• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Evaluasi Pengolahan Air Limbah Pabrik Kelapa Sawit (Studi Kasus : Pabrik Kelapa Sawit Dan Pabrik Inti Sawit, PTPN - I –Tg. Seumentoh, Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Evaluasi Pengolahan Air Limbah Pabrik Kelapa Sawit (Studi Kasus : Pabrik Kelapa Sawit Dan Pabrik Inti Sawit, PTPN - I –Tg. Seumentoh, Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Pabrik Kelapa Sawit (PKS) menghasilkan limbah padat dan cair. Sederhananya, limbah padat dapat dibuang ke lahan kosong, dikubur ataupun dibakar di dalam increnerator. Sedangkan limbah cair dapat dibuang ke perairan umum (sungai). Namun, dengan berkembangnya kesadaran manusia terhadap kualitas sumber daya alam dan kelestarian lingkungan, cara pembuangan limbah seperti tersebut di atas tidak lagi diperkenankan.

Apalagi bila limbah yang dihasilkan dapat merusak lingkungan hidup. Maka dengan pertimbangan tersebut, PKS dituntut untuk memiliki sarana pengelolaan limbah. Tentunya, tuntutan dalam pengolahan limbah memerlukan biaya pengolahan.

(2)

8 Berdasarkan keputusan Mentreri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor : Kep-51/MENLH/10/1995 tentang ”Baku Mutu Limbah Cair bagi Industri Minyak Sawit”, yang mengharuskan bahwa Pabrik Kelapa Sawit harus mengolah air limbah sampai standar yang dijinkan, maka kebutuhan akan teknologi pengolahan air limbah Pabrik Kelapa Sawit khususnya yang murah dan hasilnya baik perlu dikembangkan, karena kendala yang paling banyak dijumpai yakni teknologi yang ada saat ini masih cukup mahal, sedangkan di lain pihak dana yang tersedia untuk membangun unit alat pengolahan air limbah tersebut sangat terbatas sekali.

Untuk pengolahan air limbah Pabrik Kelapa Sawit dengan kapasitas yang besar 60 ton TBS / Jam, biasanya menggunakan teknologi pengolahan air limbah “Sistem Kolam” atau Ponding System, tetapi untuk pabrik yang berkapasitas kecil cara tersebut kurang ekonomis karena biaya operasinya cukup besar, kontrol oprasionalnya lebih sulit. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu informasi dan teknologi sistem tersebut, khususya teknologi pengolahan air limbah PKS berserta aspek pemilihan teknologi serta keunggulan dan kekurangannya.

(3)

9 2.1.1 Peraturan Perundangan Yang Mengatur Pengelolaan Lingkungan

Pabrik Kelapa Sawit.

• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274).

• Undang – Undang No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air • Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

• Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep - 51/ MenLH /10 /1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Industri Minyak Sawit. • Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup • Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan

• Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 Tentang Jenis Usaha dan atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

• Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.

(4)

10 2.2 Limbah Industri Kelapa Sawit.

Limbah cair industri minyak kelapa sawit mengandung bahan organik yang sangat tinggi, sehinggga kadar bahan pencemar akan semakin tinggi.

Industri pengolahan minyak kelapa sawit menghasilkan 3 jenis limbah. Yaitu:

 limbah cair.

 limbah padat, dan

 gas.

Limbah gas keluar dari cerobong asap boiler, dan limbah padat berupa solid, cangkang, sabut dan abu. Diantara limbah diatas yang menjadi permasalahan adalah limbah cair karena jumlahnya cukup banyak.

Secara umum dampak yang ditimbulkan oleh limbah cair industri minyak kelapa sawit adalah badan air penerima tercemar (sungai), karena hampir setiap industri minyak kelapa sawit berlokasi didekat sungai. Sehingga sungai menjadi kotor dan senyawa – senyawa yang terkandung membahayakan terhadap lingkungan.

Limbah cair industri kelapa sawit bila dibiarkan tanpa diolah terlebih dahulu dapat mengakibatkan terbentuknya amonia (NH3N), hal ini disebabkan bahan organik yang terkandung dalam limbah cair tersebut terurai dan membentuk amoniak.

(5)

11 Dengan demikian aspek pengendalian pengolahan secara optimal dapat :

1. Mengurangi dampak negatif atau tingkat pencemaran yang ditimbulkan dapat dikendalikan dengan baik.

2. tercapainya standar/baku mutu limbah cair pabrik kelapa sawit yang dapat disesuaikan dengan daya dukung lingkungan, terutama terhadap media air.

2.2.1 Baku Mutu Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit ( LCPKS )

Limbah yang dibuang ke badan air penerima (sungai) harus memenuhi baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan di dalam peraturan agar limbah tersebut aman dan tidak berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Baku mutu limbah cair untuk industri minyak kelapa sawit, dimana Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep-51/MENLH/10/1995 pada lampiran A IV,dapat dilihat pada tabel 2 seperti yang tercantum di bawah ini.

Tabel 2.1 Baku Mutu Limbah Cair Industri Minyak Sawit

PARAMETER KADAR MAKSIMUM

mg/L

BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM

BOD5 250 1,5

COD 500 3,0

TSS 300 1,8

MINYAK DAN LEMAK 30 0,18

AMONIA TOTAL (NH3N) 20 0,12

PH 6,0 9,0

(6)

12 2.3 Teknologi Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS).

Teknologi pengolahan Limbah cair pabrik kelapa sawit adalah salah satu cara untuk memisahkan, menghilangkan, dan mengurangi unsur pencemar dalam limbah. Teknologi pengolahan limbah mempunyai ukuran dan spesifik. Kemampuan wadah penampungan limbah seperti kolam limbah diukur dengan beban volume per satuan luas dan satuan waktu atau dikenal dengan istilah sludge loading rate. Kemampuan proses pengolahan kolam diukur dengan waktu penahanan hidrolis (WPH).

Waktu penahanan hidrolis atau waktu tinggal limbah dalam reaktor mempunyai peranan yang amat penting dalam menuju keberhasilan pengolahan limbah.

Besarnya debit limbah dibandingkan dengan ukuran volume kolam atau reaktor akan menentukan waktu tinggal limbah dalam wadah. Sedangkan volume kolam sangat dipengaruhi konsentrasi padatan limbah.

Volume limbah juga sangat menentukan ukuran dari kolam. Semakin besar volume limbah maka akan semakin besar kolam limbah yang diperlukan sehingga mengakibatkan waktu penahanan hidrolis ( WPH ) menjadi lebih lama, akan tetapi sebaliknya jika volume kolam kecil maka WPH akan menjadi lebih singkat tapi mungkin prosesnya tidak sempurna. Karena itu perlu diketahui ukuran bak kolam baik dari segi kedalaman maupun luas permukaan. (Ginting,P. 2007 ).

2.3.1. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL )

Untuk pengolahan air limbah Pabrik Kelapa Sawit dengan yang lazim dan biasa dilakukan oleh pihak industri perkebunan ada 2 metode yaitu:

(7)

13 Untuk mengurangi tingkat pencemaran sebelum dibuang ke sungai, maka perlu dilakukan pengolahan air limbah minyak kelapa sawit dengan tersebut, dan pada umumnya dalam pengolahannya, PKS menggunakan sistem yang disebut dengan sistem kolam aerob – anaerob (biologis).

Sistem pengolahan limbah secara biologis masih dianggap cara yang paling murah dibandingkan dengan cara kimia, karena mengingat harga bahan kimia relatif mahal dan volume air limbah kelapa sawit cukup banyak.

Pengolahan air limbah secara biologis berlangsung secara berkesinambungan, yaitu pada kolam anaerobik, fakultatif, aerobik, dan sedimentasi tanpa menambah zat kimia, melainkan hanya membutuhkan waktu dalam proses perombakan zat organik oleh mikroorganisme. Sehingga terciptalah suatu perubahan kualitas air limbah yang diinginkan pada tiap kolam – kolam tersebut, baik itu kolam anaerobik, fakultatif, aerobik dan lain - lain

Sistem kolam dapat dikatakan sebagai proses biologi yang bertujuan untuk merombak zat pencemar organik menjadi karbondioksida dan jaringan sellulosa sehingga kita mudah untuk memisahkan antara limbah air dengan bahan pencemar. Pada proses ini yang berperan adalah mikro organik yang dapat menguraikan zat – zat organik limbah menjadi zat – zat yang sederhana.

2.3. 2 Proses Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS).

(8)

14 Untuk menanggulangi masalah limbah cair pada IPAL PKS pada umumnya menggunakan unit – unit kolam pengolahan. PKS yang menggunakan sistem ini pada umumnya mempergunakan lahan yang cukup luas dan mempunyai beberapa tahapan untuk mendapatkan hasil akhir yang sesuai dengan bahan baku mutulimbah yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Gambar 2.1 Skema Pengolahan Limbah dengan Sistem Kolam.

1. Fat Pit.

Tahap ini merupakan awal proses pengolahan air limbah PKS yaitu : sebagai tempat pengutipan sisa minyak yang terikat dalam limbah cair dan dikembalikan dalam proses pengolahan, sehingga kadar minyak dalam air dapat berkurang.

Minyak yang masih terikat dalam air limbah dalam jumlah yang cukup tinggi dapat mengganggu aktivitas mikroorganisme merombak bahan organik, disamping itu dengan adanya minyak akan membentuk lapisan film pada permukaan air, dapat

(9)

15 menghambat penetrasi cahaya kedalam air sehingga dapat mengganggu aktivitas mikroorganisme.

2. Pendinginan (Cooling Pond).

Cooling Pond ini merupakan lanjutan proses dari fat pit, Colling pond berfungsi menurunkan temperatur limbah cair yang dikeluarkan dari ruang produksi. karena air limbah segar yang keluar dari pabrik atau dari fat pit umumnya masih panas (50 – 700 C) maka terlebih dahulu temperatur harus diturunkan hingga 38-400C yang merupakan temperatur optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme pengurai. Bagian dasar dan dinding cooling pond (kolam pendingin) dilapisi dengan semen sehingga kedap air. biasanya proses pendinginan dilakukan selama 48 jam. (Naibaho, M. Ponten 1998)

3. Netralisasi.

Kolam ini berfungsi untuk menetralkan pH limbah yang masih asam yang terdapat pada kolam – kolam sebelumnya menjadi ± 6,5 -7,0.

4. Pengasaman.

(10)

16 5. Kolam Anaerobik.

Limbah yang telah dinetralkan kemudian dialirkan ke kolam anaerobik. Pada kolam ini limbah cair masih mengandung senyawa organik yang kompleks seperti lemak, karbohidrat, dan protein yang akan dirombak oleh bakteri anaerobik menjadi asam organik dan selanjutnya menjadi gas metana (CH4), karbondioksida (CO2), dan air (H2O). Proses perombakan limbah dapat berjalan lancar jika kontak antara limbah dengan bakteri yang berasal dari kolam pembiakan juga berjalan dengan baik.

6. Kolam Fakultatif.

Kolam ini adalah kolam peralihan dari kolam anaerobik ke kolam aerobik. Pada kolam ini proses perombakan masih tetap berlanjut, yaitu menyelesaikan proses yang belum terselesaikan pada kolam anaerobik.

7. Kolam Aerobik.

Pada kolam ini cairan limbah diperkaya kandungan oksigennya dengan aerator, oksigen ini diperlukan untuk proses oksidasi yang dilakukan oleh bakteri aerobik. Kemudian limbah dialirkan ke sungai yang ada pada daerah industri minyak tersebut.

2.3.3 Pemeliharaan Kolam Limbah.

Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam hal pemeliharaan kolam limbah.

(11)

17

 Memeriksa jaringan pipa dan instalasi lainnya yang ada pada sistem secara rutin untuk mencegah terjadinya penyumbatan ataupun kerusakan lainnya.

 Pemeliharaan konstruksi kolam secara rutin dan memperbaiki setiap kerusakan yang terjadi pada dinding kolam.

2.4 Sistem Penyaluran Air Limbah.

2.4.1 Sistem Penyaluran Terpisah.

Sistem penyaluran terpisah adalah sistem dimana air buangan disalurkan tersendiri dalam jaringan riol tertutup, sedangkan limpasan air hujan disalurkan tersendiri dalam saluran drainase khusus untuk air yang tidak tercemar.

Sistem ini digunakan dengan pertimbangan antara lain:

a) Periode musim hujan dan kemarau lama.

b) Kuantitas aliran yang jauh berbeda antara air hujan dan air buangan domestik. c) Air buangan umumnya memerlukan pengolahan terlebih dahulu, sedangkan

air hujan harus secepatnya dibuang ke badan penerima.

d) Fluktuasi debit (air buangan domestik dan limpasan air hujan) pada musim kemarau dan musim hujan relatif besar.

e) Saluran air buangan dalam jaringan riol tertutup, sedangkan air hujan dapat berupa polongan (conduit) atau berupa parit terbuka (ditch).

(12)

18 pemeliharaannya. Sedangkan kelemahannya adalah memerlukan tempat luas untuk jaringan masing-masing sistem saluran.

(13)

19 2.4.2 Sistem Penyaluran Tercampur.

Sistem penyaluran tercampur merupakan sistem pengumpulan air buangan yang tercampur dengan air limpasan hujan (sugiharto 1987). Sistem ini digunakan apabila daerah pelayanan merupakan daerah padat dan sangat terbatas untuk membangun saluran air buangan yang terpisah dengan saluran air hujan, debit masing–masing air buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan, memiliki kuantitas air buangan dan air hujan yang tidak jauh berbeda serta memiliki fluktuasi curah hujan yang relatif kecil dari tahun ke tahun (Gambar 2.3).

Kelebihan sistem ini adalah hanya diperlukannya satu jaringan sistem penyaluran air buangan sehingga dalam operasi dan pemeliharaannya akan lebih ekonomis. Selain itu terjadi pengurangan konsentrasi pencemar air buangan karena adanya pengenceran dari air hujan. Sedangkan kelemahannya adalah diperlukannya perhitungan debit air hujan dan air buangan yang cermat. Selain itu karena salurannya tertutup maka diperlukan ukuran riol yang berdiameter besar serta luas lahan yang cukup luas untuk menempatkan instalasi pengolahan. buangan.

(14)

20 2.5 Garis Tenaga dan Garis Tekanan pada Pipa.

Sesuai dengan prinsip bernoulli, tenaga total atau tinggi tekanan efektif di setiap titik pada saluran pipa merupakan jumlah dari tinggi elevasi, tinggi tekanan dan tinggi kecepatan.

𝐻 =𝑧+𝜌

𝛾+

𝑉2

2𝑔 (2.1)

Dimana : H =tenaga total atau tinggi tekanan efektif pada suatu titik (m) Z = ketinggian dasar saluran terhadap suatu datum (m)

P = tekanan air pada suatu titik (N/m2) γ = berat jenis zat cair (kg/m3)

v = kecepatan aliran pada pipa (m/s) g = gravitasi (m/s2)

Garis yang menghubungkan titik-titik tersebut dinamakan garis tenaga, yang digambarkan di atas tampang memanjang pipa seperti yang ditunjukan pada gambar 2.4. Perubahan diameter pipa dan tempat-tempat tertentu di mana kehilangan tenaga sekunder terjadi ditandai dengan penurunan garis tenaga. Apabila kehilangan tenaga sekunder diabaikan, maka kehilangan tenaga hanya disebabkan oleh gesekan pipa. (Triadmodjo, Bambang 2003).

(15)

21 2.5.1 Pipa dengan pompa.

Pompa digunakan untuk menaikkan zat cair dari kolam ke suatu kolam lain dengan selisih elevasi muka air Hs, seperti yang ditunjukan pada gambar 2.5, maka daya yang digunakan oleh pompa untuk menaikkan zat cair setinggi Hs adalah sama dengan tinggi Hs ditambah dengan kehilangan tenaga selama pengaliran dalam pipa tersebut.

Kehilangan tenaga adalah ekivalen denganpenambahan tinggi elevasi, sehingga efeknya sama dengan jika pompa menaikkan zat cair setinggi H = Hs + Σhf Dalam gambar tersebut tinggi kecepatan diabaikan sehingga garis tenaga berhimpit dengan garis tekanan.

Gambar 2.5 Pipa dengan pompa.

(16)

22 daya yang diperlukan pompa untuk menaikkan zat cair :

𝐷 = 𝑄𝐻𝛾𝜂 (2.2)

atau dalam satuan hp (horse power, daya kuda):

𝐷 = 𝑄𝐻𝛾

75𝜂 (2.3)

dengan η adalah efisiensi pompa. Pada pemakian pompa, efisiensi pompa digunakan sebagai pembagi dalam rumus daya pompa.

2.5.2 Pipa hubungan seri.

Apabila suatu aliran pipa terdiri dari pipa-pipa dengan ukuran yang berbeda, dan pipa tersebut adalah dalam hubungan seri. Gambar 2.6 menunjukkan suatu sistem tiga pipa dengan karakteristik berbeda yang dihubungkan dengan secara seri. Panjang, diameter dan koefisien gesekan masing-masing pipa adalah L1, L2, L3; D1,

D2, D3 dan f1, f2, f3.

Gambar 2.6 Pipa dalam hubungan seri.

(17)

23 Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menggambarkan garis tenaga. Seperti terlihat pada gambar, garis tenaga akan menurun kearah aliran. Kehilangan tenaga pada masing-masing pipa adalah hf1, hf2 dan hf3. Dianggap bahwa kehilangan tenaga sekunder kecil sehingga diabaikan.

Q = Q1 = Q2 = Q3 (2.4)

Dengan menggunakan persamaan Bernoulli untuk titik 1 dan 2 (pada garis aliran):

𝑧1+𝑝𝛾1+𝑉1 (tampang aliran sangat besar), sehingga persamaan diatas menjadi:

z1 + H1 = z2 + H2 + hf1 + hf2 + hf3

(z1 + H1) – (z2 + H2) = hf1 + hf2 + hf3

Atau H = hf1 + hf2 + hf3 (2.6)

Dengan mengunakan persamaan Darcy-Weisbach, persamaan (2.6) menjadi:

𝐻 = 𝑓1𝐿1

Untuk masing-masing pipa kecepatan aliran:

𝑉1 = 𝜋𝐷𝑄

Substitusikan nilai V1, V2, dan V3 ke dalam persamaan (2.7), didapat:

(18)

24

Kadang-kadang penyelesaian pipa seri dilakukan dengan suatu pipa ekivalen yang mempunyai penampang seragam. Pipa disebut ekivalen apabila kehilangan tekanan pada pengaliran di dalam pipa ekivalen sama dengan pipa-pipa yang diganti.

Sejumlah pipa dengan bermacam-macam nilai f , L, dan D akan dijadikan suatu pipa ekivalen. Untuk itu diambil diameter De dan koefisien gesekan fe dari pipa yang terpanjang (atau yang telah ditentukan), dan kemudian ditentukan panjang pipa ekivalen. Kehilangan tenaga dalam pipa ekivalen:

𝐻 = 8𝑄2 𝑔𝜋2�

𝑓𝑒𝐿𝑒

𝐷𝑒5 � (2.11)

Substitusikan dari persamaan (2.9) ke persamaan (2.11) didapat:

𝐿𝑒 = 𝐷𝑒

2.6 Tinjauan Hidrolika Aliran dalam IPAL.

2.6.1 Aliran Melalui Pipa.

(19)

25 Apabila zat cair di dalam pipa tidak penuh maka aliran termasuk dalam aliran saluran terbuka. Karena mempunyai permukaan bebas, maka fluida yang di alirkan adalah zat cair. Tekanan di permukaan zat cair di sepanjang saluran terbuka adalah tekanan atmosfer. (Robert J Kodoatie, 2002).

2.6.2 Kehilangan Energi Akibat Gesekan Pipa.

Apabila pipa mempunyai penampang konstan, maka V1 = V2, dan persamaan

di atas dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana untuk kehilangan tenaga akibat gesekan.

ℎ𝑓 =�𝑧1+𝑝1𝛾� − �𝑧2+𝑝2𝛾� (2.13)

atau

ℎ𝑓 =∆𝑧 −∆𝛾𝑝 (2.14)

Kehilangan tenaga sama dengan jumlah dari perubahan tekanan dan tinggi tempat.

(20)

26 Seperti terlihat pada gambar 2.7 tampang lintang aliran melalui pipa adalah konstan yaitu A, sehingga percepatan a = 0. Tekanan pada tampang 1 dan 2 adalah p1 dan p2. Jarak antar tampang 1 dan 2 adalah L. Gaya-gaya yang bekerja pada zat cair adalah gaya tekanan pada kedua tampang, gaya berat dan gaya gesekan.

Dengan menggunakan hukum Newton II untuk gaya-gaya tersebut akan didapat:

F = M a (2.15)

p1A - p2A+γ AL sin α - τo PL =M x 0 (2.16)

Dengan P adalah keliling basah pipa. Oleh karena selisih tekanan adalah ∆p1 maka :

pA +γ AL sin α - τo PL = 0 (2.17)

Kedua ruas dibagi dengan Aγ, sehingga:

∆𝑝

𝛾 +∆𝐿sin𝛼 −

𝜏0P∆𝐿

𝛾𝐴 = 0 (2.18)

∆𝑝

𝛾 +∆𝑧 =

𝜏0∆𝐿

𝛾𝑅 = 0 (2.19)

atau

ℎ𝑓 =𝜏𝛾𝑅0∆𝐿 (2.20)

(21)

27 Di mana : ∆z = ∆L sin a.

R = A/P = jari-jari hidrolis dan

I = hf /∆L= kemiringan garis energi.

Untuk pipa lingkaran:

𝑅 = 𝐴

𝑃=

𝜋𝐷2/4

𝜋𝐷 =

𝐷

4 (2.22)

sehingga persamaan diatas menjadi:

ℎ𝑓 =4𝜏𝛾𝐷0∆𝐿 (2.23)

Persamaan yang telah dilakukan oleh para ahli menunjukan bahwa kehilangan tenaga sebanding dengan Vn di mana n ≈ 2. Untuk aliran melalui pipa dengan dimensi dan zat cair tertentu.

persamaan (2.23) menunjukan bahwa hf sebanding dengan τo. Dengan demikian apabila hf = f (V2)

berarti juga τo = f (V2).

Dengan anggapan bahwa :

τo = CV 2 (2.24)

dengan C adalah konstanta, maka persamaan (2.24) menjadi :

(22)

28 Dengan mendefinisikan f = 8C/ρ maka persamaan di atas menjadi:

ℎ𝑓 =𝑓∆𝐿𝐷 𝑉 2

2𝑔 (2.26)

Apabila panjang pipa adalah L, maka persamaan (2.26) menjadi :

ℎ𝑓 =𝑓𝐷𝐿𝑉 2

2𝑔 (2.27)

Persamaan (2.27) disebut dengan persamaan Darcy-Weisbach untuk aliran melalui pipa lingkaran. Dalam persamaan tersebut f adalah koefisien gesekan Darcy-Weisbach yang tidak berdimensi. Koefisien f merupakan fungsi dari angka

Reynolds dari kekasaran pipa. Pada tahun 1944 Moody memperkenalkan suatu grafik yang mempermudahkan dalam penentuan nilai f atau yang biasa disebut moody diagram.

(23)

29 Alternatif lain untuk menentukan nilai f dengan menggunakan koefisien manning, Chezy atau Hazen-williams.

)

Tabel 2.2 Koefisien manning untuk beberapa jenis pipa.

Type of pipe Manning’s n

(24)

30 Tabel 2.3: Koefisien Hazen-Williams, CH .

Type of pipe Manning’s n

PVC, glass, or enameled steel pipe

Riveted steel pipe

Cast iron pipe

Smooth concrete pipe

Rought pipe (e.g., rough concrete pipe)

130 – 150

100 – 110

95 – 100

120 – 140

60 – 80

Sumber: Brater et al. (1996); ASCE (1976)

2.6.3 Kehilangan Tenaga Sekunder Dalam Pipa.

(25)

31 a. Kehilangan energi akibat penyempitan (contraction)

𝐻𝑐 =𝐾𝑐𝑉2 2

2𝑔 (2.30)

Di mana :

Hc = tinggi hilang akibat penyempitan

Kc = koefisien kehilangan energi akibat penyempitan

V2 = kecepatan rata-rata aliran dengan diameter D2 (yaitu di hilir dari penyempitan)

Tabel 2.4 Nilai Kc untuk berbagai nilai D2 /D1.

D2/D1 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0

Kc 0,5 0,45 0,38 0,28 0,14 0,00

Sumber : Hidraulika II, Bambang Triadmodjo, 2003

b. Kehilangan energi akibat pembesaran tampang (expansion).

𝐻𝑒 = 𝐾𝑒𝑉1

Apabila pipa masuk ke kolam yang besar seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.9, di mana A2 = ∞ sehingga V2 = 0 maka :

𝐻𝑒 = 𝑉1 2

(26)

32 Kehilangan tenaga pada perbesaran penampang akan berkurang apabila perbesaran dibuat secara berangsur-angsur seperti ditunjukkan dalam gambar 2.10, kehilangan tenaga diberikan oleh persamaan berikut:

𝐻𝑒 = 𝐾𝑉1− 2 𝑉

22

2𝑔 (2.34)

Gambar 2.9 Pipa menuju kolam. Gambar 2.10 Perbesaran penampang berangsur-angsur.

Tabel 2.5 Nilai Ke untuk berbagai nilai α.

Α 10o 20o 30o 40o 50o 60o 75o

Ke 0,078 0,31 0,49 0,60 0,67 0,72 0.72

Sumber : Hidraulika II, Bambang Triadmodjo, 2003

c. Kehilangan energi akibat belokkan pipa

Kehilangan tenaga yang terjadi pada belokkan tergantung pada sudut belokkan pipa. Rumus kehilangan tenaga pada belokkan adalah sama dengan rumus pada perubahan penampang, yaitu :

𝐻𝑏 =𝐾𝑏𝑉 2

(27)

33 Gambar 2.11 Belokkan pada pipa.

Tabel 2.6 Nilai Kb untuk berbagai nilai α.

Α 20o 40o 60o 80o 90o

Kc 0,05 0,14 0.36 0,74 0,98

Sumber : Hidraulika II, Bambang Triadmodjo, 2003

Untuk sudut belokkan 90o dan dengan belokkan halus (berangsur-angsur), kehilangan tenaga tergantung pada perbandingan antara jari-jari belokkan dan diameter pipa. Nilai Kb untuk berbagai nilai R/D diberikan dalam tabel 2.7.

Gambar 2.12 Perbandingan nilai R/D untuk menentukan nilai K

Tabel 2.7 Nilai Kb untuk berbagai nilai R/D

Α 1 2 4 6 10 16 20

Kc 0,35 0,19 0.17 0,22 0,32 0.38 0.42

Gambar

Tabel 2.1 Baku Mutu Limbah Cair Industri Minyak Sawit
Gambar 2.1 Skema Pengolahan Limbah dengan Sistem Kolam.
Gambar 2.2 Sistem Saluran Terpisah
Gambar 2.3 Sistem Penyaluran Tercampur.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apakah ada pengaruh positif dan signifikan Current Ratio, Debt to Equity Ratio dan Price to Book Value terhadap Harga Saham pada perusahaan manufaktur sub-sektor makanan dan

Dari hasil tersebut diketahui bahwa  2 hitung >  2 tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga mempunyai hubungan yang signifikan dengan pemberian susu

Hasil uji chi square didapatkan nilai χ 2 sebesar 8,418 pada df 1 dengan taraf signifikansi (p) 0,004 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan dalam tingkatan

Hal ini dapat juga dilihat dari lokasi tindak kekerasan paling banyak terjadi di rumah korban atau rumah pelaku.Setidaknya ini menunjukkan bahwa pelaku adalah

Menurut dari hasil penelitian dari (Aprilia, 2007) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan didapatkan hasil yang berpengaruh secara signifikan terhadap

ADLN - Perpustakaan

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif.. 3) Membandingkan hasil wawancara antara guru pondok dengan santri- santri di pondok terkait dengan pembelajaran berbasis

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah perusahaan telekomunikasi manakah dengan kinerja keuangan yang memberikan nilai ekonomis yang lebih baik dengan