KEBUTUHAN INFORMASI MASYARAKAT DESA
HUTAN KABUPATEN PEKALONGAN
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi
Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan
Oleh:
NAFSIL MUTMA’INAH
NIM. A2D009061
PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
ii Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nafsil Mutma’inah
NIM : A2D009061
Jurusan : S1 Ilmu Perpustakaan
Dengan sesungguhnya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Kebutuhan
Informasi Masyarakat Desa Hutan Kabupaten Pekalongan” adalah benar-benar
karya ilmiah saya sendiri, bukanlah hasil plagiat karya ilmiah orang lain, baik
sebagian maupun keseluruhan, dan semua kutipan yang ada di skripsi ini telah
saya sebutkan sumber aslinya berdasarkan tata cara penulisan kutipan yang lazim
pada karya ilmiah.
Semarang, 06 September 2013
Yang menyatakan,
Nafsil Mutma’inah
iii
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya (QS. An-Najm [53]: 39)
Persembahan
1. Ibu dan bapak serta kelurga tercinta
Kel.Rochan dan Jazriyah.
2. Pendidik umat yang tak pernah berhenti
berjuang demi tegaknya kebenaran.
iv
Skripsi dengan judul “Kebutuhan Informasi Masyarakat Desa Hutan Kabupaten Pekalongan” telah disetujui oleh Dosen Pembimbing untuk diajukan ke sidang Panitia Ujian Skripsi pada :
Hari : Jumat
Tanggal : 6 September 2013
Disetujui oleh,
Dosen Pembimbing
Dra. Sri Ati, M.Si.
v
tanggal 20 September 2013.
Ketua Penguji,
Endang Fatmawati, M.Si. NIP. 132314562
Anggota I,
Heriyanto, S.Sos., M.IM. NIP. 197704082010121001
Anggota II
Dra. Sri Ati, M.Si.
vi
sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Kebutuhan
Informasi Masyarakat Desa Hutan Kabupaten Pekalongan.”
Skripsi ini terselesaikan atas bantuan berbagai pihak, baik bantuan materi
maupun motivasi dalam penyusunanya. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Agus Maladi Irianto, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Diponegoro.
2. Ibu Dra. Sri Ati, M.Si. selaku Ketua Progam Studi S1 Ilmu Perpustakaan
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro sekaligus dosen
pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, petunjuk, arahan, nasihat
dan saran-saran dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik;
3. Dosen Penguji, ibu Endang Fatmawati, M.Si. dan bapak
Heriyanto, S.Sos., M.IM, atas kritik dan saran untuk perbaikan karya ini;
4. Bapak Drs. Hermintoyo, M.Pd. selaku Dosen Wali, terimakasih telah
memberi bimbingan dan bantuan dalam penulisan skripsi ini;
5. Ibu Jazriyah dan bapak Rochan orang tua yang tidak berhenti memberikan
dukungan doa dan materi;
6. Bapak Margono selaku mandor hutan, Tirtonadi dan Imam Nur Huda
selaku pengurus sekretariatan Paguyuban Lembaga Masyarakat Desa
vii
8. Seluruh teman-teman Mantiqoh Undip, khususnya teman-teman Rumah
Binaan Darut Taghir dan Ar-Roya.
9. Teman-teman 7 Dwarft yang telah menemani dalam proses penelitian
bersama penulis;
10.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Kritik dan saran selalu penulis nantikan untuk perbaikan karya pada
generasi berikutnya. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi penulis, praktisi dan
pemerhati perpustakaan khususnya dan bagi pembaca.
Semarang, 06 September 2013
viii
Skripsi ini berjudul “Kebutuhan Informasi Masyarakat Desa Hutan Kabupaten Pekalongan.” Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui informasi yang dibutuhkan masyarakat Desa Hutan Kabupaten Pekalongan dari segi subyek, sumber, jenis, bentuk, kegunaan, tujuan dan manfaat penggunaan informasi serta hal-hal yang melatarbelakangi maupun mempengaruhi kebutuhan informasi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif berjenis deskriptif studi kasus. Adapun informan dalam penelitian ini merupakan masyarakat petani hutan yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Informan ditentukan secara acak menggunakan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif menurut Bogdan & Biklen.
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas Sumber Daya Manusia mendorong masyarakat Desa Hutan Kabupaten Pekalongan membutuhkan informasi yang terbagi dalam tiga hal. Pertama, tentang peningkatan kesejahteraan ekonomi, seperti lowongan pekerjaan, usaha, perkembangan harga komoditas hutan, program pemberdayaan masyarakat, budidaya dibidang pertanian, peternakan dan kehutanan. Kedua,
informasi yang berkaitan dengan permasalahan pekerjaan maupun kehidupan sehari hari, seperti: keselamatan kerja, kebijakan dan pengelolaan sumber air bersih. Ketiga, informasi yang terkait minat masyarakat, seperti: kesehatan, tanaman obat, olah raga dan agama (Islam). Informasi tersebut lebih dubutuhkan dalam bentuk tercetak maupun pemberitahuan langsung (sosialisasi), sebab jenis informasi lisan mendominasi kebutuhan masyarakat.
ix
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN ... ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
PRAKATA ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan dan Batasan Masalah ... 5
1.3 Tujuan ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
1.5 Tempat dan Waktu Penelitian ... 7
1.6 Kerangka Pikir ... 8
1.7 Batasan Istilah ... 9
BAB II. TINJAUAN LITERATUR 2.1. Informasi ... 11
2.1.1 Bentuk Informasi ... 12
2.1.2 Jenis-Jenis Informasi ... 13
2.2. Kebutuhan Informasi ... 15
2.3. Masyarakat Desa Hutan ... 19
x
3.2.1 Informan ... 28
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29
3.4. Jenis dan Sumber Data ... 29
3.5. Pengumpulan Data ... 30
3.6. Variabel dan Indikator Penelitian ... 32
3.7. Pengolahan dan Analisis Data... 32
3.7.1 Analisis Data ... 33
BAB IV. GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA HUTAN KABUPATEN PEKALONGAN 4.1. Pengelolaan Hutan untuk Kesejahteraan Masyarakat ... 35
4.2. Upaya Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan ... 37
4.3. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Kabupaten Pekalongan ... 39
4.4. Paguyuban Lembaga Masyarakat Desa Hutan Kabupaten Pekalongan... 40
4.4.1 Visi Misi Paguyuban LMDH KPH Pekalongan Timur ... 40
4.4.2 Tujuan Paguyuban LMDH KPH Pekalongan Timur ... 41
4.4.3 Pengurus Paguyuban LMDH KPH Pekalongan Timur ... 42
4.4.5 Kegiatan Paguyuban LMDH KPH Pekalongan Timur ... 43
BAB V. ANALISIS HASIL PENELITIAN 5.1. Latar Belakang Kebutuhan Informasi ... 44
5.2. Subyek Informasi ... 48
5.3 Sumber Informasi ... 51
5.4 Jenis Informasi ... 53
5.5 Bentuk Informasi ... 56
5.6 Kegunaan Informasi ... 58
5.7 Manfaat Penggunaan Informasi ... 60
xi BAB VI. PENUTUP
6.1 Simpulan ... 71
6.2 Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 75
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Tabel Pengurus Paguyuban LMDH KPH Pekalongan Timur ... 42
Tabel 5.1 Daftar Tingkat pendidikan Informan ... 65
DAFTAR GAMBAR
xii
LAMPIRAN 1 Kisi-Kisi Wawancara ... 78
LAMPIRAN 2 Daftar Informan ... 79
LAMPIRAN 3 Reduksi Data Hasil Wawancara ... 80
LAMPIRAN 4 Dokumentasi Kegiatan dan Kondisi Lingkungan Masyarakat Desa Hutan Kabupaten Pekalongan ... 90
LAMPIRAN 5 Data Persebaran LMDH Kabupaten Pekalongan ... 92
LAMPIRAN 6 Matriks Bimbingan dan Konsultasi Penulisan Skripsi ... 94
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Menurut Suebu (dalam Mustofa, 2011:2), hutan mempunyai peranan
penting dan strategis sebagai aset dan modal suatu bangsa. Ia memaparkan
hal tersebut terutama dalam 3 aspek yakni: ekonomi, sosial kemasyarakatan
dan lingkungan. Dalam aspek sosial kemasyarakatan, hutan merupakan
sumber penghidupan yang telah membentuk tradisi dan budaya. Sementara
dari aspek lingkungan, hutan mempunyai fungsi hidrologis (pengatur tata air),
penahan erosi dan berfungsi sebagai paru-paru dunia serta sebagai habitat
keanekaragaman hayati. Akan tetapi keberadaan hutan Indonesia justru tidak
mampu dikelola secara maksimal.
Kekayaan sumber daya hutan yang dimiliki Indonesia ternyata tidak
mampu memberikan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Alfitri (2006:30) menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu
Negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia setelah Brazil. Akan
tetapi Wollenberg (2004:2) dalam majalah Governance Brief memberitakan
bahwa masyarakat yang tinggal di hutan merupakan kelompok termiskin
terbesar di Indonesia. Menurut Brown dalam Wollenberg (2004:2), sekitar
48,8 juta penduduk tinggal pada lahan hutan Negara dan 10,2 juta diantaranya
terkategori miskin.
Lokasi masyarakat di pedesaan yang jauh dari perkotaan dengan
keterbatasan fasilitas transportasi, teknologi dan sarana komunikasi semakin
memperparah kondisi masyarakat Desa Hutan. Hal ini seperti yang
disampaikan Zulaifah (2006:14) dalam tesisnya:
“kehidupan masyarakat sekitar hutan justru termarginalisasi di tengah melimpahnya sumberdaya hasil hutan. Banyaknya tindak perusakan hutan seperti penyerobotan lahan hutan, kebakaran hutan, dan illegal logging merupakan suatu indikasi bahwa sebenarnya banyak pihak (diluar masyarakat desa sekitar hutan) yang ingin mengambil manfaat dari keberadaan hutan (Zulaifah, 2006:14).
Dengan demikian perlu ada perhatian dalam upaya peningkatan kesadaran,
pengetahuan dan kualitas kehidupan masyarakat ‘Desa Hutan’. Terlebih
menurut Mustofa (2011) selama ini isu kerusakan hutan sering dikaitkan
dengan sejumlah penduduk sekitar hutan yang mengalami kesulitan ekonomi,
sehingga mereka melakukan penebangan hutan secara liar.
Perhatian pemerintah terhadap kondisi masyarakat ‘Desa Hutan’ di
Indonesia dituangkan dalam Peraturan Menteri No. P.49/Menhut-II/2008
tentang Hutan Desa. Kebijakan ini dilakukan dalam rangka melibatkan
masyarakat di sekitar hutan untuk berpartisipasi mewujudkan pengelolaan
hutan yang adil dan lestari sekaligus meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan mereka. Sepulau Jawa kebijakan tersebut dilaksanakan melalui
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Melalui keputusan nomor
136/kpts/Dir/2001, Perum Perhutani berupaya mengubah pengelolaan sumber
daya hutan dari sentralistik menjadi kolaboratif terutama dengan masyarakat
dijadikan sebagai dasar SK Gubernur Jawa Tengah No. 24 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
Peranan aktif masyarakat dalam memelihara kelestarian hutan menjadi
hal yang sangat penting dalam konservasi hutan (Alfitri dalam Mustofa,
2011:7). Dengan demikian, agar hutan tetap terjaga dibentuklah Lembaga
Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Menurut Mustofa (2011:9) LMDH
merupakan organisasi yang bersifat independen dan berperan penting sebagai
penghubung antara pihak Perhutani dan masyarakat desa serta menjadi solusi
dari penjarahan hutan. LMDH juga mempunyai peranan strategis dalam
memberikan pemahaman bagi masyarakat tentang hutan dan kelangsungan
masyarakat di sekitarnya. Lembaga yang beranggotakan masyarakat setempat
ini menjadi alternatif bagi mereka untuk berpartisipasi dalam pengamanan
dan penyelamatan hutan, sekaligus untuk meningkatkan kesadaran,
pengetahuan, serta kesejahteraan mereka.
Sebagai upaya peningkatan kualitas kehidupan masyarakat hutan, seluruh
LMDH di Kabupaten Pekalongan yang termasuk dalam Kesatuan
Pemangkuan Hutan (KPH) Pekalongan Timur mendirikan paguyuban LMDH
yang menaungi seluruh LMDH di KPH Pekalongan Timur. Berbagai
pelatihan dan kegiatan pembelajaran pendidikan non formal diselenggarakan
oleh Paguyuban LMDH kepada masyarakat Desa hutan melalui divisi Pusat
Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan (P3MDH). Berbagai
Taman Baca Masyarakat juga dirintis sebagai sarana pemenuhan kebutuhan
Hal tersebut menunjukan pentingnya keberadaan dan ketersediaan informasi
dalam kehidupan masyarakat ‘Desa Hutan’. Hal ini diperkuat oleh pendapat
Leach (1999:71) bahwa informasi diakui sebagai sebuah faktor penting dalam
proses perkembangan.
Masyarakat yang ingin mempertahankan dan mengembangkan
kelangsungan hidupnya, sadar maupun tidak mereka selalu membutuhkan
informasi. Informasi ini dapat digunakan untuk menyelesaikan segala
permasalahan hidup mereka. Seperti yang diutarakan Baruchson-Arbib
(2006:83) bahwa ”People need accessible information in order to solve
problem in their everyday lives”. Hal ini juga ditegaskan oleh Yusup
(2010:79) yang menyatakan tidak ada seorang pun yang tidak membutuhkan
informasi, apapun jenis pekerjaannya.
Kebutuhan masyarakat akan informasi tidak terbatas dalam kehidupan
pribadi masyarakat sebagai individu, tetapi juga masyarakat sebagai bagian
dari kelompok atau komunitas. Mazie dan Ghelfi (dalam Leach,1999:71)
berpendapat bahwa “informasi dapat dilihat sebagai sebuah sumber kritis bagi
seseorang maupun komunitas baik di wilayah pedesaan maupun perkotan”.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa informasi dibutuhkan dalam setiap
lini kehidupan. Bahkan Leach (1999:71) menegaskan ketiadaan ketersediaan
informasi meskipun dalam konteks pedesaan tetap menjadi sebuah
permasalahan.
Masyarakat Desa Hutan sebagai bagian dari “rural contexts” atau bagian
terutama yang terkait dengan permasalahan hidup mereka. Apalagi, proses
pembinaan menuju peningkatan kualitas hidup yang sedang dirintis
masyarakat berpengaruh pada peningkatan kebutuhan informasi mereka.
Bahkan kebutuhan tersebut harus terpenuhi secara maksimal. Selain itu,
Yusup (2010:80) menegaskan bahwa informasi menjadi bahan atau bahkan
komoditas yang sangat unggul dalam pola kehidupan manusia, terutama di
zaman sekarang yang peradabannya semakin kompleks.
Agar pemenuhan kebutuhan informasi ini tepat sasaran, diperlukan kajian
terhadap kebutuhan informasi masyarakat Desa Hutan. Oleh karena itu,
peneliti merasa perlu melakukan penelitian untuk mengkaji kebutuhan
informasi masyarakat Desa Hutan khususnya di Kabupaten Pekalongan.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka dapat dirumuskan bahwa
yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah informasi apa saja yang
dibutuhkan masyarakat Desa Hutan.
1.2.1. Batasan Masalah
Masyarakat Desa Hutan terdiri dari beragam elemen. Mulai dari
anak-anak hingga orang dewasa dengan berbagai latar belakang pekerjaan. Untuk
memfokuskan penelitian ini, maka masyarakat yang akan dikaji kebutuhan
informasinya yaitu mereka yang menjadi anggota LMDH atau lebih dikenal
dengan anggota penyadap dan petani hutan. Hal ini dianggap lebih utama
juga dianggap mengetahui permasalahan yang terjadi di lingkungannya dan
berpartisipasi dalam mawujudkan kehidupan masyarakat hutan menjadi lebih
baik.
1.3.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan memahami kebutuhan informasi masyarakat Desa Hutan di
kabupaten Pekalongan, sehingga diketahui informasi yang dibutuhkan
masyarakat dari aspek subyek, sumber, jenis, bentuk, dan kegunaan, tujuan
dan manfaat penggunaan informasi. Selain itu, juga dapat diketahui hal-hal
yang melatarbelakangi munculnya kebutuhan tersebut serta faktor yang
mempengaruhi kebutuhan informasi masyarakat Desa Hutan.
1.4.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini secara umum dapat dimanfaatkan sebagai salah satu
rujukan untuk melakukan pengkajian terhadap pemakai potensial (Potencial
User) maupun pemakai aktual (actual User) serta untuk mengetahui
informasi yang dibutuhkan masyarakat Desa Hutan. Secara khusus manfaat
penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.4.1.Bagi Peneliti
1. Dapat mengetahui bagaimana cara melakukan kajian terhadap
pemakai serta penyelesaian persoalan yang dihadapi di tempat
2. Hasil penelitian dapat digunakan peneliti untuk memahami
informasi yang dibutuhkan masyarakat Desa Hutan di kabupaten
Pekalongan.
1.4.2.Bagi Perpustakaan
1. Sebagai Penyedia jasa Informasi, perpustakaan dapat berpartisipasi
dalam mendukung program pemerintah dengan menyediakan
informasi yang dibutuhkan dan tepat bagi masyarakat Desa Hutan,
melalui perpustakaan keliling maupun penyediaan koleksi di taman
baca masyarakat.
2. Dapat melakukan tugasnya dalam meningkatkan minat baca
masyarakat dan mewujudkan “Life Long Learning” dalam
masyarakat secara merata.
1.4.3 Bagi Masyarakat Desa Hutan
1. Hasil penelitian dapat menjadi rujukan bagi pemerintah melalui
perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan informasi masyarakat.
2. Ketersediaan informasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
dapat memudahkan aktivitas masyarakat dalam mencapai tujuan.
1.5
Tempat Dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilakukan di wilayah hutan kabupaten Pekalongan Jawa
difokuskan pada daerah di sekitar Sekretariat P3MDH Paninggaran sebagai
bagian (divisi) bidang pendidikan dan pengembangan masyarakat dari LMDH
kabupaten Pekalongan. Kegiatan penelitian dilakukan selama 41 hari sejak 3
Juli 2013 hingga 13 Agustus 2013.
1.6 Kerangka Pikir
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam
diagram berikut:
GAP/ Kesenjangan
Kebutuhan informasi
Gambar 1. Alur Kerangka Pikir
Terjadinya suatu kebutuhan menurut Yusup (2010: 83) jika terdapat
kesenjangan antara harapan dan kenyataan, antara kondisi seharusnya dengan
menentu yang timbul akibat terjadinya kesenjangan (gap) dalam diri manusia
antara pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan yang dibutuhkannya
(Belkin dalam Suwanto, 1997:19). Kebutuhan ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, Lin dan Garvey (dalam Laloo, 2002: 14) menemukan bahwa
faktor paling penting yang mempengaruhi kebutuhan informasi adalah jenis
pekerjaan seseorang, sedangkan faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
informasi termasuk faktor sosial, politik, ekonomi dan kebijakan. Sedangkan
Belkin (dalam Suwanto, 1997:19) menganggap bahwa kebutuhan informasi
dapat dipengaruhi oleh bermacam-macam sebab, antara lain: latar belakang
sosial budaya, pendidikan dan tujuan dalam diri manusia tersebut, serta
lingkungan sosialnya.
1.7 Batasan Istilah
Fokus peneliti dalam pembahasan masalah dibatasi hanya pada kajian
kebutuhan informasi pada masyarakat Desa Hutan di kabupaten Pekalongan.
Desa Hutan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah desa yang berada di
bawah pembinaan P3MDH kabupaten Pekalongan yang berpusat di
kecamatan Kajen dan Paninggaran.
Masyarakat yang dikaji dalam penelitian ini hanya dibatasi pada
penduduk desa dibawah pembinaan LMDH di kabupaten Pekalongan yang
menjadi bagian dari wilayah peta pangkuan hutan Pekalongan Timur.
Kebutuhan informasi yang dikaji dalam penelitian ini adalah informasi
berinteraksi terhadap lingkungannya, seperti: subyek, sumber, jenis, bentuk,
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
2.1
. Informasi
“Informasi memegang peranan yang semakin besar dalam perkembangan
ilmu pengetahuan (dalam arti luas)” (Sulistyo-Basuki, 2004:398). Dalam hal
ini, informasi berbeda dengan pengetahuan, seperti yang disampaikan
Machlup (dalam Case, 2002: 61) yang menitikberatkan bahwa informasi
diperoleh karena diberitahu, sedangkan pengetahuan dapat diperoleh melalui
berpikir. Sedangkan menurut Yusup (2010:5) bahwa informasi ini lahir
karena adanya suatu peristiwa atau kejadian, apapun jenis kejadiannya. Jika
kejadian yang dilihat atau diamati seseorang, kemudian orang tersebut
memberitahu baik secara lisan maupun tertulis kepada orang lain, maka apa
yang disampaikan itu disebut informasi.
Informasi merupakan komoditi internasional, sehingga penggunaan
informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan masalah yang menjadi
perhatian dan keprihatinan kegiatan nasional dan internasional
(Sulistyo-Basuki, 1992:224). Bahkan Yusup (2010:80) menambahkan semakin
kompleks peradaban zaman, informasi menjadi bahan komoditas yang sangat
unggul dalam pola kehidupan manusia, tanpa informasi manusia tidak dapat
berperan banyak dengan lingkungannya. Hal ini ditegaskan Mehombu (dalam
Leach, 1999: 71) bahwa informasi kini telah diterima sebagai faktor penting
dalam pengembangan beberapa masyarakat secara terus-menerus. Sebab,
informasi dapat menurunkan ketidakpastian dan meningkatkan kesadaran
akan kemungkinan tindakan untuk memecahkan permasalahan. Selain itu,
Sulistiyo-Basuki dalam bukunya “Pengantar Dokumentasi” (2004:393) juga
menjelaskan pentingnya penggunaan informasi meliputi semua aspek, yakni
semua bahasan tentang dokumen primer, dokumen skunder dan tersier, teknik
temu balik informasi serta media dan fasilitas yang digunakan untuk
mencapai tujuan bersama penggunaan informasi seefisien mungkin, tercakup
di dalamnya. Tidak hanya itu saja, Durrance dan Pettigrew (dalam
Bruchson-Arbib, 2006: 83) memberikan fungsi lain terhadap informasi yang dapat
membantu mengatasi permasalahan dari aktivitas dan fasilitas partisipasi
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dengan memberikan informasi
tersebut kepada masyarakat dan organisasi secara bersamaan.
Banyak penulis telah mencoba untuk membuat sebuah definisi umum dari
informasi. Wulandari (2007:15) dalam ‘Materi Pokok Dasar-dasar Informasi’
mendefinisikan Informasi sebagai sekumpulan hasil olahan data yang telah
dibentuk ke dalam format tertentu yang bermanfaat dan mempunyai nilai
untuk digunakan dalam pembuatan keputusan bagi pengguna atau
pemakainya. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan terdapat beragam
bentuk informasi.
2.1.1 Bentuk Informasi
Informasi yang dijadikan rujukan para pemakai dapat diketegorikan
berjudul ‘Sumber Informasi Referensi’ mengatakan beberapa bentuk sumber
referensi yakni bentuk tercetak (buku, majalah, Koran, ensiklopedia dan
lain-lain), bentuk micro, format elektronik (seperti CD-ROM), dan dokumen yang
dapat diakses melalui internet. Sehingga dalam penelitian ini juga akan dikaji
kebutuhan informasi masyarakat Desa Hutan dari segi bentuk informasinya.
Sehingga dapat diketahui informasi dalam bentuk apa saja yang dibutuhkan
masyarakat.
Pentingnya suatu informasi bagi sebagian orang, memunculkan beberapa
alasan yang mendorong mereka untuk merekam infromasi. Sehingga dari hal
ini kita mengenal beragam jenis Informasi.
2.1.2 Jenis-Jenis Informasi
Yusup (2010:5) mengelompokkan informasi menjadi dua jenis:
1. Informasi Lisan
Informasi ini jumlahnya banyak dan sulit diukur dan dibuktikan
sehingga pusat informasi seperti perpustakaan tidak mengolah
informasi jenis ini.
2. Informasi Terekam
Informasi terekam dibedakan antara yang ilmiah dan tidak ilmiah.
Informasi tidak ilmiah adalah informasi yang biasa dan tersedia dimanapun. Akan tetapi informasi jenis ini dapat berubah menjadi luar
biasa apabila berhubungan dengan peristiwa besar atau sejarah,
ilmiah merupakan informasi terekam yang dirancang secara khusus atau bisa dimanfaatkan untuk kepentingan ilmiah.
Selanjutnya Yusup (2010: 8) membagi informasi menjadi:
1.) Informasi primer: informasi yang dikeluarkan pertama kali dari
sumbernya secara lengkap dan asli.
2.) Informasi Sekunder : informasi yang bertujuan untuk membuka
informasi primer.
3.) Informasi Tersier : keterangan atau tulisan dari sumber tertentu
yang dapat digunakan untuk mengetahui atau menelusuri
sumber-sumber informasi sekunder.
Selain itu, Wulandari (2007: 64) menegaskan makin berkembangnya
suatu organisasi berarti semakin banyak organisasi tersebut memerlukan
informasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Yusup (2010:11) bahwa fungsi
informasi dapat berkembang sesuai dengan bidang garapan yang disentuhnya.
Selain itu Yusup (2010:11) juga menjelaskan fungsi utama informasi yaitu
sebagai data dan fakta yang sanggup membuktikan adanya suatu kebenaran,
sebagai penjelas hal-hal yang sebelumnya masih meragukan, sebagai prediksi
untuk peristiwa-peristiwa yang mungkin akan terjadi di masa yang akan
datang.
Dengan kata lain, seseorang membutuhkan informasi untuk
menyelesaikan permasalahan kehidupannya setiap hari. Penyebaran informasi
ini akan berlangsung efektif ketika informasi yang tersedia sesuai dengan
the needs and aspirations of citizens, decision-makers and life long learners
is a long standing goal of the information professions”(William,2008:63).
Berdasarkan beberapa hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa informasi
merupakan segala hal yang merepresentasikan setiap kegiatan manusia,
terekam dan disebarluaskan untuk memudahkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga, informasi menjadi suatu bagian terpenting dan tidak terlepas dalam
aktivitas masyarakat.
2.2
. Kebutuhan Informasi
Kebutuhan informasi terjadi karena keadaan tidak menentu yang timbul
akibat terjadinya kesenjangan (gap) dalam diri manusia antara pengetahuan
yang dimiliki dengan yang dibutuhkannya. Pemakai akan mencari informasi
untuk memenuhi kebutuhannya tersebut (Belkin dalam Suwanto, 1997:19).
Sedangkan menurut Yusup (2010:83) kebutuhan terjadi karena kesenjangan
antara harapan dan kenyataan, antara yang seharusnya dengan kondisi nyata
sekarang dan dari adanya informasi yang datang menerpa orang yang
bersangkutan. Selain itu Krech, Crutchfiled, dan Ballachey (dalam Yusup,
2010:82) berpendapat bahwa timbulnya kebutuhan seseorang tetap
dipengaruhi oleh kondisi fisiologis, situasi dan kognisinya. Sementara itu
Laloo (2002:15) menyatakan “Ketika kebutuhan dirasakan untuk hal apa saja,
seringkali orang mengambil tindakan untuk memenuhi kebutuhannya,”
Sulistyo-Basuki (2004: 393) mendefinisikan kebutuhan informasi sebagai
informasi yang diinginkan seseorang untuk pekerjaan, penelitian, kepuasan
rohaniah, pendidikan dan lain-lain. Jika, kebutuhan ini tidak terpenuhi, dapat
menghambat aktivitas seseorang. Karena menurut Wilson (dalam kartika,
2012:17) kebutuhan informasi bukan hanya kebutuhan fundamental seperti
kebutuhan transportasi atau kebutuhan pangan, tetapi lebih dari kebutuhan
kedua yang lebih penting dimana muncul kebutuhan utama. Dengan demikian
perlu melakukan tindakan pemenuhan kebutuhan informasi ini.
Tylor (dalam Pendit, 2008) berpendapat bahwa kebutuhan informasi
merupakan sesuatu yang rumit sebab gabungan dari karakteristik personal dan
psikologis yang sulit diungkapkan. Kebutuhan ini seringkali samar-samar dan
dapat tersembunyi dibawah alam sadar. Tylor (dalam Pendit, 2008)
selanjutnya menjelaskan sebelum sebuah kebutuhan terwujud secara pasti,
ada tingkatan yang dilalui oleh pemikiran manusia, antara lain:
1. Visceral need, yaitu tingkatan ketika kebutuhan informasi belum
sungguh-sungguh dikenali sebagai kebutuhan, sebab belum dapat dikaitkan dengan
pengalaman seseorang dalam hidupnya.
2. Concious need, yaitu ketika seseorang mulai mereka-reka apa yang
sesungguhnya mereka butuhkan.
3. Formalized need, yaitu ketika seseorang mulai secara lebih jelas dan
terpadu dapat mengenali kebutuhan informasinya, dan mungkin disaat
4. Compromised need, ketika seseorang mengubah-ubah rumusan
kebutuhannya karena mengantisipasi, atau bereaksi terhadap kondisi
tertentu.
Yusup (2010:82) mengemukakan kebutuhan seseorang khususnya yang
dihadapkan dengan berbagai media penampung informasi (sumber-sumber
informasi) seperti yang di usulkan oleh Katz, Gurevitch, dan Hass sebagai
berikut:
1. Kebutuhan kognitif. Kebutuhan ini berkaitan erat dengan kebutuhan untuk
memperkuat atau menambah informasi, pengetahuan, dan pemahaman
seseorang akan lingkungannya.
2. Kebutuhan afektif. Kebutuhan ini dikaitkan dengan penguatan estetis, hal
yang dapat menyenangkan, dan pengalaman-pengalaman emosional.
3. Kebutuhan integrasi personal. Ini sering dikaitkan dengan penguatan
kredibilitas, kepercayaan, stabilitas, dan status individu.
4. Kebutuhan integrasi sosial. Kebutuhan ini dikaitkan dengan penguatan
hubungan dengan keluarga, teman, dan orang lain di dunia.
5. Kebutuhan berkhayal. Ini dikaitkan dengan kebutuhan-kebutuhan untuk
melarikan diri, melepaskan ketegangan, dan hasrat untuk mencari hiburan
atau pengalihan.
Kebutuhan informasi sangat tergantung pada kondisi dan situasi yang
dialami seseorang. Sehingga untuk meneliti kebutuhan informasi, saracevic
(dalam pendit, 2008) menyarankan untuk memperhatikan beberapa faktor.
dihadapi, rencana seseorang dalam penggunaan informasi, kondisi
pengetahuan seseorang yang relevan dengan kebutuhannya, dan dugaan
seseorang tentang ketersediaan informasi yang dibutuhkan.
Tague (dalam Laloo, 2002:14) membagi kebutuhan informasi seseorang
dalam beberapa tipe. Tipe tersebut antara lain:
1. Social or pragmatic the following information needs- required for
coping day-to-day life.
2. Recreation information needs
3. Professional information needs
4. Educational Information needs
Selain kategori tersebut dapat di kategorikan pada tipe :
success needs -for employment opportunities, self improvement
Specialised Information needs- for the physically handicapped, emotionally
disturbed, geographically isolated, etc.
Laloo dalam bukunya “Information Needs, Information Seeking behavior
and Users” membagi warganegara ke dalam kelompok berdasarkan macam
aktivitasnya antara lain:
1. Profesionals. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka
yang menjalani pelatihan dalam periode waktu tertentu pada sebuah
bidang khusus.
2. Semi-professionals. Kelompok ini termasuk seseorang yang
dapat bekerja pada beberapa jenis pekerjaan professional tapi tanpa
pengetahuan, kemampuan dan keputusan.
3. Non-professionals. Setiap orang yang tidak terkategori kedalam
kelompok professionals dan semi-professionals
Kebutuhan informasi merupakan bagian dari konsep sentral perilaku
informasi (Information Behavior) selain pencarian (seeking) dan penggunaan
(Using) informasi. Seiring perkembangan waktu, kebutuhan khalayak dunia
tidak lagi sekedar fakta yang akurat dan aktual, melainkan pula penyajian
yang cepat lebih dari itu, mereka menginginkan pula ragam informasi dari
seluruh penjuru pada waktu yang bersamaan Ibnu (dalam Murniatmo:1997).
2.3
. Masyarakat Desa Hutan
Informasi menurut Dervin (dalam Suwanto,1997:19) dapat digunakan
untuk beragam keperluan, beberapa diantaranya adalah keperluan untuk
mendapatkan skill (kemampuan atau ketrampilan) dan agar mulai dapat
belajar serta membuat situasi lebih baik. Upaya menjadikan kondisi
Masyarakat Pedesaan terpencil menjadi lebih baik dilakukan beragam
program peningkatan kualitas hidup mereka, termasuk masyarakat Desa
Hutan di Indonesia. Beberapa program tersebut biasanya dilakukan melalui
proses pelatihan maupun pemberdayaan yang dilaksanakan lembaga
pemerintah dan non-pemerintah yang melibatkan proses transfer informasi
didalamnya. Hal itu dilakukan karena kondisi masyarakat Desa Hutan secara
Masyarakat Desa Hutan merupakan masyarakat yang mendiami wilayah
yang berada di sekitar atau di dalam hutan dan mata pencaharian atau
pekerjaan masyarakatnya tergantung pada interaksi terhadap hutan
(Awang,2008:15). Istilah ‘Desa Hutan’ ini mulai dikenal sejak dicetuskannya
program pengelolaan hutan bersama masyarakat oleh Perum Perhutani sejak
2001. Program ini diadakan sebagai program pengentasan kemiskinan
sekaligus penyelenggaraan perubahan kebijakan FAO sejak tahun 1978 di
Jakarta, dengan tema hutan untuk kesejahteraan masyarakat.
Program pengentasan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat tersebut
sangat diperlukan. Hal ini disebabkan masyarakat yang tinggal di hutan di
Indonesia merupakan salah satu kelompok miskin terbesar di Indonesia,
bahkan masyarakat yang tinggal di hutan cenderung miskin secara menahun
(Wollenberg, 2004:2). Padahal sumber daya yang diperoleh dari kawasan
hutan Indonesia sangat berlimpah. Mulai dari hasil panen pulp sebagai bahan
baku pembuatan kertas, potensi volume kayu dan rotan dalam jumlah banyak
dan potensi sumberdaya lainnya seperti bahan pertambangan, seharusnya
mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar hutan. Tetapi,
faktanya kehidupan masyarakat disekitar hutan justru semakin termarginalkan
(Zulaifah,2006:14).
Zulaifah (2006: 14-15) dalam tesisnya juga mengungkapkan bahwa
pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi di daerah pedesaan
menyebabkan berbagai dampak negatif, antara lain lahan pertanian yang
tersedianya lapangan pekerjaan lain yang layak bagi angkatan kerja penduduk
pedesaan, serta makin sulitnya untuk memperoleh pemenuhan kebutuhan
pokok seperti sandang, pangan dan perumahan.
Mundurnya kondisi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan
mendorong Pemerintah melalui Kementrian Kehutanan untuk mengeluarkan
Peraturan Menteri No. P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa. Kebijakan
ini dilakukan dalam rangka melibatkan masyarakat di sekitar hutan untuk
mewujudkan pengelolaan hutan yang adil dan lestari sekaligus meningkatkan
taraf hidup dan kesejahteraan mereka. Salah satu kegiatan untuk mencapai
tujuan kebijakan tersebut adalah dengan pemberian pembinaan pada
masyarakat di sekitar hutan. Saat ini pembinaan mulai dilaksanakan di
beberapa wilayah hutan Indonesia khususnya di pulau Jawa, termasuk
pembinaan pada masyarakat Desa Hutan Peta Pangkuan Hutan Pekalongan
Timur yang dilakukan oleh LMDH setempat maupun dari Dinas terkait.
Wilayah Kabupaten Pekalongan Selatan masih banyak masyarakat yang
belum terlayani pendidikannya dengan baik, dari sejumlah + 21.846 jiwa
yang merupakan penduduk dari 10 Desa, 2 kecamatan: kajen dan
paninggaran. Dari usia paud 2.176 anak belum terlayani + 1.500 anak, usia
SMP 1.156 anak belum terlayani + 250 anak, usia SMU 1.192 anak belum
terlayani + 400 anak (paguyubanlmdh.blogspot.com). Sementara kesempatan
untuk mengakses pendidikan formal sudah tidak mampu lagi dinikmati.
Kesempatan lain yang masih memungkinkan untuk diraih adalah apabila di
Non Formal (Paguyuban LMDH, 2011). Oleh karena itu, LMDH Kabupaten
Pekalongan mengadakan P3MDH atau dengan istilah lain Agroforestry
Learning Center untuk membina dan memberdayakan masyarakatnya.
2.4
. Penelitian Sebelumnya
Kajian terhadap kebutuhan informasi pengguna telah banyak dilakukan.
Akan tetapi sedikit sekali yang meneliti tentang kebutuhan informasi
masyarakat pedesaan dengan lingkungan khusus.
Penelitian sebelumnya yang menjadi acuan penelitian ini antara lain
sebagai berikut:
2.4.1 Penelitian yang dilakukan Yusop, dkk (2012) tentang kebutuhan informasi masyarakat pedesaan di Malaysia.
Penelitian ini mengkaji tentang kebutuhan informasi pada
masyarakat pedesaan di Malaysia. Dalam jurnal penelitian tersebut
dipaparkan bahwa kebutuhan informasi masyarakat pedesaan dapat
diklasifikasikan menjadi dua kategori yakni: dalam hubungan
dengan kegiatan ekonomi dan dalam hubungan dengan kehidupan
sehari-hari. Serta ditemukan kebutuhan informasi yang paling
umum diperlukan masyarakat pedesaan Malaysia yang terbagi
dalam empat sektor (mereka yang bekerja pada sektor kelapa sawit,
padi, karet dan perikanan) antara lain: IT, Bisnis, Pendidikan,
Peluang Karir. Sedangkan yang paling dibutuhkan adalah
2.4.2 Penelitian yang dilakukan Suwanto (1997), Studi tentang kebutuhan dan perilaku pencarian informasi dosen Fakultas
Kedokteran UNDIP dan UNISSULA Semarang.
Penelitian ini bertujuan menganalisis kebutuhan dan pencarian
informasi dosen fakultas kedokteran kedua universitas tersebut
serta hubungannya dengan latar belakang pendidikan dan tujuan
penggunaan informasinya. Dari penelitian ini diperoleh hasil
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal kebutuhan
jenis informasi ditinjau dari segi latar belakang pendidikan dosen.
Sedangakan dalam media informasi, sumber informasi dan strategi
pencarian serta cara perolehan informasi tidak terdapat perbedaan.
2.4.3 Penelitian yang dilakukan Kartika (2012) tentang kebutuhan dan perilaku pencarian informasi para peneliti di Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia (MKRI).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan dan
perilaku pencarian informasi yang dilakukan oleh peneliti di MKRI
serta mengetahui kendala yang dihadapi peneliti dalam melakukan
pencarian informasi untuk memenuhi kebutuhan informasi.
Hasilnya, kebutuhan informasi peneliti dilakukan dalam membantu
hakim konstitusi membuat kajian, telaah maupun resume terhadap
beragam dengan tema dan subyek yang hampir sama tetapi mereka
mendapatkan pengetahuan yang berbeda-beda. Perilaku pencarian
informasi yang dilakukan oleh peneliti sebagian besar
menggunakan sumber informasi yang ada di MKRI, sedangkan
kendala yang dihadapi sebagian besar disebabkan oleh banyaknya
perkara yang ada di MKRI dan ketersediaan koleksi di
perpustakaan yang masih kurang mendukung peneliti dalam
membuat kajian terhadap perkara.
2.4.4 Penelitian yang dilakukan Tugirin (2012) berjudul ‘Kebutuhan dan Pencarian Informasi oleh Mahasiswa yang Menjadi Anggota
Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Undip’.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan dan
pencarian informasi oleh mahasiswa di Perpustakaan Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Diponegoro Semarang. Dari penelitian ini
diketahui bahwa kebutuhan informasi dapat diamati melalui tujuan
dan pencarian informasi oleh mahasiswa. Penelitian tersebut juga
memaparkan bahwa tujuan mahasiswa untuk membuat atau
menyelesaikan tugas akhir dan untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan dosen. Kebutuhan informasi tersebut sesuai dengan
permasalahan yang sedang dihadapi mahasiswa.
Beberapa kajian kebutuhan informasi tersebut lebih banyak difokuskan
sebagai sumber informasi. Meskipun kajian terhadap kebutuhan informasi
masyarakat pedesaan pernah dilakukan, penelitian tersebut belum secara
spesifik membahas kebutuhan informasi masyarakat desa yang tinggal
diwilayah khusus dan hanya kebutuhan informasi secara umum yang dikaji.
Oleh karena itu, perbedaan penelitian ini dengan kajian yang pernah
dilakukan adalah penelitian ini lebih ditujukan kepada masyarakat desa yang
menempati wilayah khusus yaitu disekitar hutan dengan akses terhadap
sumber informasi sangat terbatas. Penelitian ini juga mengkaji kebutuhan
informasi dari segi bentuk, sumber, jenis yang dibutuhkan masyarakat untuk
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
Desain Penelitian
“Desain penelitian atau rancangan penelitian adalah strategi untuk
memperoleh data yang dipergunakan untuk menguji hipotesa”
(Sandjaja,2006:105). Desain ini dapat digunakan untuk menentukan
pengaturan latar belakang penelitian agar diperoleh data yang dibutuhkan.
Penulis dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif berjenis
deskriptif dengan bentuk studi kasus. Menurut Sulistyo Basuki (2006:78)
penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan memperoleh
gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang
diteliti, sehingga berkaitan dengan persepsi, ide, pendapat atau kepercayaan,
yang tidak dapat diukur dengan angka. Sedangkan Moleong (2010:6)
menegaskan bahwa penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian. Sedangkan
Sulistyo-Basuki (2006:111) berpendapat “penelitian jenis ini berkaitan dengan
pengumpulan data tentang pengulangan atau kejadian peristiwa atau masalah
dalam berbagai situasi lingkungan”.
Penulis memilih jenis penelitian deskriptif studi kasus karena kegiatan ini
bertujuan hanya untuk memahami secara mendalam dan menggambarkan
kondisi kebutuhan informasi di Desa Hutan kabupaten Pekalongan yang
bersifat khusus. Seperti yang dijelaskan Sulistyo-Basuki (2006: 113) bahwa
studi kasus merupakan kajian mendalam tentang peristiwa, lingkungan, dan
situasi tertentu yang memungkinkan mengungkapkan atau memahami suatu
hal. Selain itu, studi kasus dapat dilakukan terhadap fenomena yang berjulat
dari perorangan, kelompok, dan situasi obyek material serta menghasilkan
penelitian yang bersifat khusus. Perlunya kebutuhan informasi masyarakat
tersebut untuk dikaji karena adanya pembinaan untuk pengelolaan hutan
secara optimal sebagai pemicu meningkatnya kebutuhan informasi
masyarakat. Selain itu, perlu adanya sumber informasi yang tepat untuk
mencapai tujuan kebijakan Pemerintah tentang Hutan Desa.
3.2.
Obyek Dan Subyek Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah kebutuhan informasi sedangkan
subyek penelitian adalah masyarakat Desa Hutan di kabupaten Pekalongan.
Masyarakat Desa Hutan yang menjadi subyek penelitian ini terbagi
dalam 127 desa yang terdapat di sekitar Peta Pangkuan Hutan Pekalongan
Timur yang meliputi: sedikit daerah kabupaten Batang dan Pemalang dan
seluruh daerah hutan di kabupaten Pekalongan. Khusus masyarakat Desa
Hutan yang berada di wilayah kabupaten Pekalongan berjumlah 61 desa.
Beberapa desa tersebut tersebar dalam 12 Kecamatan, meliputi: kecamatan
Kesesi, Kajen, Lebakbarang, Paninggaran, Karanganyar, Petungkriyono,
3.2.1
. Informan
Jenis penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi dan sampel, tetapi
menggunakan istilah informan untuk memberikan informasi secara akurat
mengenai hal yang diteliti. Penelitian ini menggunakan informan sebagai
sumber penggalian data. Informan dipilih berdasarkan teknik purposive
sampling. Teknik ini memungkinkan peneliti menentukan informan
berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh peneliti sesuai tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian. Kriteria tersebut seperti: paham dan menguasai
topik yang diteliti, mudah untuk ditemui, memiliki akses yang besar untuk
mengetahui kondisi lingkungannya, komunikatif, tidak mempunyai tujuan
atau kepentingan tertentu dalam penelitian sehingga dapat diperoleh
informasi yang obyektif serta bersedia memberikan informasi. Ketentuan
tersebut dapat memudahkan penulis dalam melakukan penelitian sehingga
tujuan penelitian dapat terpenuhi. Sedangkan jumlah informan dalam
penelitian kualitatif tidak ditentukan secara spesifik, data dari informan
dianggap cukup jika telah mampu menjawab tujuan penelitian.
Dalam penelitian ini, penulis memutuskan informan yang tepat untuk
memperoleh data tentang kebutuhan informasi yaitu dengan mendapatkan
data langsung dari warga yang menjadi anggota LMDH di kabupaten
Pekalongan sehingga data kebutuhan informasi masyarakat tidak bersiat
obyektif dan personal, tetapi mampu mewakili kebutuhan masyarakat Desa
Hutan. Pemilihan informan ini juga mempertimbangkan rekomendasi dari
Pekalongan Timur serta melibatkan ketua LMDH yang dianggap mengetahui
kondisi masing-masing wilayahnya.
3.3.
Tempat Dan Waktu Penelitian
Fokus terhadap masalah yang dikaji harus dilakukan peneliti untuk
menjamin keakuratan hasil penelitian. Sehingga untuk fokus terhadap kajian,
peneliti melakukan penelitian kepada masyarakat yang menjadi anggota
LMDH di wilayah kabupaten Pekalongan yang termasuk bagian wilayah peta
pangkuan Hutan Pekalongan Timur. Observasi dilakukan untuk memperoleh
gambaran langsung kondisi masyarakat Desa Hutan dengan beragam aktivitas
dan program yang dilaksanakan. Agar data yang diperoleh dan analisis dapat
dilakukan secara maksimal, penelitian akan dilakukan selama lebih dari satu
bulan sejak 3 Juli hingga 13 Agustus 2013.
3.4.
Jenis Dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini dapat diperoleh dengan beragam jenis dan
sumber yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
3.4.1. Jenis Data
Penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif. Jenis data kualitatif jika data tidak dalam bentuk numerik tetapi lebih dapat berupa kata-kata,
teks, foto, video, rekaman suara dan sebagainya. Data Kualitatif dapat
diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan data. Misalnya,
dituangkan dalam catatan lapangan (tanskrip). Sedangkan data berbentuk
gambar dapat diperoleh melalui pemotretan atau rekaman video.
3.4.2. Sumber Data
Sumber yang biasa digunakan dibagi menjadi dua, sumber primer dan
sumber skunder.
3.4.2.1. Sumber Data Primer
Sumber primer informasi adalah sumber yang merupakan bagian
dari atau langsung berhubungan dengan dengan peristiwa/kejadian
yang dikaji. Sumber data ini dapat diperoleh dari informan melalui
observasi dan wawancara mendalam.
3.4.2.2. Sumber Data Sekunder
Sumber skunder informasi pada umumnya bukti yang berada satu
langkah atau lebih dari peristiwa yang sesungguhnya. Dengan kata
lain, data yang diperoleh dalam bentuk dokumen-dokumen yang telah
ada yang dapat mendukung data primer. Misalnya: buku, ensiklopedi
dan dokumen lain yang dapat menunjang penelitian.
3.5.
Pengumpulan Data
Data di lapangan dapat diperoleh dengan beberbagai teknik atau metode,
antara lain:
3.5.1 Observasi
Peneliti dalam penlitian ini menggunakan jenis observasi tak
Pada jenis ini peneliti mempersiapkan pencatatannya secermat mungkin menyangkut perilaku yang akan berlangsung tanpa mempradesain kategori khusus dari perilaku atau membatasi observasi hanya pada jenis perilaku. (Sulistyo,2006: 150).
Sedangkan dari segi penempatan posisi peneliti, peneitian ini
menggunakan observasi partisipan terbuka. Sulistyo-basuki (2006: 151)
menjelaskan bahwa observasi partisipan terbuka berarti subyek yang
diteliti mengetahui bahwa mereka sedang diamat-amati. Metode ini
dipilih karena melibatkan peneliti kedalam situasi yang dilakukan
subyek penelitian atau dengan kata lain peneliti hadir di tengah-tengah
subyek penelitian yang sedang diamati.
3.5.2 Dokumetasi
Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang tercatat atau
terkam dalam kegiatan masyarakat Desa Hutan yang
terdokumentasikan. Peneliti menelusuri berbagai macam dokumen
antara lain buku, majalah, notulen rapat, peraturan-peraturan dan
sumber informasi lain.
3.5.3 Wawancara
“Wawancara adalah suatu tanya jawab secara tatap muka yang
dilakukan oleh pewawancara dengan orang yang diwawancarai untuk
memperoleh informasi yang diberikan” (Sandjaja,2006: 145). Dalam
penelitian ini penulis menggunakan wawancara mendalam tak
terstruktur untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Wawancara tak
menggunakan pedoman. Sedangkan mendalam (Depth Interview) sering
digunakan untuk menggali semua atribut responden atau informan
sedalam mungkin. Selain dilakukan dengan tatap muka, wawancara
dapat dilakukan berkali-kali sehingga peneliti dapat memperoleh
informasi yang dibutuhkan.
3.6
. Variabel Dan Indikator Penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu yang berbentuk apa
saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono,2009:38). Variable dalam penelitian ini adalah kebutuhan
informasi.
Variabel tersebut kemudian dibagi kedalam beberapa indikator.
Indikator kebutuhan informasi terdiri dari: jenis, bentuk, subyek, tujuan,
manfaat informasi. Sedangkan hal-hal yang dapat mempengaruhi kebutuhan
informasi juga menjadi indikator dalam penelitian ini, seperti: lingkungan
dan latar belakang pendidikan masyarakat.
3.7
. Pengolahan Dan Analisis DataPengolahan data dilakukan setelah peneliti menyelesaikan seluruh
rangkaian kegiatan penelitian dari observasi hingga pengumpulan data
(Aedi, 2010:2). Menurut Suyanto dan Sutinah (dalam Sasmita, 2012: 41)
mengklasifikasi atau mengkategorikan data berdasarkan beberapa tema
sesuai fokus penelitiannya. Moleong (2010: 147) memaparkan peneliti
kualitatif mengenal adanya analisis data di lapangan walaupun analisis data
secara intensif barulah dilakukan sesudah ia kembali ke rumah. Sehingga
pengolahan data dalam penelitian kualitatif dilakukan setelah penelitian
selesai dilaksanakan baik dilapangan maupun tidak dan dilakukan sebelum
analisis data dilakukan. Pengolahan data ini diperlukan untuk editing,
seperti: mengkoreksi atau melakukan pengecekan yang dapat dilakukan
ditempat, memberikan tanda atau kode untuk kategori yang sama sebelum
dianalisis dan dikelompokkan dengan cara yang teliti dan teratur.
3.7.1Analisis Data
Analisis data kualitatif menurut Bogdan & Biklen dalam Moleong
(2010:248) yaitu:
Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Moleong (2010:248)
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
analisis data kualitatif yang telah dirumuskan Moleong (2010:288). Metode
a. Reduksi data
I. Identifikasi satuan (unit). Pada mulanya diidentifikasikan adanya
satuan yaitu bagian terkecil yang ditemukan dalam data yang memiliki
makna bila dikaitkan dengan fokus dan masalah penelitian.
II. Membuat koding. Membuat koding berarti memberikan kode pada
setiap ‘satuan’, agar tetap dapat ditelusuri data/satuannya, sumber
asalnya.
b. Kategorisasi
I. Menyusun kategori. Kategorisasi adalah upaya memilah-milah setiap
satuan ke dalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan.
II. Setiap kategori diberi nama yang disebut ‘label’.
c. Sintesisasi
I. Mensistesis berarti mencari kaitan antara satu kategori dengan
kategori lainnya
II. Kaitan satu kategori dengan kategori lainnya diberi nama/ label lagi.
Analisis data dilakukan dengan cara deskriptif, membandingkan hasil
wawancara dengan tinjauan dan hasil verifikasi dari pihak pengurus P3MDH
yang menjadi secretariat LMDH KPH Pekalongan Timur dan dari pihak
BAB IV
GAMBARAN UMUM DESA HUTAN KABUPATEN
PEKALONGAN
4.1. Pengelolaan Hutan untuk Kesejahteraan Masyarakat
Kondisi masyarakat desa semakin terpuruk terutama masyarakat desa
yang tinggal di sekitar hutan Indonesia. Hal ini dialami sejak krisis moneter
yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 dan masih berkepanjangan hingga
saat ini (www.dephut.go.id). Rata-rata pertumbuhan ekonomi yang semakin
menurun, dan laju inflasi yang melonjak mencapai 39,63% pada juli 1998.
Sehingga yang muncul bukan hanya dampak ekonomi, namun juga dampak
kerawanan sosial, penurunan kesehatan dan endemi penyakit, pencemaran
lingkungan, kejahatan dan sebagainya. Bahkan penjarahan yang terjadi tidak
hanya dipertokoan tetapi juga telah terjadi penjarahan hasil hutan maupun
perkebunan di beberapa daerah.
Masyarakat pedesaan yang tinggal di sekitar hutan sering disebut
dengan istilah Desa Hutan. Hal ini seperti yang didefinisikan Awang
(2008:15) bahwa masyarakat Desa Hutan merupakan masyarakat yang
mendiami wilayah yang berada di sekitar atau di dalam hutan dan mata
pencahariaan/ pekerjaannya tergantung pada interaksi terhadap hutan.
Tidak meratanya pembangunan infrastruktur masyarakat Desa Hutan
dan kurangnya perhatian dari pemerintah semakin memperburuk
kesejahteraan mereka. Minimnya sarana transportasi, komunikasi dan sarana
pendidikan menjadikan masyarakat yang tinggal di kawasan Desa Hutan
semakin terpinggirkan. Terlebih lagi banyak pihak diluar masyarakat sekitar
hutan yang menginginkan kekayaan hasil hutan. Menyikapi keadaan yang ada
saat ini, pihak kehutanan Jawa Tengah berpegang kepada konsep visi
pembangunan kehutanan dan perkebunan, yakni: pengelolaan sumber daya
kehutanan dan perkebunan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
berdasarkan ekosistem dan keanekaragamannya, yang menjamin
berkembangnya kapasitas keberdayaan masyarakat, terselenggaranya
distribusi manfaat hutan dan kebun yang berkeadilan, efisiensi dan
berkelanjutan serta tahan terhadap akibat perubahan eksternal melalui
mekanisme pengelolaan yang partisipatif, terpadu, transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Pelaksanakan visi tersebut diperlukan landasan pembangunan yang
bersifat fundamental yaitu pendekatan konsep hutan dan kebun untuk
kesejahteraan rakyat (forest and estate crops for people). Konsep ini
diarahkan pada optimalisasi fungsi kawasan hutan dan kebun baik dalam
konteks ekonomi, sosial dan budaya serta pengintegrasiannya dalam aspek
fungsi ekologi, khususnya fungsi lindung dan konservasi keanekaragaman
hayati dan ekosistemnya.
Beberapa upaya lain yang telah dilaksanakan dalam rangka peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Desa hutan dan sekitar hutan adalah
kegiatan Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH), oleh Perum Perhutani
pembinaan Usaha Kecil, dan Koperasi (PUKK), serta Kredit Usaha Tani,
Konservasi Daerah Aliran Sungai (KUK-DAS) dan Kredit Usaha Hutan
Rakyat (KUHR), di beberapa Kabupaten yang dilaksanakan oleh Unit
Pelaksana Teknis Kanwil Dephutbun Provinsi Jawa Tengah (BRLKT V).
Kegiatan tersebut telah banyak memberikan manfaat bagi masyarakat desa
sekitar hutan dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan.
4.2.
Upaya-upaya Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan
Upaya ini dilakukan oleh perum perhutani Unit 1 Jawa Tengah sejak
1972. Beberapa kegiatan terbagi dalam beberapa periode, antara lain;
4.2.1. Masa Paradigma Lama (1972-2000)
Kegiatan dalam waktu ini terbagi menjadi:
1. Kerjasama Mantri Lurah (Prosperity Approach)
Dilaksanakan sejak 1972 sampai dengan 1981, bertujuan untuk
meningkatkan taraf hidup rakyat desa dan memantapkan kualitas
lingkungan hidup.
2. Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH)
Dilaksanakan mulai 1982 sampai dengan 2000, sebagai
penyempurnaan program Prosperity Approach, secara garis besar
4.2.2. Paradigma Baru (2001- Sekarang)
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dilakukan
dalam periode ini. PHBM merupakan suatu sistem pengelolaan
Sumber Daya Hutan (SDH) yang dilakukan bersama oleh Perhutani
dan Masyarakat Desa Hutan atau Perhutani dan Masyarakat Desa
Hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa
berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan
fungsi dan manfaat SDH dapat diwujudkan secara optimal dan
professional sesuai Keputusan Dewan Pengawas Perhutani Nomor
136/KPTS/Dir/2001.
Secara garis besar, kegiatan PHBM terbagi menjadi kegiatan
dalam dan luar kawasan hutan. Kegiatan dalam kawasan hutan
meliputi: kegiatan pengusahaan hutan, usaha produktif berbasis lahan,
usaha produktif berbasis bukan lahan (seperti: pemanfaatan sumber
air, wisata alam dan sebagainya). Sedangkan kegiatan diluar kawasan
hutan meliputi: Pengembangan hutan rakyat (berbasis lahan) dengan
sharing atau bagi hasil dan kegiatan berbasis bukan lahan, misalnya:
aneka usaha kehutanan, industri pengolahan hasil hutan dan lain-lain.
Sebagai penghubung antara pihak Perhutani dengan masyarakat
Desa Hutan dalam kegiatan PHBM, maka dibantu oleh Lembaga
Swadaya Masyarakat dibentuklah lembaga independen yang
atas penjarahan hutan yang sering disebut sebagai Lembaga
Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
4.3.
Lembaga Maysarakat Desa Hutan (LMDH) Kabupaten
Pekalongan
Sistem PHBM yang dicangankan oleh Perum Perhutani sejak 2001,
membuka kesempatan bagi masyarakat Desa Hutan untuk terlibat aktif
dalam pengelolaan hutan. Keterlibatan aktif ini dimulai dari terjalinnya
kerjasama pengelolaan hutan antara Perhutani dengan LMDH. LMDH
merupakan lembaga lokal yang berdiri atas prakarsa warga yang difasilitasi
oleh desa setempat. Lembaga ini dibentuk sebagai penghubung antara
masyarakat Desa Hutan dengan pihak Perhutani maupun pihak lain yang
berkepentingan dalam program pemberdayaan dan pengelolaan sumberdaya
hutan.
Kabupaten pekalongan memiliki 61 LMDH yang tersebar dalam wilayah
hutan seluas 28.501,24 Ha. Wilayah ini meliputi 12 kecamatan, antara lain:
Kecamatan Paninggaran, Kesesi, Kajen, Lebakbarang, Petungkriyono,
Karanganyar, Talun, Kandangserang, Doro, Kajen, Bojong dan
Karangdadap. Sedangkan tabel perserbaran LMDH Kabupaten Pekalongan
4.4.
Paguyuban Lembaga Masyarakat Desa Hutan Kabupaten
Pekalongan
Dalam upaya mewadahi kelembagaan antar LMDH, bersama komponen
lain seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, Dinas Kehutanan dan Perum
Perhutani KPH Pekalongan Timur pada tahun 2006 membentuk Paguyuban
LMDH yang diberi nama Paguyuban LMDH ”Unggul Lestari” KPH
Pekalongan Timur.
Menyadari keberadaannya sebagai organisasi yang menaungi seluruh
LMDH di KPH Pekalongan Timur, Paguyuban LMDH melakukan
upaya-upaya advokasi dan fasilitasi terhadap hak-hak masyarakat Desa Hutan.
Upaya-upaya tersebut diwujudkan dalam beberapa kegiatan praktis dibidang
pendidikan dan pemberdayaan masyarakat.
Paguyuban LMDH KPH Pekalongan Timur mempunyai luas hutan
pangkuan 26.000 Ha, yang tersebar di 3 wilayah kabupaten; Pekalongan,
Batang dan Pemalang. Mempunyai jumlah anggota sebanyak 116 LMDH,
terbagi dalam 7 BKPH antara lain : BKPH Bawang, BKPH Bandar, BKPH
Doro, BKPH Karanganyar, BKPH Paninggaran, BKPH Kesesi, BKPH
Randudongkal.
4.4.1 Visi dan Misi Paguyuban LMDH KPH Pekalongan Timur
Agar tetap berjalan pada tujuan yang telah direncanakan lembaga,
maka Paguyuban LMDH “Unggul Lestari” KPH Pekalongan Timur
Visi dari Paguyuban ini adalah “Menjadi Paguyuban Lembaga Masyarakat Desa Hutan yang mengakar dan mandiri, mampu
menggugah dan berperan nyata dalam pemberdayaan masyarakat,
pembangunan desa dan pelestarian Sumber Daya Hutan dalam
semagat kebersamaan.”
Sedangkan Misi dari paguyuban LMDH “Unggul Lestari” yaitu
“Mendorong gerakan pemberdayaan masyarakat Desa Hutan secara
terpadu dan mendukung proses-proses penguatan dan pengembangan
kelembagaan LMDH melalui pembelajaran bersama, pengelolaan
hutan lestari, pengelolaan data dan informasi, penguatan kapasitas,
pengembangan usaha, dan jejaring kemitraan.”
4.4.2 Tujuan Paguyuban LMDH KPH Pekalongan Timur
Paguyuban LMDH “Unggul Lestari” KPH Pekalongan Timur telah
merumuskan arahan yang jelas dalam setiap kegiatan
keorganisasiannya. Hal itu tampak jelas dari tujuan paguyuban yang
dirumuskan sebagai berikut:
1. meningkatkan kualitas sumberdaya masyarakat Desa hutan;
2. Mempelopori pengembangan pengelolaan sumberdaya hutan
bersama masyarakat;
3. Membangun dan memperkuat pangkalan data yang mampu
4. Memfasilitasi arus pertukaran energi (pengetahuan, pengalaman,
ketrampilan, dan lain-lain) antar LMDH dan antara LMDH dengan
Stakeholders lain;
5. Mengembangkan usaha kecil dan membangun jejaring usaha antar
LMDH dan antara LMDH dengan dunia usaha;
6. Mendorong upaya penguatan LMDH;
7. Mengkampanyekan pembangunan Desa Hutan.
4.4.3 Pengurus Paguyuban LMDH KPH Pekalongan Timur
Pengurus Paguyuban LMDH “Unggul Lestari” KPH Pekalongan
Timur dapat dijabarkan sebagai berikut:
Tabel 4.1 Daftar Pengurus Paguyuban LMDH KPH Pekalongan Timur
Nama Jabatan Organisasi
1. Masyhudi Sa'an, S.Ag Ketua LMDH Amongwono
2. Kasturi Wakil Ketua LMDH Wono Aji
3. Murtadho, S.Ag Sekretaris I LMDH Rowo Mas
4. Imam Nur Huda Sekretaris II TPM KPH Pekalongan Timur
5. Tirtonadi Bendahara LMDH Wono Asri
15. Dul Ajiz, A.Md Sie Organisasi PPL Bakorluh Dishut
16. Hadi Purnomo, S.Hut Sie Organisasi TPM Timur Pekalongan Timur
17. Tri Agustriani Sie Organisasi KPH Pekalongan Timur
18. Agus Susilo Sie Organisasi LMDH Wono Mulia
19. Casliyah Sie PPDH LMDH Rimbamulya
20. Teguh Iman Santosa Sie PPDH LMDH Sidomakmur
4.4.5 Kegiatan Pagyuban LMDH KPH Pekalongan Timur
Kegiatan Paguyuban LMDH sudah melakukan kegiatan praktis di
bidang pemberdayaan masyarakat dan bidang pendidikan, antara lain;
Gerakan Pemberantasan Buta Aksara (GERAK MESRA) Pada tahap
pemberantasan ini, sekitar 1260 masyarakat Desa hutan telah
dinyatakan melek aksara dengan memperoleh surat keterangan melek
aksara (SUKMA I).
Selain itu kegiatan yang dilakukan langsung oleh LMDH juga
memberikan kontribusi pembelajaran pengetahuan dan pengalaman
bagi LMDH lain.
Beberapa kegiatan yang pernah diselenggarakan Paguyuban
LMDH “Unggul Lestari” KPH Pekalongan Timur, antara lain:
1. Sistem Pengguliran Sapi dan Pengelolaan Wisata Outbond
LMDH Wono Asri.
2. Praktek Pembuatan Jamu & Tanaman Obat LMDH Among
Wono.
3. Pendidikan Paket B LMDH Wana Mulya.
4. Pengelolaan Wisata Masyarakat LMDH Argo Tirto.