• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DI SD NEGERI KALIBUKBUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DI SD NEGERI KALIBUKBUK"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DI SD

NEGERI KALIBUKBUK

I Wayan Guntara1, I Nyoman Murda2, Ni Wayan Rati3

1 2 3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: wayan_guntara@yahoo.com1, nyomanmurda@yahoo.co.id2, niwayan_rati@yahoo.com3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran problem posing dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pengajaran langsung. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan menggunakan rancangan penelitian non-equivalent post test only control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD Negeri Kalibukbuk yang berjumlah 113 orang. Sampel yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 60 orang. Sampel diambil dengan random sampling pada sampel yang sudah disetarakan. Sampel yang terpilih adalah kelas IV SD Negeri 2 Kalibukbuk sebagai kelompok kontrol dan kelas IV SD Negeri 4 Kalibukbuk sebagai kelompok eksperimen. Data hasil belajar matematika siswa dikumpulkan dengan metode tes dengan instrumen tes berbentuk pilihan ganda. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis statistik inferensial menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil analisis data terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran problem posing dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pengajaran langsung dengan nilai thitung sebesar 60,5 dan ttabel = 2,021 pada taraf signifikansi 5%, yang berarti thitung > ttabel, sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model problem posing lebih baik dibandingkan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pengajaran langsung.

Kata-kata kunci : Pembelajaran problem posing, hasil belajar

Abstract

This research has purpose for knowing differences the result of study mathematics between students group which studied using problem posing learning models with students group which studied using direct instructions. The kind of this research is quasi experiment design of non-equivalent post test only control group design. The population of this research are all of students class IV in elementary school Kalibukbuk academic years 2013/2014 totaling 113 people. The sample used in this study amounted to 60 people .Samples were taken by means of random sampling at class that finished synchronized. Sample that choosed is student class IV elementary school 2 Kalibukbuk as a control group and student class IV elementary school 4 Kalibukbuk as a experiment group. Data from result of study mathematics students was collected using the method test with instrument in the form of multiple choice test. The data collected were analyzed using descriptive statistics and inferential statistics is using t- test. Based on the result of analyze data that there are differences learning results significantly between groups of students who are learning using problem posing learning models with a group of students who learn using direct instructions models

(2)

whith tvalue 60.5 and then ttable = 2.021 at significan standard 5 %, that mean tvalue >

ttable, so there can be said that a group of student who learned with problem posing models is better than group of students who learned with direct instructions models.

Key words : problem posing learning, learning results

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu komponen yang ikut menunjang keberhasilan pembangunan bangsa.

Pendidikan juga sebagai pilar utama terhadap pengembangan manusia dan masyarakat suatu bangsa. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, kualitas kehidupan bangsa pun juga akan meningkat. Pendidikan dilaksanakan dengan tepat waktu dan tepat guna agar memperoleh hasil yang maksimal.

Pendidikan tepat waktu yaitu pendidikan yang diberikan sejak dini yang dimulai dengan memberikan pendidikan di sekolah dasar (SD), sedangkan pendidikan tepat guna adalah pendidikan yang hendaknya dapat digunakan sebagai upaya untuk mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) (Depdikbud, 1994).

Mengingat betapa besarnya tuntutan yang harus dipenuhi oleh pendidikan, maka mutu pendidikan harus ditingkatkan melalui proses belajar. Proses belajar merupakan suatu proses yang memungkinkan seseorang untuk mengubah tingkah lakunya cukup cepat, dan perubahan tersebut relatif tetap Gagne (dalam Sudjana, 2006). Belajar sudah menjadi kebutuhan dasar bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri diakui oleh lingkungannya, serta menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Hal tersebut dikarenakan agar dapat merangsang peserta didik terhadap pendidikan yang lebih mengarah pada penggunaaan model pembelajaran yang disesuaikan dengan materi pelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Hal tersebut merupakan upaya untuk mencapai tujuan pendidikan.

Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka dan demokratis. Oleh karena itu, pembaruan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan

kualitas pendidikan nasional. Pemerintah Indonesia saat ini telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan khususnya di tingkat SD, sesungguhnya banyak usaha yang telah ditempuh pemerintah, antara lain berupa bantuan dana pendidikan, pembaharuan kurikulum, peningkatan pengadaan buku pelajaran dan buku bacaan, serta peningkatan kualitas guru guna meningkatkan kualitas pada semua mata pelajaran.

Namun, upaya-upaya yang dilakukan pemerintah di atas belum membuahkan hasil yang optimal dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat dari hasil belajar siswa pada setiap jenjang pendidikan. Seperti yang dapat diamati di lapangan masih rendahnya hasil belajar matematika. Padahal matematika merupakan ilmu dasar yang wajib diajarkan disemua jenjang pendidikan, mulai dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Dalam dunia pendidikan, matematika memiliki manfaat yang sangat besar sebagai alat dalam perkembangan dan kecerdasan akal. Matematika merupakan alat yang efesien dan diperlukan oleh semua ilmu pengetahuan dan tanpa bantuan matematika semuanya tidak akan mendapat kemajuan yang berarti. Menurut Soedjadi (dalam Muhsetyo, dkk, 2007:2) menyatakan bahwa, “matematika mempunyai ciri-ciri khusus antara lain abstrak, deduktif, konsisten, hierarkis dan logis. Keabstrakan matematika karenadasarnya yaitu fakta, konsep, operasi dan prinsip”. Ciri keabstrakan matematika beserta ciri lainnya yang tidak sederhana menyebabkan matematika tidah mudah untuk dipelajari dan pada akhirnya banyak siswa yang kurang tertarik terhadap matematika. Ini berarti perlu ada jembatan yang dapat menghubungkan keilmuwan

(3)

matematika tetap terjaga dan matematika dapat lebih mudah dipahami siswa.

Dalam pembelajaran matematika agar siswa bisa sampai pada berpikir matematis tingkat tinggi, proses pembelajaran harus dikemas sedemikian rupa degan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki oleh siswa. Untuk itu, dalam pembelajaran matematika supaya ide-ide matematika yang bersifat abstrak tersebut dapat dmatematikahami oleh siswa. Keberhasilan proses pembelajaran adalah sebagian besar ditentukan oleh guru. Dalam proses pembelajaran guru hendaknya menerapkan suatu metode, model agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan harapan. “Dalam mengajarkan matematika, guru harus memahami bahwa kemampuan setiap siswa berbeda-beda serta tidak semua siswa menyenagi pelajaran matematika”

(Heruman, 2007:2).

Dalam proses pembelajaran seringkali menghadapi berbagai kendala yang terkait rendahnya minat siswa untuk mengikuti pelajaran dengan baik dan sungguh-sungguh khususnya dalam pelajaran matematika. Karena dalam proses pembelajaran yang terjadi adalah siswa hanya berfokus pada materi yang terdapat di buku teks serta pelajaran belum terkait dengan kehidupan nyata siswa.

Selain itu juga banyak siswa beranggapan bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sulit, membosankan, dan memerlukan konsentrasi berpikir yang kuat untuk menyelesaikan persoalan matematika. Hal ini terjadi karena siswa cenderung menghafal cara penyelesaian suatu masalah tanpa mengetahui konteks permasalahan dengan baik. Akibatnya, proses pembelajaran seperti ini kurang menuntut keaktifan siswa dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan dan kurang mampu mengembangkan kemampuan berpikir, sehingga siswa tidak bisa belajar matematika secara optimal.

Disisi lain, matematika merupakan mata pelajaran yang berstruktur. Pelajaran matematika yang bersifat abstrak sangat sulit dmatematikahami secara benar oleh siswa. Berdasarkan permasalahan tersebut proses pembelajaran yang dilakukan belum optimal. Optimalnya proses pembelajaran

dapat dicapai dengan menyesuaikan model pembelajaran dengan materi pelajaran yang diberikan. Sudjana (2006) menyatakan bahwa salah satu akibat yang timbul dari belum optimalnya proses pembelajaran adalah rendahnya hasil belajar siswa. Selain itu juga guru dalam proses pembelajaran masih menggunakan metode ceramah sehingga siswa semakin tidak mengerti dengan pembelajaran matematika.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan kenyataan menunjukan bahwa, guru selalu mendominasi kelas dan berfungsi sebagai sumber belajar utama.

Guru menyajikan pengetahuan matematika kepada siswa, siswa memperhatikan penjelasan dan contoh yang diberikan oleh guru. Selain itu, guru jarang menggunakan media sebagai sumber belajar, siswa juga kurang diberikan kebebasan untuk mengembangkan kemampuannya sendiri.

Pembelajaran semacam ini kurang memperhatikan aktifitas, interaksi dan pengonstruksian pengetahuan oleh siswa.

Kegiatan yang seperti ini membuat mata pelajaran matematika dmatematikandang sebagai salah satu pelajaran yang membosankan oleh sebagian siswa.

Dengan pandangan seperti ini tentang matematika, maka secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap hasil belajar matematika.

Untuk mengatasi masalah tersebut maka guru harus menggunakan metode- metode atau model-model dengan menggunakan media yang menarik, sehingga siswa tidak akan pernah bosan selama proses pembelajaran berlangsung.

Salah satu cara untuk meningkatkan hasil belajar siswa yaitu dengan memberikan model pembelajaran problem posing dalam pembelajaran matematika sekolah dasar.

Model pembelajaran problem posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut. Suryosubroto (2009:212) menyatakan bahwa, langkah- langkah pembelajaran problem posing yaitu

“(1) membuka kegiatan pembelajaran, (2) menyampaikan tujuan pembelajaran, (3)

(4)

guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa, (4) guru memberikan latihan soal secukupnya (5) memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas, (6) guru membentuk kelompok-kelompok belajar yang heterogen, tiap kelopok terdiri atas 4-5 siswa, (7) siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal berdasarkan informasi yang diberikan guru, dan siswa yang

bersangkutan harus mampu

menyelesaikannya. Kemudian soal-soal tersebut dipecahkan oleh kelompok- kelompok lain, (8) guru memberikan tugas rumah secara individu sebagai penguatan, (9) guru menutup kegiatan pembelajaran”.

Mengingat masalah tersebut sangat penting maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran

problem posing dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pengajaran langsung pada siswa kelas IV semester I tahun pelajaran 2013/

2014 di SD Negeri Kalibukbuk Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Kalibukbuk Kecamatan Buleleng dengan rentang waktu dari bulan Agustus sampai September tahun 2013. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen semu (quasi experimen).

Dengan menggunakan rancangan Non Equivalent Post-Test Only Control Group Desain, karena tidak semua variabel yang muncul dalam kondisi eksperimen dapat diatur dan dikontrol secara ketat (Sugiyono, 2011). Rancangan penelitian dapat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rancangan Penelitian Non Equivalent Post Test Only Control Group Design

Kelompok Perlakuan Post-Test

E X O1

K - O2

Keterangan:

E : Kelompok Eksperimen K : Kelompok Kontrol

X : Treatment/perlakuan model pembelajaran problem posing - : Treatment/perlakuan dengan

pembelajaran langsung O1 : post-test kelas eksperimen O2 : post- test kelas control

Populasi adalah elemen penelitian yang hidup dan tinggal bersama dan secara teoritis menjadi target hasil belajar” Babie (dalam Sukardi, 2008:53). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD Negeri Kalibukbuk dengan jumlah 113 siswa. Jumlah siswa untuk masing-masing sekolah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Populasi Penelitian

(Sumber: Tata Usaha di SD Negeri Kalibukbuk, 2013) Teknik pengambian sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simple random sampling. Teknik ini

dilakukan dengan mencampur subjek- subjek di dalam populasi sehingga semua subjek dianggap sama dan mendapat hak yang sama untuk memperoleh kesempatan

No. Nama Sekolah Jumlah Siswa (Orang)

1. SD No 1 Kalibukbuk 29

2. SD No 2 Kalibukbuk 30

3. SD No 3 Kalibukbuk 24

4. SD No 4 Kalibukbuk 30

Jumlah 113 orang

(5)

dipilih menjadi anggota sampel (Agung, 2010). Sampel yang dirandom dalam penelitian ini adalah kelas, karena dalam eksperimen tidak memungkinkan untuk merubah kelas yang ada. Kelas yang dirandom merupakan kelas dalam jenjang yang sama. Kelas-kelas tersebut adalah kelas IV dari masing-masing sekolah dasar di SD Negeri Kalibukbuk.

Dari empat sekolah dasar yang ada di Kalibukbuk, dilakukan pengundian untuk diambil dua kelas yang dijadikan sampel penelitian. Berdasarkan hasil random sampling, diperoleh siswa kelas IV SD No 2 Kalibukbuk yang berjumlah 30 orang dan siswa kelas IV SD No 4 Kalibukbuk yang berjumlah 30 orang sebagai sampel penelitian. Berdasarkan hasil pengundian untuk menentukan kelas eksperimen dan kontrol, diperoleh siswa kelas IV SD No 4 Kalibukbuk sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas IV SD No 2 Kalibukbuk sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran model problem posing dan kelas kontrol diberikan dibelajarkan dengan model pengajaran langsung. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes. Menurut Nurkancana dan Sunartana (1990:34) “tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau dengan nilai standar yang ditetapkan”.

“Metode tes dalam kaitannya dengan penelitian ialah cara memperoleh data yang berbentuk suatu tugas yang dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang atau sekelompok orang yang di tes (testee), dan dari tes tersebut dapat menghasilkan suatu data berupa skor (data interval) Agung (2011:60)”. Tes yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar matematika adalah tes pilihan ganda (objektif). Dipilihnya tes pilihan ganda (objektif) untuk memperoleh data tentang hasil belajar matematika didasari atas 1) dapat digunakan untuk mengukur semua jenjang kognitif, mulai dari yang sederhana

sampai yang paling kompleks, dan 2) penskoran dapat dilakukan secara objektif.

Tes ini mengungkap tentang penguasaan siswa terhadap pelajaran matematika yang telah mereka peroleh. Data hasil belajar matematika diperoleh melalui tes objektif (pilihan ganda). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistik deskriptif, yang artinya bahwa data dianalisis dengan menghitung nilai mean (rata-rata), modus, median, standar deviasi, varian, skor maksimum, dan skor minimum.

Dalam penelitian ini data disajikan dalam bentuk grafik poligon. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data guna menguji hipotesis penelitian adalah uji-t (polled varians) (n1 ≠ n2 dan varians homogen dengan db = n1 + n2 – 2).

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistik deskriptif, yang artinya bahwa data dianalisis dengan menghitung nilai rata- rata, modus, median, standar deviasi, varians, skor maksimum, dan skor minimum. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data guna menguji hipotesis penelitian adalah uji-t (polled varians).

Sebelum melakukan uji hipotesis, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dan perlu dibuktikan. Persyaratan yang dimaksud yaitu: (1) data yang dianalisis harus berdistribusi normal, (2) mengetahui data yang dianalisis bersifat homogen atau tidak. Untuk memenuhi persyaratan tersebut maka dilakukan uji prasyarat analisis dengan uji normalitas dan uji homogenitas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data penelitian ini adalah skor hasil belajar matematika siswa sebagai akibat dari penerapan model pembelajaran problem posing pada kelompok eksperimen dan model pengajaran langsungl pada kelompok kontrol. Rekapitulasi perhitungan data hasil penelitian tentang hasil belajar matematika siswa kelas IV di SD Negeri Kalibukbuk dapat dilihat pada Tabel 3.

(6)

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Hasil Belajar Matematika Siswa Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Mean (M) 23,60 18,76

Median (Md) 23,83 18,50

Modus (Mo) 24,37 18,33

Berdasarkan Tabel 3, diketahui mean kelompok eksperimen = 23,60 lebih besar darmatematikada kelompok kontrol = 18,76.

Kemudian data hasil belajar matematika dapat disajikan ke dalam bentuk grafik poligon seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Poligon Data Hasil Belajar Matematika Kelompok Eksperimen Berdasarkan grafik pada Gambar 1 di atas, diketahui modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo = 24,37 > Md = 23,83 > M = 23,60).

Berdasarkan grafik di atas grafik menunjukkan juling negatif yang artinya bahwa sebagian besar skor siswa cenderung tinggi. Berdasarkan Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima rata-rata skor siswa tergolong sangat tinggi.

Sedangkan data hasil belajar kelompok

kontrol dapat disajikan dalam bentuk grafik poligon seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Poligon Data Hasil Belajar Matematika Kelompok Kontrol

Berdasarkan grafik pada Gambar 2 di atas, diketahui Mo < Md < M (12,6 < 15 <

15,27), dan grafik menunjukkan grafik juling positif yang artinya bahwa skor siswa cenderung rendah. Berdasarkan Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima rata-rata skor siswa tergolong kurang.

Homogenitas varian dari data hasil belajar matematika dianalisis dengan menggunakan uji-F dengan kreteria Fhitung <

F tabel maka data homogen. Rekapitulasi

hasil uji homogenitas data hasil belajar matematika dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rekapitulasi hasil uji homogenitas

Sumber Data Fhit Ftab dengan Taraf

Signifikan 5% Status Post-test Kelompok Eksperimen dan Kontrol 1,17 1,90 Homogen

Sebelum melakukan uji hipotesis maka harus dilakukan beberapa uji prasyarat. terhadap sebaran data yang meliputi uji normalitas terhadap data tes hasil belajar dalam pembelajaran matematika siswa. Uji normalitas ini

dilakukan untuk membuktikan bahwa kedua sampel tersebut bedistribusi normal.

Adapun hasil perhitungan dari uji normalitas dapat disajikan pada Tabel 5.

0 5 10 15

18-19 20-21 22-23 24-25 26-27 28-29

Frekuensi

Interval

0 2 4 6 8 10 12

14-15 16-17 18-19 20-21 22-23 24-25

Frekuensi

Interval

(7)

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar Matematika Kelompok Data Hasil Belajar

2 hitung

2 tabel

Kelompok eksperimen 6,712 7,815

Kelompok kontrol 4,895 7,815

Berdasarkan hasil uji prasyarat menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan varians homogen, dan pengujian dapat dilakukan dengan uji-t.

Hipotesis yang diuji adalah terdapat yang signifikan hasil belajar matematika antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran problem posing dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan

model pengajaran langsung. Untuk menguji hipotesis yang diajukan digunakan uji-t.

Kriteria pengujian adalah tolak H0 jika t hitung > t tabel, dimana t tabel diperoleh dari tabel distribusi t pada taraf signifikansi 5%

dengan derajat kebebasan db = n1 + n2 – 2.

Rangkuman hasil analisis uji-t ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Perhitungan Uji-t

Hasil Belajar Matematika N X Db thitung ttabel Kesimpulan Kelompok Eksperimen 30 23,60

58 60,5 2,021 H0 ditolak Kelompok Kontrol 30 18,76

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas, didapatkan thitung sebesar 2,7. Sedangkan ttabel dengan db = 58 pada taraf signifikansi 5% adalah 2,021. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel (60,5 > 2,201) sehingga H0

ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran problem posing dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pengajaran langsung pada siswa kelas IV di SD Kalibukbuk Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014.

Dalam penelitian ini, hipotesis yang menyatakan terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model problem posing dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pengajaran langsung terbukti kebenaranya. Kebenaran hipotesis ini berdasarkan deskripsi data hasil penelitian, hasil belajar matematika siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelompok kontrol. Tinjauan ini didasarkan pada rata- rata hasil belajar matematika dan

kecenderungan skor hasil belajar matematika. Rata-rata atau mean skor hasil belajar matematika siswa kelompok eksperimen berada pada kategori sangat tinggi sedangkan rata-rata atau mean skor hasil belajar matematika siswa kelompok kontrol berada pada katagori tinggi. Jika skor hasil belajar matematika siswa kelompok eksperimen digambarkan dalam grafik poligon tampak bahwa kurve sebaran data merupakan juling negatif yang artinya sebagian besar skor siswa cenderung tinggi. Pada kelompok kontrol, jika skor hasil belajar matematika siswa digambarkan dalam grafik poligon tampak bahwa kurve sebaran data merupakan juling positif yang artinya sebagian besar skor siswa cenderung rendah.

Berdasarkan analisis data menggunakan uji-t yang ditunjukkan pada Tabel 4.9 bahwa thit lebih besar dari ttab (thit

> ttab) sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model problem posing dengan siswa yang mengikuti model pengajaran langsung. Dari hasil analisis tersebut, terdapat beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan hasil

(8)

belajar matematika yaitu disebabkan oleh perbedaan perlakuan pada tahapan pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, pada kelompok kontrol guru lebih banyak mendominasi kegiatan pembelajaran. Interaksi antar siswa yang satu dengan siswa yang lainnya jarang terjadi. Selain itu, dalam pembelajaran dengan pengajaran langsung, siswa kurang berpartisipasi dalam pembelajaran, (Indrawati, 2005). Sehingga siswa terlihat kurang aktif dalam pembelajaran di kelas.

Dalam pembelajaran dengan model problem posing aktifitas belajar siswa lebih aktif dan menantang, sumber belajar dan peluang mendapatkan informasi atau wawasan yang luas, melalui pengajuan masalah/soal, akan memberikan informasi yang banyak kepada siswa yang lain, karena soal-soal yang diajukan oleh siswa berbeda-beda sehingga akan menambah wawasan siswa (Herdian, 2009). Dalam pembelajaran problem posing (pengajuan masalah) siswa juga diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan kemampuan berpikir siswa melalui perumusan soal dan menciptakan pembelajaran yang aktif.

Pembelajaran dengan model problem posing menekankan aktivitas siswa lebih banyak dibandingkan guru melalui pembelajaran diskusi kelompok dan adu argumentasi yang logis dan relevan antar kelompok (Suprijono, 2009).

Temuan dalam penelitian yang menunjukkan bahwa rendahnya hasil belajar menggunakan model pengajaran langsung dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu dalam kegiatan pembelajaran guru cenderung menggunakan paradigma pembelajaran lama yaitu hanya menggunakan metode ceramah, misalnya guru memberikan ceramah di depan kelas dan siswa hanya mencatat. Selain itu, dalam pembelajaran guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran dan guru juga jarang mengaitkan pembelajaran matematika dengan kehidupan sehari-hari siswa.

Pembelajaran seperti ini dapat membuat siswa merasa cepat bosan untuk memperhatikan penjelasan dari guru.

Selain itu, dalam memberikan soal kepada

siswa, guru hanya menggunakan soal yang ada dibuku paket, padahal masih ada cara lain untuk memvariasikan soal-soal tersebut sehingga siswa akan lebih semangat untuk belajar dalam proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Indrawati (2005:6) yang menyatakan “dalam pengajaran langsung guru berperan sebagai penyampai informasi, dalam melakukan tugasnya”. Siswa cenderung lebih pasif karena hanya mendengarkan penjelasan ataupun memperhatikan demontrasi yang dilakukan oleh guru.

Siswa menunggu sampai guru selesai menjelaskan kemudian mencatat apa yang diberikan oleh guru. “Dalam model

pengajaran langsung guru

menginstruksikan lingkungan belajarnya dengan sangat ketat, mempertahankan fokus akademik, dan berharap peserta didik menjadi pengamat, pendengar, partisipan yang tekun” (Suprijono, 2009). “Dengan demikian pembelajaran menjadi berpusat pada guru (teacher centered)” (Sapriya, 2011:41)

Temuan lain yang menunjukkan bahwa model pembelajaran problem posing berpengaruh positif dalam penelitin ini adalah pertama, temuan dalam penelitian ini membuktikan bahwa secara umum model pembelajaran problem posing lebih baik daripada model pengajaran langsung dalam mencapai hasil belajar matematika yang lebih baik, hal ini dapat dilihat dari pembelajaran model problem posing lebih banyak menekankan keterlibatan siswa dalam menemukan sendiri informasi- informasi yang diperlukan dalam pembelajaran, Guru hanya bertugas sebagai mediator dan fasilitator, dalam hal ini kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa (student centered). Kedua, siswa menjadi termotivasi dan antusias belajar dikelas karena guru memberikan kesempatan lebih banyak ke siswa dalam hal mengajukan masalah dan guru sering memberikan motivasi kepada siswa, sehingga memberikan informasi yang banyak kepada siswa yang lain, karena soal-soal yang diajukan oleh siswa berbeda-beda sehingga akan menambah wawasan siswa.

Temuan lainnya yaitu pembelajaran dengan model pembelajaran problem

(9)

posing menekankan aktivitas siswa lebih banyak dibandingkan guru melalui pembelajaran antar kelompok dengan pengajuan masalah dari siswa itu sendiri.

Selain itu pembelajaran dengan model pembelajaran problem posing siswa dapat saling berbagi pengetahuan dan berusaha menggali informasi secara mandiri serta siswa dipandang sebagai subjek belajar.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti, siswa sering mengalami kesulitan dalam memahami materi karena seringkali siswa tidak dapat membayangkan hal-hal ataupun peristiwa yang terjadi yang terkait dengan materi, karena peran guru yang masih dominan dalam pembelajaran tentu saja akan membuat pemahaman konsep siswa menjadi kurang berkembang. Setelah siswa diperkenalkan dengan model pembelajaran problem posing, siswa dapat lebih mudah memahami konsep yang terkandung dalam pembelajaran karena penerapan model ini pembelajaran agar siswa dapat mengalami secara langsung dan siswa aktif dalam pembelajaran.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Adi (2010) dan Arma (2010) terkait model pembelajaran problem posing. Dalam penelitiannya dikatakan bahwa, penerapan model problem posing dalam proses pembelajaran yang berlangsung, dapat meningkatkan hasil belajar dalam mata pelajaran matematika. Pada penelitian Adi dan Arma dikatakan pembelajaran dengan menerapkan model problem posing memiliki tahapan-tahapan yang terstruktur, sehingga siswa lebih banyak terlibat aktif dalam pembelajaran. Dengan demikian, penerapan model problem posing mampu meningkatkan hasil belajar matematika.

PENUTUP

Terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran problem posing dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pengajaran langsung.

Adapun saran yang disampaikan adalah: (1) Bagi siswa, siswa hendaknya dapat menjadikan model pembelajaran problem posing sebagai salah satu cara

belajar yang menyenangkan, sehingga hasil belajar matematika menjadi lebih baik. 2) bagi guru, guru di sekolah dasar, agar lebih berinovasi dalam menerapkan model pembelajaran inovatif lainnya, termasuk model pembelajaran problem posing pada mata pelajaran matematika, sehingga dapat meningkatkan aktivitas siswa di dalam pembelajaran dan hasil belajar siswa menjadi lebih baik. 3) bagi sekolah, Sekolah yang mengalami permasalahan mengenai hasil belajar matematika, dapat mengambil

suatu kebijakan untuk

mengimplementasikan model pembelajaran problem posing dalam pembelajaran matematika. 4) bagi peneliti lain, Peneliti yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model pembelajaran problem posing pada mata pelajaran matematika, agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang nantinya akan dilaksanakan.

DAFTAR RUJUKAN

Agung, A. A. Gede. 2010. Evaluasi Pendidikan. Singaraja: Jurusan Teknologi Pendidikan, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.

---, 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan (Suatu Pengantar).

Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Undiksha Singaraja.

Herdian. 2009. Model Pembelajaran Problem Posing. Tersedia Pada:

http://herdy07.woerdpress.com/2009/

04/19/model-pembelajaran-problem posing (diakses pada tanggal 21 Desember 2012).

Heruman. 2007. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Indrawati. 2005. Model Pembelajaran Langsung. Bandung: Depdiknas Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

(10)

Muhsetyo, Gatot, dkk. 2007. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka Departemen Pendidikan Nasional.

Nurkancana, Wayan dan Sunartana. 1990.

Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya:

Usaha Nasional.

Sapriya. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif berorientasi Kontruktivisme.

Jakarta: Prestasi Pustaka.

Sudjana, Nana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning: Teori & Aplikasi PAIKEM.

Bandung: Pustaka Pelajar.

Suryosubroto, B. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Trianto. 2007. Mendisain Model Pembelajaran Inovatif Progresif (konsep, landasan dan implementasi pada kurikulum tingkat satuan pendidikan). Jakarta: Kharisma Putra Utama.

Gambar

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Hasil Belajar Matematika Siswa  Statistik  Kelompok Eksperimen  Kelompok Kontrol

Referensi

Dokumen terkait

a. Fleksibelitas, penyelenggaraan SKS harus fleksibel dalam pilihan mata pelajaran dan waktu penyelesaian masa belajar yang memungkinkan peserta didik menentukan dan

(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara.. Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran talking stick berbantuan picture and picture terhadap hasil

Perguruan Tinggi ini awalnya sebuah lembaga pembelajaran Bahasa Arab yaitu Lembaga Ma‟had Ali Al Irsyad Al Islamiyyah Surabaya, lembaga ini pada tahun 2006 M, berpindah di

Dalam konteks ini semua orang harus bersatu tanpa harus memperdulikan agama, ras, dan suku masing-masing sebagaimana tujuan dari agam Baha’i adalah untuk mewujudkan

Abstrak: Pengembangan Bahan Ajar Materi Morfologi Gigi Di Jurusan Teknik Gigi Politeknik Kesehatan Tanjung Karang. Tujuan penelitian adalah: 1) Mendeskripsikan potensi

Walaupun price discount yang diberikan Matahari Department Store Tunjungan Plaza Surabaya pada penelitian ini berpengaruh dominan, tetapi meningkatkan impulse

Puji dan syukur saya panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayahNya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi saya yang berjudul : “ Gambaran Pengetahuan