• Tidak ada hasil yang ditemukan

EPS 60 : Suasana Hati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EPS 60 : Suasana Hati"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

EPS 60 : Suasana Hati

“S

elamat pagi.”

Sebuah kecupan mendarat di pelipis India. Sentuhan bibir yang menempel di permukaan kulitnya itu terasa dingin sehingga India langsung mengerjapkan mata,

(2)

terkejut oleh suhu kontras yang terasa hingga menembus mimpinya.

Dia kemudian membuka matanya dan langsung bertatapan dengan nuansa mata biru terang secerah langit yang balas menatapnya.

“Kau mau mandi? Aku sudah menyiapkan air hangat untuk berendam.” Letnan Paris duduk di tepi ranjang, dekat di sisi India sedang berbaring dan memasang senyum manisnya yang biasa. “Atau kau makan dulu? Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu.”

(3)

India tak bisa menahan diri untuk tak menatap Letnan dengan kening berkerut. Letnan Paris tampak berbeda pagi ini. Lelaki itu tampak cerah dan aura gelap yang melingkupinya seolah tersingkir begitu saja.

Hidup bersama Letnan Paris selama beberapa lama sebagai orang yang paling dekat dengannya, India menyadari bahwa hanya ada satu hal yang yang membuat Letnan Paris tampak segar seperti ini.

Itu adalah jika sang Letnan pulang dari penjara dan selesai

(4)

menjalankan tugasnya sebagai algojo untuk mengeksekusi para penjahat di After Earth. Ya. Seolah- olah dengan menjalankan tugasnya sebagai seorang algojo, jiwa gelap Letnan Paris mendapatkan

‘makanannya’. Biasanya di saat-saat seperti itulah, Letnan Paris akan pulang dengan pakaian terciprat darah dan ekspresi puas.

Ekspresi yang sama seperti ekspresinya sekarang.

Namun, Letnan Paris tidak mungkin pergi semalam, bukan?

Lelaki itu memeluk India ketika India

(5)

tertidur. Terlebih lagi, jarak antara area rumah di pinggiran kota ini dengan benteng Marakesh City di pusat kota terlalu jauh. Jika memang Letnan Paris pergi ke penjara di dalam Benteng Marakesh City, lelaki itu baru bisa pulang menjelang tengah hari nanti.

Lagipula, bukanlah Letnan Paris sedang mengambil cuti? Dia tidak mungkin bertugas di tengah masa cutinya, bukan?

Mata India yang penuh tanya itu terntu saja terbaca oleh Letnan Paris. Namun, lelaki itu

(6)

memutuskan untuk berpura-pura tak tahu.

“Kenapa kau menatapku seperti itu?” tanyanya kemudian.

India mengalihkan mata, merasa malu ketika menyadari bahwa dia telah terpaku menatap Letnan Paris tanpa berkedip selama beberapa lama.

“Ti-tidak,” India mencari kata yang tepat untuk mendeskripsikan perasaan. “K-kau hanya terlihat berbeda,” simpulnya kemudian.

(7)

Kali ini senyuman Letnan Paris berubah menjadi seringaian penuh rahasia.

“Mungkin suasana hatiku sedang baik.” Letnan Paris menjawab sambil lalu. “Jadi, apa yang kau inginkan lebih dulu? Mandi? Atau makan?”

“Mandi.” India langsung memutuskan dengan cepat.

Penampilannya pasti sangatlah kusut ketika bangun tidur dan melihat bagaimana segarnya Letnan Paris pagi ini, entah kenapa dia

(8)

langsung merasa rendah diri dan tak layak berhadapan dengan lelaki itu.

Mungkin dirinya tak akan pernah bisa menyandingi pesona Letnan Paris, tetapi setidaknya dengan mandi dia bisa lebih segar dan siap menghadapi hari.

Letnan Paris menganggukkan kepala dan berdiri dari duduknya di tepi ranjang.

“Baiklah. Aku sudah menyiapkan air hangat untukmu.” Mata Letnan Paris mengawasi India lambat- lambat, seolah menyimpan gairah terpendam di sana. “Apakah kau

(9)

ingin aku membantumu mandi? Aku bisa menggosok punggungmu... dan yang lain-lainnya,” ujarnya menawarkan.

Seketika India menggelengkan kepala. Kalimat pamungkas Letnan Paris itu terasa mengerikan dan menggema di dalam kepalanya.

Meskipun begitu, India memutuskan untuk tidak menolak secara gamblang, dia tahu bahwa kadang-kadang, penolakan hanya akan membuat lelaki seperti Letnan Paris merasa tertantang dan malahan melakukan apa yang tidak diinginkannya.

(10)

“Kau sudah berpakaian rapi. Aku tidak ingin pakaianmu basah.” India menjawab cepat memberikan alasan. “A-aku bisa mandi sendiri,”

sahutnya kemudian.

Tatapan Letnan Paris dipenuhi senyum mengejek ke arah India mendengar kalimat India itu.

“Maksudku dengan kalimat ‘yang lain-lainnya’ itu adalah aku bisa membantumu mencuci rambutmu kalau kau mau.” Lelaki itu seolah menertawakan pikiran India yang sudah melayang kemana-mana dan salah mengartikan kalimatnya.

(11)

Ketika dilihatnya pipi India memerah karena malu, Sang Letnan mengangkat bahu. “Baiklah, karena kau tak mau dibantu, maka aku akan menunggumu di dapur. Keluarlah jika kau sudah siap.” Setelah berucap, Letnan Paris kemudian melangkah pergi meninggalkan ruangan.

***

T

entu saja India benar.

Letnan Paris tak bisa menahan seringaian penuh kepuasan di bibirnya ketika menyadari bahwa

(12)

India ternyata sudah cukup mengenalnya untuk mengetahui bahwa memang ada yang berbeda dari dirinya.

Segala peristiwa yang berhubungan dengan India beberapa waktu terakhir kemarin membuatnya menahan diri untuk memuaskan hasrat keji di dalam jiwanya dengan cara menumpahkan darah orang lain. Dia memutuskan untuk memasang benteng kuat yang menahan sisi gelap dirinya dan memusatkan perhatiannya kepada India seorang.

(13)

Namun, ternyata dia adalah manusia beruntung. Bahkan ketika dia berada jauh dari penjara kota, alam telah memberikan ‘mangsa’

yang tepat untuk memuaskan hasrat predatornya. Itu adalah

‘mangsa’ yang diizinkan India untuk dia habisi dengan tuntas.

Ketika menyiapkan sup jagung hangat untuk India, mata Letnan Paris berkilat oleh rasa senang yang meluap-luap.

Semalam dia menghindari darah karena dia tidak ingin meninggalkan jejak yang kemungkinan bisa

(14)

diendus oleh India, karena itulah dia menggunakan metode paling efektif untuk memenuhi permintaan India, melenyapkan wanita pengganggu itu sepenuhnya.

Meskipun tak ada darah yang membuat adrenalinnya meluap- luap dan membuat sisi gelap dirinya bersorak-sorai dipenuhi rasa senang, tetapi mendengar teriakan- teriakan Nora yang memohon untuk diselamatkan sampai suaranya serak dan habis sudah cukup memuaskannya. Dinikmatinya nuansa ketakutan yang membekap Nora semakin kuat saat sedikit demi

(15)

sedikit tubuhnya tertutupi oleh tanah yang mengubur dan menenggelamkannya. Disesapnya aliran kesenangan yang membanjirinya saat rintihan terakhir Nora akhirnya tenggelam oleh tumpukan tanah yang kemudian dia padatkan tanpa ampun, mengubur Nora hidup- hidup hingga membuat perempuan itu tak bisa bersuara lagi untuk selamanya.

Jika Jenderal Akira menggunakan keahliannya memakai pisau dengan efektif, memperhitungan dengan pasti metode pemberian rasa sakit

(16)

dengan keakuratan yang direncanakan, Letnan Paris selalu memilih berlambat-lambat dalam menghabisi mangsanya jika dia mendapatkan kesempatan. Dia selalu menikmati akumulasi kengerian yang bertambah sedikit demi sedikit dan kemudian memekat dari calon korban- korbannya. Karena itulah sedapat mungkin dia selalu membuat korbannya melalui proses kematian yang lama, dengan rasa sakit yang bertambah intens sedikit demi sedikit hingga kemudian tak tertahankan lagi.

(17)

Hari ini suasana hatinya memang sedang baik, karena satu nyawa yang melayang secara keji, telah memuaskan hasrat membunuhnya sampai tuntas.

Mungkin, dia bisa menahan sampai beberapa waktu lagi sebelum keinginan membunuhnya datang untuk meminta dipuaskan kembali. Kecuali jika Jenderal Akira atau India memintanya membunuh lagi, sudah pasti dia akan melakukannya dengan senang hati dan tak perlu menunggu lebih lama.

(18)

Suara pintu yang terbuka membuat Letnan Paris mengangkat pandangannya dan seringainya langsung melebar ketika melihat India membuka pintu ruang dapur yang menyatu dengan ruang makan tersebut. Letnan Paris memang sengaja mengambil satu ruangan di dekat kamar mereka untuk digunakan sebagai dapur dan ruang makan, supaya India tak perlu memforsir kakinya untuk melangkahkan kaki dari satu tempat ke tempat yang lain.

Perempuan itu sudah mandi dan tampak segar, dengan rambut

(19)

sedikit basah yang sepertinya dikeringkan seadanya dengan menggunakan handuk yang tersedia di sana.

Kepuasan tampak muncul di bibir Letnan Paris ketika dilihatnya India melangkah dengan tertatih dengan berpegangan pada pagar yang khusus dipasangnya di dinding sebagai tumpuan India berjalan.

Ketika India sudah berada di dekatnya, Letnan Paris mengulurkan tangannya ke arah perempuan itu lalu menggenggam erat tangan mungil India dengan

(20)

telapaknya yang kokoh dan kuat sebelum kemudian menarik perempuan itu mendekat dan membiarkan dirinyalah yang sekarang menjadi tumpuan India.

Perlahan dihelanya tubuh perempuan itu untuk duduk di kursi kayu yang telah disediakannya di depan meja makan tersebut. Lelaki itu kemudian menyentuhkan jemarinya di helaian rambut India yang basah dan membawa helaian basah itu ke mulutnya untuk kemudian mengecupnya lembut.

(21)

“Kalau kau tidak mengeringkan rambutmu dengan benar, kau bisa sakit.” Letnan Paris berucap sambil melepaskan sentuhannya di rambut India. Lelaki itu kemudian bergerak menuju ke salah satu laci penyimpanan dan mengeluarkan handuk putih tebal yang terlipat rapi dari sana.

Dalam sekejap, sang Letnan sudah berdiri lagi di belakang India dan menggosokkan handuk itu ke rambut India dengan lembut, membuat India terkesiap karena terkejut.

(22)

India seketika menolehkan kepala ke belakang untuk menatap lelaki itu, matanya melebar, penuh kesungguhan.

“Letnan, kau tidak perlu... aku bisa melakukannya sendiri.”

“Ssh,” Letnan Paris mengisyaratkan supaya India tak bersuara. Dengan lembut tangannya menggosokkan handuk itu memutar di kepala India, mengusap setiap helaian rambut India untuk menyerap kelembapan yang tersisa di sana.

(23)

Pada akhirnya, India hanya bisa terdiam, tidak bisa menolak apa yang dilakukan oleh Letnan Paris kepadanya, membiarkan lelaki itu mengeringkan rambutnya sampai benar-benar kering.

Entah kenapa dari gerakan Letnan Paris yang lambat-lambat seolah menikmati itu, India merasa bahwa Letnan Paris sangat menikmati kegiatan sederhana mengeringkan rambutnya seperti saat ini.

Setelah Letnan Paris meletakkan kembali handuk tersebut ke tempat

(24)

pakaian kotor, lelaki itu kemudian mengambil tempat duduk di samping India dan menyodorkan mangkuk berisi sup jagung ke arah India. Menu sarapan mereka adalah jenis menu sarapan yang biasa ada di After Earth, roti dengan sup jagung, salad sayuran dan juga buah-buahan. Terkadang Letnan Paris juga menyediakan sup daging dengan sayuran hangat yang sangat lezat untuk dimakan.

“Habiskan makananmu.” Letnan Paris berucap sambil meraih mangkuk sup untuk dirinya sendiri.

(25)

“T-terima kasih.” India mengambil supnya sambil melirik ke arah Letnan Paris yang mulai makan, lalu dia terpaku dan tak bisa mengalihkan pandangannya.

Letnan Paris tentu tahu kalau sedang diamati, lelaki itu menatapkan mata birunya ke arah India dan langsung bertanya.

“Ada apa?” tanyanya.

India mengalihkan pandangan, seolah bingung hendak berucap apa. Pada akhirnya, dia mengutarakan juga apa yang terlintas di benaknya.

(26)

“Aku... tadinya kupikir kau sudah memakan sarapanmu terlebih dahulu.” Biasanya, ketika India datang ke dapur untuk sarapan ataupun makan, Letnan Paris sudah lebih dahulu menyantap makanannya. Karena itulah, kesempatan untuk sarapan bersama seperti ini, sangat jarang dialami oleh India.

Dengan senyuman misterius, Letnan Paris menyuap makanannya, dan barulah lelaki itu menjawab pertanyaan India.

(27)

“Aku memutuskan untuk menunggumu supaya kita bisa sarapan bersama,” jawab Letnan Paris tenang.

India sudah menyuapkan beberapa suap sup jagung yang lezat itu hingga tanpa terasa dia hampir menandaskan sarapannya.

Setelah dia melahap suapan terakhir sampai tandas, diletakkannya sendoknya dengan hati-hati, lalu perempuan mengangkat alisnya sambil menatap Letnan Paris dengan penuh rasa ingin tahu.

(28)

“Apakah ini ada hubungannya dengan suasana hatimu yang baik pagi ini?” tanyanya kemudian.

Letnan Paris menyeringai. “Aku memutuskan bahwa sebagai suami istri, kita akan melakukan apa yang dilakukan oleh suami istri.”

Tatapannya menajam dipenuhi oleh sikap mencela ketika dilihatnya pipi India yang memerah. “Maksudku, sarapan bersama, duduk bersama, menghabiskan waktu bersama dan tidur bersama,” sambungnya kemudian.

(29)

“Oh,” India tak mampu menanggapi lebih, pipinya memerah ketika dia memutuskan untuk menghabiskan potongan rotinya yang tersisa, menggunakannya untuk menyapu kuah sup jagung di dasar mangkuknya, lalu melahapnya sampai habis.

Letnan Paris tersenyum puas mengamati India yang melahap makanannya sampai habis. Lelaki itu lalu beranjak berdiri, mengambil nampan dan mengangkat semua piring dan mangkuk kotor yang ada di meja makan sebelum kemudian

(30)

membawanya ke bak cuci piring dan mencui peralatan makan mereka sampai bersih.

Keheningan tercipta di antara mereka ketika India mengamati punggung kokoh Letnan Paris yang tampak cekatan mencuci seluruh peralatan makan itu. Ini adalah sejenis keheningan yang damai yang seharusnya dipertahankan lama.

Namun, rasa ingin tahu India akhirnya mengalahkan semuanya dan membuatnya memutuskan memecah keheningan itu dengan mengajukan pertanyaannya.

(31)

“Kenapa suasana hatimu baik pagi ini?” Pertanyaan itu terus mengganggu benak India sehingga dia akhirnya menanyakannya.

Bagaimanapun, Letnan Paris selalu tampak cerah setelah menjalankan tugas ‘algojonya’ dan India memiliki firasat buruk menyangkut itu. Dia ingin menyingkirkan pikiran buruknya, karena itulah dia bertanya.

Setelah mengelap tangannya dengan handuk bersih dan mengeringkannya, Letnan Paris meletakkan handuk tersebut ke

(32)

tempat kain kotor, lalu membalikkan tubuhnya untuk menghadap ke arah India.

“Apakah aku terlihat begitu berbedanya sehingga kau memutuskan bertanya?” sahutnya kemudian dengan nada misterius.

India menggelengkan kepala tipis. Matanya menatap Letnan Paris seolah menimbang-nimbang.

“T-tidak... hanya saja....” India bingung harus mengatakan apa yang ada di dalam pikirannya atau tidak. “M-maksudku... suasana hatimu selalu lebih baik kalau kau...

(33)

kalau kau....” Suara Inda tersekat, tak mampu mengatakannya.

“Kalau aku membunuh orang?”

Dengan berbaik hati, Letnan Paris melanjutkan kata-kata India yang tak mampu dituntaskannya.

India tampak serba salah. “K- kurasa karena kau... biasanya suasana hatimu baik jika kau baru pulang dari... penjara?” sahutnya kemudian.

Letnan Paris terkekeh.

“Tak kusangka ternyata kau sangat mengenalku India. Aku tersanjung karena kau ternyata

(34)

selalu memperhatikanku selama ini.” Sinar misterius di mata Letnan Paris tampak semakin pekat, membuat firasat buruk yang membayangi hati India terasa semakin pekat. “Mungkin, suasana hatiku baik karena aku hendak menemui Jenderal Akira malam ini.”

Ekspresi sang Letnan seolah merahasiakan sesuatu, tetapi India tahu bahwa jika Letnan Paris tak ingin mengatakan sesuatu kepadanya, maka tak ada sesuatupun di dunia ini yang bisa membuat lelaki itu mengatakannya.

India akhirnya memutuskan untuk

(35)

memangkas rasa ingin tahunya sampai di sini dan mengalihkan perhatiannya kepada percakapan lain.

“K-kau hendak menemui Jenderal Akira? Apakah kau... akan bertugas?” Jika memang Letnan Paris akan menemui Jenderal Akira untuk menjalankan tugas algojonya, maka pantaslah jika lelaki itu merasakan suasana hatinya baik.

India tahu bahwa Letnan Paris harus terus membunuh secara konstan untuk menjaga supaya sisi gelap di dalam jiwanya tetap stabil.

(36)

Meskipun benaknya tak mungkin menyetujui adanya nyawa yang tercabut hanya untuk memuaskan nafsu membunuh seseorang, tetapi dia tak punya kekuatan untuk mencegah hal itu terjadi. Dia tahu bahwa hal itu harus dilakukan supaya sisi kejam Letnan Paris tidak mengambil alih jiwanya dan membuatnya menjadi gila hingga kemudian harus dikurung seperti hewan buas di ruang bawah tanah gelap sampai menjelang kematiannya.

(37)

Letnan Paris mengawasi perubahan ekspresi India dan tersenyum.

“Bisa dibilang ini adalah waktu cutiku jadi aku tidak sedang bertugas. Akulah yang meminta izin untuk menghadap.”

Mata India melebar seketika.

“Apakah... apakah kau... sudah tidak tahan lagi?” tanyanya kemudian.

“Kau berpikir aku datang menghadap Jenderal Akira karena aku sudah tak tahan lagi membuaskan nafsu membunuhku?”

(38)

tanya Letnan Paris memperjelas pertanyaan India.

India langsung menganggukkan kepalanya. Kalau dipikir-pikir, sudah bebeberapa lama sejak kasus India ini, Letnan Paris tidak menjalankan tugasnya sebagai algojo, ditambah lagi sekarang dia mengambil cuti.

Kalau begitu, saat ini sang Letnan pasti sudah berada di tebing batas keinginannya untuk membunuh, bukan?

Apa yang dipikirkan oleh India kembali terpatri jelas di wajahnya, karena itulah Letnan Paris tiba-tiba

(39)

bergerak cepat dan meraup tubuh India serta membawanya ke dalam gendongan, membuat India memekik terkejut karena tubuhnya tiba-tiba saja sudah terayun tinggi di dalam gendongan Letnan Paris yang kokoh.

“Letnan?” India merasakan jantungnya berdebar ketika sang Letnan membawanya keluar dari pintu dapur itu dan langsung menuju ke arah ruang tamu.

“Jangan mengkhawatirkanku.”

Pandangan Letnan Paris lurus ke depan ketika menjawab pertanyaan

(40)

India. “Aku meminta izin menghadap kepada Jenderal Akira karena ada sesuatu yang ingin kusampaikan. Mengenai nafsu membunuhku yang harus dituntaskan secara konstan, aku sudah membereskannya.”

Wajah India langsung pucat.

“Membereskannya?” Tangannya bergerak mencengkeram kain kemeja hitam Letnan Paris di bagian dadanya. “K-kau... tidak berkeliaran di sekitar sini dan... dan membunuh penjahat secara acak, bukan?”

(41)

Bibir Letnan Paris terurai dalam senyuman aneh yang tak bisa ditebak maknanya.

“Aku tidak pernah membunuh seseorang secara acak,” jawabnya kemudian, menyisakan teka-teki yang memusingkan kepala.

Ketika India membuka mulutnya untuk bertanya kembali, tiba-tiba saja Letnan Paris berucap terlebih dahulu, hingga pertanyaan yang menggantung di mulut India tak sampai bisa terlontar.

“Kurasa, sudah cukup mengenai diriku. Bagaimana dengan dirimu?”

(42)

Mereka berjalan memasuki ruang tamu besar yang sekaligus menjadi ruang duduk rumah itu. Perlahan Letnan Paris meletakkan India di sofa besar yang ada di sana sebelum kemudian mengambil tempat duduk di sebelahnya.

“Bagaimana dengan perutmu?”

Letnan Paris menanyakan pertanyaan itu dengan hati-hati, tahu efeknya terhadap India.

Dan benarlah adanya, India jadi menatap ke arah perutnya, lalu tangannya mengusap ke sana, ke tempat dimana bayi mungilnya

(43)

pernah bersemayam sejenak, lalu sekarang sudah tak ada lagi di sana.

Tatapan India seketika berubah getir ketika membalas mata biru yang melemparkan pandangan menyelisik kepadanya.

“Kenapa kau bertanya? Itu tidak ada hubungannya denganmu.” Tak bisa menahan diri, suara India berubah dingin ketika berucap.

Letnan Paris menipiskan bibir, tahu bahwa ketika dia mengangkat pembicaraan mengenai perut India ke permukaan, dirinya akan selalu

(44)

menghadapi sisi India yang tak pernah memaafkannya ini.

“Tentu saja itu ada hubungannya denganku. Apakah kau lupa bahwa kau harus sembuh supaya kau bisa mendapatkan serum regenerasi itu?” sahutnya tanpa emosi.

India menggigit bibirnya, tangannya terkepal menunjukkan bahwa perempuan itu sedang menahan emosinya. Tadi, dirinya lupa dan dihanyutkan oleh sikap bersahabat Letnan Paris yang riang dan ramah dan mungkin berhubungan dengan suasana

(45)

hatinya yang sedang baik. Akan tetapi, sekarang India telah teringat lagi bahwa lelaki yang ada dihadapannya ini tidaklah seperti yang ditampilkannya, kebaikannya hanyalah topeng dan jika India tidak berhati-hati, maka dia akan terhanyut dan digerus oleh sang Letnan.

“Untuk apa kau

mengkhawatirkan kondisiku lagi?

Bukankah sekarang tak ada bedanya lagi apakah kakiku sembuh atau tidak? Dulu kau ingin aku sembuh karena kau mengira ingin membunuhku dan aku hanya bisa

(46)

dibunuh jika aku sehat dan tidak lemah. Namun, sekarang kau tidak ingin membunuhku lagi, bukan?

Kesehatan kakiku bukanlah persyaratan utama yang harus kau penuhi lagi untuk sekarang.” India menengadah, menatap Letnan Paris dengan menantang.

Ada kilatan di mata biru Letnan Paris ketika balas menatap India.

Meskipun begitu, suara lelaki itu tetap tenang tanpa emosi.

“Aku suamimu. Tentu saja aku ingin istriku sehat,” jawabnya lambat-lambat.

(47)

India langsung mendekus, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak bersikap sinis.

“Tidak ada seorang suami pun di dunia ini yang menyakiti anak yang dikandung oleh istrinya sendiri,”

gumamnya kemudian.

Nuansa di sekeliling mereka yang tadinya dipenuhi oleh aura damai tiba-tiba berubah kelam dan mengerikan seiring dengan berakhirnya kalimat terakhir yang diucapkan oleh India itu.

Ekspresi Letnan Paris menggelap ketika lelaki itu tiba-tiba bergerak

(48)

mundur lalu mengangkat kaki India yang sakit ke atas sofa dan meluruskannya hingga kaki itu tertumpang di pangkuannya.

“Aku akan berpura-pura tidak mendengar kalimatmu yang terakhir tadi,” ucap Letnan Paris tenang. Tangannya lalu menyusuri pergelangan kaki India, menyingkap roknya yang semata kaki hingga tersingkap ke atas seiring dengan gerakan tangannya.

Sentuhan lelaki itu seringan bulu, menggulirkan nuansa menyengat dari ujung jemarinya ke permukaan

(49)

kulit India dan membuat India terkesiap dan refleks berusaha menarik kakinya. Sayangnya, Letnan Paris mencengkeram kakinya dengan kuat, membuat India tak bisa menarik kakinya dari pegangan lelaki itu.

India tahu bahwa dia telah mempertaruhkan dirinya, tetapi dia tak bisa berhenti sampai di sini.

Letnan Paris bisa berpura-pura tak mendengarkannya, namun India tak akan pernah lupa untuk mengingatkan Letnan Paris bahwa menyangkut apa yang terjadi

(50)

kepada bayinya, India tak akan pernah memaafkannya.

“Kenapa kau harus berpura-pura tak mendengarku, Letnan? Aku hanya ingin kau mengetahui bahwa perbuatanmu itu, yang membuat bayiku tiada adalah sebuah dosa yang tak akan kumaafkan.”

Mata Letnan Paris menajam.

“Bukankah sudah kubilang bahwa aku tidak memerlukan maafmu?

Karena aku tidak pernah merasa bersalah atas yang kuperbuat.

Bagiku, jika langkah itu harus diambil untuk kesembuhanmu, jika

(51)

jalan itu masih bisa ditempuh dan tak melanggar kode etikku, maka aku akan melakukannya.”

“Bagaimana bisa itu tak melanggar kode etikmu? Apa salah bayi dalam kandunganku?

Bukankah dia adalah makhluk yang lemah dan tak bersalah?”

“Dia belum menjadi manusia. Dia tidak masuk ke dalam daftar kode etikku. Lagipula, keputusan dewan kesehatan itulah yang membuat bayi itu terluka. Bukan diriku.” Mata Letnan Paris berkilat dengan licik.

“Ya, aku memang yang mengajukan

(52)

pemberikan serum itu kepadamu.

Namun, siapa yang kau pikir memberikan persetujuan untuk aplikasi serum itu ke tubuhmu?

Bukan aku pelakunya. Dewan kesehatan yang menentukannya.

Bahkan ketika saat itu dewan kesehatan tidak menyetujui aplikasi serum itu ke tubuhmu, aku tidak akan bisa berbuat apa-apa, kan?

Nyatanya, dewan kesehatan yang menyetujui aplikasi serum itu. Kalau begitu, bukankah seharusnya kau menumpahkan kemarahanmu kepada dewan kesehatan dan bukan

(53)

kepadaku?” tanya Letnan Paris dengan telak.

Jawaban Letnan Paris yang manipulatif itu membuat India terperangah kehilangan kata-kata.

Dia benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Letnan Paris yang tak bisa dipahaminya. Pada saat itulah, tangan Letnan Paris menyentuh bekas luka tembakan di kaki India yang telah meninggalkan parut dalam dan jelek di sana. Sisi- sisinya yang meradang membuat sekitar parut itu terlihat bengkak dan memerah.

(54)

“Jangan sentuh,” India berusaha menarik kakinya dengan putus asa ketika Letnan Paris mendaratkan jemarinya di sana. Sayangnya, sekali lagi penolakan India tak ada artinya bagi lelaki itu.

“Ini kelihatannya sakit. Apakah kau menahan kesakitan selama ini?”

Letnan Paris bertanya cepat, mengalihkan pembicaraan mereka dengan halus sementara matanya tampak mengawasi kaki India dengan saksama.

Pada saat itulah India menyadari posisinya yang vulgar. Dia duduk di

(55)

sofa dengan sebelah kaki terangkat lurus di atas pangkuan Letnan Paris dengan rok yang tersingkap sampai atas lututnya hingga ke pertengahan pahanya, sementara telapak tangan lelaki itu yang dingin mengusap di sana dengan usapan intim dan setengah kurang ajar.

Hal itu membuat pipi India memerah ketika dia memalingkan muka, tak mampu menatap ke arah Letnan Paris.

“Tidak terlalu sakit. Dokter Frederick memberikan obat penghilang sakit dosis tinggi

(56)

untukku. Itu untuk menghilangkan rasa sakit di kakiku... sekaligus di rahimku,” jawabnya perlahan.

“Baguslah.” Letnan Paris sengaja menambahkan kalimatnya dengan kejam. “Baguslah kau sudah tidak mengandung lagi, jadi kau bisa minum obatmu dengan baik.”

India melebarkan mata, ingin

mengucapkan kalimat

kemarahannya untuk menyanggah kekejaman Letnan Paris yang tak berperasaan. Namun, tatapan tajam Letnan Paris membuat India terpaku

(57)

dengan suara tersekat di tenggorokan, tak bisa berkata-kata.

Itu adalah jenis tatapan tajam dari predator yang tengah mengincar mangsanya.

“Sampai berapa lama lagi kau akan menyadarinya, India? Bahwa bagiku saat ini hanya kau yang terpenting? Aku tak peduli dengan makhluk lain di dunia ini. Kau tidak bisa menumbuhkan rasa bersalahku karena mengorbankan makhluk lain demi dirimu. Jika ada makhluk lain yang harus mati di tanganku demi

(58)

dirimu, maka sudah pasti, itu adalah kesalahanmu.”

Tanpa memberikan kesempatan pada India untuk menyanggah kalimatnya, Letnan Paris membungkukkan tubuh dan mengangkat kaki India, lalu mendaratkan ciuman di kaki India, tepat di bekas tembakannya. Mata lelaki itu begitu tajam ketika melabuhkan bibirnya di sana sambil mencengkeram kaki India kuat sehingga perempuan itu tak bisa menariknya.

(59)

“Saat ini kesembuhan kakimu adalah yang utama. Camkan perkataanku ini baik-baik. Aku akan melakukan segalanya supaya kakimu sembuh,” ucapnya penuh tekad dan janji yang menusuk hingga membuat bulu kuduk berdiri.

***

J

enderal Akira menatap ke jendela gelap yang terbentang di hadapannya. Langit After Earth sudah tampak kelam dan membentang di seluruh pemandangan dari jendela kaca itu,

(60)

sementara sosok Letnan Paris yang berdiri tegak dengan sikap militer di belakangnya, tampak terpantul jelas dari bayangan kaca di depannya.

Dia telah mendengarkan seluruh penjelasan Letnan Paris dan dia sendiri telah mengirimkan timnya untuk melakukan penyelidikan langsung ke lokasi pembunuhan.

“Apakah kau mengerti bahwa kau telah melakukan pelanggaran serius kali ini? Yang pertama, kau mengizinkan orang lain selain diriku memegang kendali atas kode etikmu. Yang kedua, kau melakukan

(61)

pembunuhan di luar perintahku.”

Suara Jenderal Akira terdengar dalam dan serius, begitupun dengan ekspresinya yang sangat gelap.

Letnan Paris menganggukkan kepalanya dengan ekspresi tenang.

“Saya mengerti, Jenderal. Karena itulah saya datang kemari untuk menyerahkan diri.”

Jenderal Akira membalikkan tubuhnya dengan cepat, menatap Letnan Paris dengan tatapan menusuknya yang tajam mengerikan.

(62)

“Kau datang kemari untuk menyerahkan diri dan melindungi India. Tidak tahukah kau bahwa setelah kau melibatkan dirimu dengan India, kau banyak melakukan perbuatan yang melanggar peraturan dan membahayakan kesepakatan kode etik di antara mereka? Saat ini kau sedang berada dalam pengawasan dan mereka akan memeriksa kondisi mentalmu dalam waktu dekat.

Apakah kau pikir, jika mereka menemukan bahwa kau sudah rusak dan tidak bisa diperbaiki lagi, maka aku bisa melindungimu?”

(63)

“Jika memang hasil penyelidikan menunjukkan bahwa saya tidak bisa diperbaiki lagi, maka saya akan menyerahkan diri.”

Jenderal Akira mendekus marah.

“Kau adalah anak buahku yang setia dan aku memperlakukanmu dengan istimewa berdasarkan kesepakatan kode etik kita. Namun, jika hukum menyatakan kau bersalah, aku tak akan bisa melindungimu lagi.” Jenderal Akira menyipitkan matanya. “Kau pasti datang kepadaku dengan pengetahuan bahwa India tidak

(64)

akan bisa lepas dari masalah ini, bukan? Pembunuhan ini, entah India benar-benar menginginkannya atau tidak, tetap saja dilakukan atas keinginan India sebagai pemegang kode etikmu yang kau penuhi sebagai pelaksana. Kalau mereka semua mengetahui mengenai pembunuhan dan pelanggaran kode etik yang kau lakukan bukan atas perintah dariku, mereka semua tak akan melepaskan India begitu saja dalam kasus ini. Jika kau dihukum, India juga dianggap bertanggung jawab dan dia juga akan dihukum.”

(65)

Mata biru Letnan Paris tampak berkilat.

“Saya bertekad menghabiskan hidup dan mati saya bersama India.

Jika saya bebas dan hasil pengawasan menunjukkan bahwa saya masih aman, maka saya bertekad untuk hidup bersama India sampai mati.” Ekspresi Letnan Paris menggelap ketika melanjutkan perkataannya kemudian. “Namun, jika saya dinyatakan rusak dan berbahaya dan harus masuk ke dalam kurungan sampai mati, maka saya akan membawa India bersama saya.”

(66)

“Kau tidak akan bisa membawa manusia normal ke dalam penjara kurunganmu di bawah tanah. Jika kalian berdua diputuskan bersalah, maka India akan menjalani hukumannya sendiri terpisah darimu.” Jenderal Akira mengemukakan kenyataan yang mungkin terjadi dengan gamblang, ingin membuat Letnan Paris menyadari betapa fatalnya tindakan yang telah dia lakukan tanpa pikir panjang semalam.

Lelaki itu bukan hanya membahayakan dirinya sendiri, tetapi juga membahayakan India.

(67)

Sayangnya, ekspresi Letnan Paris tetap tidak berubah. Bibirnya menipis dan matanya bersinar penuh tekad ketika berucap kemudian.

“Jika saya tidak memungkinkan membawa India dalam kondisi hidup, maka saya akan membawanya dalam kondisi mati, atau dalam bentuk abu yang menyatu dengan tubuh saya.”

Bersambung ke Part berikutnya

(68)

DO NOT COPY

COPYRIGHT BY PSA [ PROJECTSAIRAAKIRA ] Follow Instagram @projectsairaakira

www. projectsairaakira.com

aplikasi @GooglePlay : PSA Vitamins Reader EBOOK PSA TERSEDIA DI GOOGLE PLAYBOOK

Kata kunci playbook: sairaakira

KONTEN INI TIDAK TERSEDIA DI PLATFORM LAIN

Jika Anda mendapatkan akses baca part ini bukan melalui website projectsairaakira.com/ aplikasi PSA Vitamins Readers,

maka Anda telah membaca dari sumber ilegal dan ikut serta dalam tindakan akses ilegal serta penyebaran bajakan yang merupakan tindakan kriminal dan dapat kami proses secara

hukum.

Referensi

Dokumen terkait

Upaya pembimbing adalah usaha untuk mencapai sesuatu maksud, mencegah persoalan atau mencari jalan keluar suatu masalah yang diinginkan. Maksud dari upaya pembimbing

1. Konstanta sebesar 34,340 menyatakan bahwa jika tidak ada nilai religiusitas. Menyatakan bahwa setiap penambahan 1 nilai religiusitas, maka nilai partisipasi

Isu-isu pada aspek sumber daya dan lingkungan di Negeri Nusaniwe adalah adanya abrasi pantai dari 1-2 meter/tahun, terumbu karang dirusak oleh nelayan andon

a) Dalam penulisan ini penulis menyarankan, bahwa perlu mempercepat terbitnya Peraturan Walikota (PERWALI) mengenai pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Gambar 4.15 Tampilan Halaman Tambah Premi Jika user login sebagai karyawan maka akan muncul data premi yang dimiliki oleh karyawan tersebut beserta manpowernya.

Peserta mengikuti interview tentang pengembangan usaha yang mereka miliki, dalam hal ini tenant wajib membuat business plan yang harus di presentasikan di depan seluruh

18 Berdasarkan tabel 4 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar petani-peternak memiliki pengalaman yang sudah cukup banyak dalam berusahatani padi yaitu 5 –

(3) Tata cara pembuatan dan format surat tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Nomor 13 dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak