membaca tanda-tanda zaman.

Kesimpulan

Bekerja adalah kegiatan yang dilakukan manusia untuk mempertahankan dan mengembangkan hidupnya. Semua manusia tanpa kecuali mendapatkan panggilan untuk melakukan pekerjaan sebagai tugas hakiki dari kehidupannya. Panggilan untuk bekerja menempatkan manusia sebagai subyek kerja yang mempunyai kemampuan untuk bertindak dan mempertanggungjawabkan tindakannya. Dalam kisah penciptaan digambarkan bahwa bagaimana Allah berkarya dan menciptakan manusia seturut gambar dan rupa-Nya.12 Dari kisah ini kita mendapat gagasan

bahwa manusia sebagai partner kerja Allah untuk mengembangkan dunia dan diberi kuasa atas segala makhluk lain di dunia. Maka sebagai partner kerja Allah, pola dasar dari kerja manusia disesuaikan dengan tindakan Allah di dalam dunia yaitu: menciptakan, memelihara dan memperbaiki.

Ajaran sosial Gereja melalui ensiklik Laborem Exercens dan Rerum Novarum sangat memberikan peran penting dalam mengangkat harkat dan martabat manusia. Latar belakang ensiklik Laborem Exercens yaitu untuk memperingati ulang tahun ensiklik Rerum Novarum yang ke-90 yang ditulis oleh Paus Leo XIII. Munculnya ensiklik ini atas keprihatinan Gereja terhadap nasib manusia yang diperlakukan semena-mena termasuk membelenggunya oleh majikan. Inti dari ensiklik Laborem Exercens adalah manusia bekerja dan berpartisipasi dalam kegiatan Sang Pencipta.

Ensiklik Rerum Novarum muncul akibat revolusi industri dimana terjadi perubahan dibidang pertanian, manufaktur, pertambangan,

(16)

transportasi dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi dan budaya. Ensiklik Rerum Novarum memperjuangkan hak-hak kaum buruh, serta membentuk serikat-serikat pekerja. Ensiklik Rerum Novarum hendak menanggapi kebutuhan kodrat manusia yang dijiwai oleh semangat Injil.

Ensiklik Laborem Exercens dan Rerum Novarum memperjuangkan harkat dan martabat kaum buruh. Ensiklik LE melihat pribadi manusia sebagai subyek kerja bukan obyek kerja sedangkan RN menyelamatkan para buruh yang tertindas dan membentuk kelas pekerja demi menyelamatkan mereka dari penderitaan yang mereka alami. Adapun implikasi makna kerja dalam dunia kerja saat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor: Kurangnya kesempatan kerja, budaya instan, pengaruh

hedonisme, kemajuan teknologi, dan sebagainya merupakan tantangan yang dihadapi oleh manusia dalam dunia kerja.

Rujukan:

AL. Purwahardiwardoyo. Masalah Sosial Aktual. Yogyakarta: Kanisius, 2006. Curran, E. Carles. Buruh, Petani dan Perang Nuklir. Yogyakarta: Kanisius, 2007. Debby, C. Runtu. Dampak Kemajuan Teknologi Terhadap Manusia.

Jakarta: Diva, 2012.

Ducker. Makna Kerja Dalam Hidup Manusia. Surabaya: UNIKA Widya Mandala, 2013.

Eddy Kristiyanto. Diskursus Sosial Gereja. Malang: Dioma, 2006. Frans Von Magnis. Pengertian Kerja. Jakarta: Kreasi Kita, 2009.

Konferensi Wali Gereja Indonesia. Ajaran Sosial Gereja. Jakarta: Obor, 2003.

Nur Hazanah. Hedonisme Di kalangan Masyarakat Indonesia. Jakarta: Kompasiana Indonesia, 2015.

Robert Setio. Teologi Ekonomi. Jakarta: Gunung Mulia, 2002.

Sekretariat Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Fransiskan Papua. Buku Saku Para Pekerja. Jayapura: SKPKC FP, 2015.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh dengan menggunakan uji persial (uji t) menunjukkan bahwa likuiditas berpengaruh positif dan signifikan terhadap

LANDASAN Pendidikan nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan upaya

77,93, dengan ketuntasan belajar sebesar 83,33%.Penerapan model pembelajaran RESIK berbantuan LKS Terstruktur mampu meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas terselesaikannya Laporan Teknis Penelitian Tahun Anggaran 2015 yang berjudul ” Sumberdaya Ikan Dan Lingkungan Di Waduk Pondok Dan Widas,

Tujuan penelitian tahun 2016 adalah untuk mendapatkan data dan informasi potensi produksi ikan, produktivitas dan tingkat kesuburan perairan, kualitas air, biologi

38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Bab I Ayat 1 & 2 menerangkan bahwa Lembaga zakat adalah lembaga swadaya masyarakat yang mengelola penerimaan, pengumpulan, penyaluran dan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penurunan COD pada lindi akibat pengaruh penggunaan fotokatalis TiO 2 yang dilapisi pada plat kaca,

Dari hasil wawancara dengan Ibu Zamratul Aini selaku dosen sekaligus alumni dari prodi Bimbingan Konseling Islam bahwa pendidikan itu harus terus menerus