Kajian Sumberdaya
Perairan Waduk Batu
Bulan Kabupaten
Sumbawa Propinsi Nusa
Tenggara Barat.
Khoirul Fatah, Susilo Adjie, Sevi Sawestri, Sidarta Gautama, Rusmaniar, Pabian Ardianta
BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
Judul Kegiatan :
Kajian Sumberdaya Perairan Waduk Batu Bulan di Kabupaten
Sumbawa Propinsi Nusa Tenggara Barat
Oleh :
Khoirul Fatah, ST, Drs. Susilo Adjie, Sevi Sawestri, S.Si, M.Si. Sidarta Gautama, Rusmaniar dan Pabian Ardianta, S.St.Pi
BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Penelitian : Kajian Sumberdaya Perairan Waduk Batu Bulan
Kabupaten Sumbawa Propinsi Nusa Tenggara Barat
2. Tim Peneliti an :
Khoirul Fatah, ST Penanggung Jawab
Drs. Susilo Adjie Anggota
Sevi Sawestri, S.Si, M.Si Anggota
Sidarta Gautama Anggota
Rusmaniar Anggota
Pabian Ardianta, S.St.Pi Anggota
3. Jangka Waktu Penelitian : 1 (satu) tahun
Palembang, Desember 2016
Ka Kelti Sumberdaya Perairan, Penanggung Jawab Kegiatan,
Dr. Safran Makmur, S.Si. M.Si Khoirul Fatah, ST
NIP. . 19711210 199903 1 003 NIP. 19740411 199803 1 002
Mengetahui,
KAJIAN SUMBERDAYA PERAIRAN WADUK BATU BULAN KABUPATEN SUMBAWA PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT
ABSTRAK
Waduk merupakan tipe perairan umum yang dibuat untuk keperluan irigasi, PLTA, PAM, Perikanan, Pariwisata. Dalam masa mendatang perairan waduk akan terus berkembang dengan seiring keperluan pertanian. Waduk Batu Bulan mempunyai luas 932 ha terletak di Batu Bulan Kecamatan Moyo Hulu, Kabupaten Sumbawa. Waduk Batu Bulan saat ini tercatat sebagai waduk terbesar dan terpanjang di Propinsi Nusa Tenggara Barat, dengan panjang puncak bendungan total 2.750 m. Waduk ini terbentuk dengan membendung lembah Sungai Moyo, sungai Sebasang, Sungai Rea dan Sungai Lito, yang dapat dimanfaatkan sebagai penyedia air irigasi persawahan, pembangkit tenaga listrik, pengendali banjir, pariwisata, perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Penelitian di Waduk Batu Bulan dilakukan dari bulan Maret hingga Oktober 2016 yang bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi potensi produksi ikan, produktivitas dan tingkat kesuburan perairan, kualitas air, biologi perairan (plankton). Penelitian dilakukan dengan metode survei, wawancara dengan nelayan dan instansi terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara ekologi kualitas perairan waduk yang diteliti masih dalam keadaan baik dan layak untuk mendukung kehidupan ikan. Diketemukan 12 jenis ikan terdiri 10 jenis ikan asli dan 2 jenis ikan tebaran. Komposisi hasil tangkapan bagan didominansi oleh ikan nila disusul tawes dan karper dan puncak musim penangkapan terjadi pada bulan Juni dan Juli. Nilai rata-rata indeks status trofik di Waduk Batu Bulan adalah 58,53 termasuk kategoritingkat kesuburan eutrofik ringan sedangkan nilai estimasi total produksi ikan di Waduk Batu Bulan yaitu sebesar 160,2 kg/ha/tahun termasuk dalam kategori cukup tinggi. Ikan nila, tawes dan karper diduga memiliki waktu puncak pemijahan sekitar akhir hingga awal tahun atau awal musim penghujan. Perbandingan jenis kelamin ikan di waduk menunjukkan bahwa populasi betina lebih banyak dibandingkan jantan. Perairan waduk Batu Bulan mempunyai kelimpahan plankton yang tinggi dengan keanekaragaman yang rendah hingga sedang, termasuk kategori tercemar sedang, tidak ada jenis plankton yang mendominasi dan tingkat keseragaman antar jenis plankton rendah. Jenis vegetasi air yang ditemukan di Waduk Batu Bulan hanya satu jenis yaitu Kangkung Jawa.
KATA PENGANTAR
Kegiatan Penelitian Kajian Sumberdaya Perairan di Waduk Batu Bulan Kabupaten Sumbawa Propinsi Nusa Tenggara Barat yang dilaksanakan pada tahun 2016 merupakan penelitian baru yang dapat mendukung salah satu TUPOKSI kerja Kementrian Kelautan dan Perikanan. Tolak ukur yang dikeluarkan dalam penelitian ini adalah Tersedianya data dan informasi mengenai komponen pengelolaan dan konservasi sumberdaya ikan di perairan Waduk Batu Bulan
Penelitian bersifat survei lapangan yang melibatkan tiga orang peneliti dan dua orang teknisi dari Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Palembang. Disamping itu juga dibantu oleh satu peneliti dari Dinas Perikanan Kelautan Sumbawa dan beberapa pembantu lapangan untuk pengumpulan data dan
pelaksanaan kegiatan di lapangan. Pada kesempatan ini team peneliti akan
menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Kepala Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum (BP3U) Palembang. 2. Kepala Dinas Peikanan dan Kelautan Kabupaten Sumbawa dan Jajarannya. 3. Ketua Unit Perikanan Perairan Umum (UPPU) Waduk Batu Bulan.
4. Kelompok Nelayan Waduk Batu Bulan.
Atas segala perhatian, bantuan dan dukungannya hingga terlaksananya penelitian ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan, sehingga team peneliti mengucapkan banyak terima kasih atas koreksi yang bersifat membangun.
Palembang, Desember 2016
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN... i
ABSTRAK... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR GAMBAR... vi
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR LAMPIRAN... .... BAB I. PENDAHULUAN... ix 1 1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Tujuan dan Sasaran Penelitian... 3
1.3 Keluaran yang diharapkan... 3
1.4 Hasil yang diharapkan... 4
1.5 Manfaat dan Dampak... 4
BAB II. METODE PENELITIAN... 5
2.1. Pengumpulan Data... 2.2. Analisa Data………... 5 8 BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN... 16
3.1. Kualitas air trip 1... 3.1.1.Kecerahan………... 3.1.2.Suhu air……… 3.1.3.pH (derajat keasaman)……….. 3.1.4.Oksigen Terlarut………. 3.1.5.Total Alkalinitas……….. 3.1.6.Nitrat………. 3.2. Kesuburan Perairan Trip 1... 3.3. Potensi Produksi Ikan Trip 1………. 3.4.Kualitas air trip 2……….. 3.4.1.Kecerahan………... 3.4.2.Suhu air……… 3.4.3.pH (derajat keasaman)……….. 3.4.4.Karbon Dioksida………. 3.4.5.Oksigen Terlarut………. 3.4.6.Total Alkalinitas……….. 3.4.7.Nitrat………. 3.5. Kesuburan Perairan Trip 2……… 3.6. Potensi Produksi Ikan Trip 2………. 3.7. Kualitasi Air Trip 3……….. 3.7.1.Kecerahan………... 3.7.2.Suhu air……… 3.7.3.pH (derajat keasaman)……….. 3.7.4.Karbon Dioksida………. 3.7.5.Oksigen Terlarut………. 3.7.6.Total Alkalinitas……….. 3.7.7.Nitrat………. 3.8. Kesuburan Perairan Trip 3……… 3.9. Potensi Produksi Ikan Trip 3………. 3.10. Kualitas Air Trip 4………. 3.10.1.Kecerahan………. 3.10.2.Suhu air………. 3.10.3.pH (derajat keasaman)……… 16 16 17 17 18 19 20 20 21 22 22 23 24 24 25 26 27 27 28 29 29 30 31 31 32 33 34 34 35 36 37 37 38
3.10.4.Karbon Dioksida………... 3.10.5.Oksigen Terlarut……….. 3.10.6.Total Alkalinitas……… 3.10.7.Nitrat……….. 3.11. Kesuburan Perairan Trip 4………. 3.12. Potensi Produksi Ikan Trip 4………..
3.13. Hubungan TSI dengan Kedalaman air………. 3.14. Hubungan Potensi Produksi Ikan dengan Kedalaman air………. 3.15. Kegiatan Perikanan Waduk Batu Bulan………... 3.16. Struktur Komunitas Plankton……….. 3.17. Struktur Komunitas Benthos……….. 3.18. Biologi Ikan………
3.18.1.Tawes……… 3.18.2.Karper……… 3.18.3.Nila………. 3.19. Vegetasi Air………... BAB IV. KESIMPULAN... SARAN... ...
54
DAFTAR PUSTAKA... 55
LAMPIRAN 1. Poto lokasi stasiun penelitian di Waduk Batu Bulan 2016……….. LAMPIRAN 2. Gambar Jenis Ikan yang ditemukan di Waduk Batu Bulan Tahun 2016 LAMPIRAN 3. Sampling biologi ikan di Waduk Batu Bulan Tahun 2016………
59
LAMPIRAN 4 Wawancara dengan Nelayan dan Instansi terkait di Waduk Batu Bulan Tahun 2016………..
LAMPIRAN 5.Sampling Kualitas Perairan di Waduk Batu Bulan Tahun 2016………...
LAMPIRAN 6 Serba serbi kegiatan penelitian di Waduk Batu Bulan Tahun 2016…… LAMPIRAN 7 Tabel Jenis Ikan di Waduk Batu Bulan Tahun 2016………..
59 38 39 40 41 42 42 43 44 45 49 74 81 81 85 87 90 91 92 93 98 99 100 101 102 103 104
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Daerah lokasi penelitian waduk Batu Bulan Kab. Sumbawa Propinsi
Nusa Tenggara Barat………... 15
Gambar 2. Nilai Kecerahan di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan April 2016………. 16
Gambar 3. NIlai Suhu di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan April 2016………... 17
Gambar 4. Nilai pH di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan April 2016……… 18
Gambar 5. Nilai Oksigen terlalrut di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan April 2016… 19 Gambar 6. Nilai total Alkalinitas di Perairan waduk Batu Bulan di bulan April 2016…... 20
Gambar 7. Kandungan Nitrat di Perairan Waduk Batu di bulan April 2016……….. 21
Gambar 8. Nilai Kecerahan di Perairan waduk Batu Bulan di bulan Mei 2016………… 23
Gambar 9. NIlai Suhu di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan Mei 2016………. 23
Gambar Gambar
10. 11.
Nilai pH di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan Mei 2016………. Nilai CO2 di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan Mei 2016………..
24 25 Gambar 12. Nilai Oksigen terlarut di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan Mei 2016…. 26 Gambar 13. Nilai total Alkalinitas di Perairan waduk Batu Bulan di bulan Mei 2016…… 27
Gambar 14. Kandungan Nitrat di Perairan waduk Batu Bulan di bulan Mei 2016………. 27
Gambar 15. Nilai kecerahan di Perairan waduk Batu Bulan di bulan Juli 2016……….. 30
Gambar 16. NIlai Suhu di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan Juli 2016………. 30
Gambar 17. Nilai pH di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan Juli 2016………. 31
Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37 38 39 40 41 42
Nilai CO2 di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan Juli 2016………..
Nilai Oksigen terlarut di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan Juli 2016….. Nilai total Alkalinitas di Perairan waduk Batu Bulan di bulan Juli 2016……. Nilai total Alkalinitas di Perairan waduk Batu Bulan di bulan Juli 2016……. Nilai kecerahan di Perairan waduk Batu Bulan di bulan Oktober 2016……. NIlai Suhu di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan Oktober 2016…………. Nilai pH di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan Oktober 2016………. Nilai CO2 di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan Oktober 2016…………..
Nilai Oksigen terlarut di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan Oktober 2016……….. Nilai total Alkalinitas di Perairan waduk Batu Bulan di bulan Oktober 2016. Kandungan Nitratdi Perairan waduk Batu Bulan di bulan Oktober 2016… Hubungan nilai indek status trofik dengan kedalaman air di Waduk Batu Bulan Tahun 2016……….. Hubungan nilai potensi produksi ikan dengan kedalaman air di Waduk Batu Bulan Tahun 2016……… Hubungan Nilai Rataan Hasil Tangkapan Bagan dengan CPUE Bagan di Waduk Batu Bulan Tahun 2016………... Nilai Ketinggian rata rata air di Waduk Batu Bulan Tahun 2016…………... Komposisi hasil tangkapan bagan di Waduk Batu Bulan Tahun 2016…….. Kelimpahan Total Fitoplankton di Waduk Batu Bulan April 2016…………... Kelimpahan Total Zooplankton di Waduk Batu Bulan April 2016………….. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Fitoplankton di Waduk Batu Bulan April 2016……… Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Zooplankton di Waduk Batu Bulan April 2016……… Indeks Keseragaman Pitoplankton di Waduk Batu Bulan April 2016……… Indeks Keseragaman Zooplankton di Waduk Batu Bulan April 2016……… Kelimpahan Total Fitoplankton di Waduk Batu Bulan Mei 2016…………...
Kelimpahan Total Zooplankton di Waduk Batu Bulan Mei 2016………….
Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Fitoplankton di Waduk Batu Bulan Mei 2016………
32 33 34 34 37 37 38 39 40 41 41 44 45 48 48 49 51 51 52 52 53 53 57 57 58
Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Zooplankton di Waduk Batu Bulan Mei 2016………. Indeks Keseragaman Pitoplankton di Waduk Batu Bulan Mei 2016……. Indeks Keseragaman Zooplankton di Waduk Batu Bulan Mei 2016……. Kelimpahan Total Fitoplankton di Waduk Batu Bulan Juli 2016………... Kelimpahan Total Zooplankton di Waduk Batu Bulan Juli 2016………... Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Fitoplankton di Waduk Batu Bulan Juli 2016……… Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Zooplankton di Waduk Batu Bulan Juli 2016………. Indeks Keseragaman Pitoplankton di Waduk Batu Bulan Juli 2016…….. Indeks Keseragaman Zooplankton di Waduk Batu Bulan Juli 2016…….. Kelimpahan Total Fitoplankton di Waduk Batu Bulan Oktober 2016…… Kelimpahan Total Zooplankton di Waduk Batu Bulan Oktober 2016…… Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Fitoplankton di Waduk Batu Bulan Oktober 2016………. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Zooplankton di Waduk Batu Bulan Oktober 2016………. Indeks Keseragaman Pitoplankton di Waduk Batu Bulan Oktober 2016.. Indeks Keseragaman Zooplankton di Waduk Batu Bulan Oktober 2016.. Variasi kelimpahan benthos di Waduk Batu Bulan, April 2016……… Indeks keanekaragaman dan dominansi benthos di Waduk Batu Bulan, April 2016………. Variasi kelimpahan benthos di Waduk Batu Bulan, Mei 2016………. Indeks keanekaragaman dan dominansi benthos di Waduk Batu Bulan, Mei 2016………... Sex ratio ikan tawes berdasarkan waktu pengambilan………. Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan tawes berdasarkan sampling….
Nilai index of preponderance (Ii) makanan ikan tawes berdasarkan waktu pengambilan………. Persentase plankton dalam usus ikan tawes……….. Sex ratio ikan karper berdasarkan waktu pengambilan………. Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan karper berdasarkan sampling….
Nilai index of preponderance (Ii) makanan ikan karper berdasarkan waktu pengambilan……….. Persentase plankton dalam usus ikan karper……….. Sex ratio ikan nila berdasarkan waktu pengambilan……….. Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan nila berdasarkan sampling…….. Kangkung jawa di daerah inlet Sebasang Waduk Batu Bulan……….
58 59 59 63 63 64 64 65 65 69 69 70 70 71 71 76 77 79 80 81 82 83 83 85 86 86 87 88 89 90
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Restocking ikan di kecamatan Moyo hulu tahun 2012 sampai dengan
2013………. 2
Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik 7 stasiun penelitian di waduk Bulan tahun 2016... ... 6 Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Parameter dan metode analisis sampel air………...
Tabe Kategori status trofik perairan berdasarkan Indeks Status Trofik Carlsons Trofik status indeks Carlson untuk perairan waduk Batu Bulan di bulan April 2016……… Angka potensi produksi ikan di waduk Batu Bulan di bulan April 2016…… Trofik status indeks Carlson untuk perairan waduk Batu Bulan di bulan Juni 2016………. Angka potensi produksi ikan di waduk Batu Bulan di bulan Mei 2016……. Trofik status indeks Carlson untuk perairan waduk Batu Bulan di bulan Juli 2016……….. Angka potensi produksi ikan di waduk Batu Bulan di bulan Juli 2016…….. Trofik status indeks Carlson untuk perairan waduk Batu Bulan di bulan Oktober 2016……….. Angka potensi produksi ikan di waduk Batu Bulan di bulan Oktober 2016.. Rataan nilai beberapa parameter kualitas air Waduk Batu Bulan tahun 2016………. Jenis-jenis ikan yang ditemukan di Waduk Batu Bulan 2016………. Kelimpahan Total Fitoplankton di Waduk Batu Bulan April 2016………….. Kelimpahan Total Zooplankton di Waduk Batu Bulan April 2016………….. Kelimpahan Total Fitoplankton di Waduk Batu Bulan Mei 2016……… Kelimpahan Total Zooplankton di Waduk Batu Bulan Mei 2016……… Kelimpahan Total Fitoplankton di Waduk Batu Bulan Juli 2016……… Kelimpahan Total Zooplankton di Waduk Batu Bulan Juli 2016……… Kelimpahan Total Fitoplankton di Waduk Batu Bulan Oktober 2016……… Kelimpahan Total Zooplankton di Waduk Batu Bulan Oktober 2016……… Komposisi dan kelimpahan jenis benthos di Waduk Batu Bulan, April 2016………. Komposisi dan kelimpahan jenis benthos di Waduk Batu Bulan, Mei 2016 Persamaan hubungan panjang dengan bobot dan pola pertumbuhan ikan tawes di Waduk Batu Bulan Tahun 2016……….. Persamaan hubungan panjang dengan bobot dan pola pertumbuhan ikan karper……….. Persamaan hubungan panjang dengan bobot dan pola pertumbuhan ikan nila……… …… 7 9 21 22 28 29 35 36 42 43 44 47 54 55 60 61 66 67 72 73 75 78 84 87 89
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Poto lokasi stasiun penelitian di Waduk Batu Bulan 2016……… Gambar Jenis Ikan yang ditemukan di Waduk Batu Bulan Tahun 2016… Sampling biologi ikan di Waduk Batu Bulan Tahun 2016………. Wawancara dengan Nelayan dan Instansi terkait di Waduk Batu Bulan Tahun 2016……….. Sampling Kualitas Perairan di Waduk Batu Bulan Tahun 2016………….. Serba serbi kegiatan penelitian di Waduk Batu Bulan Tahun 2016……… Tabel Jenis Ikan di Waduk Batu Bulan Tahun 2016……….
98 99 100 101 102 103 104
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Waduk Batu Bulan mempunyai luas 932 ha terletak di Batu Bulan Kecamatan Moyo Hulu, Kabupaten Sumbawa. Waduk Batu Bulan saat ini tercatat sebagai waduk terbesar dan terpanjang di Propinsi Nusa Tenggara Barat, dengan panjang puncak bendungan total 2.750 m. Waduk ini terbentuk dengan membendung lembah Sungai Moyo, sungai Sebasang, Sungai Rea dan Sungai Lito, yang dapat dimanfaatkan sebagai penyedia air irigasi persawahan, pembangkit tenaga listrik, pengendali banjir, pariwisata, perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Waduk ini mulai dibangun tahun 1999-2002 dan Peresmian waduk dilaksanakan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri pada tahun 2002, dapat mengairi lebih dari 5500 Ha sawah di kecamatan Moyo Hilir dan Moyo Utara, selain itu masyarakat di sekitar waduk meliputi desa Mokong, Batu Bulan, Sebasang, dan Batu Tering memanfaatkan waduk ini sebagai sumber penghasilan sampingan dengan usaha penangkapan Ikan Nila. Puluhan sampan dan keramba dalam waduk menjadi atraksi tersendiri bagi wisatawan yang datang, dan tentu saja pengunjung dapat dengan bebas memanfaatkan kesempatan untuk olah raga memancing. Pengelolaan Waduk Batu Bulan di kelola oleh pemerintah pusat. Berdasarkan Perda Kabupaten Sumbawa No 10 Tahun 2012 tentang rencana tata ruang wilayah Kabupaten Sumbawa 2012 s/d 2031 ; menetapkan bahwa Waduk Batu Bulan merupakan daerah zonasi dan sentral perikanan perairan umum daratan di Kabupaten Sumbawa. Kegiatan perikanan yang menonjol di Waduk Batu Bulan adalah kegiatan budidaya dan kegiatan penangkapan. Kegiatan penangkapan ikan di Waduk Batu Bulan hampir dilakukan di semua bagian waduk dengan menggunakan alat tangkap pancing, jala, bagan perahu dan jaring. Kelompok nelayan tangkap di Waduk Batu Bulan sudah mengalami peningkatan jumlah kelompok dari 2 kelompok tahun 2010 menjadi 10 kelompok tahun 2013 dan dalam tiga tahun terakhir terjadi penurunan
hasil tangkapan ikan yaitu rata-rata 32,6 ton/tahun (Djamhuriah et.al, 2014). Dari Data Dinas Perikanan Sumbawa jumlah nelayan di Waduk Batu Bulan berjumlah 193 orang, dengan produksi hasil tangkapan tahun 2011 (998 ton), tahun 2012 (945 ton) dan tahun 2013 (911 ton). Jenis-jenis ikan yang tertangkap di Waduk Batu Bulan adalah nila, mujair, karper, tawes, grass carp, betutu dll menggunakan alat tangkap jaring, jala, bagan perahu dan pancing. Kegiatan budidaya ikan di Waduk Batu Bulan menggunakan Keramba Jaring Apung (KJA), jenis ikan yang banyak dibudidaya adalah ikan nila, ikan mas, ikan tawes, ikan lele dan kerang air tawar. Permasalahan yang mulai timbul di Waduk Batu Bulan adalah erosi yang menyebabkan terjadinya proses sedimentasi di waduk, laju sedimentasi di waduk yang harus dianjurkan adalah 1,75 mm/tahun (Dinas PU Sumbawa, 2012), pencemaran, penangkapan berlebih, penurunan hasil tangkapan ikan dan belum ada tata ruang yang baik untuk mendukung pelestarian sumberdaya perikanan di waduk.
Penebaran ikan diwaduk dimulai tahun 2003, jenis ikan yang ditebar adalah nila dan karper. Penebaran ikan dilakukan setiap tahun baik di waduk maupun di sungai Tabel 1.
Tabel 1. Restocking ikan di kecamatan Moyo hulu tahun 2012 sampai dengan 2013.
Sumber : Dinas Perikanan dan kelautan Sumbawa 2016.
Walaupun perikanan dapat memberikan nilai tambah di perairan waduk, namun harus ramah lingkungan. Mungkin telah banyak penelitian yang dilakukan di waduk tersebut. Untuk melengkapi informasi sebagai masukan pengelolaan masih banyak pula penelitian yang harus dilakukan terutama mengenai stratifikasi
NILA MAS TAWES
1 Sungai Brang Rea APBD Kabupaten 2012 19,000 10,000 1,500 7,500
2 Sungai Brang Rea APBD Kabupaten 2013 34,500 20,000 4,000 10,500
3 Sungai Brang Rea APBD Kabupaten 2014 10,370 6,550 1,430 2,390
4 Bendungan Batu Bulan APBD Kabupaten 2015 40,000 30,000 10,000
2015 150,000 150,000
biologi ikan, analisis dampak lingkungan terhadap sumberdaya perairan dan perikanan. Pengelolaan sumberdaya ikan yang dilakukan oleh pemerintah setempat masih terbatas pada penebaran ikan (nila). Masih punya peluang besar produksi perikanan tangkap untuk dinaikkan karena pengelolaan yang berupa konservasi sumberdaya ikan, perlindungan ikan, tata ruang, penebaran ikan selain ikan nila belum dilakukan.
Untuk mendukung teknik konservasi sumberdaya ikan, tata ruang yang bai k dan penebaran jenis ikan yang sesuai perlu dukungan riset. Penelitian ini dilakukan selama dua tahun, Pada tahun 2016 dilakukan penelitian tentang potensi sumberdaya ikan, kualitas perairan, stratifikasi trophogenic layer, status tropfik, penangkapan dan keragaman jenis biota perairan.
Tujuan penelitian tahun 2016 adalah untuk mendapatkan data dan informasi potensi produksi ikan, produktivitas dan tingkat kesuburan perairan, kualitas air, biologi perairan (plankton), jenis-jenis ikan dan aktifitas penangkapan di Waduk Batu Bulan Kabupaten Sumbawa Propinsi Nusa Tenggara Barat.
1.2. Tujuan dan Sasaran Penelitian
1.2.1. Tujuan : Untuk mendapatkan data dan informasi potensi produksi ikan,
produktivitas dan tingkat kesuburan perairan, kualitas air, biologi perairan (plankton), jenis-jenis ikan dan aktifitas penangkapan di Waduk Batu Bulan Kabupaten Sumbawa Propinsi Nusa Tenggara Barat.
1.2.2. Sasaran : Tersedianya data dasar stratifikasi tropogenic layer, potensi produksi ikan , kualitas perairan, status kesuburan perairan, keragaman jenis ikan dan hasil komposisi hasil tangkapan.
1.3. Keluaran yang di Harapkan
Keluaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
a) Data dan informasi tentang kualitas air dan lingkungan b) Data dan informasi tentang estimasi potensi produksi ikan
c) Data dan informasi tentang tingkat kesuburan perairan d) Data dan informasi tentang stratifikasi trophogenic layer e) Data dan informasi tentang keragaman jenis ikan f) Data dan informasi hasil tangkapan nelayan g) Data dan informasi vegetasi air
h) Data dan informasi beberapa aspek biologi ikan yaitu Hubungan panjang berat, jenis kelamin, sex ratio, TKG dan makanan
1.4. Hasil Yang di Harapkan
a. Laporan ilmiah tentang estimasi potensi produksi ikan waduk Batu Bulan
b. Laporan ilmiah tentang kajian kualitas air dan tingkat kesuburan perairan
c. Laporan Ilmiah tentang keragaman jenis ikan dan komposisi hasil tangkapan
d. Laporan ilmiah tentang kelimpahan dan keragaman plankton
e. Laporan ilmiah tentang stratifikasi trophogenic layer.
1.5. Manfaat dan Dampak 1.5.1. Manfaat
Pemda Setempat
Dinas Kelautan dan Perikanan
Direktorat Jendral Sumberdaya Ikan
Nelayan dan masyarakat sekitar.
Peneliti
1.5.2. Dampak
Peningkatan pendapatan nelayan dan tersedianya protein hewani ikan yang murah.
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1. Pengumpulan Data
Penelitian ini bersifat survei-eksploratif yang meliputi pengumpulan data dan informasi secara primer dan sekunder. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Februari hingga Nopember 2016 di Waduk Batu Bulan Kabupaten Sumbawa Propinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar 1). Pelaksanaan pengamatan lapangan dilakukan 5 kali pada bulan Februari, April, Mei, Juli dan Oktober 2016.
Untuk mencapai tujuan penelitian maka harus dilakukan pengambilan data sebagai berikut yaitu:
Inventarisasi jenis-jenis ikan dari hasil tangkapan nelayan dengan menggunakan berbagai alat tangkap. Pengumpulan specimen ikan dilakukan pada saat survei ke lapangan. Ikan dicatat nama lokal, tempat tertangkap, waktu penangkapan, ukuran, dipotret lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik selanjutnya diawetkan dengan larutan formalin 10 % dan dibawa kelaboratorium. Ikan diidentifikasi berdasarkan Kottelat et al, 1993 dan Weber and de Beaufort, 1916.
Pengumpulan data kualitas air secara stratifikasi (lapisan), dalam penentuan 7 stasiun berdasarkan pada deskripsi lokasi dan perbedaan mikrohabitat yang mencerminkan kualitas lingkungan perairan (Tabel 1.). Metode pengukuran Parameter kualitas air (Tabel 2)
Tabel 2. Karakteristik 7 stasiun penelitian di waduk Bulan tahun 2016.
No Stasiun Koordinat Diskripisi
1 Inlet Sebasang S : 8o38’17,39”
T : 117o27’15,37”
- Di kanan dan kiri sungai banyak ditemui tanaman air yaitu kankung jawa
- Daerah aliran sungai
Berbatu-batuan
2 Hutan Jati S : 8o37’52,75”
T : 117o27’34,13”
Di pinggir waduk banyak di
tumbuhi hutan jati dan
tanaman jagung
3 Orong Roro S : 8o37’27,04”
T : 117o27’28,05”
Daerah persawahan , tempat pemeliharaan hewan kerbau dan sapi dan zona litoral
4 Outlet S : 8o36’44,44”
T : 117o27’45,57”
Daerah berbatu-batuan
5 Tengah S : 8o36’49,02”
T : 117o28’9,15”
Air cukup jernih, kedalaman air tinggi
6 Spilway dan KJA S : 8o36’52”
T : 117o28’32,75”
Terdapat keramba jaring
apung, kedalaman air tinggi
7 Inlet Lito S : 8o37’48,55”
T : 117o29’5,24”
- Di kanan dan kiri sungai banyak ditemui tanaman air yaitu kankung jawa
- Daerah aliran sungai
Tabel 3. Parameter dan metode analisis sampel air
Parameter Satuan Metode dan peralatan
1. Suhu 0 C Insitu. Termometer
2. Kecerahan cm Insitu. Piring sechi
3. DHL µS/ cm Insitu. SCT meter
3. pH pH unit Insitu. pH universal indicator
4. Karbondioksida mg/L Insitu,metode Winkler, titrimetri
dengan NaOH sebagai titrant
5. Oksigen terlarut mg/L Insitu,metode Winkler, titrimetri
dengan larutan thiosulfat sebagai titrant.
6. Alkalinitas mg/L Insitu, metode Winkler, titrimetri
dengan larutam H2SO4 sebagai
titrant
7. TPO4 mg/L Metode Vanadate molibdate,
Spectrophotometric
8. NO3 mg/L Metode Nessler, Spectrophoto
metric.
9. Clorofil a ug/Liter. Metode kalorimetric
12. N-NH3 mg/L Metode Phenate, Spectrophoto
metric.
Sumber (Source): APHA 1986
Monitoring hasil tangkapan ikan. Survei dilakukan di tempat-tempat nelayan biasanya mendaratkan ikan. Tujuannya selain untuk data dan informasi yang berkaitan dengan kegiatan penangkapan ikan, juga untuk mendapatkan data tentang jumlah dan jenis ikan tangkapan nelayan.
Pencatatan hasil tangkapan para nelayan setiap hari oleh petugas pencatat (enumerator). Tugasnya adalah mencatat hasil tangkapan tiap jenis ikan yang didapat setiap hari.
Monitoring data kedalaman perairan waduk setiap kali melakukan survey penelitian
Monitoring selter (vegetasi air)
Pengumpulan data biologi ikan terdiri dari jenis kelamin, sex ratio, TKG, IKG dan makanan
2.2. Analisa Data.
1. Dari data hasil tangkapan nelayan dibuat grafik hasil tangkapan selama setahun, komposisi hasil tangkapan peralat tangkap diolah menggunakan program Microsoft office excel 2013
2. Tingkat kesuburan perairan atau status trofik perairan Waduk dianalisa dengan cara menghitung nilai index status trofik (trophic state index, TSI) yang dirumuskan Carlson (1977) dalam Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2008), dengan rangkaian rumus sebagai berikut :
TSI = (TSI-SD + TSI-TP + TSI-Chl) / 3 ……… 1)
Rumus yang digunakan untuk mencari nilai Trofik Status Indek (SD, TSI-TP dan TSI-Chl) adalah sebagai berikut :
TSI-SD = 60 – 14,41 * Ln [SD], dimana SD = kecerahan air dalam meter ; TSI-TP = 4,15 + 14,42 * Ln [TP], dimana TP = total Fosfor dalam ug/Liter ;
TSI-Chl = 30,6 + 9,81 * Ln [Chl], dimana Chl = kadar Khlorofil-a dalam ug/Liter.
Kriteria status trofik perairan dari Carlson diklasifikasikan dalam tingkat kesuburan sangat rendah, rendah, sedang dan tinggi (Tabel 3).
Tabel 4. Kategori status trofik perairan berdasarkan Indeks Status Trofik Carlsons
Score Status Trofik Keterangan
< 30 Ultraoligotrofik Air jernih, konsentrasi oksigen terlarut tinggi
sepanjang tahun dan mencapai zona hypolimnion
30-40 Oligotrofik Air jernih, dimungkinkan adanya pembatasan
anoksik pada zona hypolimnetik secara periodik (DO = 0)
40-50 Mesotrofik Kecerahan air sedang, peningkatan perubahan sifat
anoksik di zona hypolimnetik, secara estetika masih mendukung untuk kegiatan olah raga air
50-60 Eutrofik ringan Penurunan kecerahan air, zona hypolimnetik
bersifat anoksik, terjadi problem tanaman air, hanya ikan-ikan yang mampu hidup di air hangat, mendukung kegiatan olahraga air tetapi perlu penanganan
60-70 Eutrofik sedang Didominasi oleh alga hijau-biru, terjadi
penggumpalan, problem tanaman air sudah
ekstensif
70-80 Eutrofik berat Terjadi blooming alga berat, tanaman air
membentuk lapisan bed seperti kondisi
hypereutrofik
> 80 Hypereutrofik Terjadi gumpalan alga, ikan mati, tanaman air
sedikit didominasi oleh alga
3. Besarnya potensi produksi ikan diestimasi dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Henderson & Welcomme (1974) dalam Moreau & De Silva (1991) yaitu :
Y = 14,314 MEI 0,4681, …... 2)
dimana Y = nilai potensi produksi ikan (kg/ha/tahun) dan ,
MEI = Morphoedhaphic Index = nilai parameter Daya Hantar Listrik dalam satuan umhos/cm dibagi dengan rata-rata kedalaman perairan danau dalam satuan meter.
4. Biologi Ikan
4.1. Hubungan Panjang berat
Hubungan bobot tubuh dengan panjang (total) ditentukan berdasarkan
rumus Effendie (1979) yaitu : W = aLb
Keterangan : W = berat ikan (gr)
L = panjang ikan (mm)
a dan b = konstanta regresi
Penentuan nilai b dilakukan dengan uji t, dimana ada usaha untuk melakukan penolakan atau penerimaan hipotesa yang dibuat. Hipotesanya adalah sbb :
Ho : b = 3
H1 : b ≠ 3
T hitung dihitung menggunakan rumus sbb :
T hit = 1 2 1 S
4.2. Sex ratio
Nisbah kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dan betina yang diperoleh sesuai dengan Haryani, (1998), adalah sebagai berikut :
Rasio kelamin = J/B (J = Jumlah ikan jantan (ekor), B = Jumlah ikan betina (ekor)
Penentuan seimbang atau tidaknya nisbah kelamin jantan dan betina dilakukan dengan uji Chi-square (Walpole, 1993).
4.3. TKG
Penentuan tingkat kematangan gonad dengan metode Nikolsky dalam Effendie 1997 yaitu:
Tingkat I: Ovari belum masak, transparan, bentuk kecil memanjang seperti benang, butir telur belum kelihatan.
Tingkat II: Ukuran ovari lebih membesar, warna agak merah gelap, butir telur dapat terlihat dengan kaca pembesar.
Tingkat III: Ovari kelihatan membesar mencapai 60 % rongga perut, berwarna kuning, butir telur mulai kelihatan oleh mata.
Tingkat IV. Volume Ovari mencapai lebih dari 70 % rongga perut, berwarna kuning, butir telur mudah dipisahkan, bila perut ditekan telur mudah keluar, siap memijah.
Tingkat V: Ovari berkerut karena habis memijah, masih terdapat sisa telur dalam ovari, perkemnbangan ovari kembali ke tingkat II.
4.4. Kebiasaan makan
Untuk mengetahui kebiasan makan maka dilakukan analisis isi lambung ikan dengan menghitung Index of Preponderance yang merupakan gabungan dari
metode frekunsi kejadian dengan metode volumetrik dengan perumusan sebagai berikut (Effendi, 1979) Vi x Oi IP = --- x 100 ∑Vi x Oi Keterangan :
Vi = persentase volume satu macam makanan
Oi = persentase frekuensi kejadian satu macam makanan
∑Vi x Oi = Jumlah Vi x Oi dari semua macam makanan
IP = Index of preponderance
5. Plankton
Kelimpahan Plankton dihitung dengan menggunakan metode Sedweight – Rafter
Counting (APHA, 2005) : E x D C x B A x n N 1 Dimana :
N = Jumlah total zooplankton (sel/l).
n = Jumlah rataan individu per lapang pandang.
A = Luas gelas penutup (mm2).
B = Luas satu lapang pandang (mm2).
C = Volume air terkonsentrasi (ml).
Untuk mengetahui nilai keanekaragaman jenis dicari berdasarkan indeks
keanekaragaman Shannon (H’)/ Poole (1974) dengan Rumus :
H’ = - ∑ (ni/n) ln (ni/n) atau H’ = - ∑ pi ln pi H’ = Indeks keanekaragaman Shannon
ni = Jumlah individu jenis ke i
n = Jumlah individu semua jenis
pi = ni/n
Berdasarkan pada indeks Shannon-Wiener dapat dikelompokkan kondisi keragaman lingkungan perairan sebagai berikut:
H’ < 1 : Keanekaragaman rendah
1 < H’< 3 : Keanekaragaman sedang
H’ > 3 : Keanekaragaman tinggi
Indeks keseragaman (Odum, 1993), dihitung dengan membandingkan indeks
keanekaragaman (H’) dengan nilai maksimumnya (H’ maks):
maks H H E ' ' Dimana :
H’ maks = Nilai keanekargaman maksimum (log2 S)
E = indeks keseragaman
H’ = Nilai indeks keanekaragamn
s = jumlah seluruh spesies
Dengan kriteria :
E ~ 1 = Jumlah individu tiap spesies sama
Dari perbandingan tersebut maka akan dapat suatu nilai yang besarnya antara 0 dan 1. Semakin kecil nilai E menunjukkan semakin kecil pula
keseragaman populasi spesies. Semakin besar nilai E, menunjukkan
keseragaman populasi yaitu bila jumlah individu setiap spesies dapat dikatakan sama atau tidak jauh beda.
Sedangkan dominansi dihitung berdasarkan pada indeks Simpson (Simpson
dalam Odum, 1993), yaitu:
2
N ni D di mana:D = indeks dominansi Simpson
ni = jumlah individu tiap spesies
Nilai indeks Dominansi (D) dan berkisar antara 0 sampai dengan 1, nilai D yang mendekati 0 menyatakan bahwa tidak ada jenis yang mendominansi atau struktur komunitas dalam keadaan stabil dan nilai D mendekati 1 menandakan bahwa terdapat jenis yang mendominansi atau terjadi tekanan ekologis sehingga menyebabkan kondisi struktur komunitas yang labil.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Kualitas air trip 1 (April 2016)
3.1.1. Kecerahan
Kisaran nilai kecerahan Waduk Batu Bulan pada April 2016 yaitu antara 75
cm – 165 cm. Nilai kecerahan terendah di stasiun inlet Sebasang 75 cm dan
kecerahan tertinggi di stasiun tengah dan outlet 165 cm. Selain di inlet Sebasang nilai kecerahan terendah juga terdapat di inlet Lito, Hutan jati dan Orong Roro (gambarl 2). Pengukuran sampel di inlet, Hutan Jati dan Orong Roro dilakukan di tepian waduk. Rendahnya nilai kecerahan di stasiun inlet Sebasang dan inlet Lito dikarenakan banyak materi sedimen dari sungai yang terbawa air masuk ke inlet waduk sehingga perairan menjadi keruh nilai kecerahan rendah dan nilai kekeruhan tinggi. Adapun sebab lain yang menyebabkan rendahnya nilai kecerahan di inlet waduk dan tepian adalah banyaknya partikel anorganik dari hasil erosi daratan tepian waduk.
Untuk perairan waduk dengan tingkat kecerahan antara 75 – 165 cm,
dikalsifikasikan sebagai waduk dengan tingkat kesuburan sedang sampai dengan tinggi atau meso – eutrofik (Linkens, 1975 dalam Jorgensen, 1980).
3.1.2. Suhu air
Kisaran nilai suhu di Waduk Batu Bulan pada bulan April 2016 yaitu antara 27
– 32,3o
C. Suhu dapat mempengaruhi metabolisme dan respirasi ikan, peningkatan suhu akan mempengaruhi konsumsi oksigen bagi ikan. Bila suhu perairan tinggi dan kadar oksigen rendah maka akan menimbulkan permasalahan pada ikan terutama ikan pada KJA. Pada Gambar 3, semakin kearah dasar maka suhu semakin menurun. Apabila suhu permukaan lebih rendah dari bagian dasar perairan maka masa air dipermukaan akan lebih berat, dapat menyebabkan perputaran air dari atas kebawah dan dari bawah keatas (Upwelling). Peristiwa Upwelling dapat terjadi apabila ada hujan lebat yang lama sehingga lapisan peraian permukaan turun kebawah.
Gambar 3. NIlai Suhu di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan April 2016.
3.1.3. pH (Derajat keasaman)
Kisaran nilai pH di Waduk Batu Bulan pada bulan April 2016 yaitu antara
7,22 – 8,36. Ada kecendrungan bahwa makin ke dasar perairan nilai pH semakin
menurun walaupun perbedaan tersebut tidak terlampau banyak, hal tersebut disebabkan karena pengaruh hasil penguraian bahan organik di dasar perairan
akan menghasilkan gas seperti CO2, H2S yang menyebabkan asam (Gambar 4).
Olem, 1994), maka secara umum kisaran pH di perairan waduk Batu Bulan dapat mendukung kehidupan ikan.
Gambar 4. Nilai pH di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan April 2016.
3.1.4. Oksigen terlarut
Pada gambar 5 memperlihatkan bahwa kandungan oksigen pada 7 stasiun pengamatan menunjukkan semakin kearah dasar perairan semakin menurun, hal tersebut disebabkan semakin kearah dasar perairan, proses aktifitas fotosintesa semakin mengecil, dan didasar perairan pada umumnya juga banyak bahan organik yang mengendap dan membusuk sehingga mereduksi oksigen.
Kandungan oksigen pada lapisan permukaan sampai kedalaman 4 meter
pada semua stasiun pengamatan mempunyai nilai lebih besar dari 3 mg O2/l
(gambar 4), dengan demikian kandungan oksigen perairan waduk Batu Bulan sampai kedalaman 4 meter masih bisa memenuhi syarat minimal kebutuhan ikan. Bila kandungan oksigen minimal 3 mg/l maka ikan dapat tumbuh, namun bila kandungan oksigen kurang dari 3 mg/l sampai 2 mg/l, ikan masih dapat bertahan hidup namun pertumbuhannya terganggu, sedangkan bila kurang dari 2 mg/l dapat menyebabkan kematian pada ikan (Boyd, 1988). Sumber oksigen di perairan berasal dari hasil proses fotosintesa tumbuhan air terutama oleh fitoplankton, dan dari proses difusi oksigen dari atmosfer (Efendie, 2000).
Gambar 5. Nilai Oksigen terlalrut di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan April 2016.
3.1.5. Total Alkalinitas
Pada gambar 6 memperlihatkan nilai kandungan total alkalinitas pada 7
stasiun pengamatan menunjukan nilai alkalintas yang tinggi berkisar antara 93 –
150 mg/L, hal ini disebabkan karena waduk tersebut dikelilingi oleh daerah perbukitan kapur yang bersifat basa (Dinas PU 2003). Nilai akalinitas perairan yang melebihi 40 mg/L termasuk perairan yang sadah (hard water), sedangkan perairan dengan nilai alkalinitas kurang dari 40 mg/L disebut perairan lunak (soft
water) (Boyd, 1988). Secara tidak langsung nilai alkalinitas berhubungan erat
dengan kehidupan ikan yaitu bila perairan mempunyai alkalinitas yang relative tinggi maka perairan tersebut tidak akan banyak mengalami perubahan pH yang dratis karena alkalinitas merupakan penyangga terhadap perubahan pH, bila pH tidak banyak mengalami perubahan maka kehidupan ikan tidak banyak mengalami stress (Effendie, 2000).
3.1.6. Nitrat (NO3)
Pada gambar 7 memperlihatkan nilai kandungan nitrat pada 7 stasiun
pengamatan berkisar antara 0,06 – 0,28 mg/L. Kadar nitrat yang melebihi 5 mg/l
menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Untuk perairan waduk dengan kandungan nitrat antara
0,06 – 0,28 mg/L, dikalsifikasikan sebagai waduk dengan tingkat kesuburan
oligotrofik (Volenweider, 1969 dalam Wetzel, 1975).
Gambar 7. Kandungan Nitrat di Perairan Waduk Batu di bulan April 2016.
3.2. Kesuburan Perairan Trip 1 (April 2016)
Status trofik perairan dicirikan dengan tinggi rendahnya kandungan unsur hara, seperti N dan P serta konsentrasi klorofilnya. Nilai indeks status trofik perairan waduk Batu Bulan dapat dilihat pada tabel 4. Dari tabel 4 terlihat bahwa nilai tingkat kesuburan rata rata perairan waduk batu Bulan termasuk dalam kategori eutrofik ringan yaitu 54,32. Tingkat kesuburan eutrofik ringan ini diduga karena adanya beban unsur hara yang berasal dari aktifitas pemukiman penduduk, aktivitas perkebunan, persawahan yang banyak ditemukan disekitar waduk.
Tabel 5. Trofik status indeks Carlson untuk perairan waduk Batu Bulan di bulan April 2016
Stasiun Nama stasiun Score Status Trofik
1 Inlet Sebasang 61,82 Eutrofik Sedang
2 Hutan Jati 57,62 Eutrofik Ringan
3 Orong Roro 54,08 Eutrofik Ringan
4 Outlet (Irigasi) 50,32 Eutrofik Ringan
5 Tengah 49,33 Mesotrofik
6 Keramba 53,01 Eutrofik Ringan
7 Inlet Lito 54,03 Eutrofik Ringan
Nilai rata rata 54,32
3.3. Potensi Produksi Ikan Trip 1 (April 2016)
Hasil pengukuran nilai potensi produksi ikan waduk Batu Bulan dengan menggunakan metode MEI (Morphoedhaphic Index) dapat dilihat pada tabel 5. Angka potensi tertinggi pada stasiun inlet sebasang dan inlet lito dan terendah pada stasiun tengah dan keramba. Tingginya potensi produksi ikan di daerah inlet karena tinggi muka air di daerah tersebut rendah, hal ini disebabkan karena nilai MEI yang merefleksi kandungan mineral/ unsur hara nilainya tinggi didalam perairan. Unsur hara tersebut merupakan eleman yang sangat diperlukan oleh produser (fitoplankton dan tumbuhan air) yang menjadi tingkat pertama dalam system rantai makanan. Nilai rata-rata potensi produksi pada bulan Juni adalah 115,86 termasuk dalam kategori sedang.
Tabel 6. Angka potensi produksi ikan di waduk Batu Bulan di bulan April 2016
Stasiun Kedalaman DHL MEI Potensi Produksi Ikan
meter umhos umhos/meter kg/ha/tahun
Inlet Sebasang 3,6 256,23 71,18 152,06 Hutan Jati 4,8 193 40,21 118,28 Orong Roro 3,9 243,10 62,33 143,44 Outlet (Irigasi) 6,8 232,60 34,21 110,16 Tengah 17 215,24 12,66 71,14 Keramba 18 230,94 12,83 71,55 Inlet Lito 4 253,20 63,30 144,42
Nilai rata rata 8,3 232,04 42,39 115,86
3.4. Kualitas Air Trip 2 (Mei 2016)
3.4.1. Kecerahan
Kisaran nilai kecerahan Waduk Batu Bulan pada Juni 2016 yaitu antara 50
cm – 140 cm. Nilai kecerahan terendah di stasiun inlet Sebasang 50 cm dan
kecerahan tertinggi di stasiun tengah dan outlet 140 cm. Selain di inlet Sebasang nilai kecerahan terendah juga terdapat di inlet Lito, Hutan jati dan Orong Roro (gambar 8). Pengukuran sampel di inlet, Hutan Jati dan Orong Roro dilakukan di tepian waduk. Rendahnya nilai kecerahan di stasiun inlet Sebasang dan inlet Lito dikarenakan banyak materi sedimen dari sungai yang terbawa air masuk ke inlet waduk sehingga perairan menjadi keruh nilai kecerahan rendah dan nilai kekeruhan tinggi. Adapun sebab lain yang menyebabkan rendahnya nilai kecerahan di inlet waduk dan tepian adalah banyaknya partikel anorganik dari hasil erosi daratan tepian waduk. Untuk perairan waduk dengan tingkat kecerahan
antara 50 – 140 cm, dikalsifikasikan sebagai waduk dengan tingkat kesuburan
sedang sampai dengan tinggi atau meso – eutrofik (Linkens, 1975 dalam
Gambar 8. Nilai Kecerahan di Perairan waduk Batu Bulan di bulan Mei 2016.
3.4.2. Suhu air
Kisaran nilai suhu di Waduk Batu Bulan pada bulan Juni 2016 yaitu antara
30,3 – 33,9oC. Suhu dapat mempengaruhi metabolisme dan respirasi ikan,
peningkatan suhu akan mempengaruhi konsumsi oksigen bagi ikan. Bila suhu perairan tinggi dan kadar oksigen rendah maka akan menimbulkan permasalahan pada ikan terutama ikan pada KJA. Pada Gambar 9, semakin kearah dasar maka suhu semakin menurun. Apabila suhu permukaan lebih rendah dari bagian dasar perairan maka masa air dipermukaan akan lebih berat, dapat menyebabkan perputaran air dari atas kebawah dan dari bawah keatas (Upwelling). Peristiwa Upwelling dapat terjadi apabila ada hujan lebat yang lama sehingga lapisan peraian permukaan turun kebawah.
3.4.3. pH (Derajat Keasaman)
Kisaran nilai pH di Waduk Batu Bulan pada bulan Juni 2016 yaitu antara
7,22 – 8,36. Ada kecendrungan bahwa makin ke dasar perairan nilai pH semakin
menurun walaupun perbedaan tersebut tidak terlampau banyak, hal tersebut disebabkan karena pengaruh hasil penguraian bahan organik di dasar perairan
akan menghasilkan gas seperti CO2, H2S yang menyebabkan asam (Gambar 10).
Sebagian besar organisme air tawar hidup pada kisaran pH 7 – 8,5 (Novotny dan
Olem, 1994), maka secara umum kisaran pH di perairan waduk Batu Bulan dapat mendukung kehidupan ikan.
Gambar 10. Nilai pH di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan Mei 2016.
3.4.4. Karbondioksida (CO2)
Kisaran nilai CO2 di waduk Batu Bulan pada bulan Juni 2016 yaitu antara 0
– 6,5 mg CO2/l. Pada stasiun inlet lito, tengah dan outlet mengindikasikan bahwa
kandungan karbondioksida makin kedasar perairan makin tinggi, hal ini disebabkan bahwa pada dasar perairan terdapat banyak bahan organik yang
terdekomposisi menghasilkan gas CO2 (gambar 11). Bila kandungan oksigen
rendah maka pada umumnya kandungan karbondioksida akan tinggi, dan begitujuga sebaliknya. Karbondioksida akan menghambat pernapasan organisme air terutama bila kandungan oksigen rendah (DO< 2 mg/l), pada kondisi demikian maka ikan akan keracunan karbondioksida, daya serap oksigen oleh hemoglobin
dengan kadar oksigen yang rendah maka ikan akan stress dan dapat membahayakan kehidupan ikan (Boyd, 1998). Kadar karbondioksida di waduk Bulan pada kedalaman kurang dari 3 meter, nilai masih dibawah 10 mg/l.
Gambar 11. Nilai CO2 di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan Mei 2016
3.4.5. Disolved Oksigen (DO)
Pada gambar 12 memperlihatkan bahwa kandungan oksigen pada 7 stasiun pengamatan menunjukkan semakin kearah dasar perairan semakin menurun, hal tersebut disebabkan semakin kearah dasar perairan, proses aktifitas fotosintesa semakin mengecil, dan didasar perairan pada umumnya juga banyak bahan organik yang mengendap dan membusuk sehingga mereduksi oksigen. Pada stasiun inlet lito, hutan jati, tengah dan outlet mengindikasikan bahwa kandungan oksigen didasar perairan menunjukan nilai 0 mg/l, hal ini disebabkan bahwa pada dasar perairan terdapat banyak bahan organik yang terdekomposisi
menghasilkan gas CO2.
Kandungan oksigen pada lapisan permukaan sampai kedalaman 4 meter pada
semua stasiun pengamatan mempunyai nilai lebih besar dari 4 mg O2/l (gambar
12), dengan demikian kandungan oksigen perairan waduk Batu Bulan sampai kedalaman 4 meter masih bisa memenuhi syarat minimal kebutuhan ikan. Bila kandungan oksigen minimal 3 mg/l maka ikan dapat tumbuh, namun bila kandungan oksigen kurang dari 3 mg/l sampai 2 mg/l, ikan masih dapat bertahan
hidup namun pertumbuhannya terganggu, sedangkan bila kurang dari 2 mg/l dapat menyebabkan kematian pada ikan (Boyd, 1988). Sumber oksigen diperairan berasal dari hasil proses fotosintesa tumbuhan air terutama oleh fitoplankton, dan dari proses difusi oksigen di atmosfer (Efendie, 2000).
Gambar 12. Nilai Oksigen terlarut di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan Mei 2016.
3.4.6.Total Alkalinitas
Pada gambar 13 memperlihatkan nilai kandungan total alkalinitas pada 7
stasiun pengamatan menunjukan nilai alkalintas yang tinggi berkisar antara 87 –
119,67 mg/L, hal ini disebabkan karena waduk tersebut dikelilingi oleh daerah perbukitan kapur yang bersifat basa (Dinas PU 2003). Nilai akalinitas perairan yang melebihi 40 mg/L termasuk perairan yang sadah (hard water), sedangkan perairan dengan nilai alkalinitas kurang dari 40 mg/L disebut perairan lunak (soft
water) (Boyd, 1988). Secara tidak langsung nilai alkalinitas berhubungan erat
dengan kehidupan ikan yaitu bila perairan mempunyai alkalinitas yang relative tinggi maka perairan tersebut tidak akan banyak mengalami perubahan pH yang dratis karena alkalinitas merupakan penyangga terhadap perubahan pH, bila pH tidak banyak mengalami perubahan maka kehidupan ikan tidak banyak mengalami stress (Effendie, 2000).
Gambar 13. Nilai total Alkalinitas di Perairan waduk Batu Bulan di bulan Mei 2016.
3.4.7. Nitrat (NO3)
Pada gambar 14 memperlihatkan nilai kandungan nitrat pada 7 stasiun
pengamatan berkisar antara 0,09 – 0,18 mg/L. Kadar nitrat yang melebihi 5 mg/l
menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Untuk perairan waduk dengan kandungan nitrat antara
0,09 – 0,18 mg/L, dikalsifikasikan sebagai waduk dengan tingkat kesuburan
oligotrofik (Volenweider, 1969 dalam Wetzel, 1975).
Gambar 14. Kandungan Nitrat di Perairan waduk Batu Bulan di bulan Mei 2016.
3.5. Kesuburan Perairan Trip 2 (Mei 2016)
Status trofik perairan dicirikan dengan tinggi rendahnya kandungan unsur hara, seperti N dan P serta konsentrasi klorofilnya. Nilai indeks status trofik perairan waduk Batu Bulan dapat dilihat pada tabel 5. Dari tabel 5 terlihat bahwa tingkat kesuburan perairan waduk Batu Bulan termasuk dalam kategori eutrofik
ringan s/d eutrofik sedang dan dengan nilai rata-rata status trofik dalam kategori eutrofik ringan yaitu 59,37. Tingkat kesuburan eutrofik sedang di stasiun Inlet Sebasang, Hutan Jati, Orong Roro dan Inlet Lito ini diduga karena adanya beban unsur hara yang berasal dari aktifitas pemukiman penduduk, aktivitas perkebunan, persawahan yang banyak ditemukan disekitar stasiun tersebut..
Tabel 7. Trofik status indeks Carlson untuk perairan waduk Batu Bulan di bulan Juni 2016
Stasiun Nama stasiun Score Status Trofik
1 Inlet Sebasang 66,46 Eutrofik Sedang
2 Hutan Jati 64,63 Eutrofik Sedang
3 Orong Roro 62,46 Eutrofik Sedang
4 Outlet (Irigasi) 55,63 Eutrofik Ringan
5 Tengah 50,74 Eutrofik Ringan
6 Keramba 52,90 Eutrofik Ringan
7 Inlet Lito 62,76 Eutrofik Sedang
Nilai rata rata 59,37
3.6. Potensi Produksi Ikan Trip 2 (Mei 2016)
Hasil pengukuran nilai potensi produksi ikan waduk Batu Bulan dengan menggunakan metode MEI (Morphoedhaphic Index) dapat dilihat pada tabel 6. Angka potensi tertinggi pada stasiun inlet sebasang dan orong roro dan terendah pada stasiun tengah dan keramba. Tingginya potensi produksi ikan di daerah inlet sebasang dan orong roro karena tinggi muka air di daerah tersebut rendah, hal ini disebabkan karena nilai MEI yang merefleksi kandungan mineral/ unsur hara nilainya tinggi didalam perairan. Unsur hara tersebut merupakan eleman yang sangat diperlukan oleh produser (fitoplankton dan tumbuhan air) yang menjadi tingkat pertama dalam system rantai makanan. Nilai rata-rata potensi produksi pada bulan Juni adalah 111,89 termasuk dalam kategori sedang.
Tabel 8. Angka potensi produksi ikan di waduk Batu Bulan di bulan Mei 2016
Stasiun Kedalaman DHL MEI Potensi Produksi Ikan
meter umhos umhos/meter kg/ha/tahun
Inlet Sebasang 2,9 252,10 86,93 166,05 Hutan Jati 5,9 239,23 40,55 118,72 Orong Roro 1,3 116,13 89,33 168,05 Outlet (Irigasi) 6,9 127,93 18,54 84,14 Tengah 16,4 156,68 9,55 62,85 Keramba 18 130,98 7,28 55,75 Inlet Lito 4,4 210,43 47,83 127,66
Nilai rata rata 7,97 176,21 42,86 111,89
3.7. Kualitas Air Trip 3 (Juli 2016)
3.7.1. Kecerahan
Kisaran nilai kecerahan Waduk Batu Bulan pada Juli 2016 yaitu antara 75
cm – 165 cm. Nilai kecerahan terendah di stasiun inlet Sebasang 75 cm dan
kecerahan tertinggi di stasiun tengah dan outlet 165 cm. Selain di inlet Sebasang nilai kecerahan terendah juga terdapat di inlet Lito, Hutan jati dan Orong Roro (gambar 15). Pengukuran sampel di inlet, Hutan Jati dan Orong Roro dilakukan di tepian waduk. Rendahnya nilai kecerahan di stasiun inlet Sebasang inlet Lito, Hutan jati dan Orong roro dikarenakan banyak materi sedimen dari sungai yang terbawa air masuk ke inlet waduk sehingga perairan menjadi keruh nilai kecerahan rendah dan nilai kekeruhan tinggi. Adapun sebab lain yang menyebabkan rendahnya nilai kecerahan di inlet waduk dan tepian adalah banyaknya partikel anorganik dari hasil erosi daratan tepian waduk. Untuk
perairan waduk dengan tingkat kecerahan antara 75 – 165 cm, dikalsifikasikan
sebagai waduk dengan tingkat kesuburan sedang sampai dengan tinggi atau meso – eutrofik (Linkens, 1975 dalam Jorgensen, 1980).
Gambar 15. Nilai kecerahan di Perairan waduk Batu Bulan di bulan Juli 2016.
3.7.2. Suhu air
Kisaran nilai suhu di Waduk Batu Bulan pada bulan Juli 2016 yaitu antara
29,8 – 32,9oC. Suhu dapat mempengaruhi metabolisme dan respirasi ikan,
peningkatan suhu akan mempengaruhi konsumsi oksigen bagi ikan. Bila suhu perairan tinggi dan kadar oksigen rendah maka akan menimbulkan permasalahan pada ikan terutama ikan pada KJA. Pada Gambar 16, semakin kearah dasar maka suhu semakin menurun. Apabila suhu permukaan lebih rendah dari bagian dasar perairan maka masa air dipermukaan akan lebih berat, dapat menyebabkan perputaran air dari atas kebawah dan dari bawah keatas (Upwelling). Peristiwa Upwelling dapat terjadi apabila ada hujan lebat yang lama sehingga lapisan peraian permukaan turun kebawah.
3.7.3. pH (Derajat Keasaman)
Kisaran nilai pH di Waduk Batu Bulan pada bulan Juni 2016 yaitu antara
7,22 – 8,36. Ada kecendrungan bahwa makin ke dasar perairan nilai pH semakin
menurun walaupun perbedaan tersebut tidak terlampau banyak, hal tersebut disebabkan karena pengaruh hasil penguraian bahan organik di dasar perairan
akan menghasilkan gas seperti CO2, H2S yang menyebabkan asam (Gambar 17).
Sebagian besar organisme air tawar hidup pada kisaran pH 7 – 8,5 (Novotny dan
Olem, 1994), maka secara umum kisaran pH di perairan waduk Batu Bulan dapat mendukung kehidupan ikan.
Gambar 17. Nilai pH di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan Juli 2016.
3.7.4. Karbondioksida (CO2)
Kisaran nilai CO2 di waduk Batu Bulan pada bulan Juli 2016 yaitu antara 0
– 9,7 mg CO2/l. Pada stasiun inlet lito, tengah dan outlet mengindikasikan bahwa
kandungan karbondioksida makin kedasar perairan makin tinggi, hal ini disebabkan bahwa pada dasar perairan terdapat banyak bahan organik yang
terdekomposisi menghasilkan gas CO2 (gambar 18). Bila kandungan oksigen
rendah maka pada umumnya kandungan karbondioksida akan tinggi, dan begitujuga sebaliknya. Karbondioksida akan menghambat pernapasan organisme air terutama bila kandungan oksigen rendah (DO< 2 mg/l), pada kondisi demikian maka ikan akan keracunan karbondioksida, daya serap oksigen oleh hemoglobin akan menurun (Margonof, 2007). Kadar karbondioksida melebihi 10 mg/l diikuti
dengan kadar oksigen yang rendah maka ikan akan stress dan dapat membahayakan kehidupan ikan (Boyd, 1998). Kadar karbondioksida di waduk Bulan pada kedalaman kurang dari 3 meter, nilai masih dibawah 10 mg/l.
Gambar 18. Nilai CO2 di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan Juli 2016.
3.7.5. Disolved Oksigen (DO)
Pada gambar 19 memperlihatkan bahwa kandungan oksigen pada 7 stasiun pengamatan menunjukkan semakin kearah dasar perairan semakin menurun, hal tersebut disebabkan semakin kearah dasar perairan, proses aktifitas fotosintesa semakin mengecil, dan didasar perairan pada umumnya juga banyak bahan organik yang mengendap dan membusuk sehingga mereduksi oksigen. Pada stasiun tengah dan keramba mengindikasikan bahwa kandungan oksigen didasar perairan menunjukan nilai 0 mg/l, hal ini disebabkan bahwa pada dasar perairan terdapat banyak bahan organik yang terdekomposisi menghasilkan gas CO2.
Kandungan oksigen pada lapisan permukaan sampai kedalaman 4 meter
pada semua stasiun pengamatan mempunyai nilai lebih besar dari 3,2 mg O2/l
(gambar 19), dengan demikian kandungan oksigen perairan waduk Batu Bulan sampai kedalaman 4 meter masih bisa memenuhi syarat minimal kebutuhan ikan. Bila kandungan oksigen minimal 3 mg/l maka ikan dapat tumbuh, namun bila
hidup namun pertumbuhannya terganggu, sedangkan bila kurang dari 2 mg/l dapat menyebabkan kematian pada ikan (Boyd, 1988). Sumber oksigen diperairan berasal dari hasil proses fotosintesa tumbuhan air terutama oleh fitoplankton, dan dari proses difusi oksigen di atmosfer (Efendie, 2000).
Gambar 19. Nilai Oksigen terlarut di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan Juli 2016.
3.7.6. Total Alkalinitas
Pada gambar 20 memperlihatkan nilai kandungan total alkalinitas pada 7
stasiun pengamatan menunjukan nilai alkalintas yang tinggi berkisar antara 131 –
237,33 mg/L, hal ini disebabkan karena waduk tersebut dikelilingi oleh daerah perbukitan kapur yang bersifat basa (Dinas PU 2003). Nilai akalinitas perairan yang melebihi 40 mg/L termasuk perairan yang sadah (hard water), sedangkan perairan dengan nilai alkalinitas kurang dari 40 mg/L disebut perairan lunak (soft
water) (Boyd, 1988). Secara tidak langsung nilai alkalinitas berhubungan erat
dengan kehidupan ikan yaitu bila perairan mempunyai alkalinitas yang relative tinggi maka perairan tersebut tidak akan banyak mengalami perubahan pH yang dratis karena alkalinitas merupakan penyangga terhadap perubahan pH, bila pH tidak banyak mengalami perubahan maka kehidupan ikan tidak banyak mengalami stress (Effendie, 2000).
Gambar 20. Nilai total Alkalinitas di Perairan waduk Batu Bulan di bulan Juli 2016.
3.7.7. Nitrat (NO3)
Pada gambar 21 memperlihatkan nilai kandungan nitrat pada 7 stasiun
pengamatan berkisar antara 0,13 – 0,58 mg/L. Kadar nitrat yang melebihi 5 mg/l
menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Untuk perairan waduk dengan kandungan nitrat antara
0,13 – 0,58 mg/l, dikalsifikasikan sebagai waduk dengan tingkat kesuburan
oligotrofik (Volenweider, 1969 dalam Wetzel, 1975).
Gambar 21. Nilai total Alkalinitas di Perairan waduk Batu Bulan di bulan Juli 2016.
3.8. Kesuburan Perairan Trip 3 (Juli 2016)
Status trofik perairan dicirikan dengan tinggi rendahnya kandungan unsur hara, seperti N dan P serta konsentrasi klorofilnya. Nilai indeks status trofik
tingkat kesuburan perairan waduk Batu Bulan termasuk dalam kategori eutrofik ringan s/d eutrofik sedang dan dengan nilai rata-rata status trofik dalam kategori eutrofik sedang yaitu 60,40. Tingkat kesuburan eutrofik sedang di stasiun Inlet Sebasang, Hutan Jati, dan Orong Roro ini diduga karena adanya beban unsur hara yang berasal dari aktifitas pemukiman penduduk, aktivitas perkebunan, persawahan yang banyak ditemukan disekitar stasiun tersebut..
Tabel 9. Trofik status indeks Carlson untuk perairan waduk Batu Bulan di bulan Juli 2016
Stasiun Nama stasiun Score Status Trofik
1 Inlet Sebasang 65,32 Eutrofik Sedang
2 Hutan Jati 66,56 Eutrofik Sedang
3 Orong Roro 61,77 Eutrofik Sedang
4 Outlet (Irigasi) 56,88 Eutrofik Ringan
5 Tengah 54,78 Eutrofik Ringan
6 Keramba 58,05 Eutrofik Ringan
7 Inlet Lito 59,42 Eutrofik Ringan
Nilai rata rata 60,40
3.9. Potensi Produksi Ikan Trip 3 (Juli 2016)
Hasil pengukuran nilai potensi produksi ikan waduk Batu Bulan dengan menggunakan metode MEI (Morphoedhaphic Index) dapat dilihat pada tabel 8. Angka potensi tertinggi pada stasiun inlet sebasang dan orong roro dan terendah pada stasiun tengah dan keramba. Tingginya potensi produksi ikan di daerah inlet sebasang dan orong roro karena tinggi muka air di daerah tersebut rendah, hal ini disebabkan karena nilai MEI yang merefleksi kandungan mineral/ unsur hara nilainya tinggi didalam perairan. Unsur hara tersebut merupakan eleman yang sangat diperlukan oleh produser (fitoplankton dan tumbuhan air) yang menjadi tingkat pertama dalam system rantai makanan. Nilai rata-rata potensi produksi pada bulan Juli adalah 207,78 termasuk dalam kategori tinggi bila dibandingkan dengan potensi produksi ikan pada bulan April dan Mei.
Tabel 10. Angka potensi produksi ikan di waduk Batu Bulan di bulan Juli 2016
Stasiun Kedalaman DHL MEI Potensi Produksi Ikan
meter umhos umhos/meter kg/ha/tahun
Inlet Sebasang 0,6 499,00 831,67 448,52 Hutan Jati 3 285,17 95,06 172,71 Orong Roro 1,6 284,50 177,81 227,50 Outlet (Irigasi) 3,6 272,73 75,76 156,30 Tengah 15,8 278,95 17,66 82,34 Keramba 15 273,12 18,21 83,47 Inlet Lito 1,7 499,00 293,53 283,64
Nilai rata rata 5,9 341,78 215,67 207,78
3.10. Kualitas Air Trip 4 (Oktober 2016) 3.10.1. Kecerahan
Kisaran nilai kecerahan Waduk Batu Bulan pada Oktober 2016 yaitu antara
60 cm – 140 cm. Nilai kecerahan terendah di stasiun inlet Sebasang 60 cm dan
kecerahan tertinggi di stasiun tengah 140 cm. Selain di inlet Sebasang nilai kecerahan terendah juga terdapat di inlet Lito, Hutan jati dan Orong Roro (gambar 22). Pengukuran sampel di inlet, Hutan Jati dan Orong Roro dilakukan di tepian waduk. Rendahnya nilai kecerahan di stasiun inlet Sebasang inlet Lito, Hutan jati dan Orong roro dikarenakan banyak materi sedimen dari sungai yang terbawa air masuk ke inlet waduk sehingga perairan menjadi keruh nilai kecerahan rendah dan nilai kekeruhan tinggi. Adapun sebab lain yang menyebabkan rendahnya nilai kecerahan di inlet waduk dan tepian adalah banyaknya partikel anorganik dari hasil erosi daratan tepian waduk. Untuk perairan waduk dengan tingkat kecerahan
antara 60 – 140 cm, dikalsifikasikan sebagai waduk dengan tingkat kesuburan
sedang sampai dengan tinggi atau meso – eutrofik (Linkens, 1975 dalam
Gambar 22. Nilai kecerahan di Perairan waduk Batu Bulan di bulan Oktober 2016.
3.10.2. Suhu air
Kisaran nilai suhu di Waduk Batu Bulan pada bulan Oktober 2016 yaitu
antara 28 – 30,2oC. Suhu dapat mempengaruhi metabolisme dan respirasi ikan,
peningkatan suhu akan mempengaruhi konsumsi oksigen bagi ikan. Bila suhu perairan tinggi dan kadar oksigen rendah maka akan menimbulkan permasalahan pada ikan terutama ikan pada KJA. Pada Gambar 23, semakin kearah dasar maka suhu semakin menurun. Apabila suhu permukaan lebih rendah dari bagian dasar perairan maka masa air dipermukaan akan lebih berat, dapat menyebabkan perputaran air dari atas kebawah dan dari bawah keatas (Upwelling). Peristiwa Upwelling dapat terjadi apabila ada hujan lebat yang lama sehingga lapisan peraian permukaan turun kebawah.
3.10.3. pH (Derajat Keasaman)
Kisaran nilai pH di Waduk Batu Bulan pada bulan Oktober 2016 yaitu
antara 7,5 – 8. Ada kecendrungan bahwa makin ke dasar perairan nilai pH
semakin menurun walaupun perbedaan tersebut tidak terlampau banyak, hal tersebut disebabkan karena pengaruh hasil penguraian bahan organik di dasar
perairan akan menghasilkan gas seperti CO2, H2S yang menyebabkan asam
(Gambar 24). Sebagian besar organisme air tawar hidup pada kisaran pH 7 – 8,5
(Novotny dan Olem, 1994), maka secara umum kisaran pH di perairan waduk Batu Bulan dapat mendukung kehidupan ikan.
Gambar 24. Nilai pH di Perairan Waduk Batu Bulan di bulan Oktober 2016.
3.10.4. Karbondioksida (CO2)
Kisaran nilai CO2 di waduk Batu Bulan pada bulan Oktober 2016 yaitu
antara 0 – 4,3 mg CO2/l. Pada stasiun keramba, tengah, orong roro, outlet dan
hutan jati mengindikasikan bahwa kandungan karbondioksida makin kedasar perairan makin tinggi, hal ini disebabkan bahwa pada dasar perairan terdapat
banyak bahan organik yang terdekomposisi menghasilkan gas CO2 (gambar 25).
Bila kandungan oksigen rendah maka pada umumnya kandungan karbondioksida akan tinggi, dan begitujuga sebaliknya. Karbondioksida akan menghambat pernapasan organisme air terutama bila kandungan oksigen rendah (DO< 2 mg/l),