BAB I KONSEP MEDIS 1.1 Definisi
Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges,lapisan yang tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis. (Harsono. 2003)
Meningitis adalah infeksi serius yang paling umum pada System Saraf Pusat. Mneningitis biasanya disebabkan oleh bakteri atau virus, walaupun jamur, protozoa dan toksin juga merupakan penyebabnya. Meningitis sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari tempat lain di tubuh, misalnya sinus, telinga, atau saluran nafas bagian atas. Fraktur tengkorak basilar posterior disertai dengan pecahnya gendang telinga juga dapat menyebabkan meningitis (Elisabeth J. Corwin, 2009).
Jadi meningitis adalah suatu reksi keradangan yang mengenai satu atau semua lapisan selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa. Disebabkan oleh bakteri spesifik atau nonspesifik atau virus.
1.2 Etiologi
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan diatas bahwa meningitis itu disebabkan oleh virus dan bakteri, maka meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : meningitis purulenta dan meningitis serosa.
Macam-macam penyebab meningitis antar lain : 1. Meningitis Bakterial
monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial.
2. Meningitis Tuberkulosa
Meningitis Tuberkulosa merupakan reaksi keradangan yang mengenai salah satu atau semua selaput meningen disekeliling otak dan medula spinalis yang disebabkan oleh karena kuman tuberkulosa.
3. Aseptik meningitis.
Meningitis virus Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez simplek dan herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.
1.3 Prognosis
Usia anak, kecepatan diagnose setelah timbulnya terapi yang adekuat penting dalam prognosis meningitis bakteri. Mortalitas meningitis neonates kira-kira 50 % meskipun gejala yang timbulterlambat, sedangkan meningitis streptococcus B hemolitikus menimbulkan 15-20% kasus fatal. Bila penyebabnya hemofilus influensya dan meningitis meningkokus, angka mortalitas 5-10 % sedangkan meningitis pneumokokus pada bayi dan anak-anak kira-kira 20%.
Gejala sisa meningitis bakteri paling sering terjadi padaanak usia 2 tahun pertama dan sangat sedikit pada anak-anak dengan meningitis meningkokus. Gejala sisa pada bayi terutama disebabkan oleh hidrosefalus komunikasi dan efek-efek yang lebih besar berupa cerebritis pada otak yang belum matang. Pada anak-anak yang lebih besar gejala sisa dihubungkan dengan proses peradangan itu sendiri atau akibat dari vaskulitis (radang pembuluh darah) yang menyertai penyakit ini.
Jenis kuman penyebab Berat ringan infeksi
Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan Adanya dan penanganan penyakit.
1.4 Manifestasi Klinik
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun. Tanda Kernig’s dan Brudzinky positif. (Harsono, 2003)
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas. Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel, muncul bercak pada kulit, tangisan lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan. (Japardi, Iskandar, 2002)
Gejala lain menurut Harsono, 2003 antara lain : 1. Neonatus
Gejala tidak khas Panak (+)
Anak tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah dan kesadaran menurun.
Ubun-ubun besar kadang kadang cembung. Pernafasan tidak teratur.
2. Anak Umur 2 Bulan Sampai Dengan 2 Tahun Gambaran klasik (-).
Panas, muntah, gelisah, kejang berulang. 3. Anak Umur Lebih 2 Tahun
Panas, menggigil, muntah, nyeri kepala. Kejang
Gangguan kesadaran.
Tanda dan gejala lainnya adalah fotofobia (takut atau menghindari sorotan cahaya terang).
1.5 Klasifikasi Stage
Klasifikasi atau tipe meningitis antara lain : 1. Meningitis Kriptikokus
Merupakan meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Jamur ini bisa masuk ke tubuh kita saat kita menghirup debu atau tahi burung yang kering. Kriptokokus ini dapat menginfeksikan kulit, paru, dan bagian tubuh lain. Meningitis Kriptokokus ini paling sering terjadi pada orang dengan CD4 di bawah 100.
Diagnosisnya dengan cara :
Darah atau cairan sumsum tulang belakang dapat dites untuk kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut ‘CRAG’ mencari antigen ( sebuah protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Tes ‘biakan’ mencoba menumbuhkan jamur kriptokokus dari contoh cairan. Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat memberi hasi pada hari yang sama. Tes biakan membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk menunjukkan hasil positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai dengan tinta India. (Yayasan Spiritia, 2006).
2. Viral meningitis
Viral meningitis termasuk penyakit ringan. Gejalanya mirip dengan sakit flu biasa, dan umumnya si penderita dapat sembuh sendiri. Frekuensi viral meningitis biasanya meningkat di musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus. Banyak virus yang bisa menyebabkan viral meningitis, antara lain virus herpes dan virus penyebab flu perut (Anonim, 2007).
3. Bacterial meningitis
Disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit yang serius. Salah satu bakterinya adalah meningococcal bacteria. Gejalanya seperti timbul bercak kemerahan atau kecoklatan pada kulit. Bercak ini akan berkembang menjadi memar yang mengurangi suplai darah ke organ-organ lain dalam tubuh dapat berakibat fatal dan menyebabkan kematian (Anonim , 2007).
timbul bercak kemerahan atau kecoklatan pada kulit. Bercak ini akan berkembang menjadi memar yang mengurangi suplai darah ke organ-organ lain dalam tubuh dapat berakibat fatal dan menyebabkan kematian. (Anonim, 2007)
5. Meningitis Tuberkulosis Generalisata
Gejala : demam, mudah kesal, obstipasi, muntah- muntah, ditemukan tanda-tanda perangsangan meningen seperti kaku kuduk, suhu badan naik turun, nadi sangat labil/lambat, hipertensi umum, abdomen tampak mencekung, gangguan saraf otak.
Penyebab : kuman mikobakterium tuberkulosa varian hominis. Diagnosis : Meningitis Tuberkulosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan cairan otak, darah, radiologi, test tuberkulin. (Harsono, 2003)
6. Meningitis Purulenta
Gejala : demam tinggi, menggigil, nyeri kepala yang terus-menerus, kaku kuduk, kesadaran menurun, mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, kelemahan umum, rasa nyeri pada punggung serta sendi.
Penyebab : Diplococcus pneumonia (pneumokok), Neisseria meningitides (meningokok), Stretococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pneudomonas aeruginosa. Diagnosis : dilakukan pemeriksaan cairan otak, antigen bakteri pada cairan otak, darah tepi, elektrolit darah, biakan dan test kepekaan sumber infeksi, radiologik, pemeriksaan EEG. (Harsono, 2003) 1.6 Patofisiologi
Kuman-kuman masuk ke dalam susunan saraf pusat secara hematogen/langsung menyebar di nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia) dan jantung (endokarditis), selain itu per kontinuitatum di peradangan organ / jaringan di dekat selaput otak misalnya abses otak, otitis media, martoiditis dan trombosis, sinus kavernosus. Invasi kuman (meningokok, pneumokok, hemofilus influenza, streptokok) ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS dan sistem ventrikulus.
sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subaraknoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu ke – 2 sel-sel plasma. Eksudat terbentuk dan terdiri dari dua lapisan, yaitu bagian luar mengandung leukosit, polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag.
Peradangan menyebabkan cairan cerebrospinal meningkat sehingga terjadi obstruksi, selanjutnya terjadi hydrocephalus dan peningkatan intrakranial. Organisme masuk melalui sel darah merah, dapat melalui trauma penetrasi, prosedur pembedahan, atau kelainan sistem saraf pusat. Efek patologis yang terjadi adalah hiperemia meningens, edema jaringan otak, eksudasi.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Dengan demikian meningitis dapat dianggap sebagai ensefalitis superfisial. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino – purulen menyebabkan kelainan nervi kraniales (Nn. III, IV, VI, VII, & VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran dan absorbsi CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikans. (Harsono : 2003)
1.7 Komplikasi
Komplikasi meningitis antara lain : Cairan subdural.
Hidrosefalus. Sembab otak Abses otak Renjatan septic.
Pneumonia (karena aspirasi)
Koagulasi intravaskuler menyeluruh. 1.8 Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostic meningitis dilakukan dengan cara analisa CSS dari fungsi lumbal antara lain :
Meningitis bacterial : Tekanan meningkat, cairan keruh / berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat; glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri.
Glukosa serum : Meningkat (meningitis).
LDH serum : Meningkat (pada meningitis bakteri).
Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri).
Elektrolit darah : Abnormal.
ESR / LED : Meningkat (pada meningitis).
Kultur darah / hidung / tenggorok / urine : Dapat mengindikasikan daerah “pusat” infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
MRI/CT-Scan : Dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
EEG : Mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum (ensefalitis) atau voltasenya meningkat (abses).
Ronsen dada, kepala dan sinus : Mungkin ada indikasi infeksi atau sumber infeksi kranial.
Arteriografi karotis : Letak abses lobus temporal, abses serebral posterior. 1.9 Penatalaksanaan
Infeksi Intrakranial → Lapisan yang menutupi otak dan medulla spinalis (Meningitis). Sumber penyebab dapat berupa bakteri, virus atau jamur (fungi) dan hasilnya / penyembuhannya dapat komplet (sembuh total) sampai pada menimbulkan penurunan neurologis dan juga sampai terjadi kematian.
1. Penatalaksanaan Farmakologi : a. Pemberian antibiotic
Pemberian antibiotic harus tepat dan cepat sesuai dengan bakteri penyebabnya dan dalam dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil biakan sebaiknya diberikan antibiotic dengan spectrum luas. Antibiotic diberikan selama 10 – 14 hari atau sekurang-kurangnya 7 hari setelah demam bebas. Pemberian antibiotic sebaiknya secara parental.
Kadang – kadang pada pemberian antibiotic selama 4 hari, tiba-tiba suhu meningkat lagi. Keadaan demikian ini dapat disebabkan oleh flebitis di tempat pemberian cairan parental atau intravena. Sementara itu, suhu yang tetap tinggi dapat disebabkan oleh pemberian antibiotic yang tidak tepat atau dosis yang tidak cukup atau telah terjadi efusi subdural,empiema, atau abses otak.
Terhadap infeksi hemofilus sebaiknya diberikan kloramfenikol 4 x 1 gram/24 jam atau ampisilin 4 x 3 gram setiap 24 jam intravena. Untuk meningkok dipakai sulfadiazine sampai 12 x 500 mg dalam 24 jam selama kurang lebih 10 hari. Gentamisin dipergunakan untuk memberantas Escheria coli, klebsiela, proteus, dan kuman-kuman gram negatif.
b. Manajemen Terapi Isolasi
Terapi anti mikroba sesuai hasil kultur
Mempertahankan dehidrasi,monitor balance cairan (hubungan dengan edema serebral)
Mencegah dan mengobati komplikasi Mengontrol kejang
Mempertahankan ventrilasi
Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial Penatalaksanaan syok septic
Mengontrol perubahan suhu lingkungan. (Harsono : 2003) 2. Penatalaksanaan Non Farmakologi
a. Menurunkan panas: Kompres dingin
Monitor temperatur secara continue Ganti baju kain bila basah
b. Maintenance fluid balance
Monitor intake-output, monitor CVP bila ada
Beri cairan IV sesuai program, cegah over-load cairan, menurunkan edema
c. Meningkatkan perfusi otak
Kaji tingkat kesadaran, TTV, dan status neurologic
Ciptakan lingkungan tenang (cegah agitasi-peningkatan ICP) Catat kejadian berhubngan status neurologis: Kejang, disorientasi d. Menurunkan nyeri
Bila perlu kurangi rangsang diruang rawat
Berikan posisi nyaman dan aman (pasang sidedriil)
Berikan analgesik sesuai program (monitor reaksi dan respon pasien) e. Pendidikan Kesehatan
Dorong pasien untuk minum obat sesuai program
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN 2.1 Pengkajian
1. Anamnesis
Perawat mengumpulkan data untuk menentukan penyebab meningitis, yang membantu mengembangkan rencana keperawatan pada klien.
pola pernafasan, dan papiledema. Perawat menanyakan pada klien untuk menjelaskan gejala yang dialami, kapan, apakah semakin buruk.
b. Riwayat kesehatan masa lalu : Perawat berkata pada klien untuk mengingat peristiwa khusus yang pernah dialami, seperti riwayat alergi, ISPA, trauma kepala atau fraktur tengkorak, riwayat pemakaian obat-obatan.
2. Pengkajian fisik
Dilakukan dengan pemeriksaan metode head to toe atau pemerikasaan organ dengan cara inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.
a. Tanda-tanda vital meliputi pemeriksaan kesadaran, tekanan darah, denyut nadi, pernafasan dan temperatur tubuh.
Sistem pernafasan : mengkaji apakah ada keluhan seperti sesak nafas, irama nafas tidak teratur, takipnea, ronchi, sumbatan jalan nafas dan apnea.
Sistem kardiovaskuler: dikaji adanya hipertensi, takhikardi, bradikardi. Sistem gastrointestinal: adanya muntah, menurun atau tidak adanya bising
usus.
Sistem urinaria: dikaji frekuensi BAK, jumlah, inkontinensia.
Sistem persarafan meliputi: tingkat kesadaran,kejang, GCS, pemeriksan saraf kranial II (optikus), III (oculomotorius), V (trigeminal), IV (troklearis), VI (abdusen), VII (fasialis), atau VIII (vestibulocochlear), pemeriksaan status system sensori dan motorik, pemeriksaan refleks, kerniq atau brudzinski positif.
b. Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan meningitis bervariasi, protein di csf cenderung meningkat, glukosa serum meningkat, sel darah putih sedikit meningkat dengan peningkatan neutropil (infeksi bakteri), CT scan dan MRI hasilnya akan normal pada meningitis yang tidak kompleks, sputum dan secret nasopharingeal diambil untuk kultur sebelum dimulai terapi antibiotik untuk mengidentifikasi organisme penyebab meningitis (Lewis, 2005)
1.4 Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Nursing Outcomes Classification (NOC)
Peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal
Kejang Takikardia Takipnea
Kulit terasa hangat
Faktor yang Berhubungan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien mampu untuk: 1. Menunjukkan termoregulasi yang
baik dengan indikator:
Suhu kulit dalam rentang normal.
Suhu tubuh dalam batas normal. Sakit kepala tidak muncul Perubahan warna kulit tidak
muncul.
Status hidrasi adekuat.
Regulasi Suhu
Monitor temperatur tiap 2 hari
Selalu sediakan alat untuk memonitr suhu inti
Monitor warna kulit dan temperatur Monitor dan laporkan tanda dan gejala
hipotermia dan hipertermia
Pantau asupan nutrisi dan cairan yang adekuat
Atur temperatur lingkungan sesuai kebutuhan pasien
Beri obat yang tepat untuk mencegah atu kontrol menggigil
Atur pemberian obat anti piretik.
Medikasi Trauma
Melaporkan kenyamanan termal.
2. Tanda-Tanda vital dalam rentang normal, dengan indikator:
Suhu normal
Kecepatan nadi normal Kecepatan pernafasan normal Tekanan darah normal
pernafasan, jika diindikasikan. Catat adanya fluktuasi tekanan darah. Monitor tekanan darah pada saat pasien
tidur, duduk, dan berdiri, jika diindikasikan.
Auskultasi tekanan darah pada kedua
tangan dan bandingkan, jika diindikasikan.
Monitor tekanan darah, nadi, dan
pernafasan sebelum, selama, dan sesudah beraktifitas, jika diindikasikan.
Monitor adanya tanda dan gejala
hipotermi/hipertermi. Monitor kualitas nadi.
Jika perlu, periksa nadi apikal dan radial
secara simultan dan catat perbedaannya.
Monitor bunyi jantung.
Monitor frekuensi dan irama nafas. Monitor suara paru.
Pertahankan kelangsungan pemantauan
suhu
Identifikasi faktor penyebab perubahan
tanda-tanda vital
Pengontrolan Infeksi
Ciptakan lingkungan ( alat-alat, berbeden
dan lainnya) yang nyaman dan bersih terutama setelah digunakan oleh pasien
Gunakan alat-alat yang baru dan berbeda setiap akan melakukan tindakan keperawatan ke pasien
Batasi jumlah pengunjung sesuai kondisi pasien.
Gunakan sabun antimikroba untuk proses cuci tangan
melakukan tindakan kepada pasien Gunakan sarung tangan yang steril,
jika memungkinkan
Bersihkan kulit pasien dengan pembersih antibakteri
Health Education
Ajarkan pasien cara ntuk mencegah kelebihan dan strok panas
Diskusikan pentingnya termoregulasi dan kemungkinan efek negatif dari dingin yang berlebihan
Ajarkan pasien, terutama pasien lansia, cara mencegah hypotermi jika terkontaminasi udara dingin
Ajari klien untuk mencuci tangan sebagai gaya hidup sehat pribadi Instruksikan klien untuk mencuci
Instruksikan kepada pengunjung untuk selalu mencuci tanagn sebelum dan sesudah memasuki ruangan pasien.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.
Definisi: penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan
1. Status neurologis: kesadaran 2. Perfusi jaringan serebral
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien mampu untuk:
1. Meningkatkan status neurologis: kesadaran, dengan indikator: Tingkat kesadaran compos
mentis
Penglihatan yang adekuat Orientasi keadaan sekitar Menunjukkan sensorimotor
Pemantauan Tekanan Intrakarnial (TIK)
Catat stimuli respon pasien
Pantau ICP pasien dan respon perawatan Pantau tingkat cairan cerebrospinal yang
mengalir
Pantau pengeluaran dan pemasukan Pantau temperature dan jumlah WBC Menstabilkan tingkat transduser Irigasi system cairan
Menaruh alarm
Memperoleh contoh caira cerebosinal (CSF),jika perlu
Pertahankan tekana perfusi otak
Mempertahankan tekanan sistemik arteri
dalam tempat yang spesifik
Kelemahan atau paralisis ekstremitas
Paralisis
Ketidaknormalan dalam berbicara
Faktor yang Berhubungan:
Gangguan transport oksigen
melalui alveoli dan membrane kapiler
Gangguan aliran arteri atau vena
kranial yang utuh
Mempunyai sistem saraf pusat dan perifer yang utuh
2. Keadekuatan perfusi jaringan serebral, dengan indikator:
Tidak mengalami sakit kepala Tekanan cairan dalam otak
normal
mempertahankan daerah yang spesifik Memberitahukan dokter untuk kenaikkan
ICP dan untuk respon pengobatan.
Memantau Neurologik
Pantau ukuran pupil,ketajaman,simetri
dan reaksifitas
Pantau tingkat kesadaran Pantau tingkat dari orientasi
Pantau kecenderungan dari glasgow coma scale
Pantau ingatan yang muncul dari ingatan
masa lampau,perasaan sakit,dan tingkah laku
Pantau tanda-tanda vital :temperatur tekanan darah,nadi dan pernafasan Pantau reflek kornea
Catat keluhan sakit kepala
mengemukakan kata
Menghindari aktifitas yang meningkatkan tekanan intracranial Konsultasikan dengan teman sejawat
untuk menegaskan data jika perlu Health education:
Menyediakan informasi untuk keluarga 3. Nyeri Akut
Definisi: Pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang muncul dari kerusakan jaringan secara aktual dan potensial atau menunjukkan adanya kerusakan (Assosiation for Study of Pain) : serangan mendadak atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat yang diantisipasi atau diprediksi
NOC:
1. Menunjukkan tingkat kenyamanan, yang dibuktikan dengan indicator:
Manajemen Nyeri:
Kaji secara komphrehensif tentang nyeri,
meliputi: lokasi, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi.
Kaji tingkat keetidaknyamanan pasien
dan catat perubahan dalam catatan medik dan informasikan kepada seluruh tenaga yang menangani pasien Gunakan komunikasi terapeutik agar
durasi nyeri kurang dari 6 bulan.
Batasan Karakteristik:
Melaporkan nyeri secara verbal dan nonverbal
sisi untuk mengurangi nyeri Gerakan untuk melindungi Tingkah laku berhati-hati Muka topeng
Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai) Fokus pada diri sendiri
Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan.
Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, menangis,
Memperlihatkan tehnik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan Tidak mengalami gangguan
dalam frekuensi pernapasan, frekuensi jantung, atau tekanan darah
2. Memperlihatkan pengendalian nyeri, yag dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering atau selalu)
Mengenali awitan nyeri
Menggunakan tindakan nafsu makan, aktifitas kognisi, mood, relationship, pekerjaan, tanggungjawab peran.
Kontrol faktor-faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ex: temperatur ruangan, penyinaran, dll). Modifikasi tindakan mengontrol nyeri
berdasarkan respon pasien.
Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup. Lakukan teknik variasi untuk mengurangi
nyeri (farmakologi, nonfarmakologi, dan interpersonal).
Kolaborasikan dengan pasien, orang
waspada, iritabel, nafas panjang, mengeluh)
Perubahan dalam nafsu makan
Faktor yang Berhubungan:
Agen cedera (biologi, psikologi, kimia, fisika)
3. Menunjukan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5 :sangat berat, berat, sedang, ringan atau tidak ada) Ekspresi nyeri pada wajah Gelisah atau ketegangan otot Durasi episode nyeri
Merintih dan menangis Gelisah
Cek catatan medis untuk jenis obat, dosis, dan frekuensi pemberian analgetik. Kaji adanya alergi obat.
Monitor tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgetik narkotik saat pertama kali atau jika muncul tanda yang tidak biasanya.
Kaji kebutuhan akan kenyamanan atau
aktivitas lain yang membantu relaksasi untuk memfasilitasi respon analgetik.
Evaluasi kemampuan pasien untuk
berpartisipasi dalam pemilihan jenis analgetik, rute, dan dosis yang akan digunakan.
Pilih analgetik atau kombinasi analgetik
yang sesuai ketika menggunakan lebih dari satu obat.
(narkotik, non-narkotik, atau NSAID/obat anti inflamasi non steroid) bergantung dari tipe dan beratnya nyeri.
Berikan analgetik sesuai jam pemberian. Dokumentasikan respon analgetik dan
efek yang muncul.
Kolaborasikan dengan dokter jika obat,
dosis, dan rute pemberian, atau perubahan interval diindikasikan, buat rekomendasi spesifik berdasar pada prinsip kesamaan analgetik.
Health Education:
Berikan informasi tentang nyeri, seperti:
penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan.
Informasikan kepada individu dengan pemberian narkotik, mengantuk kadang-kadang muncul pada 2 atau 3 hari pertama kemudian berkurang Ajarkan tentang kegunaan anlgetik,
strategi untuk menurunkan efek samping, dan harapan untuk keterlibatan pembuatan keputusan tentang penurunan nyeri.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Definisi: Keadaan dimana individu mengalami intake nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Batasan Karakteristik: Menolak makan
NOC:
1. Selera makan 2. Status gizi
3. Pengendalian Berat Badan
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam pasien mampu untuk: 1. Meningkatkan selera makan, dengan
indikator:
Nutritiont Management
Kaji makanan yang disukai oleh klien Kaji adanya alergi makanan
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori.
Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Pantau adanya mual atau muntah.
Yakinkan diet yang dimakan
Konjungtiva pucat
Intake makanan dan cairan yang adekuat intake protein intake lemak intake karbohidrat intake vitamn intake mineral intake zat besi intake kalsium
3. Mengontrol berat badan, dengan indikator:
Mengerti factor yang dapat meningkatkan berat badan. Mengidentfifikasi tingkah laku
dibawah kontrol klien.
Memodifikasi diet dalam waktu yang lama untuk mengontrol
mencegah konstipasi
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Berikan makanan yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet
yang tepat bagi anak dengan sindrom nefrotik.
Weight Management
Diskusikan bersama pasien mengenai hubungan antara intake makanan, latihan, peningkatan BB dan penurunan BB.
Diskusikan bersama pasien mengani kondisi medis yang dapat
mempengaruhi BB
berat badan
Penurunan berat badan 1-2 pounds/mgg
Menggunakan energy untuk aktivitas sehari hari
herediter yang dapat mempengaruhi BB
Diskusikan bersama pasien mengenai risiko yang berhubungan dengan BB berlebih dan penurunan BB
Perkirakan BB badan ideal pasien
Health Education
Anjurkan pasien untuk meningkatkan
intake Fe
Anjurkan pasien untuk meningkatkan
protein dan vitamin C
Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
Anjurkan klien untuk makan sedikit
namun sering.
Anjurkan keluarga untuk tidak
makan. 5. Ansietas
Definisi: Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau terjadi dan memampukan individu melakukan tindakan ntuk menghadapi ancaman.
2. Pengendalian-Diri terhadap ansietas 3. Kosentrasi
1. Ansietas berkurang, dibuktikan oleh bukti tingkat ansietas hanya ringan
konflik nilai) yang menjadi penyebab ansietas
Menentukan kemampuan pengambilan
keputusan pasien keamanan dan mangurangi rasa takut Berikan pijatan punggung/pijatan leher,
perubahan dalam peristiwa hidup
Gelisah
Memandang sekilas Kontak mata buruk Resah
Menyelidik dan tidak waspada
Kesedihan yang mendalam Distress
Ketakutan
Perasaan tidak adekuat Fokus pada diri sendiri Gugup
Wajah tegang
Peningkatan keringat
terhadap ansietas, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutakan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering atau selalu) : Merencanakan strategi koping
untuk situasi penuh tekanan Mempertahankan performa peran Memantau distorsi persepsi
sensori
Memantau manifestasi perilaku ansietas
Menggunakan tehnik relaksasi unuk meredakan ansietas
3. Meningkatkan konsentrasi dengan indicator:
Meneruskan aktivitas yang dibutuhkan meskipun mengalami
Jaga peralatan perawatan jauh dari pandangan
Bantu pasien untuk mengidentifikasikan situasi yang mencetuskan ansietas Health education:
Sediakan informasi factual menyangkut
diagnosis, terapi, dan prognosis Health education
Instruksikan pasien tengang penggunaan
tehnik relaksasi
Jelaskan semua prosedur, termasuk
Terguncang Tremor di tangan Suara bergetar
Kesadaran terhadap gejala-gejala fisiologis
Konfusi
Penurunan lapang pandang kesulitan untuk berkonsentrasi
Melamun
Faktor yang Berhubungan:
Transmisi dan penularan interpersonal
ancaman kematian
Ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi peran, lingkungan, status
kecemasan
Menunjukkan kemampuan untuk berfokus pada pengetahuan dan keterampilan yang baru
4. Mempertahankan kemampuan koping, dengan indicator:
Mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan negative secara tepat.
kesehatan, status ekonomi, atau pola interaksi
Ancaman terhadap konsep diri
Kebutuhan yang tidak terpenuhi
Konflik yang tidak disadari tentang nilai dan tujuan hidup yang esensial
6. Resiko cedera
Definisi: beresiko mengalami cedera sebagai akibat dari kondisi lingkungan yang berinteraksi dengan sumber-sumber adaptif dan pertahanan individu.
Faktor Resiko: Internal
NOC:
1. Pengendalian resiko 2. Status fungsi sensorik
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam pasien mampu untuk: 1. Mengendalikan resiko, dengan
indikator:
Manajemen Lingkungan
Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,
sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
Menghindarkan lingkungan yang
Profil darah yang tidak normal (mis, leukositosis atau leukopenia) pengendalian resiko yang efektif Menerapkan strategi
pengendalian resiko pilihan Memodifikasi gaya hidup untuk
mengurangi resiko
Mengidentifikasi resiko yang meningkatkan kerentanan terhadap cedera.
Menghindari cedera fisik
2. Mempertahankan status fungsi sensorik:
Fungsi pendengaran yang efektif
Fungsi penglihatan yang efektif
perabotan)
Memasang side rail tempat tidur
Menyediakan tempat tidur yang nyaman
dan bersih
Menempatkan saklar lampu ditempat
yang mudah dijangkau pasien. Membatasi pengunjung
Memberikan penerangan yang cukup Menganjurkan keluarga untuk menemani
pasien.
Mengontrol lingkungan dari kebisingan Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
Fasilitasi Komunikasi : Gangguan Penglihatan
Orientasikan kembali pasien terhadap
realistas dan lingkungan saat ini bila dibutuhkan.
alat bantu sensori seperti pengunaan kaca mata.
Kurangi jumlah stimulus untuk mencapai
imput sensorik yang sesuai (misalnya, lampu yang redup, sediakna kamra pribadi, batasi pengunjung, dan sediakan waktu istrahat untuk pasien) yakinkan pasien dan keluarga bahwa
defisit presepsi atau defisit sensori hanya semnatara jika perlu.
tingkatkan penglihatan pasien yang masi tersisa jika diperlukan
Health education
DAFTAR PUSTAKA
Corwin J. Elisabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. EGC : Jakarta. Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken., Lai, Susanna, and Braner, Dana. 2006. Lumbar
Puncture.
Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2 URL : http://www. uum.edu. my/ medic/meningitis.htm
Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library URL : http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi23.pdf The New England Journal of Medicine. 12 : 355 URL :http://content.nejm.org
/cgi/reprint /355/13/e12.pdf Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The
New England Journal of Medicine. 336 : 708-16 URL : http://content. nejm.org /cgi/reprint/336/10/708.pdf
Yayasan Spiritia. 2006. Meningitis Kriptokokus. Lembaran Informasi 503. URL : http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=503.
PADA PASIEN MENINGITIS
OLEH KELAS B KELOMPOK II
1. Vebrina Dali 7. Nurfitri Maksud 2. Margaretha Yusuf 8. Adelin Tolinggi 3. Nurfadila Ahmad 9. Rafida
4. Nur Ain Saleh 10. Icaha Labinjang 5. Arif Firmanto J.A 11. Rilya Paputungan 6. Rizka Andriana Alidrus
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU - ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2013
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, atas segala ridho, rahmat serta izin-Nyalah penulis dapat menyelesaikan menyusunan laporan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Meningitis.
berbagai persyaratannya. Baik itu berupa tahap-tahap penyusunan sebuah makalah sampai dengan teknik penulisannya.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak kesulitan dan hambatan yang dihadapi, namun dengan bantuan dan serta dukungan dari teman-teman maka semua kesulitan itu bisa teratasi.
Sebagai manusia biasa yang tak luput dari kekurangan, Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan, maka dengan senang hati Kami akan menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan di dalam penyusunan makalah selanjutnya.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih atas bantuan semua pihak, yang telah banyak membantu dalam pemyelesaian laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Gorontalo, November 2013
Kelompok II
DAFTAR ISI KATAPENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I KONSEP MEDIS 1 1.1 Definisi 1
1.3 Prognosis 2
1.4 Manifestasi Klinik 3 1.5 Klasifikasi Stage 4
1.6 Patofiologi 6 1.7 Komplikasi 7
1.8 Pemeriksaan Lab dan Diagnostik 7 1.9 Penatalaksanaan 8
BAB II KONSEP KEPERAWATAN 11 2.1 Pengkajian 10
2.2 Diagnosa Keperawatan 12 2.3 Web Of Caution 13