Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethes” berarti kesediaan jiwa akan kesusilaan, atau secara bebas dapat diartikan kumpulan dari peraturan-peraturan kesusilaan. Dalam pengertian kumpulan dari peraturan-peraturan kesusilaan sebetulnya tercakup juga adanya kesediaan karena kesusilaan dalam dirinya minta ditaati pula oleh orang lain.
Aristoteles juga memberikan istilah Ethica yang meliputi dua pengertian yaitu etika meliputi Kesediaan dan Kumpulan peraturan, yang mana dalam bahasa Latin dikenal dengan kata Mores yang berati kesusilaan, tingkat salah saru perbuatan (lahir, tingkah laku), Kemudian kata Mores tumbuh dan berkembang menjadi Moralitas yang mengandung arti kesediaan jiwa akan kesusilaan. Dengan demikian maka Moralitas mempunyai pengertian yang sama dengan Etika atau sebaliknya, dimana kita berbicara tentang Etika Birokrasi tidak terlepas dari moralitas aparat Birokrasi penyelenggara pemerintahan itu sendiri.
Dari beberapa pendapat yang menegaskan tentang pengertian Etika di atas jelaslah bagi kita bahwa Etika terkait dengan moralitas dan sangat tergantung dari penilaian masyarakat setempat. Dapat dikatakan bahwa moral merupakan landasan normatif yang didalamnya mengandung nilai-nilai moralitas itu sendiri dan landasan normatif tersebut dapat pula dinyatakan sebagai Etika yang dalam Organisasi Birokrasi disebut Etika Birokrasi.
Peraturan Kepegawaian Sebagai Bagian Dari Penerapan Etika Birokrasi.
Berbicara Etika Birokrasi tidak dapat dipisahkan dari Etika Aparatur Birokrasi itu karena secara eksplisit Etika Birokrasi telah termuat dalam peraturan Kepegawaian yang mengatur para aparat Birokrasi (Pegawai negeri) itu sendiri. Birokrasi merupakan sebuah organisasi penyelenggara pemerintahan yang terstruktur dari pusat sampai ke daerah dan memiliki jenjang atau tingkatan yang disebut hierarki. Jadi Etika Birokrasi sangat terkait dengan tingkah laku para aparat birokrasi itu sendiri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Aparat Birokrasi secara kongkrit di negara kita yaitu Pegawai Negeri baik itu Sipil maupun Militer, yang secara organisatoris dan hierarkis melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing sesuai aturan yang telah ditetapkan.
Etika Birokrasi merupakan bagian dari aturan main organisasi Birokrasi atau Pegawai Negeri yang kita kenal sebagai Kode Etik Pegawai Negeri, diatur oleh Undang-undang Kepegawaian. Kode Etik yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) disebut Sapta Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia (Sapta Prasetya KORPRI) dan di kalangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) disebut Sapta Marga. Kode Etik itu dibaca secara bersama–sama pada kesempatan tertentu yang kadang-kadang diikuti oleh wejangan dari seorang pimpinanupacara yang disebut inspektur upacara (IRUP). Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan kondisi–kondisi moril yang menguntungkan dalam organisasi yang berpengalaman dan menumbuhkan sikap mental dan moral yang baik. Kode Etik tersebut biasanya dibaca dalam upacara bendera, upacara bulanan atau upacara ulang tahun organisasi yang bersangkutan dan upacara–upacara nasional.
sebagai ukuran atau kriteria untuk menilai perilaku atau tingkah laku aparat Birokrasi sehingga disebut beretika atau tidak. Namun demikian, apapun maksud yang hendak dicapai dengan membentuk dan ,menanamkan Kode Etik tersebut adalah demi terciptanya Aparat Birokrasi lebih jujur, lebih bertanggung jawab, lebih berdisiplin, dan lebih rajin serta yang terpenting lebih memiliki moral yang baik serta terhindar dari perbuatan tercela seperti korupsi, kolusi, nepotisme dan sebagainya.
Agar tercipta Aparat Birokrasi yang lebih beretika sesuai harapan di atas, maka perlu usaha dan latihan ke arah itu serta penegakkan sangsi yang tegas dan jelas kepada mereka yang melanggar kode Etik atau aturan yang telah ditetapkan. Dalam hubungannya dengan Kode Etik Pegawai Negeri yaitu dengan betul-betul menjiwai, menghayati dan melaksanakan Sapta Pra Setya Korpri, serta aturan-aturan kepegawaian yang telah ditentukan atau ditetapkan sebagai aturan main para aparat Birokrasi.
Adapun aturan-aturan pokok yang melekat pada seorang Pegawai Negeri atau Aparat Birokrasi yang dapat dijadikan acuan Kode Etiknya dapat dilihat sebagai berikut :
1. Aturan mengenai Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
Untuk menjamin terselenggaranya tugas-tugas umum pemerintahan secara berdayaguna dan berhasilguna dalam rangka usaha mewujutkan masyarakat adil dan makmur baik material maupun spiritual, diperlukan adanya Pegawai Negeri sebagai unsur aparatur negara yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, bersih, berwibawa bermutu tinggi dan sadar akan tugas serta tanggungjawabnya. Dalam hubungan ini Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 telah meletakkan dasar yang kokoh untuk mewujudkan Aparat Birokrasi atau PNS seperti dimaksud di atas dengan cara mengatur kedudukan dan kewajiban bagi Aparat Birokrasi sebagai salah satu kewajiban dan langkah usaha penyempurnaan aparatur negara di bidang kepegawaian.
2. Aturan mengenai kedudukan Pegawai Negeri sipil
Pegawai Negeri sipil adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan kepada pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah, menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, pelayanan kepada masyarakat, mengatur masyarakat atau regulasi dan memberdayakan masyarakat. Kesetiaan dan ketaatan penuh tersebut mengandung pengertian bahwa pegawai negeri berada sepenuhnya dibawah aturan yang telah ditentukan.
3. Penghargaan Pegawai Negeri sipil
Kepada Pegawai negeri dapat diberikan penghargaan apabila telah menunjukkan kesetiaan dan prestasi kerja dan memiliki etika kerja yang baik, dianggap berjasa bagi negara dan masyarakat. Bentukpenghargaan kepada Pegawai Negeri yang bersangkutan berupa tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa yang secara otomatis kenaikkan gajinya sesuai pangkat. Tujuan penghargaan ini diharapkan agar menjadi contoh kepada yang lain dalam melaksanakan tugas.
4. Keanggotaan Pegawai Negeri dalam Partai Politik
Untuk menjaga netralitas dalam melaksanakan tugas dan fungsinya agar lebih beretika dan bermoral dan agar terhindar dari kepentingan partai politik, maka sebaiknya Pegawai Negeri tidak masuk dalam politik praktis demi menjaga moralitas yang merupakan etika aparat birokrasi.
Ketentuan tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut antara lain diatur hal-hal sebagai berikut : kewajiban, larangan, sanksi, tata cara pemeriksaan, tata cara pengajuan keberatan terhadap hukuman disiplin yang kesemuanya dapat menjadi acuan dalam beretika bagi seorang aparat Birokrasi atau Pegawai Negeri
.
Selain Kewajiban dan Larangan yang harus ditaati oleh Pegawai Negeri, juga yang tidak kalah penting dalam pembentukan Etika Birokrasi adalah sanksi atau hukuman yang setimpal dengan pelanggaran atas ketentuan tersebut di atas. Jenis sanksi atau hukuman yang dapat dijatuhkan kepada Pagawai Negeri sangatlah bervariasi sesuai tingkat pelanggaran, adapun jenis sanksi tersebut menurut Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 terdiri dari :
1. Hukuman disiplin ringan antara lain teguran lisan, teguran tertulis dan pernyataan tidak puas secara tertulis.
2. Jenis hukuman disiplin sedang, antara lain penundaan kenaikkan gaji berkala untuk paling lama satu tahun, penurunan gaji sebesar satu kali gaji berkala untuk paling lama satu tahun dan Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun.
3. Jenis hukuman disiplin berat, terdiri dari penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah paling lama satu tahun, Pembebasan dari jabatan, Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri selaku pegawai negeri sipil dan Pemberhentian dengan tidak hormat sebagai pegawai negeri sipil.