• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN FIQIH MUAMALAH TERHADAP PELAKSANAAN JUAL BELI DURIAN DI JORONG IV NAGARI SUNGAYANG KECAMATAN SUNGAYANG SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN FIQIH MUAMALAH TERHADAP PELAKSANAAN JUAL BELI DURIAN DI JORONG IV NAGARI SUNGAYANG KECAMATAN SUNGAYANG SKRIPSI"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN FIQIH MUAMALAH TERHADAP PELAKSANAAN JUAL BELI DURIAN DI JORONG IV NAGARI SUNGAYANG

KECAMATAN SUNGAYANG SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum (SH) Jurusan Hukum Ekonomi Syariah

Oleh :

Nurul Azmi NIM. 15 3013 00039

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR

2020

(2)

i

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv ABSTRAK

NURUL AZMI, NIM 15301300039, Judul SKRIPSI “Tinjauan Fiqh Muamalah Terhadap Pelaksanaan Jual Beli Durian di Jorong IV Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang, Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar tahun 2020.

Pokok permasalahan skripsi ini adalah Bagaimana pelaksanaan jual beli durian di Jorong IV Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang dan Bagaimana Tinjauan Fiqh muamalah terhadap jual beli durian di Jorong IV Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang. Tujuan pembahasan ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan jual beli durian di Jorong IV Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang dan Tinjuan fiqh muamalah terhadap jual beli durian di Jorong IV Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian lapangan (fiel research), dengan teknik pengumpulan data adalah wawancara, obsevasi dan dokumentasi. Sumber data primer diantaranya penjual durian (10 orang), Pembeli durian (10 orang) dan sumber data sekunder yaitu dokumen-dokumen terkait seperti dokumentasi, bukti transaksi jual beli seperti, buku-buku fiqih muamalah serta Karya Ilmiah lainnya yang mendukung penulisan skripsi penulis, adapun teknik analisis data yang dilakukan dengan cara menghimpun sumber-sumber data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, membaca sumber-sumber data yang telah dikumpulkan, membahas masalah-masalah yang diajukan, kemudian mengambil kesimpulan akhir terhadap pelaksanaan Jual beli durian di Jorong IV Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang.

Teknik pengumpulan data adalah melalui wawancara langsung dengan penjual dan pembeli batang durian di Jorong IV Nagari Sungayang, Kecamatan Sungayang, Kabupaten Tanah Datar. Manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan kontribusi dalam rangka memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan jual beli durian di Jorong IV, Nagari Sungayang, Kecamatan Sungayang, Kabupaten Tanah Datar yang dapat memberikan bahan dan masukan serta referensi bagi penelitian terkait yang dilakukan selanjutnya serta salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Batusangkar.

Temuan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa pelaksanaan jual beli durian yang dilakukan di Jorong IV Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang dilaksanakan dengan cara pembeli mendatangi penjual durian untuk membeli durian dan menanyakan berapa harga durian per batang. Kemudian penjual menetapkan harga jual durian per batang dengan melihat kuantitas durian pada masing-masing batang. Semakin lebat buah durian maka harga yang ditaksir akan semakin tinggi. Setelah penjual dan pembeli menyepakati harga durian per batang barulah pembeli membayar uang muka kepada penjual dan sisanya akan dibayar dikemudian hari berdasarkan jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan, namun ada juga pembeli yang membayar lunas buah durian yang dibeli tersebut. Kepemilikan batang durian akan dikuasai sepenuhnya oleh pembeli ketika pembeli akan memanen

(6)

v

buah durian baik dalam keadaan sudah matang maupun masih mentah, namun kepemilikan durian akan beralih kepada penjual setelah buah durian dipanen sepenuhnya oleh pembeli. Dalam proses akad penjual tidak mengetahui apakah durian yang dijual sudah masak atau belum sehingga tidak diketahui secara jelas bagaimana kualitas dan kuantitas dari buah durian yang dijual.

Jual beli durian di Jorong IV Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang Kabupaten Tanah Datar menurut Fiqh Muamalah dapat dikategorikan sebagai jual beli yang masih pada batangnya atau disebut juga dengan jual beli mukhadarah, sedangkan jual beli tersebut dilarang dalam Islam sebagaimana dijelaskan dalam Q.S An Nisa‟ ayat 29 dan hadits-hadits yang menjelaskan tentang keharamannya.

Kemudian dala praktek jual beli durian tersebut juga terdapat wanprestasi dimana penjual dan pembeli yang sepakat untuk membayar secara lunas ataupun dengan uang muka dan sisanya akan dibayar dikemudian hari sesuai dengan kesepakatan, namun pembeli mengingkarinya dengan mengulur-ulurkan waktu dengan alasan adanya kebutuhan lain. Padahal wanprestasi juga dilarang dalam Islam sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Al Baqarah ayat 282, Q.S Al Maidah ayat 1 dan Q.S Al Anfal ayat 55-56.

(7)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... Error! Bookmark not defined. BIODATA PENULIS ... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat dan Luaran Penelitian... 7

F. Definisi Operasional ... 8

BAB II ... 9

LANDASAN TEORI ... 9

A. Landasan Teori ... 9

1. Jual Beli ... 9

a. Pengertian jual beli ... 9

b. Rukun dan syarat sah jual beli ... 19

c. Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya ... 25

d. Jual beli yang dilarang tapi sah hukumnya ... 26

e. Etika dalam jual beli ... 26

f. Hikmah jual beli... 28

2. Akad Jual Beli ... 29

3. Gharar ... 39

(8)

vii

a. Pengertian Gharar ... 39

b. Hukum Jual Beli Gharar ... 41

c. Jenis-Jenis Gharar ... 42

4. Wanprestasi Secara Umum ... 49

a. Pengertian Wanprestasi... 49

b. Bentuk-Bentuk Wanprestasi ... 52

c. Tuntutan Atau Dasar Wanprestasi ... 52

G. Penelitian Yang Relevan ... 55

A. Jenis Penelitian ... 58

B. Latar dan Waktu Penelitian ... 58

C. Instrumen Penelitian ... 59

D. Sumber Data ... 59

E. Teknik Pengumpulan Data ... 59

F. Teknik Analisis Data ... 60

G. Teknik Penjamin Keabsahan Data ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 62

A. Gambaran Umum Nagari Sungayang... 62

1. Sejarah Nagari Sungayang... 62

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 85 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(9)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Petani di Jorong IV Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang ... 3

Tabel 1.2 Tabel Transaksi Jual Beli Durian di Jorong IV Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang ... 5

Tabel 3.1 Time Schedule Penelitian ... 58

Tabel 4.1 Tabel Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Nagari Sungayang ... 65

Tabel 4.2 Tabel Tingkat Pendidikan Nagarui Sungayang ... 66

Tabel 4.3 Tabel Jumlah Sekolah di Nagari Sungayang... 67

Tabel 4.4 Tabel Pertanian di Nagari Sungayang ... 68

Tabel 4.5 Tabel Perkebunan di Nagari Sungayang ... 68

Tabel 4.6 Tabel Jumlah Populasi Jenis Ternak di Nagari Sungayang ... 69

Tabel 4.7 Tabel Jumlah Industri Rumah Tangga di Nagari Sungayang ... 70

(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum Islam berlaku secara universal sesuai dengan perkembangan umat manusia, bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan dan menolak segala kerusakan.Islam memberikan prioritas yang tinggi kepada akal manusia untuk menganalisa hukum-hukum syara‟, meneliti perkembangan dengan berpedoman pada nash-nash yang telah ada supaya hukum Islam bersifat elastis. Ekonomi Islam yang menjadi pedoman utama adalah petunjuk Allah berupa wahyu (Al- Qur‟an), Al-Sunnah, Ijma‟, Qiyas dan Ijtihad serta ayat-ayat qauniyah yang beterbaran di jagad raya

اهيمرتح ىلع ليلدلا لدي نأ لاإ ةحابلإ تلاماعلما فى لصلأا

“Hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilaksanakan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”

Maksud kaidah diatas adalah dalam setiap muamalah dan transaksi, pada dasarnya boleh, seperti jual beli, sewa menyewa, gadai, kerja sama (mudharabah atau musharakah), perwakilan dan lain-lain, kecuali yang tegas-tegas diharamkan seperti mengakibatkan kemudaratan, tipuan , judi dan riba.

Adapun syarat jual beli menurut jumhur ulama, sesuai dengan rukun jual beli yaitu terkait dengan subjeknya, objeknya dan ijab kabul. Selain memiliki rukun, al-bai‟ juga memiliki syarat. Hukum melakukan jual beli adalah boleh (زاىج) atau (حابه), sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 275:









































































 



















(11)

“Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan);

dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

(QS. Al-Baqarah [2] ; 275)

Menurut para ulama Fiqh, tanpa terpenuhinya rukun dan syarat jual beli maka transaksi jual beli tidaklah sah. Dalam ajaran Islam, rukun dan syarat jual beli yang harus diperhatikan meliputi adanya penjual dan pembeli, alat tukar dengan barang, serta ijab dan qabul jual beli.

Kedua belah pihak yang berakad harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut 1).Kedua belah pihak adalah orang yang berakal sehat agar tidak terkecoh.

Jual beli yang dilakukan oleh orang yang gila atau tidak sehat akalnya hukumnya adalah tidak sah. 2). Antara penjual dan pembeli sama-sama rela, dan tidak terpaksa. Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. An-Nisa' ayat 29 :

















































“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu

Bedasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa jual beli yang sah dalam hukum Islam adalah memenuhi ketentuan yang terdapat di atas salah satunya adalah barang yang akan dijadikan objek transaksi itu mestilah sesuatu yang diketahui secara tranparan baik kualitas maupun kuantitas.

Dalam hadits dijelaskan:(Albani, 2013, hal. 324)

هح لاص وذبَ ًتح روثلا اىعُبت لا : نلس و هُلع الله ًلص الله لىسر لاق : لاق ،ةرَره ٍبا يع

(12)

”Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Janaganlah kalian menjual buah yang belum benar-benar matang”.(HR Muslim)

Berikut beberapa sampel data petani di Jorong IV, Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang sebagai berikut :

Tabel 1.1

Data Petani di Jorong IV Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang

No. Nama Pekerjaan

1. AN Petani

2. DH Petani

3. D Petani

4. RD Petani

5. NR Petani

6. SF petani

7. SY Petani

8. DI Petani

9. RD Petani

10. IN Petani

Lebih jelasnya, penulis akan menjelaskan tentang jual beli durian yang belum diketahui kualitasnya untuk dipanen dalam keadaan belum matang.

Melihat kenyataan di lapangan, terjadi jual beli durian yang masih dibatang yang belum diketahui apakah sudah matang atau belum, apakah baik atau busuk (kualitas baik secara ukuran mapun bentuk) durian tersebut belum diketahui.

Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan di Jorong IV Kenagarian Sungayang pada tanggal 25 Mei 2019 terdapat praktik jual beli buah durian yang dilakukan oleh salah satu penjual durian yaitu Ibu Iwit. Penulis melakukan wawancara secara langsung dengan Ibu Iwit mengenai akad jual beli durian. Dari penjualan yang dilakukan oleh Ibu Iwit, beliau tidak mengetahui apakah durian yang dijual sudah masak atau belum. Beliau hanya sekedar menjualnya kepada pembeli per batang. Setelah Ibu Iwit berakad dengan pembeli tentang buah durian, pembeli baru mengambil durian setelah akad lebih kurang dua bulan.

Meskipun pembeli nantinya menemukan ada durian yang busuk ataupun tidak tahu berapa banyak durian yang ada di batangnya, penjual tidak lagi bertanggung jawab atas hal-hal tersebut.

(13)

Adapun yang menjadi fenomena dalam praktik jual beli buah durian yang masih berada di batang berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan dalam pelaksanaan tersebut dimana penjual dan pembeli yang ingin melakukan transaksi jual beli durian berakad di awal namun pelaksanaan akad tersebut terjadi setelah durian benar-benar matang untuk di panen.

Pembeli menghubungi pemilik batang durian dan mengunjungi tempat di mana pohon durian berada. Penjual dan pembeli melakukan transaksi di bawah batang durian tanpa mengetahui bagaimana bentuk kualitas dari durian tersebut.

Terkadang ada kualitas durian yang bagus dan ada durian yang kurang bagus.

Jadi, yang menjadi permasalahan disini adalah tidak diketahui pasti kualitas durian yang akan dijadikan objek jual beli tersebut. Apakah durian yang akan ditransaksikan tersebut berkualitas baik atau tidak. Selain itu, akad yang menjadi keharusan dalam proses jual belie juga tidak jelas.

Setelah penjual dan pembeli melakukan transaksi buah durian yang sudah di beli, pembeli tidak langsung mengambil buah durian tersebut melainkan mendirikan pondok untuk pembeli menunggu durian jatuh dari pohonnya, bahkan si pembeli tersebut juga memanfaatkan apa saja yang tumbuh di sekitar batang durian tersebut, seperti tanaman cabai, sayuran dan ubi-ubian. Jika durian sudah jatuh dari pohonnya, maka kepemilikan batang durian menjadi sepenuhnya milik si pembeli. Kemudian setelah si pembeli tadi mengelola batang durian baik buahnya dijual kepada orang lain maupun dikelola sendiri, apabila buah durian sudah habis dari batangnya, maka kepemilikan batang durian bukan hak si pembeli lagi melainkan beralih kepemilikannya kepada penjual tadi (Wawancara, pembeli durian , 25 April 2019).

Dalam hal ini, penulis pernah melihat sebuah kasus yang terjadi antara penjual durian yang memiliki batang durian dan ingin menjual kepada orang lain.

Ketika si penjual menjual buah durian di batang durian tersebut, memang telah terjadi akad jual beli namun dalam transaksinya tidak dijelaskan seperti apa objek yang akan dijual. Penjual hanya menetapkan harga langsung kepada calon pembeli dengan syarat pembeli hanya membeli buah durian saja. Apabila buah

(14)

durian telah habis, maka untuk kepemilikan batang akan tetap menjadi milik si penjual. Sedangkan pembeli hanya memanfaatkan buahnya saja.Dalam praktek ini penulis melihat adanya ketidaksesuaian transaksi yang terjadi antara kedua belah pihak.Tidak adanya penjelasan mengenai kualifikasi objek jual beli tersebut.Melihat dari kejadian seperti ini maka timbullah pertanyaan apakah jual beli seperti ini dibolehkan dalam hukum Islam atau tidak.Lebih jelasnya berikut penulis jelaskan pada tabel transaksi jual beli durian di Jorong IV Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang yang penulis rangkum dalam observasi awal pada tanggal 25 Mei 2019.

Tabel 1.2

Tabel Transaksi Jual Beli Durian di Jorong IV Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang

No Penj

Pemb

Tempa tkejadi an

Harga / Batang

Jml/

Bata ng

Total Proses Hasil Beli

Jangka Waktu Panen 1 Ita Dedi Kebun

durian 500.000 4 2.000.000 Langsung Durian masak

2 bulan

2 Iwit Ir Rumah

penjual 500.000 3 1.500.000

Cicilan (1.000.000 bayar di awal, 500.000 bayar di akhir setelah

durian terjual oleh penjual)

Durian masak

2 bulan

3 Yon Depi Rumah

penjual 400.000 2 800.000 Langsung bayar

Durian mentah

-

4 Jon Nedi Kebun

durian 300.000 5 1.500.000

Cicilan (800.000 bayar

di awal, 700.000 bayar

di akhir)

Durian masak

1 minggu

5 As Nas Kebun

durian 450.000 2 900.000 Bayar di akhir Durian masak

2 bulan 6 Ida Yus Kebun

durian 250.000 6 1.500.000 Bayar di akhir Durian mentah

-

(15)

7 Nur Susi Rumah

penjual 300.000 6 1.800.000

Cicilan (600.000 bayar

di awal, 600.000 bayar

di akhir)

Durian mentah

-

8 Nopi Iwan Rumah

penjual 350.000 4 1.400.000 Langsung bayar

Durian mentah

- 9 Roza Apit Kebun

durian 250.000 4 500.000 Langsung bayar

Durian masak

2 bulan

10 Us Am Rumah

penjual 500.000 5 2.500.000 Bayar di akhir Durian masak

1 bulan Sumber :( wawancara, penjual dan pembeli durian, april 2019 )

Berdasarkan dari fenomena di atas maka menimbulkan pertanyaan bagaimana pembeli atau penjual untuk membuat standar ukuran jual beli.

Berdasarkan di atas, menimbulkan pertanyaan apakah boleh akad dilakukan di awal namun pelaksanaan akad dilakukan setelah beberapa waktu kemudian atau setelah buah durian benar-benar bisa dipanen.Kemudian jika ditinjau dari faktor sosial dan ekonomi, tidak dapat dipastikan pula bagaimana konsekwensi dari praktik tersebut terhadap kedua belah pihak, apakah pembeli atau penjual akan memperoleh untung atau rugi, atau bahkan hanya satu pihak saja yang mengalami untung atau rugi tersebut. Selain itu juga tidak dapat diketahui bagaimana tinjauan fiqh muamalah terhadap praktik tersebut.

Berdasarkan uraian penulis di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penilitian tentang permasalahan yang terjadi kususnya di Jorong IV, Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, dengan judul

“Tinjauan Fiqih Muamalah Terhadap Pelaksanaan Jual Beli Durian di Jorong IV Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang”

B. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah Tinjauan Fiqih Muamalah Terhadap Pelaksanaan Jual Beli Durian di Jorong IV Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang.

(16)

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan jual beli durian di Jorong IV Kenagarian Sungayang Kecamatan Sungayang?

2. Bagaimana tinjauan fiqh muamalah terhadap Pelaksanaan jual beli durian di Jorong IV Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang ?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang penulis lakukan berdasarkan rumusan masalah di atas adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan jual beli buah durian di Jorong IV Kenagarian Sungayang Kecamatan Sungayang.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis jual beli buah durian di Jorong IV Kenagarian Sungayang Kecamatan Sungayang berdasarkan pandangan Fiqh Muamalah.

E. Manfaat dan Luaran Penelitian 1. Secara Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam hukum Islam khususnya di bidang Hukum Ekonomi Syari‟ah yang berkaitan dengan praktik jual beli buah durian yang masih berada di batang di tinjau menurut fiqh muamalah di Jorong IV Kenagarian Sungayang.

2. Secara Praktis

a. Untuk memperluas wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis khususnya pengembangan pemikiran dalam bidang Hukum ekonomi syariah, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan masukan dan melengkapi referensi yang belum ada.

b. Diproyeksikan untuk memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) / Gelar Sarjana Hukum di IAIN Batusangkar.

c. Bermanfaat sebagai bahan bacaan di perpustakaan IAIN Batusangkar.

(17)

d. Salah satu bentuk Pertanggung jawaban akademik penulis terhadap ilmu yang telah dipelajari.

F. Definisi Operasional

Guna untuk lebih memudahkan pemahaman kepada maksud pembahasan yang ditinjau oleh penulis, maka perlu dijelaskan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut:

Fikih muamalah adalah hukum-hukum yang berkaitan dengan tindakan hukum manusia dalam persoalan keduniaan. Misalnya persoalan jual beli, utang piutang, kerjasama dagang, perserikatan atau perkonsian kerjasama dalam penggarapan tanah dan sewa menyewa.(Abdul, 2012, hal. 71-72). Dalam hal ini, fikih muamalah yang penulis maksud adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas kehidupan manusia yang berdasarkan kepada syariat Islam.

Jual beli durian yang penulis maksud adalah jual beli buah durian yang dilakukan oleh sipenjual kepada sipembeli dengan mematok harga tanpa menurunkan buah duriannya terlebih dahulu dan ada juga yang tanpa menunggu buah itu matang artinya buah yang masih dibatangnya telah diperjualbelikan dengan keadaan buah yang tidak tahu kualitas dan kuantitas buah tersebut.

Yang dimaksud dengan judul diatas adalah pandangan Fiqh Muamalah terhadap pelaksanaan jual beli durian yang berada dipohon di Jorong IV, Nagari Sungayang, Kecamatan Sungayang.

(18)

9 BAB II

LANDASAN TEORI A. Landasan Teori

1. Jual Beli

a. Pengertian jual beli

Kata al-bai‟ (jual) dan al-syira‟ (beli) dipergunakan dalam pengertian yang sama. Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-bai‟, al- tijarah, dan al-mubadalah (Sahrani, 2011, hal. 65)

Secara etimologi, jual beli adalah proses tukar-menukar barang dengan barang. Kata bay‟ yang artinya jual beli termasuk kata bermakna ganda yang bersebrangan, seperti halnya kata syira‟ yang bermastub dalam ayat, (Az- Zuhaili, 2011, hal. 25)

Secara terminologi, jual beli menurut ulama Hanafi adalah tukar menukar maal (barang atau harta) dengan maal yang dilakukan dengan cara tertentu. Atau, tukar-menukar barang yang bernilai dengan semacamnya dengan cara yang sah dan khusus, yakni ijab-qabul atau mu‟aathaa‟ (tanpa ijab qabul). Dengan demikian, jual beli satu dirham dengan satu dirham tidak termasuk jual beli, karena tidak sah. Begitu pula, jual beli seperti bangkai, debu, dan darah tidak sah, karena ia termasuk jual beli yang tidak disenangi.

(Az-Zuhaili, 2011, hal. 25)

Ibnu Quadamah dalam kitab al-Mugni mendefenisikan jual beli dengan tukar-menukar barang dengan barang yang bertujuan memberi kepemilikan dan menerima hak milik. Kata bay adalah pecahan dari kata baa‟un (barang), karena masing-masing pembeli dan penjual menyediakan barangnya dengan maksud memberi dan menerima. Kemungkinan juga, keduanya berjabat tangan dengan yang lain. Atas dasar itulah, jual beli (bay‟) dinamakan shafaqah yang artinya transaksi yang ditandai dengan jabat tangan. (Az- Zuhaili, 2011, hal. 26)

Kata “tukar menukar” atau “peralihan kepemilikan dengan penggantian”

mengandung maksud yang sama bahwa kegiatan mengalihkan hak dan

(19)

kepemilikan itu berlangsung secara timbal balik atas dasar kehendak dan keinginan bersama. Kata “secara suka sama suka” atau “menurut bentuk yang dibolehkan” mengandung arti bahwa transaksi timbal balik ini berlaku menurut cara yang telah ditentukan, yaitu secara suka sama suka.

Mengenai pengertian jual beli dalam syara‟ dan pembagian- pembagiannya, terdapat rincian pendapat dan berbagai mazhab.

1) Hanafiyah

Jual beli dalam istilah fuqaha‟ mempunyai dua arti: pertama: arti khusus, yaitu menjual barang dengan uang emas/perak atau lainnya. Kedua arti umum, ada dua belas bagian, termasuk di dalamnya arti khusus di atas;

karena arti jual beli bisa dilihat dari segi zatnya, yaitu pertukaran harta dengan harta, bisa dilihat dari segi barang jualnya, dan bisa juga dari segi harganya. (al-Jaziri, 2015, hal. 3)

2) Malikiyah

Mereka berpendapat, ada dua pengertian jual beli dalam istilah yang digunakan fuqaha. Pertama, pengertian yang berlaku untuk semua bentuk jual beli, seperti sharf,salam, dan lain sebagainya. Kedua, pengertian yang berlaku untuk masing-masing apa yang disebutkan tadi.

Akad pertukaran adalah akad saling menukar antara dua pihak, yakni penjual dan pembeli, karena keduanya sama-sama mengeluarkan ssesuatu sebagai penukar bagi yang lain. (al-Jaziri, 2015, hal. 7)

3) Hanabilah

Mereka berpendapat, pengertian jual beli menurut syara‟ adalah pertukaran harta dengan harta atau pertukaran kemanfaatan mubah dengan kemanfaatan mubah untuk selama-lamanya, bukan riba bukan juga pinjaman, yang dimaksud pertukaran harta dengan harta adalah akad (jual beli) oleh dua pihak pemilik harta; dengan kata lain jual beli adalah kegiatan mempertukarkan sesuatu dengan sesuatu dengan yang lain.

Pengertian “harta” mencakup uang dan lainnya.Jadi pertukaran barang dengan barang termasuk jual beli, tidak ada perbedaan apakah harta

(20)

itu terlihat nyata atau cukup diketahui ciri sifanya, sekalipun harta itu terutang. (al-Jaziri, 2015, hal. 10)

4) Syafi‟iyah

Mereka berpendapat bahwa pengertian jual beli menurut syara‟

adalah pertukaran harta dengan harta dengan cara tertentu. Dengan kata lain jual beli adalah akad pertukaran harta dengan harta, yang di maksud pertukaran, bahwa masing-masing dari kedua pihak menyerahkan harta sebagai ganti bagi yang lain. Maka di sini tidak termasuk hibah, karena hibah berarti penyerahan harta tanpa ganti semasa hidup. (al-Jaziri, 2015, hal. 11)

Ditinjau dari rusak atau tidaknya suatu objek Jual beli terbagi dua:

a) Sah, yaitu yang memenuhi ketentuan syarat dan rukunnya.

b) Rusak (batal), yaitu bila tidak terpenuhi sebagian syarat dan rukunnya.

Berdasarkan hal di atas, jual beli adalah pertukaran antara harta dengan harta, dimana harta tersebut adalah yang diperbolehkan dalam Islam dan mempunyai kemanfaatan yang sama bagi pemiliknya masing-masing.

Jual beli merupakan tindakan atau transaksi yang telah disyari‟atkan dalam arti telah ada hukumnya yang jelas dalam Islam, yang berkenaan dengan hukum taklifi.Hukumnya adalah boleh (زاوج) atau (ةحابلاا).Kebolehannya ini dapat ditemukan pada Al-Qur‟an dan hadis.

(Syarifuddin, 2010, hal. 192)

Pada umumnya, orang memerlukan benda yang ada pada orang lain (pemiliknya) dapat dimiliki dengan mudah, tetapi pemiliknya kadang-kadang tidak mau memberikannya. Adanya syariat jual beli menjadi wasilah (jalan) untuk mendapatkan keinginan tersebut, tanpa berbuat salah.Jual beli menurut bahasa, artinya menukar kepemilikan barang dengan barang atau saling tukar menukar. Kata al-bai (jual) dan al-syira‟ (beli) dipergunakan dalam pergantian yang sama.

(21)

Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-bai‟, al-tijarah dan al-mubadalah sebagaimana Allah berfirman dalam surat (Q.S Faathir [35] : 29)



































“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,” (Q.S Faathir [35] : 29)

Menurut istilah (terminologi), yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai berikut: (Suhendi, 2002, hal. 67)

1) Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang yang dilakukan dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.

2) Menurut Idris Ahmad dalam buku Fiqh al-Syafi‟iyah jual beli adalah

يِعْرَش ٍنْذاِب ٍةَضَو اَعُِبِ ٍةَّيِلاَم ٍْيَْع َكْيِلَْتَ

“pemilikan harta benda dengan jalan tukar menukar yang sesuai dengan aturan syara”

3) Menurut Taqiyuddin dalam buku Kifayat al-Akhyat jual beli adalah

ِوْيِف ِنْوُذْأَمْلا ِوْجَوْلا ىَلَع ٍلْوُ بَ قَو ٍباَْيْ اِب ِفُّرَصَّتلِل ِْيَْلِباَق ٍلاَمُةَلاَباَقُم

“saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab dan kabul, dengan cara yang sesuai dengan syarat”

4) Menurut Zakaria jual beli adalah

ٍصْوُصَْمَ ٍوْجَو ىَلَع ٍلاَِبِ ٍلاَمُةَلَ باَقُم

”tukar-menukar benda dengan benda yang lain dengan cara yang khusus (dibolehkan”

(22)

5) Jual beli dalam buku Fiqh al-Sunnah adalah

ِم ُلْقَ نْوَأ ىِضاَرَّ تلا ِلْيِبَس ىَلَع ٍلاَِبِ ٍلاَمُةَلَداَبُم ِوْيِف ِنْوُذُألما ِوْجَوْلا ىَلَع ٍضْوَعَ ب ٍكْل

“penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang di bolehkan.”

Batasan jual beli yang telah diterapkan di atas dapat dipahami bahwa dalam transaksi jual beli ada dua belah pihak yang terlibat; transaksi terjadi pada benda atau harta yang membawa kemaslahatan bagi kedua belah pihak mempunyai atas kepemilikannya untuk selamanya.Selain itu, inti jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara suka rela diantara kedua belah pihak.Pihak yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan dan disepakati secara syara‟ sesuai dengan ketetapan hukum.Maksudnya ialah memenuhi persyaratan, rukun- rukun, dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan jual beli, sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara‟.

Benda-benda seperti alkohol, babi, dan barang terlarang lainnya haram diperjualbelikan, sehingga jual beli tersebut dipandang batal dan jika dijadikan harga penukar, maka jual beli tersebut di anggap fasid (rusak).

Jual beli menurut ulama Malikiyah ada dua macam, yaitu jual beli yang bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus.Jual beli dalam arti umum ialah suatu perikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan. Perikatan adalah akad yang mengikat dua belah pihak, tukar menukar ialah salah satu oleh pihak lain, dan sesuatu yang bukan manfaat ialah bahwa benda yang ditukarkan adalah zat (berbentuk), ia berfungsi sebagai objek penjualan, jadi bukan manfaatnya atau bukan hasilnya.

Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar menukar sesuatu yang bukan manfaat dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukarannya bukan emas dan bukan pula perak, bukan merupakan utang (baik barang itu ada dihadapan sipembeli maupun tidak), barang yang sudah

(23)

diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu. (Sahrani, 2011, hal. 65-67)

Jual beli yang dikaitkan dengan harta, terdapat pula perbedaan pendapat antara Mazhab Hanafi dan jumhur ulama.

Menurut jumhur ulama yang dimaksud harta adalah materi dan manfaat.Oleh sebab itu manfaat dari suatu benda boleh di perjualbelikan.Sedangkan ulama Mazhab Hanafi berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan harta (al-maal) adalah sesuatu yang mempunyai nilai.Oleh sebab itu manfaat dan hak-hak, tidak dapat dijadikan obyek jual beli.

Jual beli Pada masyarakat primitif biasanya dilakukan dengan tukar- menukar barang (harta), tidak dengan uang seperti yang berlaku pada masyarakat pada umumnya.Mereka umpamanya, menukarkan rotan (hasil rotan) dengan pakian, garam, dan sebagainya yang menjadi keperluan pokok mereka sehari-hari, mereka belum menggunakan alat tukar seperti uang.Namun, pada saat ini orang yang tinggal di pedalaman, sudah mengenal mata uang sebagai alat tukar.

Tukar menukar barang seperti yang berlaku pada zaman primitif, pada zaman modern inipun kenyataannya dilakukan oleh satu negara dengan negara lain, yaitu dengan sistem barter. Umpamanya, gandum dan beras dari luar negeri ditukar dengan kopi atau lada dari indonesia yang dalam jumlah yang amat besar. (Hasan, 2004, hal. 114)

Jual beli sebagai sarana tolong-menolong antara sesama manusia mempunyai landasan yang amat kuat dalam islam.

Dalam al-Qur‟an Allah berfirman:

         

            

(24)

            

            

 

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Q.S al-baqarah: 275)

Q.S Al-baqarah ayat 275 ini menjelaskan bahwa Allah telah menegaskan bahwa telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.Orang-orang yang membolehkan riba dapat ditafsirkan sebagai pembantahan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana.

Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. ribanasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. ribafadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam ayat Ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah. Firman Allah:

          

        

(25)

        

“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.Maka apabila kamu Telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam (ialah bukit Quzah di Muzdalifah.).dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.”(Q.S Al-baqarah [2]:198)

Firman Allah dalam surat An- Nisa‟ yang berbunyi:

        

            

   

„‟Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.dan janganlah kamu membunuh dirimu.Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.‟‟

Q.S An-Nisa‟:29).

Dalam sabda Rasulullah disebutkan:

ْوُرْ بَم ٍعْيَ ب ُّلُكَو ِهِدَيِب ِلُج َّرلا ُلَمَع ؟ُبَيْطأ ِبْسَكْلا ُّيَأ َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص ُِّبَِّنلا َلِعُس ٍر

)مك الحاورازبلا هاور(

“Nabi Muhammad SAW. Pernah ditanya: apakah profesi yang paling baik?

Rasulullah menjawab: “usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati”. (HR, Al-Bazaar dan Al-Hakim)

Jual beli yang mendapat berkah dari Allah adalah jual beli yang jujur, yang tidak curang, mengandung unsur penipuan dan pengkhianatan.

(26)

Sabda Rasulullah:

َُمُ ُنْب ِزيِزَعْلا ُدْبَع اَنَ ثَّدَح ٍدَّمَُمُ ُنْب ُناَوْرَم اَنَ ثَّدَح ُّيِقْشَم دلا ِديِلَوْلا ُنْب ُساَّبَعْلا اَنَ ثَّدَح ٍدَّم

ِنيِدَمْلا ٍحِلاَص ِنْب َدُواَد ْنَع ِوَّللا ُلوُسَر َلاَق ُلوُقَ ي َّيِرْدُُْا ٍديِعَس اَبَأ ُأْعَِِ َلاَق ِويِبَأ ْنَع

ٍضاَرَ ت ْنَع ُعْيَ بْلا اََّنَِّإ َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص

“Telah menceritakan kepada kami Al Abbas bin Al Walid Ad Dimasyqi berkata, telah menceritakan kepada kami Marwan bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad dari Dawud bin Shalih Al Madini dari Bapaknya berkata; aku mendengar Abu Sa'id ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hanyasanya jual beli berlaku dengan saling ridha." (e-hadis, Kitab 9 Imam Hadis. HR Ibnu Majah No. 2176)

Berdasarkan dasar hukum jual beli di atas, maka dapat dikatakan jual beli hukumnya boleh berdasarkan dalil-dalil Al-Quran dan sunnah, serta ijma‟: (Az-Zuhaili, 2011, hal. 26)











































































 











































“Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari

(27)

mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Qs. al-Baqarah [2]: 275-276)

Hadis Riwayat al-Bazzar dan hukumnya shahih menurut al-Hakim dari Rifa‟at bin Rafi‟. Juga disebutkan disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab at- Talkhis al-Habiir dari Rafi‟ bin Khudaij dan menisbatkan kepada Imam Ahmad. Disebutkan pula as-Suyuti dalam al-Jami‟ush Shagir dari Rafi. (Az- Zuhaili, 2011, hal. 26)Maksudnya, berdagang yang tidak mengandung unsur penipuan dan kebohongan.

Berdasarkan kandungan ayat-ayat dan hadis-hadis yang dikemukakan di atas sebagai dasar jual beli, para ulama fikih mengambil suatu kesimpulan, bahwa jual beli hukumnya mubah (boleh).Namun, menurut Imam asy-Syatibi (ahli Fikih Mazhab Imam Maliki), hukumnya bisa berubah menjadi wajib dalam situasi tertentu.Sebagai contoh dikemukakannya, bila suatu waktu terjadi praktik ikhtikar, yaitu penimbunan barang, sehingga persediaan (stok) hilang dari pasar dan harga melonjak naik.Apabila terjadi praktik semacam itu, maka pemerintah boleh memaksa para pedagang menjual barang-barang sesuai dengan harga pasar sebelum terjadi pelonjakan harga barang itu.Para pedagang wajib memenuhi ketentuan pemerintah di dalam menentukan harga di pasaran.

Rasulullah saw sendiri diutus ketika semua orang biasa melakukan perdagangan, lalu beliau tidak melarangnya, bahkan menetapkannya dengan bersabda,

ِبَِّنلا ْنَع ٍديِعَس ِبَِأ ْنَع ِنَسَْلحا ْنَع َةَزَْحَ ِبَِأ ْنَع َناَيْفُس ْنَع ُةَصيِبَق اَنَ ثَّدَح ٌداَّنَى اَنَ ثَّدَح ُقوُدَّصلا ُرِجاَّتلا َلاَق َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص َلاَق ِءاَدَهُّشلاَو َيِْقي د صلاَو َيْ يِبَّنلا َعَم ُيِْمَْلأا

ِبَِأ ْنَع يِرْوَّ ثلا ِثيِدَح ْنِم ِوْجَوْلا اَذَى ْنِم َّلاِإ ُوُفِرْعَ ن َلا ٌنَسَح ٌثيِدَح اَذَى ىَسيِع وُبَأ ٌخْيَش َوُىَو ٍرِباَج ُنْب ِوَّللا ُدْبَع ُوَِْا َةَزَْحَ وُبَأَو َةَزَْحَ

ُدْبَع اَنَرَ بْخَأ ٍرْصَن ُنْب ُدْيَوُس اَنَ ثَّدَح ٌّيِرْصَب

ُهَوَْنَ ِداَنْسِْلإا اَذَِبِ َةَزَْحَ ِبَِأ ْنَع يِرْوَّ ثلا َناَيْفُس ْنَع ِكَراَبُمْلا ُنْب ِوَّللا

(28)

“Telah menceritakan kepada kami Hannad telah menceritakan kepada kami Qabishah dari Sufyan dari Abu Hamzah dari Al Hasan dari Abu Sa'id dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Seorang pedagang yang jujur dan dipercaya akan bersama dengan para Nabi, shiddiqun dan para syuhada`." Abu Isa berkata; Hadits ini hasan, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalur ini yaitu dari hadits Ats Tsauri dari Abu Hamzah, Abu Hamzah bernama Abdullah bin Jabir ia seorang syaikh dari Bashrah. Telah menceritakan kepada kami Suwaid bin Nash telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Mubarak dari Sufyan Ats Tsauri dari Abu Hamzah dengan sanad ini seperti itu.”(e-hadis, Kitab 9 Imam Hadis. HR Tirmidzi No. 1130)

Dalil dari ijma‟ bahwa umat Islam sepakat bila jual beli itu hukumnya boleh dan terdapat hikmah di dalamnya. Pasalnya, manusia bergantung pada barang yang ada di orang lain dan tentu orang tersebut tidak akan memberinya tanpa ada imbal balik. Oleh karena itu, dengan diperbolehkannya jual beli maka dapat membantu terpenuhinya kebutuhan setiap orang dan membayar atas kebutuhannya itu. Manusia itu sendiri adalah makhluk sosial, sehingga tidak bisa hidup tanpa adanya kerja sama dengan yang lain. (Az-Zuhaili, 2011, hal. 27)

Malahan, disamping wajib menjual barang dagangannya, dapat juga dikenakan sanksi hukum, karena tindakan tersebut dapat merusak atau mengacaukan ekonomi rakyat.

Di Indonesia praktik semacam itu banyak ditemukan dalam masyarakat, seperti penimbunan beras, gula pasir, BBM (Bahan Bakar Minyak) dan lain- lainnya.Pribadi-pribadi pelakunya dalam waktu singkat menjadi jutawan, sedangkan rakyat banyak menjadi melarat. (Hasan, 2004, hal. 117)

b. Rukun dan syarat sah jual beli 1) Rukun Jual Beli

Oleh karena perjanjian jual beli merupakan perbuatan hukum yang mempunyai konsekuensi terjadinya peralihan hak atas sesuatu barang dari pihak penjual kepada pihak pembeli, maka dengan sendirinya dalam perbuatan hukum ini haruslah dipenuhi rukun dan syarat sahnya jual beli.

(Lubis, 2000, p. 129)

(29)

Jual beli adalah merupakan suatu akad, dan dipandang sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat jual beli.Mengenai rukun dan syarat jual beli, para ulama berbeda pendapat.

Menurut Mazhab Hanafi, rukun jual beli hanya ijab dan kabul saja, menurutnya yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan anatara kedua belah pihak untuk berjual beli. Namun, karena unsur kerelaan berhubungan dengan hati sering tidak kelihatan, maka diperlukan indikator (qarinah) yang menunjukkan kerelaan tersebut dari kedua belah pihak. Indikator tersebut bisa dalam bentuk perkataan (ijab dan kabul) atau dalam bentuk perbuatan, yaitu saling memberi (penyerahan barang dan penerimaan uang). Dalam fikih, hal ini terkenal dengan istilah “bai al- muathah”.

Menurut jumhur ulama, rukun jual beli itu ada empat, yaitu sebagai berikut: (al-Jaziri, 2015, hal. 16)

a) Orang yang berakad (penjual dan pembeli) b) Sighat (lafaz ijab dan kabul)

c) Ada barang yang dibeli d) Ada nilai tukar pengganti.

Menurut Mazhab Hanafi, orang yang berakad, barang yang di beli, dan nilai tukar barang dia atas, termasuk syarat jual beli bukan rukun.

Dalam bertransaksi itu, diperlukan rukun-rukun. Adapun rukun jual beli ada tiga, yaitu akad (ijab kabul), orang yang berakad (penjual dan pembeli), dan ma‟kudalaih (objek akad).

Akad ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual beli belum dikatakan sah sebelum ijab dan kabul dilakukan, sebab ijab kabul menunjukkan kerelaan (keridhaan). Pada dasarnya, ijab kabul dilakukan dengan lisan, tetapi kalau tidak mungkin, misalnya bisu atau yang lainnya, boleh ijab kabul dengan surat-menyurat yang mengandung ijab dan kabul.

Adanya kerelaan tidak dapat dilihat, sebab kerelaan berhubungan dengan

(30)

hati. Kerelaan dapat diketahui melalui tanda-tanda lahirnya, adapun tanda yang jelas menunjukkan kerelaan adalah ijab dan kabul.

Syafi‟iyah berpendapat bahwa akad jual beli tidak terjadi kecuali dengan shighat (ijab-qabul) baik dengan lisan atau apa saja yang fungsinya sama, seperti dengan tulisan, melalui utusan, atau dengan isyarat yang dapat dimengerti bagi yang bisu. Sedangkan sekedar serah terima (Arab:

mu‟athah), maka tidak terjadi akad jual beli. (al-Jaziri, 2015, hal. 17) Menurut jumhur ulama, bahwa syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang disebutkan di atas adalah sebagai berikut: (Hasan, 2004, hal.

118-125)

a) Syarat orang berakad (1) Berakal

(2) Orang yang melakukan akad itu, adalah orang yang berbeda, Seseorang tidak dapat bertindak sebagai pembeli dan penjual dalam waktu bersamaan.

b) Syarat yang terkait dengan ijab kabul

(1) Orang yang mengucapkan telah akil baligh dan berakal, (2) Kabul sesuai dengan ijab

(3) Ijab dan kabul dilakukan dalam satu majlis, Kedua belah pihak yang melakukan akad jual-beli hadir dan membicarakan masalah yang sama.

c) Syarat yang diperjual belikan

(1) Barang itu ada, atau tidak ada ditempat, tetapi pihak penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu.

(2) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia.

(3) Milik seseorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang, tidak boleh diperjualbelikan.

(4) Dapat diserahkan pada saat akad berlangsung, atau pada waktu yang telah disepakati bersama ketika akad berlangsung.

(31)

d) Syarat nilai tukar (harga barang)

(1) Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya, (2) Dapat diserahkan pada saat waktu akad (transaksi), sekalipun secara

hukum seperti pembayaran dengan cek atau kartu kredit.

(3) Apabila jual beli itu dilakukan secara barter, maka barang yang dijadikan nilai tukar, bukan barang yang diharamkan syara‟

2) Syarat Sah Jual Beli (Sahrani, 2011, hal. 68-70) a) Syarat sah ijab kabul

(1) Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan diam saja setelah penjual menyatakan ijab dan sebaliknya.

(2) Jangan diselingi dengan kata-kata lain antara ijab dan kabul.

(3) Beragama Islam, Syarat ini khusus untuk pembeli benda-benda tertentu

b) Syarat-syarat bagi orang yang melahirkan akad (1) Baligh berakal agar tidak mudah ditipu orang.

(2) Beragama Islam

c) Syarat sah objek transaksi

(1) Barang yang diperjual belikan mestilah bersih materinya ketentuan ini didasarkan pada umunya ayat al-Quran yang dalam Q.S Al- A‟raf [7] : 157:









































































(32)

















“(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban- beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka Maka orang- orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung.”

Maksudnya: dalam syari'at yang dibawa oleh Muhammad itu tidak ada lagi beban-beban yang berat yang dipikulkan kepada Bani Israil. Umpamanya: mensyari'atkan membunuh diri untuk sahnya taubat, mewajibkan qisas pada pembunuhan baik yang disengaja atau tidak tanpa membolehkan membayar diat, memotong anggota badan yang melakukan kesalahan, membuang atau menggunting kain yang kena najis.

(2) Barang yang diperjualbelikan adalah sesuatu yang bermanfaat.

Alasannya adalah bahwa yang hendak diperoleh dari transaksi ini adalah manfaat itu sendiri. Bila barang tersebut tidak ada manfaatnya, bahkan dapat merusak seperti ular dan kalajengking, maka tidak dapat dijadikan objek transaksi. Yang menjadi dasar dari persyaratan manfaat ini adalah hadis nabi yang melarang memperjualbelikan patung tersebut di atas, karena dalam pandangan Islam patung tersebut termasuk sesuatu yang tidak berguna.

(3) Baik barang atau uang yang dijadikan objek transaksi itu betul-betul telah menjadi milik orang yang melakukan transaksi. Hal ini mengandung arti tidak boleh menjual barang orang lain atau membelanjakan uang orang lain, kecuali ada izin atau kuasa dari orang yang memilikinya. Persyaratan ini sesuai dengan arti

(33)

transaksi itu sendiri yaitu pengalihan pemilikan; baru itu akan terjadi bila yang dialihkan itu telah menjadi miliknya.

(4) Barang dan/atau uang yang telah menjadi miliknya itu haruslah telah berada di tangannya atau dalam kekuasaannya dan dapat diserahkan sewaktu menjadi transaksi, dan tidak mesti berada dalam majlis akad, umpamanya tersimpan digudang penyimpanan yang berjauhan letaknya. Persyaratan ini didasarkan kepada hadis Nabi dari Hakim bin Hazam yang dikeluarkan oleh Ahmad:

ئنا لله ا لوسر اي ألق ميرح امو اهنم لى ليح امف اعويب ىترشا

وضبقت تىح وعبت لاف ايش أيترشااذا لاق يلع

“Saya berkata kepada Rasul SAW.: “saya telah membeli sesuatu barang, apakah yang halal untuk saya lakukan dan apakah yang haram?” Nabi berkata:”bila engkau membeli sesuatu janganlah kamu jual sampai engkau sendiri memegangnya”.

(5) Barang atau uang dijadikan objek transaksi itu mestilah sesuatu yang diketahui secara transparan, baik kuantitas maupun jumlahnya bila dalam bentuk sesuatu yang ditimbang jelas timbangannya dan bila sesuatu yang ditakar jelas takarannya. Tidak boleh memperjualbelikan sesuatu yang tidak diketahui kualitas dan kuantitasnya seperti ikan dalam air.

Alasan larangan terhadap sesuatu yang tidak jelas itu dijelaskan Nabi sendiri yaitu adanya unsur penipuan padanya. Yang demikian berlawanan dengan asas suka sama suka.

Kelima persyaratan yang berkenaan dengan objek transaksi tersebut di atas bersifat kumulatif dengan arti keseluruhannya mesti dipenuhi untuk sahnya suatu transaksi.Kelimanya telah sejalan dengan prinsip taradhin yang merupakan syarat utama dalam suatu transaksi. Bila ada yang tidak terpenuhi jelas akan menyebabkan

(34)

pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi akan tidak merasa suka.

Akibatnya akan termakan harta orang lain secara tidak hak.

Bila persyaratan tidak dipenuhi dan terdapat pula isyarat larangan dari hadis Nabi, maka transaksinya termasuk transaksi yang terlarang, baik yang membawa kepada tidak sahnya transaksi tersebut atau tetap sah meskipun berdosa bagi pelakunya.Perbedaan di antara keduanya terletak pada bentuk larangan Nabi terhadap transaksi tersebut. Bila larangan mengenai essensinya, maka larangan tersebut membawa kepada tidak sahnya transaksi seperti tidak melalui ijab kabul. Bila larangan tidak berkenaan dengan essensi, tapi hal luar yang tidak langsung berkaitan dengannya, transaksi tetap sah, namun terlarang. (Syarifuddin, 2010, hal. 196- 200)

c. Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya

1) Barang yang dihukumkan najis oleh agama, seperti anjing, babi, berhala, bangkai, dan khamr, Rasulullah bersabda: (Suhendi, 2002, hal. 78)

2) Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh turunan. Jual beli ini haram hukumnya.

3) Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya. Jual beli seperti ini dilarang, karena barangnya belum ada dan tidak tampak.

4) Jual beli dengan muhaqallah. Baqalah berarti tanah, sawah, dan kebun, maksud muhaqallah disini ialah menjual tanam-tanaman yang masih dilarang atau disawah. Hal ini dilarang karena adanya persangkaan riba.

5) Jual beli dengan mukhadarah, yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas untuk dipanen. Hal ini dilarang karena barang tersebut masih samar.

6) Jual beli dengan mulamasah, yaitu jual beli secara sentuh meyentuh. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan kemungkinan akan menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.

(35)

7) Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli dengan secara lempar melempar. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan tidak ada ijab dan kabul.

8) Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang kering, dengan bayaran padi basah, sedangkan ukurannya dengan dikilo sehingga akan merugikan pihak pemilik padi kering.

9) Menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjualbelikan.

10) Jual beli dengan syarat (iwadhmahjul)

11) Jual beli gharar, yaitu jual beli yang samar sehingga ada kemungkinan terjadi penipuan.

12) Jual beli dengan mengecualikan sebagian benda yang dijual.

13) Larangan menjual makanan hingga dua kali takar.

d. Jual beli yang dilarang tapi sah hukumnya

1) Menemui orang-orang desa sebelum mereka masuk kepasar untuk membeli benda-bendanya degan harga yang semurah-murahnya, sebelum mereka tahu harga pasaran, kemudian ia jual dengan harga yang setinggi-tingginya.

Tapi bila orang kampung sudah mengetahui harga pasaran, jual beli seperti ini tidak apa-apa.

2) Menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain. Hal ini dilarang karena menyakitkan orang lain.

3) Jual beli dengan najasy, ialah seseorang menambah atau melebihi harga temannya dengan maksud memancing-mancing orang agar orang itu mau membeli barang kawannya.

4) Menjual di atas penjual orang lain.

e. Etika dalam jual beli

Islam memang menghalalkan usaha perdagangan, perniagaan, dan atau jual beli. Namun tentu saja untuk orang yang menjalankan usaha perdagangan secara Islam, dituntut menggunakan tata cara khusus, ada aturan mainnya yang mengatur bagaimana seharunya seorang muslim berusaha dibidang perdagangan agar mendapat berkah dan ridha Allah SWT di dunia dan

(36)

akhirat. Aturan main perdagangan Islam, menjelaskan berbagai etika yang harus dilakukan oleh para pedagang muslim dalam melaksanakan jual beli, dan diharapkan dengan menggunakan dan mematuhi etika perdagangan Islam tersebut, suatu usaha perdagangan dan seorang muslim akan maju dan berkembang pesat selalu mendapat berkah Allah SWT di dunia dan di akhirat.

Etika perdagangan Islam menjamin, baik pedagang maupun pembeli, masing- masing akan saling mendapat keuntungan.

Menurut Faisal Badroen etika berasal dari kata ethos dalam bahasa Yunani yang berarti kebiasaan atau karakter. Sedangkan secara terminologis bahwa etika merupakan studi sistematis tentang tabiat konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah, dan lain sebagainya dan prinsip-prinsip umum yang membenarkan kita untuk mengaplikasikannya atas apa saja.

Etika didalam Islam memang mengacu pada dua sumber yaitu Al-Quran dan Sunnah.Dua sumber ini merupakan sentral dari segala sumber yang membimbing segala perilaku dalam menjalankan ibadah, perbuatan atau aktivitas umat Islam yang benar-benar menjalankan ajaran Islam.

Jual beli memiliki beberapa etika, diantaranya sebagai berikut: (Az- Zuhaili, 2011, hal. 27-28)

1) Tidak boleh berlebihan dalam mengambil keuntungan. Ulama Malikiyah menentukan batas penipuan yang berlebihan itu adalah sepertiga ke atas, karena jumlah atas maksimal yang dibolehkan dalam wasiat dan selainnya.

Dengan demikian, keuntungan yang baik dan berkah adalah keuntungan sepertiga kebawah.

2) Berinteraksi yang jujur, yaitu dengan menggambarkan barang dagangan dengan sebetulnya tanpa ada unsur kebohongan ketika menjelaskan macam, jenis, sumber, dan biayanya.

3) Bersikap toleran dan berinteraksi , yaitu penjual bersikap mudah dalam menentukan harga dengan cara menguranginya, begitu pula pembeli tidak terlalu keras dalam menentukan syarat-syarat penjualan dan memberikan harga lebih.

(37)

4) Menghindari sumpah meskipun pedagang itu benar. Dianjurkan untuk menghindari sumpah dengan nama Allah dalam jual beli, karena itu termasuk cobaan bagi nama Allah. Allah berfirman,































“Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan Mengadakan ishlah di antara manusia.dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”(QS al-Baqarah [2]: 224)

5) Memperbanyak sedekah. Disunnahkan bagi seorang pedagang untuk memperbanyak sedekah sebagai penebus dari sumpah, penipuan, penyembunyian cacat barang, melakukan penipuan dalam harga ataupun akhlak yang buru, dan sebagainya.

6) Mencatat utang dan mempersaksikannya. Dianjurkan untuk mencatat transaksi dan jumlah utang, begitu juga mempersaksikan jual beli yang akan dibayar di belakang dan catatan utang.

f. Hikmah jual beli

Allah SWT. Mensyariatkan jual beli untuk memberikan kebutuhan kepada hamba-hamba-Nya.Sebab, setiap orang dari suatu bangsa memiliki banyak kebutuhan berupa makanan, pakaian, dan lainnya yang tidak dapat diabaikannya selama dia masih hidup. Dia tidak dapat memenuhi sendiri semua kebutuhan itu, sehingga dia perlu mengambilnya dari orang lain, dan tidak ada cara yang lebih sempurna untuk mendapatkannya selain dengan pertukaran dia memberikan apa yang dimilikinya dan tidak dibutuhkannya sebagai ganti atas apa yang diambilnya dari orang lain yang dibutuhkannya.

(Sabiq, 2009, hal. 159)

Hikmah dibolehkannya jual beli itu adalah menghindarkan manusia dari kesulitan dalam bermuamalah dengan hartanya.Seseorang memiliki harta di

Gambar

Tabel Jumlah Sekolah di Nagari Sungayang
Tabel Pertanian di Nagari Sungayang
Tabel Jumlah Populasi Jenis Ternak di Nagari Sungayang

Referensi

Dokumen terkait

Bank Syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan Bank Konvensional melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya (tabungan,

Bank Syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan Bank Konvensional melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya (tabungan,

〔商法 三五一〕傷害保険契約における告知義務違反を理由とする契 約解除の意思表示は保険契約者の相続人全員に対してなされなくて

Embrio hasil fertilisasi in vivo, embrio kloning hasil aplikasi TISS dan embrio partenogenetik hasil aktivasi dikultur dalam media CZB tanpa glukosa hingga mencapai

Teknologi pakan imbuhan CRM yang telah dikembangkan berfungsi menekan metanogenesis, meningkatkan kecernaan bahan kering pakan dan protein mikroba, sehingga dapat

Dalam bahasa yang sederhana, system rumah makan dapat dideskripsikan sebagai “suatu kumpulan dari pekerja, bahan makanan dan bangunan & peralatan yang berinteraksi untuk

Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Sang Khaliq Allah SWT yang melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan