• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Ekonomi Politik Internasional docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Ekonomi Politik Internasional docx"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL

“EKONOMI KEMISKINAN”

Disusun Oleh:

RIZKA NURUL AMANAH

SHABRINA

DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

A. Pengertian dan Penyebab Kemiskinan

Nasikun (1995) mendefinisikan kemiskinan sebagai “sebuah fenomena multifaset, multidimensional, dan terpadu. Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang, pangan, dan papan. Hidup dalam kemiskinan seringkali juga berarti akses yang rendah terhadap berbagai ragam sumberdaya dan aset produktif yang sangat diperlukan untuk dapat memperoleh sarana pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup yang paling dasar tersebut, antara lain: informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan kapital. Lebih dari itu, hidup dalam kemiskinan sering kali juga berarti hidup dalam alienasi, akses yang rendah terhadap kekuasaan, dan oleh karena itu pilihan-pilihan hidup yang sempit”.

Ragnar Nurkse dalam bukunya yang berjudul Problems Of Capital Formation In Underdeveloped Countries (1953) memperkenalkan istilah Lingkaran Kemiskinan. Lingkaran Kemiskinan didefinisikan sebagai suatu rangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi satu sama lain sehingga menimbulkan suatu kondisi di mana sebuah negara akan tetap miskin dan akan mengalami banyak kesulitan untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih tinggi. Menurut Nurkse, kemiskinan bukan hanya disebabkan oleh tidak adanya pembangunan masa lalu, tetapi kemiskinan juga dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan di masa mendatang. Sehubungan dengan hal itu, lahirlah suatu ungkapan Nurkse yang sangat terkenal yaitu “a country is poor because it is poor”. Pada hakikatnya konsep lingkaran kemiskinan menganggap bahwa: 1) ketidakmampuan untuk mengerahkan tabungan yang cukup, 2) kurangnya faktor pendorong untuk kegiatan penanaman modal, dan 3) tingkat pendidikan dan keahlian masyarakat yang relatif masih rendah, merupakan tiga faktor utama yang menghambat proses pembentukan modal dan pembangunan ekonomi di berbagai Negara yang sedang berkembang.

Kemiskinan dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan dalam distribusi pendapatan, yang biasanya dapat didefinisikan dalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud. Di negara-negara maju, kemiskinan relatif diukur sebagai suatu proporsi dari tingkat pendapatan rata-rata per kapita. Sebagai suatu ukuran relatif, kemiskinan relatif dapat berbeda menurut negara atau periode di suatu negara.

Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan di bawah, dimana kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak terpenuhi. Kemiskinan absolut mengacu pada satu standar yang konsisten, tidak terpengaruh waktu/tempat/negara. Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD 1 per hari dan kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah USD 2 per hari. Di negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana kesana kemari di pinggiran kota.

Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasa disebut sebagai negara berkembang.

(3)

Menurut Thorbecke, kemiskinan dapat lebih cepat tumbuh di perkotaan dibandingkan dengan perdesaan karena, pertama, krisis cenderung memberi pengaruh terburuk kepada beberapa sektor ekonomi utama di wilayah perkotaan, seperti konstruksi, perdagangan dan perbankan yang membawa dampak negatif terhadap pengangguran di perkotaan; kedua, penduduk pedesaan dapat memenuhi tingkat subsistensi dari produksi mereka sendiri. Hasil studi atas 100 desa yang dilakukan oleh SMERU Research Institute memperlihatkan bahwa pertumbuhan belum tentu dapat menanggulangi kemiskinan, namun perlu pertumbuhan yang keberlanjutan dan distribusi yang lebih merata serta kemudahan akses bagi rakyat miskin.

B. Upaya Penanggulangan Kemiskinan

Strategi untuk mengatasi kemiskinan tidak lagi dapat dilihat dari dimensi ekonomi saja, tetapi memerlukan diagnosa yang lengkap dan menyeluruh terhadap semua aspek yang menyebabkan kemiskinan secara lokal. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:

a. Meningkatkan pendidikan rakyat;

b. Pembagian lahan pertanian untuk petani;

c. Alihkan bisnis pangan utama Indonesia dari pengusaha besar; d. Lakukan efisiensi di bidang pertanian;

e. Kurangi impor produk;

f. Hentikan eksploitasi oleh perusahaan asing; g. Peningkatan fasilitas jalan dan listrik di pedesaan;

h. Penghitungan yang cermat mengenai kebijakan impor beras;

i. Pembatasan pajak dan retribusi yang merugikan usaha lokal dan orang miskin; j. Pemberian hak penggunaan tanah bagi penduduk miskin;

k. Membangun lembaga-lembaga pembiayaan mikro yang sangat bermanfaat; l. Perbaikan kualitas dan penyediaan pendidikan transisi untuk sekolah menengah; m. Merancang perlindungan sosial yang lebih tepat sasaran;

n. Menyediakan lebih banyak dana untuk daerah-daerah miskin

C. Kesenjangan Pendapatan

Perbedaan antara kemiskinan dan kesenjangan pendapatan antara lain, kemiskinan berkaitan dengan standar hidup yang absolut, sedangkan kesenjangan pendapatan mengacu pada standar hidup relatif dari seluruh masyarakat. Berikut adalah faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan pendapatan:

1. Bakat dan kemampuan orang yang berbeda-beda atau terbagi secara tidak merata. Karena itulah muncul adanya kesenjangan pendapatan berdasarkan keahlian masing-masing orang.

2. Tingkat pendidikan dan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan sangat mempengaruhi. Kemungkinan untuk mendapatkan harga yang baik atas jasa yang ditawarkan atau pekerjaan yang dilaksanakan.

(4)

berjuta-juta manusia di desa maupun di kota yang buta huruf atau hanya mengenyam sekolah dasar atau pendidikan umum.

4. Pemilikan tanah memperlihatkan ketimpangan yang semakin gawat. Indonesia masih tergolong negara agraris, di mana sebagian besar penduduknyabergantung pada sektor pertanian. Faktor paling dasar untuk usaha pertanian adalah lahan tanah. Besar kecilnya luas tanah yang dimiliki, serta kualitas tanah jelas berpengaruh terhadap tinggi rendahnya penghasilan yang diterima.

5. Ketimpangan dalam pembagian modal dan harta kekayaan. Yang memiliki modal mempunyai kemungkinan memupuk modal hanyalah tertentu yang kecil saja, selebihnya para tenaga kerja hanya memperoleh sebagian kecil atas jasa yang mereka kerjakan.

Hubungan Antara Kesenjangan Pendapatan dengan Pertumbuhan Ekonomi

Hubungan antara tingkat kesenjangan pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dengan Hipotesis Kuznet. Hipotesis tersebut berawal dari pertumbuhan ekonomi (berasal dari tingkat pendapatan yang rendah berasosiasi dalam suatu masyarakat agraris pada tingkat awal). Pada mulanya menaik pada tingkat kesenjangan pendapatan rendah hingga sampai pada suatu tingkat pertumbuhan tertentu selanjutnya menurun. Indikasi yang diberikan oleh Kuznet di atas didasarkan pada riset dengan menggunakan data time series terhadap indikator kesenjangan negara Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat.

Hipotesis Kuznet tentang mekanisme yang terjadi pada fenomena “Kuznet” bermula dari transfer yang berasal dari sektor tenaga kerja dengan produktivitas rendah (dan tingkat kesenjangan pendapatannya rendah), ke sektor yang mempunyai produktivitas tinggi (dan tingkat kesenjangan menengah). Dengan adanya kesenjangan antar sektor maka secara subtansial akan menaikan kesenjangan diantara tenaga kerja yang bekerja pada masing-masing sektor (Ferreira,1999, 4). Versi dinamis dari Hipotesis Kuznet, menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun (dasa warsa) memberikan indikasi naiknya tingkat kesenjangan pendapatan dengan memperhatikan initial level of income (Deininger &Squire, 1996a). Periode pertumbuhan ekonomi yang hampir merata sering berasosiasi dengan kenaikan kesenjangan pendapatan yang menurun.

Indikator Kesenjangan

Ada berbagai cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi dalam dua kelompok pendekatan, yaitu axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah kelompok axiomatic dengan tiga alat ukur, yaitu generalized entropy, koefisien Gini, dan ukuran Atkinson.

(5)

D. Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan

Dasar teori dari korelasi antara pertumbuhan pendapatan per kapita dan tingkat kemiskinan tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Mengikuti Hipotesis Kuznet, pada tahap awal dari proses pembangunan, tingkat kemiskinan cenderung meningkat, dan pada saat mendekati tahap akhir dari pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang. Banyak faktor lain selain pertumbuhan pendapatan yang juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di suatu wilayah/negara, seperti derajat pendidikan tenaga kerja dan struktur ekonomi.

Dalam persamaan tersebut, elastisitas dari ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan terhadap pertumbuhan pendapatan adalah suatu komponen kunci dari perbedaan antara efek bruto (ketimpangan konstan) dan efek neto (ada efek dari perubahan ketimpangan) dari pertumbuhan pendapatan terhadap kemiskinan. Apabila elastisitas neto dan bruto dari kemiskinan terhadap pertumbuhan pendapatan dinyatakan masing-masing dengan g dan l, elastisitas dari ketimpangan terhadap pertumbuhan dengan b, dan elastisitas dari kemiskinan terhadap ketimpangannya. Untuk mendapatkan elastisitas bruto dari kemiskinan terhadap pertumbuhan dan elastisitas dari kemiskinan terhadap ketimpangan (pertumbuhan sebagai variable yang dapat dikontrol), digunakan persamaan: kemiskinan tidak hanya berkorelasi dengan pertumbuhan output agregat atau PDB atau PN, tetapi juga dengan pertumbuhan output di sektor-sektor ekonomi secara individu.

Peningkatan 1% output di sektor pertanian mengurangi jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan sedikit di atas 1%, persentase pertumbuhan yang sama dari output di sektor industri dan di sektor jasa hanya mengakibatkan pengurangan kemiskinan antara 1/4% hingga 1/3%. Sedangkan untuk mengukur relasi antara kemiskinan dan pertumbuhan: elastisitas pertumbuhan PDB dari pendapatan per kapita dari kelompok miskin adalah 1%, yang artinya pertumbuhan rata-rata output sebesar 1% membuat 1% peningkatan pendapatan dari masyarakat miskin.

Sedangkan hasil estimasi dari Timmer (1997) bahwa elastisitas tersebut hanya sekitar 8%, yang artinya kurang dari proporsional keuntungan bagi kelompok miskin dari pertumbuhan ekonomi. Perhitungan elastisitas kemiskinan yang umum digunakan di dalam literatur mengenai pembangunan ekonomi di NSB untuk mendapatkan variasi-variasi di dalam sensitivitas dari penurunan kemiskinan terhadap pertumbuhan. Elastisitas ini biasanya diinterpretasikan sebagai persentase perubahan kemiskinan untuk suatu kenaikan 1% dalam laju pertumbuhan ekonomi.

(6)

menunjukan bahwa penurunan kemiskinan hampir selalu berbarengan dengan peningkatan pendapatan rata-rata per kapita atau standar kehidupan, dan sebaliknya kemiskinan bertambah dengan kontraksi ekonomi. Hasil plot antara perubahan laju kemiskinan (dalam log) dengan rata-rata atau nilai tengah dari pengeluaran konsumsi atau pendapatan antarsurvei menunjukan suatu tren yang negatif.

Sedangkan hasil studi empiris yang dilakukan oleh Mills dan Pernia (1993) dengan metode yang sama (analisis lintas negara) menunjukan bahwa kemiskinan di suatu negara akan semakin rendah jika laju pertumbuhan ekonominya pada tahun-tahun sebelumnya tinggi, dan semakin tinggi laju pertumbuhan PDB semakin cepat turunnya tingkat kemiskinan. Juga, studi yang dilakukan oleh Wodon (1999) dengan memakai data panel regional untuk kasus Bangladesh menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi mengurangi tingkat kemiskinan, baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan.

Jadi, dalam perdebatan akademis selama ini mengenai hubungan antara pertumbuhan dan penurunan kemiskinan, pertanyaan pokoknya adalah: apakah pertumbuhan ekonomi memihak kepada orang miskin? Dalam akhir 1990-an, term “pertumbuhan yang prokemiskinan” (sebut PPG) ini menjadi terkenal saat banyak ekonom mulai menganalisis paket-paket kebijakan yang dapat mencapai penurunan kemiskinan yang lebih cepat lewat pertumbuhan ekonomi dan perubahan distribusi pendapatan.

PPG secara umum didefinisikan sebagai pertumbuhan ekonomi yang membuat penurunan kemiskinan yang signifikan. Dalam usaha memberikan relevansi analisis dan operasional terhadap konsep tersebut, di dalam literature muncul dua pendekatan. Pendekatan pertama memfokuskan pada keyakinan bahwa orang-orang miskin pasti mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi walaupun tidak proporsional. Artinya, pertumbuhan ekonomi memihak kepada orang miskin jika dibarengi dengan suatu pengurangan kesenjangan; atau dalam perkataan lain, pangsa pendapatan dari kelompok miskin meningkat bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi. Pendekatan ini disebut juga definisi relative dari PPG. Walaupun secara intuisi menarik, pendekatan atau definisi ini terbatas, terutama saat diterapkan di dalam suatu konteks operasional.

Dalam definisi PPG ini, pertumbuhan bisa mengurangi kesenjangan. Namun, dengan memfokuskan terlalu berat pada kesenjangan, suatu paket kebijakan bisa mengakibatkan hasil-hasil yang suboptimal bagi kedua kelompok rumah tangga (RT): RT miskin dan RT nonmiskin; atau laju penurunan kemiskinan bisa lebih kecil (World Bank, 2005).

Pendekatan kedua fokus pada percepatan laju pertumbuhan pendapatan dari kelompok miskin lewat pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan dengan memperbesar kesempatan-kesempatan bagi orang-orang miskin untuk berpartisipasi dalam pertumbuhan, yang hasilnya memperbesar laju penurunan kemiskinan. Bukti empiris memberi kesan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah penggerak utama laju PPG, tetapi perubahan-perubahan dalam kesenjangan bisa memperbesar atau mengurangi laju tersebut. Jadi, mempercepat laju PPG mengharuskan tidak hanya pertumbuhan yang lebih pesat, tetapi juga upaya-upaya untuk memperbesar kemampuan-kemampuan dari orang-orang miskin untuk mendapatkan keuntungan dari kesempatan-kesempatan yang di ciptakan oleh pertumbuhan ekonomi.

(7)

hidup kurang dari 1 dolar AS per hari (disebut kemiskinan ekstrem) antara tahun 1990 dan tahun 2015. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi atau peningkatan output dan kemiskinan menghasilkan suatu dasar kerangka pemikiran, yakni efek trickle-down dari pertumbuhan ekonomi dalam bentuk peningkatan kesempatan kerja atau pengurangan pengangguran dan peningkatan upah/pendapatan dari kelompok miskin. Dengan asumsi bahwa ada mekanisme yang diperlukan untuk memfasilitasi trickle-down dari keuntungan dari pertumbuhan ekonomi kepada kelompok miskin, pertumbuhan ekonomi bisa menjadi suatu alat yang efektif bagi pengurangan kemiskinan.

Referensi:

Sr. Tulus T.H Tambunan, 2001, Perekonomian Indonesia dan Temuan Empiris, Penerbit Ghalia Indonesia

www.bps.go.id

http://www.ekonomirakyat.org/index4.php

http://p2kp.org/wartaarsipdetil.asp?mid=897&catid=2&

http://journal.uii.ac.id/index.php/JEP/article/viewFile/621/547

http://www.mediaindonesia.com/read/2011/02/02/201421/4/2/Kesenjangan-Pendapatan-Ancam-Perekonomian-Global

Referensi

Dokumen terkait

Ukuran ven pipa pelepas untuk offset pipa pembuangan harus sama dengan atau lebih besar dari pada diameter pipa tegak vena tau diameter pipa tegak air buangan (yang

[r]

This paper reports on the results of a four-year study called CASCADE-IMEI that is a learning environment (LE) in the form of a face-to-face course and a web site

Sementara McShane menguji tingkat degradasi isolasi kertas akibat penuaan, Fofana lebih memilih tegangan tembus dan faktor disipasi isolasi kertas dalam minyak nabati

Dengan aplikasi yang menggunakan metode nearest neighbor, proses penghitungan jarak kasus lama dengan kasus baru dilakukan pada setiap kasus baru sehingga dengan menggunakan

Copy the expression below to your main worksheet window, then click on it so you see it surrounded by blue editing lines (if necessary press the spacebar to select more of

Observasi pembelajaran fiqih kelas VII .11 November 2015.. dicapai, d) mempersiapkan alat-alat peraga yang diperlukan, e) mengatur tempat dan memperkirakan waktu yang

Pengertian tersebut sama dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, yaitu merupakan komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan