• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. PEMBAHASAN. Gambar 4.1 Lubang Intake. 10 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. PEMBAHASAN. Gambar 4.1 Lubang Intake. 10 Universitas Kristen Petra"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

4. PEMBAHASAN

4.1 Profil PT. Charoen Pokphand Indonesia Feedmill Balaraja

PT. Charoen Pokphand Indonesia Feedmill Balaraja merupakan salah satu cabang perusahaan dari PT. Charoen Pokphand Indonesia berlokasi di Jalan Raya Serang Km. 30, Cangkudu, Balaraja, Tangerang. Produk yang dihasilkan oleh PT. Charoen Pokphand Indonesia Feedmill Balaraja terdiri dari pakan untuk unggas (ayam dan bebek), babi, dan sapi perah. Produksi dijalankan selama 24 jam dalam lima hari kerja untuk memenuhi permintaan konsumen. Ada tidaknya kegiatan produksi pada hari Sabtu dan Minggu tergantung pada keputusan production planner dengan mempertimbangkan ketersediaan stock dan customer order.

Proses produksi pakan dimulai dari penuangan bahan baku di lubang intake. Bahan baku yang dituang dapat berupa padatan, butiran kasar, dan butiran halus. Bahan baku selanjutnya disalurkan oleh chain dan elevator menuju ke tempat penyimpanan atau ke proses selanjutnya. Proses selanjutnya yang dapat dituju adalah proses grinding atau proses mixing. Lubang intake dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Lubang Intake

(2)

Proses kedua dalam pembuatan pakan adalah proses grinding, yaitu pemecahan atau penghalusan bahan baku padat yang berbutir kasar menjadi berbutir halus. Jenis bahan baku yang melalui proses ini adalah jagung, wheat bran, soy bean meal, rape seed meal, dan lain-lain. Proses grinding didukung oleh dua jenis mesin, yaitu hammermill dan rollermill. Mesin hammermill dibedakan menjadi dua jenis, yaitu vertikal hammer mill (Hammermill Buhler) dan horizontal hammer mill (Hammermill Champion). Perbedaan dari kedua mesin ini terletak pada putaran motor secara vertikal atau horizontal. Mesin hammermill dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3.

Gambar 4.2 Hammermill Buhler

(3)

Rollermill merupakan mesin grinding yang dikhususkan untuk memecahkan jagung menjadi ukuran 8 mm. Hasil dari proses grinding akan menjadi input untuk proses mixing. Rollermill dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Rollermill

Proses ketiga dalam pembuatan pakan adalah proses mixing, yaitu pencampuran bahan baku baik berupa butiran atau cairan yang akan disatukan dengan cara diaduk untuk mencapai campuran komposisi yang homogen. Bahan baku yang akan di-mixing direncanakan oleh oleh bagian PPIC dan material preparation. Hasil dari proses mixing digunakan sebagai input untuk proses pelletizing atau proses packing bergantung pada jenis pakan yang diproduksi.

Mesin mixer dapat dilihat pada Gambar 4.5.

(4)

Gambar 4.5 Mesin Mixer

Proses keempat dalam pembuatan pakan adalah proses pelletizing, yaitu

pengolahan bahan pakan berbutir halus menjadi bentuk pellet dengan cara diberi

tekanan atau kompresi. Proses pembentukan pellet dilalukan dengan menyalurkan

input dari proses mixing menuju mesin conditioner untuk diproses steam. Proses

berikutnya adalah menghancurkan pakan tersebut menggunakan roller dan

melewatkannya pada dies sehingga pakan yang keluar berbentuk pellet. Dies

merupakan mesin berbentuk silinder yang memiliki lubang-lubang dengan

diameter 3,5 mm-4 mm. Pakan yang telah berbentuk pellet selanjutnya

dimasukkan dalam cooler untuk didinginkan. Mesin pellet dapat dilihat pada

Gambar 4.6.

(5)

Gambar 4.6 Mesin Pellet

Proses terakhir dalam pembuatan pakan adalah proses packing, yaitu pengemasan pakan yang sudah jadi ke dalam karung. Input proses packing berasal dari hasil mixing atau hasil pelletizing. Input dari hasil mixing adalah pakan berupa tepung, sedangkan dari hasil pelletizing adalah pakan berupa pellet. Proses packing diakhiri dengan menjahit karung dan menyimpannya ke tempat penyimpanan melalui conveyor. Mesin packing dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Mesin Packing

(6)

4.2 Mesin Mixer

Mesin mixer adalah mesin yang digunakan untuk mencampur bahan baku baik berupa padatan atau cairan yang akan disatukan dengan cara diaduk untuk mencapai campuran komposisi yang homogen. Input dari mesin mixer berasal mixing bin. Mixing bin merupakan tong/tempat penyimpanan sementara bahan baku dalam bentuk padatan yang telah halus (telah melewati proses grinding) dan siap akan dicampur dalam proses mixing. Jumlah mixing bin di perusahaan ini adalah 103 bin dengan pembagian 58 bin untuk mixer A dan 45 bin untuk mixer B. Masing-masing mixing bin menyimpan satu jenis bahan baku.

Setiap mixer memiliki lima mixing scale. Mixing scale 1 dan 2

merupakan mixing scale yang berguna untuk menimbang bahan baku utama,

mixing scale 3 untuk bahan baku liquid, mixing scale 4 dan 5 untuk bahan baku

tambahan. Mixing scale yang akan dibahas pada penelitian ini hanya mixing scale

1 dan 2 saja. Bahan baku akan turun dari mixing bin dan ditimbang pada mixing

scale. Mixing scale terletak pada salah satu slide dimesin mixer dan akan

dijelaskan lebih lanjut pada paragraf selanjutnya.

(7)

Mixing bin dilengkapi dengan slide yang bertugas untuk membuka dan menutup sesuai dengan yang diperintahkan oleh SERA. SERA merupakan software yang telah terintegrasi dari keseluruhan sistem di PT. Charoen Pokphand Indonesia Feedmill Balaraja dan berfungsi sebagai pengendali proses serta manajemen data. Slide pada mixing bin akan terbuka ketika SERA memberikan instruksi untuk menimbang dan bahan baku akan turun dari mixing bin menuju mixing scale. Slide akan menutup kembali ketika bahan baku telah mencukupi.

Seluruh bahan baku akan ditampung pada mixing scale hingga lengkap sesuai dengan kebutuhan yang dituliskan pada SERA.

Mesin mixer juga dilengkapi dengan dua slide. Slide pertama merupakan slide yang dilengkapi dengan timbangan dan berfungsi untuk menimbang bahan baku yang turun dari mixing bin. Slide pertama ini merupakan tempat mixing scale berada. Slide kedua berada di bawah slide pertama dan berfungsi sebagai penahan angin. Proses penumpahan bahan baku dari mixing scale ke dalam mixer menimbulkan angin sebesar 1,68 m/s. Slide penahan angin berfungsi untuk menghalangi angin agar tidak menggerakkan slide pertama, sebab jika timbangan terkena tekanan yang besar maka timbangan menjadi tidak valid dan harus ditera ulang.

Ketika semua bahan baku telah lengkap, maka slide pada masing-masing

mixing scale akan terbuka, baik slide pertama maupun slide kedua dan bahan baku

akan turun dari mixing scale menuju ke dalam mesin mixer. Setiap mixing scale

dilengkapi dengan corong sehingga pada tiap mixer terdapat dua corong yaitu

corong scale 1 dan corong scale 2. Struktur mixing scale dapat dilihat pada

Gambar 4.9.

(8)

Gambar 4.9 Ilustrasi Mesin Mixer

Proses mixing terdiri dari dua tahap, yaitu dry mixing dan wet mixing,

Dry mixing adalah proses pengadukkan bahan baku tanpa adanya penyemprotan

bahan baku yang berupa cairan. Wet mixing adalah proses pengadukkan bahan

baku dengan adanya penyemprotan bahan baku yang berupa cairan. Hasil dari

proses mixing selanjutnya masuk ke dalam hopper mixer. Hopper mixer berfungsi

sebagai tempat penampungan sementara sebelum masuk ke mesin pellet atau

packing. Hasil mixing masuk ke mesin pellet jika feed yang diproduksi merupakan

berbentuk pellet. Hasil mixing masuk ke mesin packing jika feed yang diproduksi

berbentuk serbuk/tepung.

(9)

Gambar 4.10 Mesin Mixer A

Gambar 4.11 Mesin Mixer B

Gambar 4.10 dan Gambar 4.11 merupakan dua mixer yang dimiliki oleh PT. Charoen Pokphand Indonesia Feedmill Balaraja. Kedua mixer merupakan tipe STOLZ dan memiliki spesifikasi sebagai berikut:

Rotor power : 160 KW Shaft rounds : 33 rpm

Transmission : 2 reducers/gear box

(10)

Tare weight : 17000 Kg Volume : 8000 liters Height : 3000 mm

Width : 5000 mm

Length : 3500 mm

Pulley : Ø 450

Belt : Ø 4100

Kapasitas produksi mixer adalah 5 ton/110 detik. Lama waktu tersebut terdiri dari proses dry mixing selama 30 detik dan wet mixing selama 80 detik.

4.3 Define

Penyelesaian permasalahan dilakukan dengan menggunakan metode

DMAIC. Langkah awal dalam melakukan DMAIC adalah menentukan (define)

masalah yang dihadapi perusahaan. Tahap define dilakukan dengan menggunakan

bantuan suatu tools, yaitu SIPOC diagram (Supplier, Input, Process, Ouput,

Customer). SIPOC diagram digunakan untuk memperjelas scope permasalahan

agar menjadi lebih fokus dan terarah. SIPOC diagram dapat dilihat pada Tabel

4.1.

(11)

Tabel 4.1 SIPOC Diagram Permasalahan

Supplier Input Process Output Customer

Proses pendefinisian masalah diawali dengan mengamati pihak-pihak, proses, dan hal-hal yang terkait dengan mesin mixer. Mesin mixer akan memulai proses produksi jika mendapat perintah dari petugas material preparation.

Petugas material preparation merupakan orang yang mengatur dan menyediakan kebutuhan bahan baku yang akan diproses dalam mesin mixer sehingga ditetapkan sebagai supplier pada permasalahan ini.

Petugas material preparation akan memerintahkan sistem SERA untuk menumpahkan bahan baku yang diperlukan ke dalam mesin mixer. Bahan baku yang akan di-mixing dapat berupa jagung, bungkil kacang kedelai (BKK), dedek, dan lain sebagainya, tergantung pada jenis feed yang akan diproduksi. Mesin mixer akan memulai proses mixing jika mendapat input berupa bahan baku.

Proses mixing dimulai ketika terjadi penumpahan bahan baku dari mixing bin ke mixing scale. Banyaknya bahan baku yang tumpah dari mixing bin ke mixing scale diatur oleh petugas material preparation dan dituliskan dalam Petugas

“Material Preparation”

Bahan Baku

Penimbangan pada mixing

scale

Penumpahan dari mixing

scale

Dry Mixing Penumpahan

dari mixing bin

Wet Mixing

Campuran Bahan

Baku

Mesin Packing

Hopper mixer

Mesin

Pellet

(12)

SERA. Process selanjutnya adalah penimbangan bahan baku pada mixing scale.

Mixing bin akan berhenti menurunkan bahan baku jika jumlah bahan baku telah sesuai dengan yang tertulis pada SERA. Process yang sama terjadi untuk setiap jenis bahan baku, jika seluruh bahan baku telah lengkap maka seluruh bahan baku tersebut akan ditumpahkan dari mixing scale ke dalam mesin mixer. Bahan baku tersebut akan melalui dua process, yaitu dry mix dan wet mix. Selama proses mixing, slide penahan angin akan menutup sehingga tidak ada angin yang keluar menuju timbangan. Hal ini bertujuan agar tidak merubah kalibrasi timbangan yang telah diatur sebelumnya.

Output yang dihasilkan dari process yang ada, yaitu campuran bahan baku. Campuran bahan baku ini selanjutnya akan disalurkan ke dalam hopper mixer. Hopper mixer akan menyalurkannya menuju mesin pellet atau mesin packing, bergantung pada jenis feed yang diproduksi. Hopper mixer, mesin pellet, dan mesin packing berperan sebagai elemen customer dalam diagram karena menerima output dari process.

Bahan baku akan jatuh ke dalam corong mixer jika terjadi proses mixing.

Jadi, permasalahan yang terjadi di perusahaan terletak pada bagian process yang ada pada SIPOC diagram. Perusahaan melalukan proses mixing selama 24 jam sehari sehingga jumlah bahan baku yang jatuh sangat banyak. Bahan baku yang jatuh ini merupakan bahan baku yang baik dan seharusnya ikut dalam proses mixing. Bahan baku yang jatuh menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena bahan baku ini dianggap sebagai feed buruk sehingga dijadikan bin. Bin memiliki harga jual yang sangat murah dibandingkan dengan feed baik. Jadi, permasalahan yang dihadapi perusahaan saat ini adalah banyaknya bahan baku yang jatuh ke dalam corong mixer dan menjadi bin.

Berdasarkan data yang didapat dari perusahaan selama Bulan Maret 2015, rata-rata jumlah bin yang dihasilkan mesin mixer/hari mencapai 257,791 kg.

Bin terbanyak/hari yang pernah dihasilkan selama Bulan Maret mencapai 301,95

kg. Bin yang dihasilkan mesin mixer setiap harinya selama satu bulan dapat dilihat

pada Gambar 4.12.

(13)

Gambar 4.12 Jumlah Bin Mixer/Hari Bulan Maret 2015

4.4 Measure

Permasalahan yang dihadapi perusahaan adalah banyaknya bahan baku yang jatuh ke dalam corong mixer dan menjadi bin. Permasalahan ini tentunya menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena bin memiliki harga jual yang sangat murah. Tahap measure merupakan tahap kedua yang bertujuan untuk mengetahui banyaknya kerugian yang dialami perusahaan akibat bin. Banyaknya kerugian yang dialami perusahaan dapat dihitung dengan mengetahui banyaknya bin yang dihasilkan oleh mesin mixer setiap harinya.

Tahap measure diawali dengan proses pengumpulan data. Proses pengumpulan data dilakukan secara full day dengan meminta bantuan petugas kebersihan. Petugas kebersihan merupakan pegawai yang di ambil alih oleh PT.

Charoen Pokphand Indonesia Feedmill Balaraja dari perusahaan penyedia jasa tenaga kerja untuk mengumpulkan karung yang berisi bin. Petugas kebersihan untuk setiap shift berbeda-beda bergantung pada jadwal kerja mereka.

Data yang dikumpulkan merupakan data hasil timbangan karung yang

berisi bin. Petugas shift 1 menimbang karung setiap pukul 14.00 WIB, shift 2

setiap pukul 22.00 WIB, dan shift 3 setiap pukul 06.00 WIB. Setiap selesai

menimbang, petugas kebersihan selalu mengganti karung yang berisi bin tersebut

(14)

dengan karung kosong. Karung yang berisi bin selanjutnya disimpan di dalam tempat penyimpanan bin.

Pengumpulan data dilakukan mulai tanggal 6 Maret 2015. Form pengumpulan data dapat dilihat pada Lampiran 1. Form pengumpulan data berisi tanggal, nama petugas yang bertugas pada masing-masing shift, jumlah bin dari masing-masing scale mixer, dan total bin dari masing-masing mixer.

Hasil pengumpulan data dari tanggal 6 Maret hingga 31 Maret 2015 telah direkap dan dapat dilihat pada Tabel 4.2. Data hasil pengumpulan data awal dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 4.2 Hasil Pengumpulan Data Rata-Rata Bin Mixer A/Hari 215,08 kg Rata-Rata Bin Mixer B/Hari 49,6 kg Total Bin Mixer/Hari 264,68 kg

Rata-rata bin dari mixer A/hari adalah 215,08 kg dan mixer B/hari adalah 49,6 kg.

Bin yang dihasilkan mixer A mencapai 81,26% dari total bin keseluruhan.

Gambar 4.13 Rata-Rata Bin/Hari

(15)

Gambar 4.14 Sumber Bin Mixer A

Sumber bin terbanyak dari mixer A ditemukan dari corong scale 2, yaitu 165,957 kg/hari atau sekitar 77% dari total bin mixer A. Bin dari corong scale 1 mencapai 49,1226 kg/hari atau sekitar 23% dari total bin mixer A. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.14.

Gambar 4.15 Sumber Bin Mixer B

Sumber bin terbanyak dari mixer B ditemukan dari corong scale 2, yaitu

26,825 kg/hari atau sekitar 54% dari total bin mixer B. Bin dari corong scale 1

mencapai 22,775 kg/hari atau sekitar 46% dari total bin mixer B. Hal ini dapat

dilihat pada Gambar 4.15.

(16)

Bin yang dihasilkan berdampak pada kerugian yang dialami oleh perusahaan. Harga feed baik adalah Rp. 6.800,-/Kg, sedangkan harga bin (feed buruk) adalah Rp. 1.000,-/Kg sehingga kerugian perusahaan akibat bin adalah Rp 5.800,-/Kg. Rata-rata bin yang dihasilkan mesin mixer/hari berdasarkan Tabel 4.2 adalah 264,68 Kg. Hal ini menunjukkan bahwa kerugian yang dialami PT.

Charoen Pokphand Indonesia Feedmill Balaraja akibat dari jatuhnya bahan baku ke dalam corong mixer adalah:

Tabel 4.3 Kerugian Perusahaan Akibat Permasalahan Bahan Baku yang

terbuang/bin (Kg)

Kerugian Perusahaan

Hari 264,68 Rp. 1.535.144,-

Bulan 7940,4 Rp. 46.054.320,- Tahun 95284,8 Rp. 552.651.840,-

4.5 Analyze

Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah menganalisa penyebab jatuhnya bahan baku ke dalam corong mixer. Akar penyebab permasalahan diuraikan dalam sebuah diagram dan dapat dilihat pada Gambar 4.16.

Permasalahan utama digambarkan dalam kotak berwarna merah, sedangkan akar

penyebab permasalahan digambarkan dalam kotak berwarna hijau.

(17)

Bahan baku jatuh ke dalam corong mixer dan

menjadi bin

Adanya angin dari dalam mesin mixer

Bahan baku ringan sehingga berterbangan

ketika tertiup angin Adanya celah sebagai jalan

keluarnya bahan baku dari dalam mesin mixer ke

corong

Adukan pedal dari dalam mesin mixer menghasilkan angin

Proses penjatuhan bahan baku dari mixing scale ke dalam mixer menghasilkan angin

Ukuran bahan baku sangat kecil

Celah di desain sebagai jalan keluar masuknya handle yang

berada di belakang plat penampang bawah Celah didesain untuk menghindari pergesekkan slide dan plat penampang atas/bawah

slide

Posisi handle berada dibelakang plat penampang bawah sehingga

keluar/masuk terhalang plat penampang bawah Slide dan plat penampang atas/

bawah terbuat dari besi

Permasalahan Utama Akar Permasalahan

Gambar 4.16 Analisa Akar Penyebab Permasalahan

(18)

Jatuhnya bahan baku ke dalam corong mixer disebabkan oleh tiga faktor, faktor pertama yaitu adanya angin dari dalam mesin mixer. Angin dari dalam mesin mixer disebabkan karena putaran adukan pedal pada saat proses mixing berlangsung. Angin yang dihasilkan membuat bahan baku yang sedang di-mixing berterbangan ke berbagai area di dalam mixer, salah satunya ke dalam corong mixer. Angin yang dihasilkan oleh putaran pedal mencapai 1,3 m/s.

Angin di dalam mixer juga dihasilkan pada saat proses penjatuhan bahan baku dari mixing scale ke dalam mixer. Mixing scale menumpahkan bahan baku yang siap untuk di-mixing sesuai dengan kapasitas mixer, yaitu 5 ton dan selama proses penjatuhan muncul angin dengan kecepatan kurang lebih 1,68 m/s.

Kecepatan angin diukur menggunakan anemometer pada saat melakukan pengamatan bersama dengan tim maintenance

Faktor kedua yang menyebabkan jatuhnya bahan baku ke dalam corong mixer adalah bahan baku ringan sehingga bertebangan ketika tertiup angin dari dalam mesin mixer. Bahan baku sangat ringan dikarenakan ukurannya kecil.

Ukuran bahan baku yang masuk ke dalam mesin mixer merupakan hasil dari proses grinding yang bersifat permanen dan telah disesuaikan dengan permintaan customer.

Faktor ketiga yang menyebabkan jatuhnya bahan baku ke dalam corong mixer, yaitu adanya celah sebagai jalan keluarnya bahan baku ke dalam corong mixer. Celah ini dibedakan menjadi 2, yaitu celah antara slide dan plat penampang atas/bawah dan celah pada handle. Slide yang dimaksud merupakan slide kedua di mesin mixer, yaitu slide penahan angin. Celah didesain agar slide tidak bergesekkan dengan plat penampang atas/bawah ketika membuka/menutup.

Gesekkan dihindari karena kedua elemen, yaitu slide dan plat penampang terbuat

dari besi sehingga dapat menimbulkan percikan api. Keadaan ini dijumpai pada

mixer A dan mixer B yang ada di perusahaan. Ilustrasi gambar celah antara slide

dan plat penampang atas/bawah dapat dilihat melalui desain slide mixer A pada

Gambar 4.17 dan Gambar 4.18.

(19)

Gambar 4.17 Ilustrasi Desain Slide Awal Mixer A

Gambar 4.18 Detail Ilustrasi Desain Slide Awal Mixer A

Celah kedua yang menjadi jalan keluarnya bahan baku menuju corong

mesin mixer merupakan celah pada handle. Slide dilengkapi dengan sebuah

handle di bagian bawahnya berbentuk persegi yang berfungsi sebagai penarik agar

slide dapat membuka/menutup. Handle ini terletak di tengah slide, lebih tepatnya

dibelakang plat penampang bawah. Handle akan terhalang plat penampang bawah

ketika bergerak masuk/keluar karena posisinya berada dibelakang plat penampang

bawah, sehingga didesain sebuah lubang pada plat penampang bawah. Lubang ini

berguna sebagai jalan keluar/masuknya handle. Keadaan handle ini hanya

dijumpai pada scale 1 dan 2 mixer B. Detail ilustrasi handle yang terletak di

belakang plat penampang bawah pada mixer B dapat dilihat pada Gambar 4.19.

(20)

Gambar 4.19 Detail Ilustrasi Handle dan Lubang Handle Mixer B

4.5.1 Analisa Mixer A

Mixer A menghasilkan bin dengan rata-rata sebesar 215,08 kg/hari.

Gambar 4.14 menunjukkan bahwa 77% bin di mixer A keluar melalui scale 2 sehingga analisa dilakukan lebih mendetail pada masing-masing scale untuk mengetahui perbedaan kondisi tiap scale.

4.5.1.1 Analisa Scale 1 Mixer A

Scale 1 pada mixer A menghasilkan bin dengan rata-rata sebesar 49,1226

kg/hari. Bahan baku keluar melalui dua celah, yaitu antara slide dan plat

penampang atas slide, serta antara slide dan plat penampang bawah slide. Celah

antara slide dan plat penampang atas slide adalah 0,4 cm dan panjang celah adalah

114,5 cm sehingga luas area celah adalah 45,8 cm

2

. Gambar celah tersebut dapat

dilihat pada Gambar 4.20.

(21)

Celah antara slide dan plat penampang bawah slide adalah 1 cm dan panjang celah adalah 114,5 cm sehingga luas area celah adalah 114,5 cm

2

Celah ini ditutupi oleh sebuah busa, namun busa tidak dapat menutup seluruh celah karena semakin hari ukuran busa semakin menipis akibat bergesekkan (aus) dengan slide. Gambar celah tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.21.

Gambar 4.21 Celah Antara Slide dan Plat Penampang Bawah Scale 1 Mixer A

4.5.1.2 Analisa Scale 2 Mixer A

Scale 2 pada mixer A menghasilkan bin dengan rata-rata sebesar 165,957 kg/hari. Bahan baku keluar melalui dua celah, yaitu antara slide dan plat penampang atas slide, serta antara slide dan plat penampang bawah slide. Celah antara slide dan plat penampang atas slide adalah 0,5 cm dan panjang celah adalah 84,5 cm sehingga luas area celah adalah 42,25 cm

2

. Gambar celah tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.22.

Gambar 4.22 Celah Antara Slide dan Plat Penampang Atas Scale 2 Mixer A

(22)

Celah antara slide dan plat penampang bawah slide adalah 1,5 cm dan panjang celah adalah 84,5 cm sehingga luas area celah adalah 126,75 cm

2

. Celah ini tidak tertutup oleh busa seperti pada scale 1 karena busa telah aus. Gambar celah tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.23.

Gambar 4.23 Celah Antara Slide dan Plat Penampang Bawah Scale 2 Mixer A

4.5.2 Analisa Mixer B

Mixer B menghasilkan bin dengan rata-rata sebesar 49,6 kg/hari. Gambar 4.15 menunjukkan bahwa 54% bin di mixer B keluar melalui scale 2 sehingga analisa dilakukan lebih mendetail pada masing-masing scale untuk mengetahui perbedaan kondisi tiap scale.

4.5.2.1 Analisa Scale 1 Mixer B

Scale 1 pada mixer B menghasilkan bin dengan rata-rata sebesar 22,775

kg/hari. Bahan baku keluar melalui 3 celah, yaitu celah antara slide dan plat

penampang atas, celah antara slide dan plat penampang bawah, serta lubang

handle. Celah antara slide dan plat penampang atas slide adalah 0,05 cm dan

panjang celah adalah 62,8 cm sehingga luas area celah adalah 3,14 cm

2

. Gambar

celah tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.24.

(23)

Gambar 4.24 Celah Antara Slide dan Plat Penampang Atas Scale 1 Mixer B

Celah antara slide dan plat penampang bawah slide adalah 0,3 cm dan panjang celah adalah 62,8 cm sehingga luas area celah adalah 18,84 cm

2

. Celah ini tidak tertutup oleh busa seperti pada mixer A. Gambar celah tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.25.

Gambar 4.25 Celah Antara Slide dan Plat Penampang Bawah Scale 1 Mixer B

Lubang handle pada plat penampang bawah berukuran sebesar 7,7 cm x

4,08 cm, sedangkan ukuran handle adalah 6,2 cm x 4 cm. Ukuran celah pada

lubang handle (area yang tidak ditempati oleh handle) adalah 1,5 cm x 0,08 cm

sehingga luas area celah adalah 0,12 cm

2

. Celah pada lubang handle ini tidak

ditutup dengan busa/material lain sehingga dibiarkan terbuka. Gambar celah

tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.26.

(24)

Gambar 4.26 Celah pada Lubang Handle Scale 1 Mixer B

4.5.2.2 Analisa Scale 2 Mixer B

Scale 2 pada mixer B menghasilkan bin dengan rata-rata sebesar 26,825 kg/hari. Kondisi pada scale ini berbeda dengan scale lainnya, karena tidak ada plat penampang atas dan plat penampang bawah. Slide hanya diapit dengan busa saja. Bahan baku keluar melalui 2 celah, yaitu celah antara slide dan busa atas dan celah antara slide dan busa bawah.

Celah antara slide dan busa atas slide adalah 0,1 cm dan panjang celah adalah 63,5 cm sehingga luas area celah adalah 6,35 cm

2

. Celah antara slide dan busa bawah slide adalah 1 cm dan panjang celah adalah 63,5 cm sehingga luas area celah adalah 63,5 cm

2

. Tim maintenance selanjutnya melepaskan busa untuk mencari plat dibelakang busa dengan tujuan agar pengukuran lebih detail, namun ternyata tidak ditemukan plat dibelakang busa. Kondisi scale 2 dengan busa dan tanpa busa dapat dilihat pada Gambar 4.27 dan Gambar 4.28

Plat penampang bawah

Celah lubang handle

Handle

(25)

Gambar 4.27 Kondisi Scale 2 Mixer B dengan Busa

Gambar 4.28 Kondisi Scale 2 Mixer B Tanpa Busa

4.5.3 Analisa Kedua Mixer

Jatuhnya bahan baku ke dalam corong mixer disebabkan karena adanya

celah, dimana celah tersebut menjadi jalan keluarnya bahan baku dari dalam

mixer. Setiap scale pada masing-masing mixer memiliki luas area celah yang

berbeda-beda, dapat dilihat pada Tabel 4.4.

(26)

Tabel 4.4 Luas Area Celah pada Masing-Masing Scale

Mixer Scale

Luas Area Celah Antara Slide dan Penampang Atas

(Cm2)

Luas Area Celah Antara Celah

Slide dan Penampang Bawah (Cm2)

Luas Area Celah pada

Lubang Handle (Cm2)

Total Luas Celah (Cm

2

)

Rata-rata Bahan Baku

Jatuh/Hari (Kg)

A 1 45,8 114,5 0 160,3 49.1227

2 42,25 126,75 0 169 165.957

B 1 3,14 18,84 0,12 22,1 22.775

2 6,35 63,5 0 69,85 26.825

Luas area celah berbanding lurus dengan rata-rata bahan baku yang jatuh setiap harinya. Semakin besar luas area celah yang tersedia, maka bahan baku yang jatuh juga semakin banyak. Semakin sedikit luas area celah yang tersedia, maka bahan baku yang jatuh juga semakin sedikit. Luas area celah terbesar ditemui pada scale 2 mixer A, yaitu 169 cm

2

, pada scale ini jumlah bahan baku yang jatuh juga paling banyak yaitu 165,957 kg/hari. Luas area celah terkecil ditemui pada scale 1 mixer B, yaitu 22,1 cm

2

, pada scale ini jumlah bahan baku yang jatuh juga paling sedikit yaitu 22,775 kg/hari. Hubungan ini dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 4.29.

Gambar 4.29 Hubungan Luas Area Celah dengan Rata-Rata Bahan Baku yang

(27)

4.6 Improve

Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah membuat perbaikan. Perbaikan bertujuan untuk mengatasi akar permasalahan yang telah dianalisa sebelumnya.

Jatuhnya bahan baku ke dalam corong mixer disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu bahan baku ringan, adanya angin dari dalam mesin mixer, dan adanya celah sebagai jalan keluarnya bahan baku ke dalam corong mixer. Bahan baku ringan dikarenakan ukuran bahan baku kecil. Ukuran bahan baku ini tidak dapat diubah karena hasil dari proses grinding bersifat permanen dan telah sesuai dengan permintaan pasar.

Angin dari dalam mesin mixer juga merupakan faktor yang tidak dapat diubah/diperbaiki. Putaran pedal di dalam mesin mixer pasti menghasilkan angin, sekalipun dengan kecepatan putaran yang paling kecil. Kecepatan putaran pedal di dalam mesin mixer telah ditetapkan oleh tim produksi dan telah disesuaikan dengan kapasitas produksi mixer sehingga tidak boleh diubah. Angin yang dihasilkan ketika proses penjatuhan bahan baku dari mixing scale juga tidak dapat dihindari karena banyaknya bahan baku yang dijatuhkan dalam sekali proses telah disesuaikan dengan kapasitas mixer, yaitu 5 ton.

Penyebab permasalahan yang dapat diubah/diperbaiki adalah menutup celah yang berfungsi sebagai jalan keluarnya bahan baku ke dalam corong mixer.

Perbaikan pertama akan dilakukan untuk celah antara slide dan plat penampang atas/bawah. Perbaikan kedua akan dilakukan untuk celah pada lubang handle.

4.6.1 Perbaikan Pertama

Perbaikan pertama dilakukan pada celah antara slide dan plat penampang atas/bawah. Celah sengaja didesain untuk menghindari gesekkan antara kedua elemen tersebut karena keduanya terbuat dari besi sehingga dapat menimbulkan api ketika bergesekkan. Perbaikan yang dibuat adalah menutup celah yang ada sehingga tidak ada jalan bagi bahan baku untuk keluar dari dalam mesin mixer.

Perbaikan ini membutuhkan material utama, yaitu hostaform dan baut. Kedua

bahan dapat dilihat pada Gambar 4.30. Baut yang digunakan adalah baut ukuran

3/8, sedangkan spesikasi hostaform dapat dilihat pada Tabel 4.5.

(28)

Gambar 4.30 Material yang Digunakan untuk Perbaikan

Tabel 4.5 Spesifikasi Hostaform Ukuran: 76 cm x 20,5 cm x 10 cm Bahan: Polimer

Sifat: Isolator

Keunggulan: Tahan panas (hingga 100

O

C), kerapatan material tinggi, dapat disesuaikan bentuk dengan mudah, tahan banting, tidak dapat retak, tahan terhadap bahan-bahan kimia

Bahan yang dipilih adalah hostaform dikarenakan bahan ini bersifat

isolator, sehingga ketika bergesekkan dengan slide dan bearing di dalam mixer

yang terbuat dari besi, tidak akan menimbulkan percikan api. Hostaform juga

dapat menyesuaikan bentuk dengan mudah sehingga ketika bergesekkan dengan

slide, hostaform dapat terkikis dan menyesuaikan bentuk yang ada. Bahan

hostaform juga telah dimiliki perusahaan dan disimpan didalam store room

sehingga tidak perlu dilakukan proses order dan pemesanan material, dan proses

pemasangan dapat lebih cepat dilakukan. Desain untuk melalukan perbaikan dapat

dilihat pada Gambar 4.31 dan Gambar 4.32.

(29)

Gambar 4.31 Desain Slide Baru

Gambar 4.32 Detail Desain Slide Baru

Desain yang telah dibuat selanjutnya diajukan kepada pihak perusahaan, melalui manajer produksi dan maintenance. Proses pemotongan hostaform dilakukan setelah desain disetujui. Hostaform dipotong sesuai dengan ukuran celah pada masing-masing scale mixer. Scale 1 mixer A akan dijelaskan lebih detail sebagai contoh penerapan perbaikan.

Scale 1 mixer A memiliki spesifikasi celah yang dapat dilihat pada Tabel 4.6 sebagai berikut:

Tabel 4.6 Spesifikasi Scale 1 Mixer A Celah Antara Slide

dan Penampang Atas (P x L)

Celah Antara Slide dan Penampang

Bawah (P x L) Ukuran Celah (cm) 114,5 x 0,4 114,5 x 1

Ukuran Hostaform

(cm) 114,5 x 8 114,5 x 9

(30)

Hostaform yang digunakan untuk menutup celah atas dan bawah dipotong lebih besar dari ukuran celah yang ada. Celah penampang atas ditutup dengan hostaform selebar 8 cm, sedangkan celah hanya 0,4 cm. Kelebihan ini sengaja dibuat agar hostaform dapat ditempelkan pada hopper mixer yang berada diatas plat penampang atas sehingga menjadi lebih kuat. Hostaform tidak ditempelkan pada plat penampang atas dikarenakan luas permukaan plat penampang atas terlalu kecil (lebar kurang lebih 1 cm) sehingga tidak kuat menahan hostaform.

Plat penampang atas tersebut selanjutnya dibuang dengan cara dipotong menggunakan api (disebut dengan istilah blender).

Plat siku selanjutnya ditambahkan pada hostaform agar mampu dapat menegakkan posisi hostaform, dikarenakan hopper mixer miring. Posisi hostaform yang miring tidak dapat menahan material yang keluar dari dalam celah dengan sempurna. Celah antara slide dan plat penampang bawah ditutup menggunakan hostaform selebar 9 cm. Kelebihan lebar hostaform sebesar 8 cm ditempelkan pada plat penampang bawah.

Perbaikan scale 1 mixer A dilakukan pada tanggal 10 Mei 2015. Kondisi

scale 1 mixer A sebelum dan sesudah perbaikan dapat dilihat pada Tabel 4.7.

(31)

Tabel 4.7 Perbandingan Kondisi Scale 1 Mixer A Sebelum dan Sesudah Perbaikan Pertama

Sebelum Perbaikan Sesudah Perbaikan

Perbaikan yang sama dilakukan untuk semua scale mixer A dan mixer B.

Semua hostaform yang digunakan untuk menutup celah antara slide dan plat penampang atas dipotong selebar 8 cm, sedangkan panjangnya menyesuaikan panjang celah. Kelebihan ini digunakan untuk ditempelkan pada hopper mixer.

Hostaform yang digunakan untuk menutup celah antara slide dan plat penampang bawah dipotong selebar 9 cm untuk ditempelkan pada plat penampang bawah.

Perbandingan kondisi untuk scale 2 mixer A, scale 1 mixer B, dan scale 2 mixer B

dapat dilihat pada Tabel 4.8 hingga Tabel 4.10. Perbaikan scale 2 mixer A

dilakukan pada tanggal 11 Mei 2015. Perbaikan scale 1 mixer B dilakukan pada

tanggal 7 Mei 2015. Perbaikan scale 2 mixer B dilakukan pada tanggal 6 Mei

2015.

(32)

Tabel 4.8 Perbandingan Kondisi Scale 2 Mixer A Sebelum dan Sesudah Perbaikan Pertama

Sebelum Perbaikan Sesudah Perbaikan

(33)

Tabel 4.9 Perbandingan Kondisi Scale 1 Mixer B Sebelum dan Sesudah Perbaikan Pertama

Sebelum Perbaikan Sesudah Perbaikan

(34)

Tabel 4.10 Perbandingan Kondisi Scale 2 Mixer B Sebelum dan Sesudah Perbaikan Pertama

Sebelum Perbaikan Sesudah Perbaikan

4.6.2 Perbaikan Kedua

Perbaikan berikutnya yang dibuat adalah membuat plat tambahan pada bagian ujung slide yang berguna sebagai tempat melekatnya handle yang baru.

Posisi handle yang baru berada di depan plat penampang bawah sehingga plat penampang bawah tidak perlu dilubangi karena ketika handle keluar/masuk.

Lubang yang lama pada plat penampang bawah akan tertutup otomatis oleh

(35)

A telah berada di depan plat penampang bawah sehingga ketika keluar/masuk tidak melewati plat penampang bawah. Ilustrasi desain handle dapat dilihat pada Gambar 4.33.

Gambar 4.33 Desain Handle Baru Mixer B

Hasil perbaikan pada scale 1 dan scale 2 mixer B dapat dilihat pada Tabel 4.11 dan Tabel 4.12.

Tabel 4.11 Perbandingan Kondisi Scale 1 Mixer B Sebelum dan Sesudah Perbaikan Kedua

Sebelum Perbaikan Sesudah Perbaikan

Plat tambahan

(36)

Tabel 4.12 Perbandingan Kondisi Scale 2 Mixer B Sebelum dan Sesudah Perbaikan Kedua

Sebelum Perbaikan Sesudah Perbaikan

4.6.3 Biaya Penerapan Perbaikan Pertama dan Kedua

Perbaikan pertama dan kedua yang diterapkan pada mixer membutuhkan biaya. Estimasi penggunaan biaya yang diperlukan untuk masing-masing scale dapat dilihat pada Tabel 4.13 hingga Tabel 4.16.

Tabel 4.13. Estimasi Biaya Perbaikan Pertama dan Kedua Scale 1 Mixer A Kebutuhan Jumlah Satuan Harga Satuan Jumlah

Hostaform 76 x 20,5 x 10 cm 2 Lembar Rp. 935.000 Rp. 1.870.000 Plat siku (50 x 50 mm) 6 m 0,845 meter Rp. 118.500 Rp. 16.689

Baut 3/8 + mur 8 unit Rp. 1.200 Rp. 9.600

Kawat las 1 unit Rp. 8.000 Rp. 8.000

Biaya pemasangan 1 unit Rp. 90.000 Rp. 90.000

TOTAL Rp. 1.994.289

Plat tambahan

(37)

Tabel 4.14 Estimasi Biaya Perbaikan Pertama dan Kedua Scale 2 Mixer A Kebutuhan Jumlah Satuan Harga Satuan Jumlah Hostaform 76 x 20,5 x 10 cm 2 Lembar Rp. 935.000 Rp. 1.870.000

Plat siku (50 x 50 mm) 6 m 1,145 meter Rp. 118.500 Rp. 22.614

Baut 3/8 + mur 8 unit Rp. 1.200 Rp. 9.600

Kawat las 1 unit Rp. 8.000 Rp. 8.000

Biaya pemasangan 1 unit Rp. 90.000 Rp. 90.000

TOTAL Rp. 2.000.214

Tabel 4.15 Estimasi Biaya Perbaikan Pertama dan Kedua Scale 1 Mixer B Kebutuhan Jumlah Satuan Harga

Satuan Jumlah Hostaform 76 x 20,5 x 10 cm 1 Lembar Rp. 935.000 Rp. 935.000

Plat tambahan 1 unit Rp. 15.000 Rp. 15.000

Baut 3/8 + mur 8 unit Rp. 1.200 Rp. 9.600

Kawat las 1 unit Rp. 8.000 Rp. 8.000

Biaya pemasangan 1 unit Rp. 90.000 Rp. 90.000

TOTAL Rp1,057,600

Tabel 4.16 Estimasi Biaya Perbaikan Pertama dan Kedua Scale 2 Mixer B Kebutuhan Jumlah Satuan Harga

Satuan Jumlah Hostaform 76 x 20,5 x 10 cm 1 Lembar Rp. 935.000 Rp. 935.000

Plat tambahan 1 unit Rp. 15.000 Rp. 15.000

Baut 3/8 + mur 8 unit Rp. 1.200 Rp. 9.600

Kawat las 1 unit Rp. 8.000 Rp. 8.000

Biaya pemasangan 1 unit Rp. 90.000 Rp. 90.000

TOTAL Rp1,057,600

Scale 1 dan scale 2 pada mixer A membutuhkan dua lembar hostaform.

Hal ini dikarenakan panjang celah untuk masing-masing scale adalah 114,5 cm dan 84,5 cm, sedangkan panjang satu lembar hostaform hanya 76 cm. Perbaikan mixer A juga membutuhkan tambahan plat siku yang digunakan untuk menegakkan hostaform pada hopper mixer. Biaya pemasangan untuk satu scale diestimasikan sebesar biaya tenaga kerja untuk satu shift, yaitu Rp. 90.000 karena proses pemasangan untuk satu scale membutuhkan waktu selama satu shift. Total biaya untuk perbaikan scale 1 dan scale 2 mixer A masing-masing adalah Rp.

1.994.289 dan Rp. 2.000.214.

(38)

Scale 1 dan scale 2 pada mixer B membutuhkan satu lembar hostaform.

Hal ini dikarenakan panjang celah untuk masing-masing scale adalah 62,8 cm dan 63,5 cm. Perbaikan mixer B juga membutuhkan plat tambahan yang digunakan sebagai tempat melekatnya handle yang baru sebesar Rp. 15.000,-. Total biaya untuk perbaikan scale 1 dan scale 2 mixer B sama, yaitu Rp1,057,600. Total biaya yang dibutuhkan perusahaan untuk menerapkan perbaikan pertama dan kedua adalah Rp. 6.109.703,-.

4.6.4 Hasil Penerapan Perbaikan Pertama dan Kedua

Tahap berikutnya yang dilakukan setelah menerapkan perbaikan pertama dan kedua adalah mengukur keberhasilan dari perbaikan yang telah dibuat. Tahap ini dilakukan dengan melakukan pengumpulan data seperti saat tahap measurement sebelumnya. Proses pengumpulan data dilakukan secara full day dengan meminta bantuan petugas kebersihan. Data yang dikumpulkan merupakan data banyaknya bahan baku yang jatuh ke dalam corong mixer setiap harinya.

Form pengumpulan data yang digunakan juga sama seperti pada saat pengambilan data awal.

Pengumpulan data hasil penerapan perbaikan dimulai pada tanggal 12

Mei 2015 hingga tanggal 1 Juni 2015. Hasil pengumpulan data dapat dilihat pada

Lampiran 3. Rata-rata bin dari mixer A/hari sesudah dilakukan perbaikan 39,572

kg dan mixer B/hari adalah 13,139 kg. Kedua mixer mengalami penurunan jumlah

bin setelah dilakukan perbaikan. Mixer A mengalami penurunan jumlah bin

sebesar 81,52% dan mixer B sebesar 73,5%. Hal ini dapat dilihat lebih jelas pada

Gambar 4.34.

(39)

Gambar 4.34 Perbandingan Jumlah Bin Sebelum dan Sesudah Perbaikan Pertama dan Kedua

Scale 1 mixer A mengalami penurunan jumlah bin sebesar 87,54%

setelah dilakukan perbaikan. Jumlah bin/hari pada scale 1 mixer A setelah dilakukan perbaikan menjadi 6,119 kg. Scale 2 mixer A juga mengalami penurunan jumlah bin sebesar 79,73% setelah dilakukan perbaikan. Jumlah bin/hari pada scale 2 mixer A setelah dilakukan perbaikan menjadi 33,633 kg.

Gambar 4.35 Perbandingan Scale Mixer A Sebelum dan Sesudah Perbaikan

Pertama dan Kedua

(40)

Scale 1 mixer B mengalami penurunan jumlah bin sebesar 70,21%

setelah dilakukan perbaikan. Jumlah bin/hari pada scale 1 mixer B setelah dilakukan perbaikan menjadi 6,784 kg. Scale 2 mixer B juga mengalami penurunan jumlah bin sebesar 76,3% setelah dilakukan perbaikan. Jumlah bin/hari pada scale 2 mixer A setelah dilakukan perbaikan menjadi 6,356 kg.

Gambar 4.36 Perbandingan Scale Mixer B Sebelum dan Sesudah Perbaikan Pertama dan Kedua

4.6.5 Saving dari Penerapan Perbaikan Pertama dan Kedua

Perusahaan mengalami penurunan jumlah bin setelah menerapkan perbaikan pertama dan kedua. Perusahaan mendapatkan saving dari penurunan bin tersebut sebesar Rp. 5.800,-/kg. Saving yang didapatkan perusahaan dapat dilihat pada Tabel 4.17.

Tabel 4.17 Saving Perusahaan Setelah Penerapan Perbaikan Pertama dan Kedua Bahan Baku

yang Terbuang Sebelum Perbaikan

(Kg)

Bahan Baku yang Terbuang

Sesudah Perbaikan

(Kg)

Selisih Bahan Baku yang

Terbuang (Kg)

Saving Perusahaan

Hari 264,68 52,891 211,789 Rp. 1.228.376,-

(41)

PT. Charoen Pokphand Indonesia mendapatkan saving sebesar Rp. 442.911.432,- /tahun setelah melakukan perbaikan berupa pemasangan hostaform dan penambahan plat diterapkan pada mixer A dan B.

4.6.6 Perbaikan Ketiga

Perusahaan berhasil meminimalkan bahan baku yang keluar melalui corong mixer setelah menerapkan perbaikan pertama dan kedua. Perusahaan mendapatkan saving sebesar Rp. 442.911.431,-/tahun setelah menerapkan perbaikan tersebut. Kondisi yang terjadi saat ini adalah bahan baku tetap keluar melalui corong mixer walaupun dengan jumlah yang lebih sedikit. Perbaikan ketiga dibuat dengan tujuan menyalurkan bahan baku yang keluar melalui corong mixer menuju ke proses selanjutnya sehingga tidak ada lagi bahan baku yang terbuang.

Usulan perbaikan ketiga yang diajukan adalah membuat corong tambahan sehingga corong mixer terhubung langsung dengan hopper mixer.

Hopper mixer merupakan sebuah tempat penampungan untuk menerima hasil mixing dan menyalurkannya menuju mesin pellet atau mesin packing. Kondisi awal yang terjadi di perusahaan adalah bahan baku yang keluar melalui corong mesin mixer ditampung dalam karung dan selanjutnya dibuang. Kelebihan dari perbaikan ini adalah mampu menyalurkan bahan baku yang terbuang melalui corong menuju ke proses selanjutnya sehingga tidak perlu ditampung dalam karung dan tidak terbuang.

Kekurangan dari perbaikan ini adalah bahan baku yang disalurkan dari

corong ke dalam hopper belum melalui proses mixing sehingga belum menjadi

campuran bahan baku. Rata-rata bahan baku yang keluar untuk setiap jam adalah

1,4 kg (data diambil dari data bin terbanyak yaitu mixer A). Rata-rata proses

mixing untuk setiap jam adalah 13 kali sehingga rata-rata bahan baku yang keluar

dari corong mixer setiap proses mixing adalah 0,107 kg. Bahan baku yang keluar

ini adalah 0,0021% dari total bahan baku yang di-mixing yaitu 5 ton. Departemen

QC mengijikan penyaluran bahan baku langsung ke dalam hopper mixer karena

persentase bahan baku yang disalurkan dan belum menjadi campuran bahan baku

masih berada dibawah batas toleransi, yaitu 0,5%.

(42)

Kondisi awal mesin mixer dan kondisi saat usulan perbaikan dibuat dapat dilihat pada Tabel 4.18.

Tabel 4.18 Perbandingan Kondisi Sebelum dan Sesudah Usulan Perbaikan Ketiga Kondisi Sebelum Perbaikan Kondisi Sesudah Perbaikan

4.6.7 Estimasi Biaya Penerapan Perbaikan Ketiga

Tipe corong tambahan yang akan dibuat sama dengan tipe corong mixer

existing, yaitu tipe corong kotak 250. Tipe ini menunjukkan bahwa dimensi

masing-masing sisi corong adalah 250 mm atau 0,25 m sehingga total lebar plat

yang dibutuhkan untuk membuat empat sisi corong adalah 1 m. Corong mixer

terletak di lantai 2, sedangkan hopper mixer terletak di lantai 1 sehingga

diperlukan corong tambahan sepanjang 2,8 m. Detail ukuran corong tambahan

dapat dilihat pada Gambar 4.37.

(43)

Gambar 4.37 Detail Corong Tambahan

Corong tambahan dibuat dengan menggunakan bahan yang sama dengan corong mixer existing, yaitu menggunakan plat setebal 3,2 mm. Satu lembar plat memiliki ukuran panjang dan lebar sebesar 2,4 m x 1,2 m sehingga luas satu lembar plat adalah 2,88 m

2

. Ukuran plat yang dibutuhkan untuk membuat corong tambahan adalah 3 m x 1 m (luas area adalah 3m

2

) sehingga dibutuhkan dua lembar plat. Pembuatan corong tambahan membutuhkan biaya fabrikasi untuk membentuk lembaran plat menjadi bentuk corong kotak. Biaya fabrikasi ini dihitung beserta dengan biaya pemasangan, yaitu Rp. 40.000,-/m. Biaya lain yang diperlukan adalah biaya pengecatan untuk menyamakan warna dengan corong existing sehingga memenuhi syarat estetika. Total estimasi biaya untuk pembuatan satu corong tambahan adalah Rp. 1.070.000,-. Rincian estimasi biaya untuk satu corong tambahan dapat dilihat pada Tabel 4.19.

Tabel 4.19 Estimasi Biaya Perbaikan Ketiga

Kebutuhan Jumlah Satuan

Harga

Satuan Jumlah Besi plate hitam 2.4 m x 1.2 m x

(3.2 mm) 2 Lembar Rp 465.000 Rp 930.000

Biaya fabrikasi + pasang 3 meter Rp 40.000 Rp 120.000

Biaya pengecatan 1 unit Rp 20.000 Rp 20.000

Total Rp 1.070.000

(44)

Mixer A memiliki dua corong, yaitu corong pada scale 1 dan scale 2, demikian pula dengan mixer B sehingga total corong tambahan yang diperlukan untuk kedua mixer adalah 4 unit. Total biaya yang diperlukan untuk pembuatan 4 unit corong tambahan adalah:

Total Biaya Empat Corong Tambahan = Rp. 1.070.000,- x 4 = Rp. 4.280.000,-

4.6.8 Estimasi Saving Penerapan Perbaikan Ketiga

Pembuatan corong tambahan bertujuan untuk menyalurkan bahan baku ke dalam hopper mixer sehingga tidak ada lagi bahan baku yang terbuang dalam karung. Hal ini menunjukkan bahwa setelah perbaikan diterapkan, tidak akan ada bin dari mixer sehingga persentase penurunan jumlah bin mencapai 100%.

Gambar 4.38 Estimasi Perbandingan Jumlah Bin Sebelum dan Sesudah Perbaikan Ketiga

Perusahaan mendapatkan saving setelah perbaikan ketiga ini diterapkan. Rata-rata

bin mixer/hari sebelum dilakukan perbaikan ketiga adalah 52,891 kg dan sesudah

dilakukan perbaikan adalah 0 kg. Perusahaan mengalami penurunan jumlah bin

(45)

Tabel 4.20 Saving Perusahaan Setelah Penerapan Perbaikan Ketiga Bahan Baku

yang Terbuang Sebelum Perbaikan

(Kg)

Bahan Baku yang Terbuang

Sesudah Perbaikan

(Kg)

Selisih Bahan Baku yang

Terbuang (Kg)

Saving Perusahaan

Hari 52,891 0 52,891 Rp. 306.767,-

Bulan 1586,73 0 1586,73 Rp. 9.203.034,-

Tahun 19040,76 0 19040,76 Rp.110.436.408,-

4.7 Control

Tahap terakhir yang dilakukan adalah melakukan pengawasan dan kontrol terhadap perbaikan yang telah diterapkan. Pengawasan dan pengontrolan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah perbaikan telah efektif untuk diimplementasikan. Kontrol dapat dilakukan dengan memberikan jadwal maintenance untuk memeriksa dan memastikan kondisi hostaform. Kondisi hostaform harus selalu rapat dengan slide, baik pada slide bagian atas maupun bagian bawah. Tim maintenance juga harus memastikan kekencangan baut yang digunakan untuk memasang hostaform, sebab hostaform bergesekkan dengan slide setiap hari. Kondisi ini memungkinkan baut menjadi kendor akibat guncangan keras setiap harinya.

Jadwal maintenance untuk pengecekkan hostaform dilakukan sesuai dengan jadwal preventive maintenance mesin mixer yang sudah ada, yaitu setiap dua bulan sekali. Pengecekkan dilakukan bersamaan dengan jadwal preventive maintenance dengan tujuan agar tidak menambah waktu downtime mixer akibat proses maintenance. Form control dapat dilihat pada Tabel 4.21.

Tabel 4.21 Form Control Tanggal Jam

mulai

Nama

Petugas Pengecekkan Konfirmasi

Selesai (√) Keterangan Hostaform atas

rapat dengan slide

Hostaform bawah

rapat dengan slide

Baut kencang, tidak

kendor

Referensi

Dokumen terkait

Data spasial merupakan data yang memuat tentang lokasi suatu objek dalam peta berdasarkan posisi geografis objek tersebut dalam bumi dengan menggunakan sistem

A net payment of $4.7 billion was made to the Railroad Retirement Social Security Equivalent Benefit Account from the combined OASI and DI Trust Funds, which was

Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 100% responden menyatakan bahwa tidak ada upaya yang dilakukan pemerintah kabupaten Bojonegoro terhadap penanganan banjir

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ Pengaruh Perilaku Bahaya Kerja Terhadap Risiko Kejadian Kecelakaan Kerja Pada Pekerja di PT Subur Sari

Masalah yang ditemukan dari penyakit gastritis adalah nyeri berhubungan dengan mukosa lambung yang teriritasi akibat peningkatan produksi HCl dimana nyeri dapat disebabkan adanya

4al terpe nting dari cara pandang perusahaan sehingga melaksanakan 'S adalah upaya untuk memenuhi kewajiban ( compliance ). Kewajiban bisa bersumber dari

Misalnya subjek MF yang mengungkapkan bahwa keluarga lebih mendukung dirinya menikah dengan individu yang juga memiliki hambatan fisik daripada menikah dengan individu

Penelitian serupa dilakukan Dede sulaiman Saputra, Adhi Akbar dan Yulistia dalam jurnal yang berjudul Aplikasi Perpustakaan Pada Sekolah Dasar Negeri 59