• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Landasan Teori

4. Wanprestasi Secara Umum

Wanprestasi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan somasi.

Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur. Maksud dengan istilah prestasi dalam hukum kontrak (dalam bahasa inggris dengan istilah (perfomance) adalah pelaksanaan isi dari kontrak yang telah diperjanjikan menurut tata cara yang telah disepakati bersama.

Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi oleh kreditur atau juru sita. Somasi itu minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditur atau juru sita. Apabila somasi itu tidak dipindahkannya, maka kreditur berhak membawa persoalan itu kepengadilan. Dan pengadilanlah yang memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau tidak (Salim, 2002, hal. 180).

Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksanannya prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesegajaan atau kelalaian. Wanprestasi adalah suatu keadaan dimana debitur tidak memenuhi janjinya atau sebagaimana mestinya dan kesemuannya itu dapat dipermasalahkan kepadanya (Fuady, 2002, hal. 17).

Teori ditambah Yahya Harahap mendefinisikan wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiaban yang tidak tepat pada waktunya akan dilakukan

tidak menurut selayaknya. Sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debituruntuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian. Dasar hukum wanprestasi yaitu :

Pasal 1238 KUHPerdata : “Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

Pasal 1243 KUHPerdata : “Penggantian biaya, kerugian dan bunga kaarena taak dipenuhinya suaatu perikatan mulai diwajibkannya, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampuai waktu yang telah ditentukan.

Adapun wanprestasi yang juga disebut dengan ingkar janji menurut KHES tertuang pada: (KHES, Buku II)

Pasal 36. Pihak dapat dianggap melakukan ingkar janji, apabila karena kesalahannya:

1) Tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk melakukannya;

2) Apabila melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;

3) Apabila melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat; atau

4) Apabila melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Pasal 37. Pihak dalam akad melakukan ingkar janji, apabila dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan ingkar janji atau demi perjanjiannya sendiri menetapkan, bahwa pihak dalam akad harus dianggap ingkar janji dengan lewatnya waktu yang ditentukan

Pasal 38. Pihak dalam akad yang melakukan ingkar janji dapat dijatuhi sanksi:

1) membayar ganti rugi;

2) pembatalan akad;

3) peralihan risiko;

4) denda; dan/atau

5) membayar biaya perkara

Menurut Subekti dan Djaja S. Meliala wanprestasi, artinya tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditetapkan dalam perikatan atau perjanjian, tidak dipenuhinya dalam suatu perjanjian, dapat di sebabkan, yaitu :

1) Karena keadaan debitur baik sengaja maupun kerena kelalaian.

2) Karena keadaan memaksa (overmach/forcemajeur).

Menurut Djaja S. Meliala ada empat keadaan wanprestasi yaitu sebagai berikut :

1) Tidak memenuhi prestasi.

2) Terlambat memenuhi prestasi.

3) Memenuhi prestasi secara tidak baik.

4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. (Djaja S. Meliala, 2012, hal.175)

Adapun akibat hukum wanprestasi sebagai berikut :

1) Debitur di haruskan membayar ganti rugi ( Pasal 1243 KUH Perdata.

2) Kreditur dapat minta pembatalan perjanjian, atau pengadilan (Pasal 1266 KUHPerdata).

3) Kreditur dapat meminta pemenuhan perjanjian, atau pengadilan. (Pasal 1266 KUHPerdata).

Pada pasal 1243 sampai dengan pasal 1252 KUHPerdata mengatur ketentuan tentang ganti rugi yang dapat dituntut oleh kreditur oleh kreditur dalam halm debitur wanprestasi.

Menurut KHES pasal 39. Adapun Sanksi pembayaran ganti rugi dapat dijatuhkan apabila : (KHES, BUKU II)

1) Pihak yang melakukan ingkar janji setelah dinyatakan ingkar janji, tetap melakukan ingkar janji;

2) Sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya;

3) Pihak yang melakukan ingkar janji tidak dapat membuktikan bahwa perbuatan ingkar janji yang dilakukannya tidak dibawah paksaan.

b. Bentuk-Bentuk Wanprestasi

Adapun bentuk wanprestasi menurut R. Subekti dalam johanes ibrahim terdapat ada empat macam yaitu:

1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukanya.

2) Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.

3) Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaiman dijanjikan.

4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

(Johanes Ibrahim, 2004 : Pasal 55-56).

c. Tuntutan Atau Dasar Wanprestasi

Kreditur dapat menuntut kepada debitur yang telah melakukan wanprestasi hal-hal sebagai berikut :

1) Kreditur dapat meminta pemenuhan prestasi saja dari debitur.

2) Kreditur dapat menuntut prestasi disertai ganti rugi kepada debitur (Pasal 1267 KUHPerdata)

3) Kreditur dapat menuntut dan mengganti rugi, hanya mungkin kerugian karena keterlambatan.

4) Kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian.

5) Kreditur dapat menuntut pembatalan disertai ganti rugi kepada debitur.

Ganti rugi ini berupa pembayaran uang denda.

Akibat kelalaian kreditur yang dapat diperatanggung jawabkan, yaitu : 1) Debitur berada dalam keadaan memaksa.

2) Beban resiko beralih untuk kerugian kreditur, dan dengan demikian debitur hanya bertanggung jawab atas wanprestasi dalam hal ada kesegajaan atau kesalahan besar lainnya.

3) Kreditur tetap diwajibkan memberi prestasi balasannya (Pasal 1602 KUHPerdata).

Adakalahnya dalam keadaan tertentu untuk membuktikan adanya wanprestasi debitur tidak diperlukan lagi pernyataan lalai, ialah :

1) Untuk pemenuhan prestasi berlaku tenggang waktu yang fatal (fatale termijn).

2) Debitur menolak pemenuhan.

3) Debitur mengakui kelalaiannya.

4) Pemenuhan prestasi tidak mungkin (diluar overmach).

5) Pemenuhan tidak lagi berati (zinloos).

6) Debitur melakukan prestasi tidak sebagaimana mestinya.

Wanprestasi atau tidak dipenuhinya janji dapat terjadi baik karena disegaja maupun tidak disegaja. Pihak yang tidak segaja wanprestasi ini dapat terjadi karena memang tidak mampu untuk memenuhi prestasi tersebut atau juga karena terpaksa untuk tidak melakukan prestasi tersebut.

Wanprestasi dapat berupa :

1) Sama sekali tidak memenuhi prestasi.

2) Prestasi yang dilakukan tidak sempurna.

3) Terlambat memenuhi prestasi.

4) Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.

Terjadinya wanprestasi mengakibatkan pihak lain (lawan dari pihak yang wanprestai) dirugikan, apalagi kalau pihak lain tersebut adalah perdagangan maka bisa kehilangan keuntungan yang diharapkan. Oleh karena pihak lain dirugikan akibat wanprestasi tersebut, pihak wanprestasi harus menanggung akibat dari tuntutan pihak lawan yang dapat berupa tuntutan :

1. Pembatalan kontrak (diserai atau tidak disertai ganti rugi).

2. Pembatalan kontrak (disertai atau tidak disertai ganti rugi).

Dengan demikian, ada dua kemungkinan pokok yang dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan, yaitu pembatalan atau pemenuhan kontrak.

Namun, jika dua kemungkinan pokok tersebut diuraikan lebih lanjut, kemungkinan tersebut dapat dibagikan menjadi empat, yaitu:

1) Pembatalan kontrak saja.

2) Pembatalan kontrak disertai tuntutan ganti rugi.

3) Pemenuhan kontrak saja.

4) Pemenuhan kontrak disertai tuntuntan ganti rugi.

Debitur dapat dikatakan dalam keadaan wanprestasi ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi yaitu :

1) Syarat materiil, yaitu berupa:

a) Kesegajaan, adalah suatu hal yang dilakukan seseorang dengan di kehendakidan diketahui serta disadari oleh pelaku sehinggan menimbulkan kerugian pada pihak.

b) Kelalaian, adalah suatu hal yang dilakukan diman seseorang yang wajib berprestasi seharusnya tabu dan patut menduga bahwa dengan perbuatan atau sikap yang diambil olehnya akan menimbulkan kerugian.

2) Syarat formil, yaitu:

Hal kelalaian atau wanprestasi pada pihak debitur harus dinyatakan dahulu secara resmi, yaitu dengan memperingatkan debitur, bahwa kreditur menghendaki pembayaran seketika atau dalam jangka waktu yang pendek. Somasi adalah teguran keras secara tertulis dari kreditur berupa akta kepada debitur, supaya debitur melakukan prestasi dengan mencantumkan tangal terakhir debitur harus berprestasi dan disertai dengan sanksi atau denda atau hukuman yang akan dijatuhkan atau diteapkan, apabila debitur wanprestasi atau lalai :

Beberapa kemungkinan yang dapat dipilih oleh seseorang debitur yang melakukan wanprestasi :

a) Kreditur dapat meminta pelaksanaan perjajian, meskipun perjanjian pelaksanaan ini sudah terlambat.

b) Kreditur dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang dideritanya. Karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan, atau dilaksanakan tetapi tidak semestinya.

c) Kreditur dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang disertai olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian. (Skripsi Indri Yani Fitri, 2017 : 22-27).

a. Akibat Adanya Wanprestasi

Ada empat akibat adanya wanprestasi, sebagaimana dikemumukan berikut ini:

1) Perikatan tetap ada

Kreditur masih dapat menuntut kepada debitur pelaksanaan prstasi, apabila ia terlambat memenuhi prestasi. Di samping itu, kreditur berhak untuk menuntut ganti rugi akibat keterlambatan melaksanakan prestasinya. Hal ini disebabkan kreditur akan mendapat keuntungan apabila debitur melaksanakan prestasi tepat pada waktunya.

2) Debitur harus menganti rugi kepada kreditur (Pasal 1234 KUH Perdata).

3) Beban resiko beralih untuk kerugian debitur jika halangan itu timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesengajaan atau kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa.

4) Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontak prestasi dengan menggunakan pasal 1266 KUH Perdata.

Dokumen terkait