• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK HUKUM DALAM BISNIS (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASPEK HUKUM DALAM BISNIS (1)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM PERIKATAN

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis

Dosen Pengampu : Ade Sofyan Mulazid, Dr.

Kelompok 4

Disusun Oleh :

Faisal (11140850000011)

Fariz Septyansyah (11140850000089)

Dien Ilham Gennady (11140850000042)

Syahrul Ramadhan (11140850000021)

Ahmad Khumaedi (11140850000038)

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatuallah Jakarta

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Program Studi Perbankan Syariah

2015

(2)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. karena tuntunan, rahmat, serta limpahan karunia penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai bentuk tugas mata kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis yang dibimbing oleh Bapak Ade Sofyan Mulazid, Dr.

Makalah ini berjudul “HUKUM PERIKATAN”. Dalam menyusun makalah ini, penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyajikan yang terbaik sesuai kemampuan penulis. Harapannya, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa terutama dalam menyusun makalah selanjutnya yang dapat digunakan sebagai referensi.

Akhir kata pengantar ini penulis mengucapakan terimakasih kepada Bapak Ade Sofyan Mulazid, Dr. yang telah membimbing kami dalam proses belajar-mengajar, dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, dan jika ada kritik dan saran yang bersifat membangun penulis akan menerimanya sebagai bahan acuan mengoreksi diri dan kedepannya dapat menyajikan yang lebih baik dari makalah ini.

Ciputat, 27 September 2015

DAFTAR ISI

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...3

B. Rumusan Masalah ...4

C. Tujuan ...4

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Hukum Perikatan ...5

B. Dasar Hukum Hukum Perikatan ...5

C. Azas-azas Dalam Hukum Perikatan ...7

D. Wanprestasi dan Akibat-akibatnya ...8

E. Hapusnya Perikatan ...9

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan...15

B. Saran ...16

DAFTAR PUSTAKA ...17

BAB I

PENDAHULUAN

(4)

Manusia hidup dan berkembang dalam suatu susunan masyarakat sosial yang mana di dalamnya terdapat saling ketergantungan satu sama lain, seorang manusia tidak akan dapat hidup sendiri dan akan selalu membutuhkan orang yang lain untuk mendampingi hidupnya.

Berbicara mengenai kehidupan masyarakat tentu tidak terlepas dari yang namanya kehidupan sosial, dalam struktur kehidupan bermasyarakat tentu terdapat berbagai hal yang dianggap sebagai pengatur yang bersifat kekal, mengikat dan memiliki sanksi yang tegas bagi para pelanggarnya. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai hukum. Hukum yang kini akan kita bahas merupakan hukum yang mengatur segala bentuk tindakan antar perseorangan atau antar sesama manusia, hukum ini dapat kita sebut sebagai hukum perdata.

Dalam hukum perdata ini banyak sekali hal yang dapat menjadi cangkupannya, salah satunya adalah perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan.

Di dalam hukum perikatan setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimana pun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang. Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian.

(5)

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah yang menjadi dasar pembahasan materi kami, diantaranya :

1. Apa yang dimaksud dengan hukum perikatan ?

2. Apa saja dasar hukum perikatan dan asas-asas hukum perikatan ? 3. Bagaimana cara menghapuskan perikatan ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hokum perikatan,

2. Untuk mengetahui dasar hukum perikatan dan asas-asas hukum perikatan 3. Untuk mengetahui bagaimana cara untuk menghapuskan perikatan.

D. Manfaat Penulisan

1. Sebagai tambahan pengetahuan bagi penulis maupun pembaca,

2. Membuka wawasan tentang hukum perikatan dan bagian-bagian yang lainnya termasuk dasar hukum, asas-asas hukum perikatan maupun cara penghapusannya,

3. Memberikan fakta dan gambaran yang relevan mengenai hukum perikatan.

BAB II

PEMBAHASAN

(6)

Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.

Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi (pers onal law).

Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.

(7)

Dalam beberapa pengertian yang telah dijabarkan di atas, keseluruhan pengertian tersebut menandakan bahwa pengertian perikatan yang dimaksud adalah suatu pengertian yang abstrak, yaitu suatu hal yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dibayangkan dalam pikiran kita. Untuk mengkonkretkan pengertian perikatan yang abstrak maka perlu adanya suatu perjanjian. Oleh karena itu, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah demikian, bahwa perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian.

Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan system terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang. Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian.

B. Dasar Hukum Perikatan

Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut : 1. Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian)

2. Perikatan yang timbul dari undang-undang

3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )

(8)

1. Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.

2. Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.

3. Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang-undang-undang atau dari undang-undang-undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.

C. Azas-azas Dalam Hukum Perikatan

Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.

1. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

2. Asas konsensualisme

Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah

1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri

Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.

(9)

Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.

3. Mengenai Suatu Hal Tertentu

Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.

4. Suatu sebab yang Halal

Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.

D. Wanprestasi dan Akibat-akibatnya

Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan; 3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni :

1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi) Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni:

(10)

b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;

c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.

2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian

Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.

3. Peralihan Risiko

Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.

E. HAPUSNYA PERIKATAN

Menurut Ketentuan pasal 1381 KUH Perdata, ada sepuluh cara hapusnya perikatan. Kespeluh cara tersebut diuraikan satu demi satu berikut ini :

1. Pembayaran

Yang dimaksud dengan pembayaran dalam hal ini tidak hanya meliputi penyerahan sejumlah uang, tetapi juga penyerahan suatu benda. Dalam hal objek perikatan adalah pembayaran uang dan penyerahan benda secara timbal balik, perikatan baru berakhir setelah pembayaran uang dan penyerahan benda.

2. Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti Penitipan

(11)

menjadi hapus ( Pasal 1404 KUH Perdata ). Supaya penawaran pembayaran itu sah perlu dipenuhi syarat-syarat :

a. Dilakukan kepada kreditor atau kuasanya; b. Dilakukan oleh debitor yang wenang membayar;

c. Mengenai semua uang pokok, bunga, dan biaya yang telah ditetapkan; d. Waktu yang ditetapkan telah tiba;

e. Syarat dimana utang dibuat telah terpenuhi;

f. Penawaran pembayaran dilakukan di tempat yang telah ditetapkan atau ditempat yang telah disetujui; dan

g. Penawaran pembayaran dilakukan oleh notaries atau juru sita disertai oleh dua orang saksi.

3. Pembaruan Utang ( Novasi )

Pembaruan utang terjadi dengan cara mengganti utang lama dengan utang baru, debitor lama dengan debitor baru. Dalam hal utang lama diganti dengan utang baru, terjadilah penggantian objek perikatan, yang disebut “ Novasi Objektif”. Disini utang lama lenyap. Dalam hal terjadi penggantian orangnya (subyeknya), maka jika debitornya yang diganti, pembaruan ini disebut “Novasi Subjektif Pasif” jika kreditornya yang diganti, pembaruan ini disebut “novasi subjektif aktif”. Dalam hal ini utang lama lenyap.

4. Perjumpaan Utang (kompensasi)

Dikatakan ada penjumpaan utang apabila utang piutang debitor dan kreditor secara timbale balik dilakukan perhitungan. Dengan perhitungan itu utang piutang lama lenyap. Supaya utang itu dapat diperjumpakan perlu dipenuhi syarat-syarat :

a. Berupa sejumlah uang atau benda yang dapat dihabiskan dari jenis dan kualitas yang sama; b. Utang itu harus sudah dapat ditagih; dan

c. Utang itu seketika dapat ditentukan atau ditetapkan jumlahnnya (pasal 1427 KUH Perdata)

(12)

a. Apabila dituntut pengembalian suatu benda yang secara melawan hukum dirampas dari pemiliknya, misalnya karena pencurian;

b. Apabila dituntut pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan;

c. Terhadap suatu utang yang bersumber pada tunjangan napkah yang telah dinyatakan tidak dapat disita (Pasal 1429 KUH Perdata) ;

d. Utang-utang Negara berupa pajak tidak mungkin dilakukan perjumpaan utang (yurisprudensi); dan

e. Utang utang yang timbul dari perikatan wajar tidak mungkin dilakukan perjumpaan hutang (yurisprudensi).

5. Pencampuran Utang

Menurut ketentuan Pasal 1436 KUH Perdata, Pencampuran utang itu terjadi apabila kedudukan kreditor dan debitor itu menjadi satu tangan. Pencampuran utang tersebut terjadi demi hukum. Pada pencampuran hutang ini utang piutang menjadi lenyap.

6. Pembebasan Utang

Pembebasan utang dapat terjadi apabila kreditor dengan tegas menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari debitor dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan perikatan dengan pembebasan ini perikatan menjadi lenyap atau hapus.

Menurut ketentuan pasal 1438 KUH Perdata, pembebasan suatu hutang tidak boleh didasarkan pada persangkaan, tetapi harus di buktikan. Pasal 1439 KUH Perdata menyatakan bahwa pengembalian surat piutang asli secara sukarela oleh kreditor kepada debitor merupakan bukti tentang pembebasan utangnya.

7. Musnahnya benda yang terutang

(13)

kerena pencurian, maka musnah atau hilangnya benda itu tidak membebaskan debitor (orang yang mencuri itu) untuk mengganti harganya.

Meskipun debitor lalai menyerahkna benda itu dia juga akan bebas dari perikatan itu apabila dapat membuktikan bahwa musnah atau hilangnya benda itu disebabkan oleh suatu keadaan di luar kekuasaannya dan benda itu juga akan mengalami peristiwa yang sama measkipun sudah berada di tangn kreditor.

8. Karena pembatalan

Menurut ketentuan pasala 1320 KUH Perdata, apabila suatu perikatan tidak memenuhi syarat-syarat subjektif. Artinya, salah satu pihak belum dewasa atau tidak wenang melakukan perbuatan hukum, maka perikatan itu tidak batal, tetapi “dapat dibatalkan” (vernietigbaar, voidable). Perikatan yang tidak memenuhi syarat subjektif dapat dimintakan pembatalannya kepada pengadilan negeri melalui dua cara, yaitu :

a. Dengan cara aktif

Yaitu menuntut pembatalan melalui pengadilan negeri dengan cara mengajukan gugatan. b. Dengan cara pembelaan

Yaitu menunggu sampai digugat di muka pengadilan negeri untuk memenuhi perikatan dan baru diajukan alasan tentang kekurangan perikatan itu.

Untuk pembatalan secara aktif, Undang-undang memberikan pembatasan waktu, yaitu lima tahun (pasal 1445 KUH Perdata), sedangkan untuk pembatalan sebagai pembelaan tidak diadakan pembatasan waktu.

9. Berlaku Syarat Batal

(14)

berlaki surut, yaitu sejak perikatan itu dibuat. Perikatan yang batal dipulihkan dalam keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perkatan.

10. Lampau Waktu (kadaluarsa)

Menurut ketentuan pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah alat untuk memperolah sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang. Atas dasar ketentuan pasal tersebut dapat diketahui ada dua macam lampau waktu yaitu :

a. Lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu benda disebut acquisitieve verjaring. b. Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari tuntutan

disebut extinctieve verjaring.

Menurut ketentuan pasal 1963 KUH Perdata, untuk memperoleh hak milik atas suatu benda berdasar pada daluarsa (lampau waktu) harus dipenuhi unsur-unsur adanya iktkad baik; ada alas hak yang sah; menguasai benda it uterus-menerus selama dua puluh tahu tanpa ada yang mengggugat, jika tanpa alas hak, menguasai benda itu secara terus-menerus selama 30 tahun tanpa ada yang mengugat.

Pasal 1967 KUH perdata menentukan bahwa segala tuntutan, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan hapus karena daluarsa, dengan lewat waktu 30 tahun. Sedangkan orang yang menunujukkan adanya daluarsa itu tidak usah menunjukkan alas hak dan tidak dapat diajukan terhadapnya tangkisan yang berdasar pada iktikad buruk.

Benda bergerak yang bukan bunga atau piuatang yang bukan atas tunjuk (niet aan toonder), siapa yang menguaisainya dianggap sebagai pemiliknya. Walaupun demikian, jika ada orang yang kehilangan atau kecurian suatu benda, dalam jangka waktu 3 tahun terhitung sejak hari hilangnya atau dicurigainya benda itu, dia dapat menuntut kembali bendanya yang hilang atau dicuri itu sebagai miliknya dari tangan siapapun yang menuasainya. Pemegang benda terakhir dapat menuntut pada orang terakhir yang menyerahkan atau menjual kepadanya suatu ganti kerugian (pasal 1977 KUH Perdata).

(15)

a. Terhadap anak yang belum dewasa, orang di bawah pengampuan; b. Terhadap istri selam perkawinan (ketentuan ini tidak berlaku lagi)

c. Terhadap piutang yang digantungkan pada suatu syarat selama syarat itu tidak terpenuhi; dan d. Terhadap seorang ahli waris yang telah menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk

membuat pendaftaran harta peninggalan mengenai hutang-piutangnya (pasal 1987-1991 KUH Perdata).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

(16)

pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya. Maka dari pengertian hukum perikatan di atas, dapat dihubungkan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak menumbulkan perikatan karena hukum perjanjian menganut sistim terbuka. Dan makalah ini pun membahas tentang seluk-beluk mengenai hukum perikatan di antara nya : pengertian hukum perikatan, dasar hukum perikatan, azas-azas hukum perikatan, wanprestasi dan akibat-akibatnya, dan hapusnya perikatan. Hukum perikatan pun tertera dalam undang-undang yang berbunyi :

1. Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.

2. Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.

3. Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang-undang-undang atau dari undang-undang-undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.

Dan disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah :

1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri 2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian

3. Mengenai Suatu Hal Tertentu 4. Suatu sebab yang Halal

B. Saran

Dari penjelasan yang telah kami paparkan sebelumnya terdapat sebuah kelebihan dan kekurangannya masing-masing, namun untuk meningkatkan pemaparan di atas adapun saran-saran untuk menunjang sebuah peningkatan dari materi maupun penerapannya.

1. Alangkah baiknya jika hukum perikatan ini tidak hanya dijadikan sebagai materi yang membantu proses pemahaman mahasiswa saja namun dapat digunakan langsung atau dipraktekan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari atau dalam proses pembelajaran. 2. Sebaiknya pemerintah dan masyakarat dapat membangun kerja sama yang baik dalam

(17)

3. Alangkah baiknya jika setiap individu dapat menerapkan dan mengerti benar mengenai materi yang sudah kami paparkan di atas.

DAFTAR PUSTAKA

https://p4hrul.wordpress.com/2012/04/19/hukum-perikatan/ http://www.scribd.com/doc/20976269/Definisi-Hukum-Perikatan http://www.scribd.com/doc/16733475/Hukum-Perikatan

Referensi

Dokumen terkait

Proses menjemput data dari lokasi dalam penyimpanan utama dengan urutan acak dan lama waktu yang diperlukan tidak tergantung pada posisi dari lokasi tersebut... Word adalah lokasi

hasil belajar sesuai dengan satandar pendidikan. 12) Kemajuan yang dicapai oleh peserta didik dipantau dan. didokumentasikan secara sistematis dan digunakan

Pengembangan model dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan model matematika korupsi yang telah dikembangkan oleh (Athithan, 2018) dan (O. Nathan, 2019), yaitu

Pada halaman ini digunakan oleh pengguna untuk mencari data kamera digital, sesuai dengan input yang dimasukkan, misalnya mencari data kamera dengan menggunakan nama merk, harga,

A. The Vice Principle hopes class IX students don’t come to school at 02.00 pm tomorrow. The Vice Principle hopes class IX students come to school at 02.00 pm tomorrow. The

Saran : Ibu hamil terutama primigravida yang telah memasuki Trimester III diharapkan lebih meningkatkan intensitas senam hamil dengan harapan tidak adanya kecemasan

cukup lama, jauh sebelum menjadi Presiden di negeri ini, saya berpikir dan bahkan bertanya, "apakah konflik di Aceh tidak dapat kita selesaikan?" Apakah bangsa yang besar

Jumlah penumpang yang menggunakan angkutan laut melalui pelabuhan diusahakan di Sulawesi Tengah pada bulan November sebesar 3.397 orang, terdiri dari penumpang