• Tidak ada hasil yang ditemukan

REVOLUSI IRAN PERAN CENDEKIAWAN DAN ULAM (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "REVOLUSI IRAN PERAN CENDEKIAWAN DAN ULAM (1)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam dan politik merupakan hal yang sulit untuk dipisahkan. Pada awal mula eksisnya Islam, setelah Nabi Muhammad hijrah dari kota Mekah menuju kota Madinah, maka dari situlah dimulai perpolitikan islam untuk pertama kalinya. Rasulullah bukan saja sebagai pemimpin agama, namun lebih dari itu beliau merupakan pemimpin negara yang ditandai dengan lahirnya Piagam Madinah yang merupakan kesepakatan-kesepakatan atau aturan-aturan yang tertulis bagi penduduk Madinah dengan berbagai macam latar belakang agama. Hingga tongkat kepemimpinan dilanjutkan oleh para sahabat (khulafa al rasyidin) setelah wafatnya Nabi.

Gerakan-gerakan dalam Islam mulai muncul pada masa khalifah Utsman bin Affan. Beberapa sahabat mensinyalir bahwa adanya tindakan nepotisme pada masa kepemimpinan Utsman. Sampai akhirnya Khalifah Utsman terbunuh oleh kelompok yang tidak puas terhadap kepemimpinan Utsman, maka dari situlah bermunculan berbagai aliran-aliran teologi dalam Islam seperti Syi’ah, Khawarij dan sebagainya. Kejadian tersebutlah yang mendorong berkembangnya gerakan dalam dunia Islam, dan beberapa tokoh klasik menjadi inspirasi pergerakan bagi aktivis-aktivis muslim diberbgai belahan dunia khususnya di Timur Tengah, seperti Abu Dzar al Giffari.

(2)

Jika Syari’ati merupakan tokoh yang merumuskan ideologi revolusioner di Iran, maka Khomeini adalah sebuah simbol serta arsitek bagi revolusi Iran. Gabungan kekuatan oposisi yang terdiri dari berbagai kalangan, organisasi, bahkan ideologi, namun tetap berada dibawah nama Islam, dan hal demikianlah yang membuat perlawanan kepada Shah Reza Pahlevi begitu menggebu-gebu, dari semangat reformasi menjadi semangat revolusi, sehingga Shah Reza Pahlevi akhirnya meninggalkan Iran pada 6 Januari 1979.

Keberhasilan revolusi Iran merupakan suatu peristiwa penting dalam sejarah politik Islam maupun dunia. Gerakan revolusi yang menyatukan berbagai kalangan ini membawa dampak atau pengaruh bagi dunia Islam terlebih di kawasan timur tengah. Berbagai gerakan politik bermunculan sebagai reaksi perlawanan terhadap pemerintahan yang buruk di kawasan timur tengah.

B. Rumusan Masalah

1. Mengapa kaum ulama dan intelektual punya peran penting dalam revolusi Iran?

(3)

PEMBAHASAN

A. Pemikiran Revolusioner Ali Syari’ati

Ali Syari’ati lahir pada tanggal 24 November 1933, lahir dari seorang ibu bernama Zahra serta ayahnya yaitu Muhammad Taqi Syari’ati, dan mempunyai garis keturunan ulama, namun Taqi Syari’ati merupakan seorang alim yang tidak terlalu memperdulikan harta. Ia enggan meninggalkan kampungnya, Mazinan, Khurasan. Ia lebih memilih untuk merintis karir ‘ulama’ lebih tinggi, misalnya di Qum, Teheran, atau Najaf.1

Pemikiran-pemikiran Ali Syari’ati banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh barat seperti Emile Durkheim, Karl Marx, Frantz Fanon, dan Max Weber. Pada tahun 1965 Syari’ati memperoleh gelar Doktor dari Sorbonne University, Prancis. Salah satu pandangan Syati’ati yang dipengaruhi oleh pemikiran Karl Marx yaitu menurut Syari’ati masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yaitu masyarakat tanpa kelas (lapisan) yang menolak keistimewaan-keistimewaan berdasarkan suku, lapisan, dan status kepribadian.2 Salah satu tema sentral dalam ideologi

politik kagamaan Syari’ati adalah agama –dalam hal ini, Islam- dapat dan harus difungsionalisasikan sebagai kekuatan revolusioner untuk membebaskan rakyat yang tertindas, baik secara kultural maupun secara politik.3

Kelompok intelektual –karena sifat dasar kritisisme mereka- tidak jarang pula mengkritik ‘ulama’ dan insitutsi-institusi tradisional yang berada dibawah kekuasaan pemerintah.4 Dari situlah Ali Syari’ati tak segan-segan mengkritik

keras para ulama. Adapun beberapa karya Syari’ati yang menggambarkan

1 Azyumardi Azra, “Pergolakan politik Islam dari Fundamentalisme, Modernisme, Hingga Post-Modernisme”, 1996, halaman 76, Paramadina, Jakarta.

2 John L. Esposito, “Islam dan Politik”, halaman 260, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1990.

3 Azyumardi Azra, “Pergolakan politik Islam dari Fundamentalisme, Modernisme, Hingga Post-Modernisme”, 1996 halaman 70, Paramadina, Jakarta.

(4)

bagaimana Iran-Islam pada masanya, diantaranya yaitu: “Reasons for Decline of Religion”, “The Machine and the Captivity of Machinism”, “Man without Self: Two Concepts of Alienation”, “A Revolution of Values”, serta “Tauhid: a Philosophy of History”.

Menurut Syari’ati, negara Dunia Ketiga, seperti Iran, memerlukan dua bentuk revolusi yang saling berkaitan. Pertama, revolusi nasional, yang bertujuan bukan hanya untuk mengakhiri seluruh bentuk dominasi Barat, tetapi juga untuk merevitaslisasi kebudayaan dan identitas nasional negara Dunia ketiga bersangkutan. Kedua, revolusi sosial untuk menghapuskan semua bentuk eksploitasi dan kemiskinan guna menciptakan masyarakat yang adil, dinamis, dan “tanpa kelas” (classless).5 Bagi Syari’ati, revolusi di Iran mempunyai dua aspek

fundamental, yaitu: kesatuan-identitas nasional dan keadilan sosio-ekonomik. Cuma dengan program itulah Iran akan dapat dibebaskan kembali dari penguasa politik dan pemerasan ekonomi oleh pihak imprealisme dunia, termasuk maskapai-maskapai multinasional, imprealisme kebudayaan, rasialisme, pemerasan kelas, penindasan kelas, ketidakadilan kelas, dan palugodam Barat.6

Selama di Paris Syari’ati banyak belajar dari karya-karya Frantz Fanon diantaranya tentang solidaritas Dunia Ketiga dan internasionalisme, penolakan terhadap model pembangunan Eropa, dan perlunya Dunia Ketiga menciptakan ‘manusi baru’ yang didasarkan pada ‘gagasan baru’ dan ‘sejarah baru’. Fanon dan Syari’ati berkorespondensi serta bertukar pikiran mengenai peranan Islam dalam perang antikolonial, yang oleh Fanon disebut juga sebagai titik keberangkatan Dunia Ketiga untuk berjuang mendapatkan kembali identitas dan kemerdekaannya.7

Ali Syari’ati juga sempat ditangkap dan dipenjarakan oleh pihak pemerintah Shah Reza Pahlevi karena aksinya sewaktu di Paris menentang

5 Ibid, halaman 70

6 Ali Shariati: Iedologue of the Iranian Revolution, Ervand Abrahamian, dalam John L. Esposito, “Islam dan Politik”, 1990, halaman 258, PT. Bulan Bintang, Jakarta.

(5)

pemerintahan dan dianggap sebagai suatu ancaman. Perlawanan Syari’ati terhadap pemerintahan Shah Reza Pahlevi disebabkan oleh upaya-upaya pemerintah untuk memodernisasi Iran membuat kondisi sosio-eknomik negara tersebut mengkhawatirkan, berbagai kebijakan yang dibuat membuat kegelisahan bahkan ketegangan dalam masyarakat meningkat. Kepemimpinan Shah Reza Pahlevi yang oktokratik dan dianggap sebagai boneka Amerika membuat Syari’ati dan para tokoh lainnya dari berbagai kalangan menyatukan kekuatan untuk menumbangkan pemerintahan Shah Reza Pahlevi. Walaupun Syari’ati tak berhasil menumbangkan Shah Reza hingga ia menutup hayatnya pada 1977 di Inggris, namun pemikirannya terus menginsprasi berbagai kalangan.

B. Pemikiran dan Gerakan Oleh Khomeini

Ayatullah Khomeini, -lahir di kota Khomein Tengah, Iran pada tahun

1902, dan pernah tinggal dan menjalani pendidikan di Najaf selama 14 tahun tapi menyelesaikan pendidikan tingginya di kota suci Qom di bidang teologi dan hukum Islam (fiqih)- salah seorang ulama yang bila disebut namanya maka gambaran yang terlintas dalam pikiran yaitu pemimpin gerakan revolusi Iran. Bukan hanya sekedar kritik-kritik yang dilontarkan Khomeini terhadap pemerintahan Shah Reza, namun ide-idenya lah yang dikemudian hari menjadi begitu penting pasca revolusi.

Dalam doktrin Islam Syi’ah, masyarakat semestinya dipimpin oleh para imam, terlebih imam yang 12. Imam yang terakhir telah menghilang, dan akan turun kembali ke bumi sebagai Imam Mahdi. Namun selama tidak adanya imam tersebut maka posisi kepemimpinan diambil alih oleh kaum ulama. Seperti halnya juga dengan pendapat Syari’ati, Khomeini percaya bahwa ketiadaan Al Imam bukan bermakna bahwa pihak Syi’ah adem dalam dunia politik. Muslim tidak mesti bersikap menunggu kedatangan Al Imam untuk hidup di bawah negara Islam dan masyarakat Islam.8 Atas dasar doktrin tersebutlah Khomeini

(6)

menciptakan konsep Wilayah al-Faqih, dan konsep inilah yang dijadikan Khomeini sebagai Guardian dalam hukum Islam.

Menurut Khomeini, seorang fuqaha tidak hanya ahli dalam bidang hukum Islam, namun lebih dari itu, seorang fuqaha yang kompeten setidaknya mempunyai keahlian di bidang yang lainnya seperti filsafat, politik, sosial, atau ekonomi. Khomeini juga sangat menentang sekularisme yang memisahkan antara agama dengan negara, sejalan dengan pernyataan Khomeini

Doktrin Islam diterapkan dalam kehidupan kemesyarakatan, patriotisme adminstrasi keadilan dan penentangan terhadap tirani dan dispotisme. Islam mengingatkan kepada pemeluknya untuk tidak tunduk kepada kekuasaan asing. Inilah sebabnya, mengapa kaum imperialis berusaha mengacaukan pikiran rakyat dengan menarik garis pemisah antara antara agama dan pemerintahan dan politik.9

Konsep Wilayah al-Faqih yang ditawarkan Khomeini ini lah yang kemudian menjadi suatu alternatif baru yang menentang sistem pemertintahan yang berbentuk dinasti di Iran. Setelah banyaknya gerakan yang didasari oleh berbagai macam idelogi seperti Marxist, Sosialis, maupun Nasionalis. Maka munculah agama sebagai pemersatu gerakan untuk menumbangkan rezim Syah yang otokratis di Iran.

Khomeini mengemukakan pendapatnya mengenai pengawasan terhadap pemerintah oleh otoritas keagamaan bahkan hingga pada batasan kekuasaan langsung. Ia berpegang pada konsep Kedaulatan Tuhan dan memandang al-Qur’an sebagai konstitusi Islam, dan karena itu ia berpendapat bahwa negara tidak memerlukan parlemen sebagai badan legislatif yang menyusun UU. Baginya rakyat itu sudah punya UU dasar, yaitu al Qur’an yang didukung oleh Sunnah. Tapi ini bukan berarti parlemen tidak diperlukan. Parlemen diperlukan, tapi untuk menciptakan peraturan-peraturan pelaksanaan atau UU organik guna memberikan tugas kepada eksekutif. Namun pemegang kekuasaan eksekutif harus juga kaum fuqaha.10

(7)

Khomeini juga sependapat dengan Maulana al Maududi dari Jamaat-i-islami (india) dan Hasan al Bana dari Ikhwanul Muslimin (Mesir) dalam mengutuk Westernisasi, Imprealisme Barat, dan Israel: “Cengkraman imprealisme sudah mencekam jantung wilayah-wilayah yang mempercayai Al-Qur’an, hingga kemakmuran nasional beserta sumber-sumbernya sudah diperas oleh imprealisme . . . dan kebudayaan imprealisme yang penuh racun itu telah menorobos sedemikian dalam pada kota-kota dan desa-desa di seluruh dunia Islam, menggantikan kebudayaan Al Qur’an.”11

Namun disisi lain Khomeini bersebrangan pendapat dengan Maulana al Maududi dan Hassan al Bana mengenai masyarakat muslim mesti terlebih dahulu menunjukan ciri Islam sebelum melaksanakan/menggunakan hukum Islam secara penuh. Sebaliknya, Khomeini berpendapat bahwa pelaksaan hukum Islam merupakan jalan bagi perubahan serta pembaharuan bagi masyarakat Islam.

C. Pecahnya Revolusi Islam Iran

Dinasti Pahlevi dimulai saat perwira militer Reza (Khan) Syah merebut kekuasaan pada tahun 1925. Pondasi awal yang dibangunnya adalah memperkuat pemerintahan di pusat. Ikhtiar Reza Syah untuk memodernisasi Iran dalam berbagai aspek mulai dari sosial budaya, politik, militer, serta ekonomi menjadi salah satu langkah yang diambil sebagai upaya untuk menciptakan negara yang modern. Bila pemimpin Turki Mustafa Kemal mengambil langkah sekularisasi secara menyeluruh di negaranya, lain halnya dengan Reza Syah yang masih mempertahankan lembaga-lembaga keagamaan, namun lembaga-lembaga tersebut dibatasi dan berada dalam pengawasan pemerintah pusat.

Besarnya peran ulama di Iran membuat Reza Syah tak punya banyak pilihan untuk mempertahankan lembaga-lembaga keagamaan. Reza Syah membutuhkan dukungan dari para pimpinan Syi’ah diawal masa

(8)

pemerintahannya, maka dari itu lah berbagai janji bagi Islam dibuat untuk menarik simpati para ulama besar Syi’ah. Seiring berjalannya waktu pemerintahan Reza Syah mengeluarkan banyak kebijakan yang bertentangan dengan janji-janjinya, seperti larangan menggunakan cadar serta mewajibkan pakaian Barat untuk para pria. Revolusi Konstitusional pada 1905-1911 bertujuan untuk membatasi kekuasaan raja/pemimpin dengan melibatkan ulama untuk mengawasi kebijakan pemerintah agar tidak bertentangan dengan Islam. Namun hal tersebut nyatanya bersifat semu dimasa pemerintahan Reza Syah.

Walaupun pada saat itu pemerintahan Reza Syah memberikan celah kepada oposisi dengan sistem dua-partai tapi itu tak lebih dari sekedar nama ketimbang substansi. Mardom (Partai oposisi) hanyalah sebagai suatu manipulasi oleh pemerintahan Reza Syah. Sedangkan partai Novin Iran (Partai pemerintah) terus mendominasi dan tak tergoyahkan. Di lain sisi, peran ulama terus melemah dengan berbagai kebijakan sekularisasi yang diterapkan oleh Reza Syah.

Dalam bidang hukum dan pendidikan, peran serta wewenang ulama terus merosot. Di bidang hukum, wewenang serta penghasilan ulama terus menurun karena posisi hakim, ahli hukum, pencatat surat-surat wasiat dan yang lainnya digantikan oleh hakim-hakim modern, pengacara-pengacara serta pejabat sipil, dan semua itu berada dibawah pengawasan pemerintah. Bidang lain yang membuat wewenang ulama merosot ialah pendidikan, sekolah-sekolah sekular modern terus berkembang dengan luas, sementara itu pendidikan berbasis keagamaan ditundukan ke bawah pengawasan negara.

(9)

memanfaatkannya dengan mempererat hubungan dengan Iran. Diantarnya menjadikan Iran sebagai pasar senjata produksi AS.

Tahun 1951 Inggris dan pihak Barat memboikot minyak Iran. Hal tersebut terjadi karena pada tahun itu Front Nasional yang di organisir oleh Muhammad Mossadeq berhasil melakukan nasionalisasi terhadap Anglo-Iranian Oil Company. Sekaligus membuat Mossadeq tampil sebagai pahlawan rakyat dan mengantarkannya untuk menduduki posisi Perdana Menteri. Hal tersebut lantas membuat Syah Reza Pahlevi beriktiar untuk menyingkirkannya, namun rencana tersbut gagal dan memicu reaksi dari berbagai kalangan yang mendukung Mossadeq dan membuat Syah Reza Pahlevi harus pergi meninggalkan Iran ke pengasingannya di Roma, Italia. Namun hal itu tak berlangsung lama, dalam tempo enam hari Syah Reza Pahlevi dapat kembali ke Iran berkat bantuan dari pihak AS dan Inggris.

Tahun 1959 hubungan pemerintah dengan ulama semakin retak, UU Land Reforms dicanangkan oleh pemrintah. UU Land Reforms bertujuan untuk mengambil-alih tanah dari tuan-tuan tanah untuk dibagikan dengan luas tertentu kepada para petani. UU Land Reforms tersebut berakibat terhadap tanah-tanah wakaf keagamaan yang merupakan salah satu sumber penghasilan untuk bantuan masjid-masjid, pesantren-pesantren, serta gaji bagi para tokoh-tokoh keagamaan. Hal ini menyebabkan hilangnya kebebasan ulama dari ketidaktergantungannya dengan negara. Walaupun RUU tersebut diratifikasi pada tahun 1960, namun pelaksanaannya tidak pernah terjadi.

Pada 1962 muncul Ayatullah Khomeini sebagai suara lantang yang menentang pemerintahan Syah Reza Pahlevi yang dianggap membahayakan Islam, kehidupan muslim karena hubungan eratnya dengan Amerika Serikat, Israel, dan perusahaan-perusahaan multinasional asing.

(10)

tahun 1964 Khomeini di asingkan ke Turki, lalu pindah ke Irak pada tahun 1965 dan kemudian ke Prancis pada 1978. Walaupun demikian Khomeini terus berbicara lantang menentang dan mengutuk kebijakan-kebijakan Syah Reza Pahlevi yang “tidak Islami”.12

Pangkal pecahnya revolusi terjadi ddi tahun 1977-1979. Bulan November 1977 pihak kepolisian berikhtiar membubarkan sidang-sidang deklamasi sejak di Aryamehr University yang dipelopori oleh Writers Association (Persatuan Pengarang), sebuah organisasi tokoh-tokoh pengarang terkemuka dan kaum intelektual yang bersikap mengecam rezim Syah. Lebih dari 100.000 mahasiswa dan para peserta memenuhi ruangan yang padat hingga melimpah hingga ke jalan-jalan raya, semuanya menyerukan slogan-slogan anti rezim Syah. Dalam peristiwa tersebut seorang mahasiswa tewas, tujuhpuluh menderita luka-luka dan seratus orang ditahan.13 Pada tahun 1978 beberapa peristiwa menjadi titik didih agitasi

politik di Iran pada saat itu.

Puncaknya yaitu pada 7 September 1978 di Teheran sebanyak 500.000 demonstran berkumpul untuk menyanggah pengumuman Hukum Darurat Perang oleh Dekrit Kerajaan. Dan pada hari Jum’at tanggal 8 September sumlah 75.000 orang melaksanakan demonstrasi duduk bersama di Lapangan Jaleh (Jaleh Square). Sewaktu militer dan kepolisian tidak mampu membubarkan rombongan orang banyak itu, maka orang banyak itu ditembaki dengan senapan mesin dari pesawat helikopter dan begitu pun oleh pasukan tank dan tentara di daratan, peristiwa tersebut di ingat dengan nama “Black Friday”.14

PENUTUP

12 John L. Esposito & John O. Voll, Demokrasi di Negara-negara Muslim; Problem dan Prospek,

halaman 71, Mizan, Bandung.

13 Ervan Abrahamian, Ali Shariati: Ideologue of the Iranian Revolution, dalam Islam dan Politik, halaman 268.

(11)

A. Kesimpulan

Penundukan kekuasaan oleh perwira militer Reza Kahn Syah membawa dampak buruk bagi babak baru percaturan politik di Iran. Upayanya untuk memodernisasi Iran mendapatkan reaksi negatif dari berbagai kalangan, mulai dari rakyat biasa, cendekiawan, serta para ulama. Berbagai kebijakan dibuat sebagai langkah modernisasi, tapi ternyata banyak kebijakan yang dibuat bertentangan dengan Islam, mulai dari kebijakan bagi kaum pria untuk menggunakan pakaian Barat, sampai kebijakan larangan menggunakan cadar bagi para wanita.

Upaya sekularisasi pun terus dilakukan, diantaranya melemahkan peran tokoh-tokoh keagamaan serta lembaga-lembaga keagamaan, bidang hukum dan pendidikan yang menjadi perhatian utama Reza Syah untuk melemahkan peran tokoh-tokoh keagamaan dan lembaga keagamaan. Sebaliknya, lembaga-lembaga sekular diberikan keleluasaan untuk terus berkembang dan diberikan perlindungan oleh pemerintah. Ulama yang awalnya tidak mempunyai ketergantungan dengan pemerintah lambat laun menghilang, berbagai kebijakan membuat para tokoh keagamaan kehilangan penghasilan.

Suara-suara penentang bermunculan, mulai dari kalangan cendekiawan hingga kalangan ulama. Nama-nama dari kalangan cendekiawan seperti Mohammad Mossadeq, Ali Syari’ati, Jalal al Ahmad, dan Mehdi Bazargan, hingga nama-nama dari kalangan ulama seperti Ayatullah Kashyani sampai yang paling menonjol yaitu Ayatullah Khomeini. Ali Syari’ati begitu keras menentang rezim otoriter Syah Reza. Kritik-kritik terus dilontarkannya sebagai reaksi atas pemerintahan Syah Reza yang melampaui batas.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) pendapat guru mengenai RPP berada pada kategori sedang (75,9), (2) kesesuaian isi RPP yang dikembangkan guru dengan implementasi

Kedua-dua leksis lain ini telah membuktikan prinsip kekitaan perlu diamalkan oleh setiap penjawat awam demi kejayaan perkhidmatan awam.Seterusnya, berdasarkan ayat

Efektivitas hidrazin sebagai altematif inhibitor korosi pada sistem sekunder RSG-GAS dianalisis dari hasil uji korosi terhadap material yang sarna dengan material yang digunakan

Perencanaan yang baik harus mencakup macam-macam jenis test dan standarisasi yang mana hal tersebut harus dapat dicapai baik di darat maupun di air pada saat sesi

Para pemain yang bergabung dalam suatu koalisi bertindak bersama-sama (kompak) melakukan tindakan dengan strategi yang sama yang memaksimalkan perolehan setiap

kebutuhan kompetensi di dunia industri memiliki hubungan yang erat. Ada hal menarik yang menjadi perhatian dalam penelitian ini, yaitu beberapa kompetensi dasar

Menurut Bustami & Nurlela (2013:49), Harga pokok produksi merupakan kumpulan biaya produksi yang terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya

Iba pang Pag-aaral na Kaugnay sa Time Management ôôô... Presentasyon, Pagsusuri at Interpretasyon ng