• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI: KAJIAN TEORITIS PRAKTIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI: KAJIAN TEORITIS PRAKTIS"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN

TINGGI: KAJIAN TEORITIS PRAKTIS

1)Konstantinus Dua Dhiu, 2)Nikodemus Bate

1)Program Studi Pendidikan Guru PAUD, STKIP Citra Bakti, NTT

2)Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan Rekreasi, STKIP Citra Bakti, NTT

1)duakonstantinus082@gmail.com

2)nico.dua21@gmail.com

ABSTRAK

Mahasiswa dengan berbagai karakternya memiliki peranan dan fungsi yang sangat strategi dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Ada tiga peran dan fungsi utama mahasiswa, yaitu: agent of change, social of control, dan moral force

(Hariman, 2001). Sebagai agen perubahan (agent of change), mahasiswa memiliki tanggung jawab yang besar dalam membuat perubahan-perubahan mendasar dalam masyarakat. Melihat peran dan fungsi mahasiswa yang begitu strategis, mahasiswa perlu memiliki karakter yang kuat. Karakter tersebut tidak bisa

dibentuk secara otomatis. Seorang mahasiswa yang

menyelesaikan pendidikan disebuah perguruan tinggi misalnya, tidak serta merta memiliki karakter mulia tertentu secara otomatis setelah melalui semua proses pembelajarannya. Karakter mahasiswa dapat dikembangkan diperguruan tinggi, karena karakter seseorng dapat tumbuh secara perlahan dan berkelanjutan melalui proses pendidikan. Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan kelanjutan dari jenjang-jenjang pendidikan sebelumnya, dari TK, SD, SMP dan SMA. Seseorang tidak mungkin menjadi mahasiswa tanpa melalui jenjang-jenjang pendidikan sebelumnya.

Kata-kata kunci: pendidikan karakter, perguruan tinggi

PENDAHULUAN

Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi yang berkewajiban untuk ikut andil dalam pembentukan karakter bangsa. Tenaga pendidik perguruan tinggi adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, serta

menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui

pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Tridarma Perguruan Tinggi). Tenaga pendidik perguruan tinggi secara profesional memiliki fungsi sebagai pengajar, pendidik, dan pelatih sehingga dapat mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik. Hal tersebut menjadi pintu masuk bagi pendidikan karakter untuk dapat

(2)

Pengembangan karakter sangat penting dilakukan oleh perguruan tinggi dan stakeholders-nya untuk menjadi pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan karakter di perguruan tinggi.

Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah untuk mendorong lahirnya manusia yang baik, yang memiliki kepribadian menarik, beretika,

bersahaja, jujur, cerdas, peduli, dan tangguh. Tumbuh dan

berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmen untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup.

Individu yang berkarakter baik dan tangguh adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa, negara, serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi, dan motivasi. Pendidikan tidak hanya sebatas menransfer ilmu pengetahuan saja, namun lebih dari itu, yakni bagaimana dapat mengubah atau membentuk karakter dan watak seseorang agar menjadi lebih baik, mempunyai skill yang mumpuni, lebih sopan dalam tataran etika dan estetika, serta yang lebih penting adalah perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Perguruan tinggi perlu memberikan pendidikan untuk pembangunan karakter mahasiswa karena karakter yang baik akan mendorong, dan memudahkan seseorang untuk mengembangkan kebiasaan baik. Kebiasaan itu tumbuh dan berkembang dengan didasari oleh kesadaran, keyakinan, kepekaan, dan sikap. Dengan demikian, karakter dapat berkembang menjadi kebiasaan baik karena adanya dorongan dari dalam, bukan paksaan dari luar.

PEMBAHASAN

Pemerintah Indonesia melalui kebijakan nasional pembangunan karakter bangsa, menekankan perlunya pendidikan karakter bagi bangsa dengan beberapa alasan yaitu (1) disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; (2) keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; (3) bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; (4) memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan (5) melemahnya kemandirian bangsa (Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025). Melalui UU No 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan komitmen

tentang pendidikan karakter sebagaimana termuat dalam rumusan fungsi

dan tujuan pendidikan nasional. Pendidikan nasional berfungsi

(3)

menyebutkan bahwa perguruan tinggi memiliki tujuan membentuk insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur, sehat, berilmu dan cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan berjiwa wirausaha, serta toleran, peka sosial dan lingkungan, demokrtis dan bertanggung jawab.

Berdasarkan UU Sisdiknas Tahun 2003 dan PP No 17 tahun 2010 diatas, nampak jelas bahwa pemerintah Indonesia memberikan dukungan secara konkrit pada pendidikan karakter ini. Mengingat keberhasilan institusi pendidikan terletak tidak saja pada penguasaan ilmu pengetahuan namun juga pada pembentukan karakter yang baik pada anak didiknya, maka tanggung jawab pembentukan karakter yang baik tidak hanya terletak pada tingkat pendidikan sekolah dasar dan menengah namun juga perguruan tinggi.

Perguruan tinggi, menurutSyukri (2009) merupakan tempat pencarian ilmu pengetahuan, pemecahan berbagai masalah, tempat mengkritisi karya-karya yang dihasilkan, dan sebagai pusat pelatihan manusia. Senada dengan Syukri (2009) menyatakan dunia perguruan tinggi merupakan tempat menyemai, mendidik dan melatih mahasiswa agar menjadi mahasiswa yang memiliki daya nalar tinggi, analisis tajam dan luas. Sementara itu, menurut Syukri (2009) masyarakat Indonesia masih menaruh harapan pada perguruan tinggi sebagai tempat latihan dan pendidikan bagi calon penerus bangsa menjadi kaum intelektual yang memiliki ilmu tinggi dan perilaku terpuji.

Sebagai institusi pencetak sumber daya manusia yang akan menjadi penyokong utama kualitas sumber daya manusia Indonesia, perguruan tinggi memikul tanggung jawab mewujudkan amanat UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 dan PP No 17 tahun 2010 tentang perguruan tinggi. Ketiadaan koordinasi mengenai karakter apa yang akan dibentuk pada tingkat pendidikan dasar, menengah pertama maupun menengah atas, menjadikan kedudukan perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan yang paling akhir untuk melengkapi karakter yang belum ada dan membentuk

karakter menjadi “bangunan moral yang sudah jadi dan kokoh” pada

mahasiswa. Dengan demikian, lulusan perguruan tinggi akan menjadi manusia dengan kualitas ganda baik kualitas profesional sesuai keilmuannya dan kualitas moral yang tinggi, sehingga dapat berkiprah sebagai warga negara yang baik sesuai bidang pekerjaannya.

(4)

maupun berkolaborasi mencari pemecahan masalah isu-isu moral, 5) sharing visi dan sense of collectivity and responsibility, 6) social skill training

artinya kampus menyelenggarakan pelatihan bagi mahasiswa yang tujuannya agar mahasiswa dapat melakuan penyesuaian jangka panjang dengan memperkuat ketrampilan pemecahan masalah interpersonal, 7) memberi kesempatan lebih pada mahasiswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan pelayanan masyarakat oleh kampus yang bisa menaikkan perilaku moral.

Dengan demikian, dosen maupun staf administratif akan menemui tantangan tersendiri karena mereka akan menjadi pribadi yang juga berupaya menjadi model yang baik bagi mahasiswa. Schwartz (2000) menyebutnya dengan istilah mendorong dan menginspirasi agar mahasiswa mengembangkan moral yang baik dan akan membuat mereka menjadi orang dewasa yang matang dan bertanggung jawab.

Hal yang tak kalah penting menurut Syukri (2009) adalah kejujuran

perguruan tinggi akan ketidakmampuannya untuk berdiri sendiri

menyelenggarakan pendidikan karakter. Perguruan tinggi harus mengakui bahwa kerjasama dengan stake holder, dalam hal ini orangtua dan masyarakat sekitar adalah penting. Satu hal yang bisa dilakukan, menurut Berkowitz (2005) adalah dengan memberikan newsletter mengenai pembentukan karakter dalam keluarga dan masyarakat.

Meskipun berbagai strategi dan pendekatan yang digunakan mungkin berbeda namun tujuannya adalah sama yaitu mendorong dan menginspirasi mahasiswa untuk mengembangkan dan menerapkan moralnya sendiri ketika berada dalam tekanan lingkungan (Schwartz, 2000)

KESIMPULAN

Berdasarkan pada pemikiran bahwa karakter mahasiswa dapat dikembangkan secara perlahan dan berkelanjutan, pendidikan karakter di perguruan tinggi haruslah memperhatikan bahwa terbentuknya karakter seseorang dipengaruhi banyak faktor. Djohar (2011) mengidentifikasi tiga faktor yang mempengaruhi terbentuknya karakter seseorang yaitu: (1) Modal budaya yang dibawa sejak kecil, (2) Dampak lingkungannya, dan (3) Kekuatan individu orang merespons dampak lingkungannya.

Dalam konteks perguruan tinggi, modal budaya dipengaruhi oleh konteks lingkungan dimana mahasiswa hidup, sehingga membentuk pengalaman, sekaligus karakternya. Oleh karena itu, menciptakan lingkungan yang kondusif dan mendukung menjadi sangat penting dalam rangka menumbuhnkembangkan karakter mahasiswa. Dalam konteks perguruan tinggi, lingkungan kampus, baik ekosistem dan akademiknya seharusnya disusun sedemikian rupa, sehingga mendukung pengembangan karakter mahasiswa.

DAFTAR RUJUKAN

Anonim. (2017). Pendidikan Karakter. Diunduh melalui

(5)

Berkowits. (2002). The science of character education: Hoover Institution Press.

Buchori. (1995). Transformasi Pendidikan, IKIP Muhammadiah, Jakarta Press.

Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010 - 2025, Jakarta.

Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 Pasal 84 ayat 2 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan

Siregar, H. (2001). Gerakan Mahasiswa Pilar Kelima Demokrasi. Jakarta; Gramedia Pustaka Utama.

Syukri. (2009). Peran Pendidikan di Perguruan Tinggi Terhadap Perubahan Perilaku Kaum Intelektual (Sosial Individu). Jurnal Ilmiah Kreatif, 4(1), 1-15.

Referensi

Dokumen terkait

 Penentuan visi untuk mendapatkan hasil optimal, yang kemudian diterjemahkan ke dalam misi. Sebagai contoh, dosen dapat menentukan visinya seperti “Pada akhir

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan: 1) wujud budaya dalam novel Bonsai karya Pralampita Lembahmata, 2) nilai pendidikan karakter yang

Sehubungan dengan itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan; (1) unsur budaya Pesisir Madura, (2) wujud budaya Pesisir Madura, (3) nilai pendidikan karakter

Langkah selanjutnya adalah memberikan kesempatan kepada masing-masing dosen dan mahasiswa untuk menganalisis dan menyampaikan pendapat mereka mengenai nilai-nilai

Penciptaan atmosfir akademik dalam proses pembelajaran yang kondusif merupakan wahana dan media interaksi dan internalisasi dosen, mahasiswa, lingkungan belajaran

Hipotesis dalam penelitian ini untuk menguji penguasaan IPTEK, keahlian praktik dan ketrampilan interpersonal mahasiswa terhadap kualitas pendidikan di perguruan

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui peran pendidikan kewarganegaraan dalam membangun karakter toleransi mahasiswa di perguruan tinggi. Penelitian ini

model teoritik Kajian Etnopedagogi Pembelajaran PKn sebagai Wahana Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa di Lingkungan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (UMM)